Berkali-kali dirinya menghubungi yang lain, tak satupun ada yang minat untuk bertemu. Bahkan beberapa ada yang sengaja tidak mau angkat telepon. Seolah, mereka sudah kompak untuk tidak berhubungan dengan wanita yang tega membuang bayinya itu.
Dipegangnya gawai dan menimbang-nimbang untuk menghubungi Nadia. Namun, ketika hal itu dilakukan, nomer Nadia justru sudah memblokirnya.
"Arrrrrgh ...," teriak Anti sambil membanting alat komunikasinya di atas kursi. Dirinya terisak sendiri tanpa ada yang peduli.
Sementara di tempat lain, Erina tengah menghabiskan waktu weekend bersama Tohir, juga Nadia. Mereka bertiga menyewa sebuah villa di kebun teh yang berisi dua kamar. Satu untuk Erina dan Nadia, satu lagi untuk Tohir.
Wajah sumringah terpancar dari anak semata wayang Tohir. Gadis remaja itu sudah tidak canggung bermanja-manja dengan calon ibunya.
Erina juga sudah mulai merubah penampilan. Dengan uang yang diberikan calon suaminya, dirinya melakukan perm
"Anak Ibu dengan Om Agam. Dia sudah Ibu berikan pada ayahnya sejak lahir. Demi cinta Ibu sama kamu, Ibu tidak menyentuh anak itu sama sekali. Kini, Ibu sendiri dan siap untuk kembali merawat kamu, Nad ...," ujar Anti dengan lembut."Apa? Ibu tidak merawat anak Ibu?" tanya Nadia penasaran. Dirinya memang selama ini tidak pernah menanyakan tentang anak yang dilahirkan ibunya. Merasa tidak ingin tahu."I-iya, Nad. Demi kamu, demi ayah kamu.""Ibu benar-benar kejam ya. Ibu membuang anak yang Ibu kandung yang baru lahir? Bu, aku aja yang anak kecil tahu, kalau seorang bayi harus diurus oleh ibunya. Di mana sih perasaan dan hati nurani Ibu?" Nadia benar-benar menunjukkan sikap kecewanya."Nad, Ibu, Ibu hanya ingin hidup bahagia bersama kamu. Dan kita kembali seperti dulu lagi ....""Tidak semudah itu, Ibu. Ibu tolong, lepaskan Ayah. Jangan ganggu Ayah lagi. Ayah berhak bahagia dengan wanita pilihannya.""Apa maksud kamu, Nad? Ayah kamu sudah punya
Anti menggigil sampai di rumah. Kondisi kesehatan pasca operasi belum juga pulih. Ditambah dengan berbagai macam beban pikiran, dan hari ini, dirinya harus kehujanan dalam waktu yang cukup lama. Di bawah selimut tebal, Anti terisak. Menangisi hidup yang semakin buruk. Takdir baik seakan tidak mau berpihak pada dirinya. Anti bukan tidak merasa malu dengan perlakuan mantan ibu mertuanya. Hanya saja, dia harus benar-benar berjuang agar bisa mendapatkan hati Tohir kembali. Kristal bening mengalir bagai tetesan air hujan. Membuat mata wanita yang menjadi janda selama dua kali itu terlihat bengkak. Saat ini, dirinya masih dalam cuti melahirkan. Jadi, bebas bermalas-malasan. Tidak dengan esok, bila sudah tiba waktunya bekerja. Sepanjang malam, dalam keadaan menggigil, Anti masih memikirkan cara melunasi hutang ibunya. Gajinya masih utuh namun, tidak mungkin untuk menyicil setoran bank. Karena gaya hidupnya membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Persiapan pernikahan Tohir dan Erina sudah hampir semuanya selesai. Tinggal dua minggu lagi, gadis itu akan resmi dipersunting oleh duda kaya. Teman-temannya ikut serta dalam mempersiapkan segalanya. Rida menjadi orang yang paling heboh."Nanti kita berempat pakai baju yang bagus lho, ya? Kembaran. Jangan lupa! Kita pamer di stori biar Anti tambah kebakaran,""Rin, kamu dah pilih rias pengantin paling top, kan? Coba siapa yang rias, aku pengin tahu?" tanya Risa penasaran. Mereka heboh di rumah Erina."Bu Emi ...," jawab Erina malu-malu."Wow, gila! Ternyata, Erina selera tinggi juga. Dulu aja, pas nikahan Anti, dia gak kuat lho, panggil itu dukun pengantin. Gak kebayang, nanti kalau si Anti tahu bakalan gimana shock-nya," ucap Yuni terpana, mendengar perias yang dipilih Erina adalah yang terbaik dan termahal di kota ini.Di tempat lain, Tohir yang sedang menulis daftar undangan, mendapat telepon dari Anti. Mantan istrinya itu menangis sejadi-jadiny
"Kamu pikir, aku tidak bisa berbuat semacam ini? Kamu pikir, bisa membuatku takluk dengan cara murahan?" gertak Tohir. Dan langsung menyentakkan lengan Anti sehingga wanita itu jatuh di lantai. Dengan cepat, Tohir beranjak ke kursi yang diduduki Anti. Instingnya mengatakan, kunci ada di sana. Dan, benar saja. Setelah mendapatkan benda itu, dirinya segera melangkah cepat menuju pintu. Anti mengejar sambil memohon."Mas, dengarkan aku, Mas!" rengek Anti.Tohir segera membuka pintu. Anti memegang lengan Tohir dan saat pintu berhasil terbuka, Pak Lurah juga Pak RT sudah berada di halaman. Sontak, Anti membelalak. Menahan malu. Berkali-kali menelan salivanya. Tidak tahu lagi harus bagaimana."Tolong, Pak, urus warga Bapak. Jangan selalu membuat ulah yang mempermalukan lingkungan terus menerus," ujar Tohir saat sudah berhasil lolos dari cekalan Anti. Ketua RT juga Kepala Desa terlihat bingung hendak mengambil tindakan apa. Mereka menundukkan kepala, melihat Anti yang
Riasan yang natural tapi elegan, gamis yang indah berwarna merah maroon yang dipadukan pasmina warna hitam membuat penampilan Anti semakin terlihat berkelas. Duduk menyilangkan kaki di jok depan. Berkali-kali, dirinya menatap wajah yang terlihat sempurna menurut kaca matanya. "Kita sebenernya mau diajak kemana sih, Mas?" tanya bapak Anti penasaran pada pemuda yang ada di balik kemudi. "Saya tidak tahu, Pak. Saya hanya disuruh membawa keluarga Mbak Anti ke sebuah alamat yang diberikan Mas Tohir," jawab sang Sopir kalem. "Sudah sih, Pak. Kita gak usah banyak tanya. Mas Tohir udah bilang mau kasih kejutan. Kalau dibilangin apa itu, namanya bukan kejutan lagi," sahut Anti kesal. Perlahan, mobil yang mereka kendarai sudah sampai di depan gedung pertemuan yang disewa untuk acara pernikahan Tohir dan Erina. Terlihat suasana yang ramai. Tamu undangan saling berdatangan. Tepat jam sebelas, keluarga Anti sampai di tempat parkir. Erina nampak cantik, ber
Anti diseret paksa oleh dua aparat menuju pintu gedung. Ibu yang sedari tadi memilih duduk di kursi belakang dengan bapaknya langsung mengikuti putrinya begitu dia sampai di pintu keluar. Kali ini, tidak ada perlawanan atau makian dari mereka berdua. Merasa malu dengan apa yang terjadi.Semua tatapan mata pengunjung mengarah pada satu titik. MC langsung mengambil alih acara dengan mencoba mencairakan suasana. Namun tetap saja, acara tersebut sudah terlihat cacat dan mengurangi kesakralan ceremoni resepsi yang megah.Di dekat pintu keluar, Rida dan kawan-kawannya menatap sedih pada sahabat yang hari ini telah berhasil dijatuhkan perasaannya. Sekalipun rasa benci mereka sangat besar tapi, melihat apa yang terjadi hari ini tetap saja, iba hadir dalam sanubari. Apa yang mereka rencanakan ternyata gagal. Sedianya akan membuat Anti menjadi wanita paling malu dan paling sakit di hari itu nyatanya, keempat perempuan itu-pun ikut merasakan sakit. Menyaksikan sahabat yang dulu s
Orang tua Anti terlihat memerah mukanya. Sedangkan Anti sendiri masih menunjukkan wajah penuh amarah."Anti! Perbaiki hidup kamu bila ingin mendapatkan kasih sayang dari teman-teman kamu. Atau selamanya, kamu akan hidup dalam terus menerus dalam kesendirian. Cari Agam, minta maaflah pada dia." Rida berkata dengan penuh penekanan."Jangan ikut campur urusan anak saya!" seru ibu Anti tidak rela."Kalau tidak ingin kami ikut campur maka, bilang sama anak Ibu, jangan hubungi kami dan jangan salahkan kami atas apapun yang menimpanya. Oh, pantas saja, Anti terus menerus berperilaku yang memalukan. Karena ternyata, dia mendapat dukungan dari orang terdekatnya. Kami permisi!" Rida mengajak teman-temannya pergi.Entah kebetulan macam apa, Anti berdiri dekat dengan mobil Fira. Wanita yang datang bersama suaminya terlihat berjalan mendekati kendaraan mereka. Tanpa kata, mereka lewat. Melemparkan senyum sinis penuh ejekan. Anti semakin merasa terhina.Sopir ya
Anti hanya mengurung diri dalam kamar. Bapak juga ibunya merasa sangat bingung dengan kondisi anak perempuan satu-satunya itu."Anti," panggil sang Ibu sembari mengetuk pintu.Tidak ada jawaban dari dalam sana. Bapaknya duduk di sofa depan kamar dengan raut muka bingung.Apa yang Anti alami, mirip dengan Nadia saat ini. Keduanya sama-sama terluka dan mengurung diri dalam kamar. Seperti itulah ikatan seorang ibu dan anak. Terkadang, ada hal-hal yang mereka rasakan sama di saat bersamaan.Anti melihat beberapa stori juga grup yang ia ikuti. Banyak teman-teman yang mengunggah foto Erina dengan berbagai caption. Rata-rata, mendoakan agar langgeng dan menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Namun, tidak begitu dengan Fira. Caption yang ia tuli, seakan sebuah sindiran yang ditujukan pada Anti."Alhamdulillah, teman suamiku menikah dengan wanita yang mudah-mudahan sholehah. Teruntuk yang sakit hati dengan halusinasinya, semoga lekas dikembalikan p
Part 11 POV Dania (Ending) Lelah hati tatkala harus menghadapi banyak hal. Akhirnya aku menyerah pada keadaan. Aku tidak akan memaksakan takdir apapun sekarang. Selalu bertemu dengan orang-orang yang membuat hati ini sakit hati, membuatku semakin sadar kalau hanya keluarga Laura saja yang baik padaku. Melihat penghianatan Nindi dan juga sikap Cika yang masih dingin dan membenciku, membuat hati ini sudah memutuskan. Aku akan menghilang dari hidup orang-orang yang mengenalku. Untuk apa mempedulikan Cika yang sangat membenciku? Baginya, Ines adalah ibunya. Setelah Nindi keluar dari rumah, Laura menelpon malam-malam dan menangis. Ia mengatakan kalau pacarnya ternyata selingkuh dan dia seorang diri. Laura menanyakan perkembangan hubunganku dengan Cika, dan aku menjawab apa adanya. “Cika tidak akan pernah bisa menerimaku. Itu kenyataannya,” jawabku sudah pasrah dengan keadaan. “Dania, aku minta maaf, bisakah kamu kembali kesini? Hidup bersamaku dan aku menarik semua ucapanku kemarin,” p
Part 10Tiga hari tinggal bersama, dia tetap masih diam. Makananku tetap disiapkan, tetapi menunggu aku keluar untuk makan sendiri. Dia sama sekali tidak seperti dulu yang memanggilku, menyiapkan baju ganti dan segala keperluanku. Akhirnya, pagi ini kuberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.“Apa aku akan diusir seperti Nindi?” tanyaku pelan. Dia yang lagi-lagi berkutat dengan laptop--mengangkat wajah.“Pilihlah mana dari milikku yang akan kamu ambil, Cika! Sisanya, bila kamu tidak mau, maka akan kujual. Kamu bisa gunakan untuk keperluan hidupmu. Itu jika kamu mau,” jawabnya tanpa ekspresi ramah.Aku memainkan jari jemariku. Bingung hendak menjawab apa. Ponselnya berdering dan dia langsung mengangkatnya. Aku masih berdiri mendengarkan dia berbicara dengan orang yang kukira ada di luar negeri.Meski sudah lama tidak pernah belajar bahasa asing lagi, tetapi aku tahu apa arti dari ucapan yang disampaikan seseorang dari seberang telepon sana. Speaker ponsel yang dihidupkan membuatku bi
Part 9“Mbak Dania, aku minta maaf, Mbak, aku akui memang salah dan aku akan meminta dia untuk keluar dari rumah Mbak Dania asalkan Mbak Dania masih mengizinkan aku untuk tetap di sini. Aku akan menjaga Cika, Mbak, aku janji,” kata Nindi sambil bersimpuh dan memegang kaki dia.“Aku sudah tidak butuh siapapun lagi, Nindi. Aku akan membiarkan orang-orang yang hanya memanfaatkanku dan juga orang-orang yang tidak menyukaiku untuk pergi dari hidupku. Aku tidak akan memaksakan takdir bahagia bersamaku, jadi, kamu tidak perlu bersimpuh meminta, karena aku sudah akan menghapusmu dari daftar orang-orang yang kukenal,” jawab dia santai.Seketika aku memandang wajah cantik itu. Ada sebuah perasaan terluka di sana. Jika dia benar-benar tidak mau lagi mengurusku, maka, siapa yang akan mengurusku lagi? Tiba-tiba saja ketakutan besar menguasai hati.Wajah itu, dia tidak mau melihat padaku. Padahal, aku berharap itu.Nindi masih bersimpuh sambil menangis.“Dimana mobilku, Nindi?” tanya dia datar.“Ee
Part 8POV CikaAku memilih masuk dan duduk di atas hamparan pasir meski terik matahari terasa sangat menyengat di kulit. Benar-benar bingung hendak minta tolong dan mengadu pada siapa, maka kuputuskan untuk menangis seorang diri.“Ya Allah, kirimkan bantuan untukku. Ya Allah, ampuni aku jika aku selama ini nakal dan banyak dosa. Ya Allah, aku janji, jika aku mendapatkan pertolongan untuk masalahku ini, aku akan kembali sholat seperti saat di pondok dulu. Jika ada orang yang menolongku, maka aku akan menjadikannya sahabat,” ucapku sambil menangis.Lama aku berada dalam posisi ini, hingga leher terasa pegal, lalu aku mengangkat kepala. Saat menoleh, ternyata ada seseorang yang duduk di sebelahku dan dia melakukan hal yang sama.Menatapku.Deg.Jantungku berpacu lebih cepat tatkala mendengar orang itu memanggil namaku. Dia sosok yang kurindu, tetapi juga kubenci.“Kenapa kamu berpanas-panasan sendirian di sini?” ucapnya sambil berteriak.Aku diam, enggan menjawab. Teringat olehku Nindi
Part 7POV DaniaAku menatap tubuh Nyonya dan Tuan yang terbujur kaku di rumah sakit dengan darah bersimbah di sekujur tubuh mereka–dengan hati yang sangat hancur.Baru sebentar kembali bekerja bersama mereka yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, tetapi harus merasakan sakitnya kehilangan. Nyonya dan Tuan tewas dalam kecelakaan tunggal. Mobil yang mereka tumpangi menabrak sebuah pohon dan nyawa mereka langsung hilang di tempat itu juga.Tak tahu lagi harus berusaha tegar seperti apa. Karena mereka berdua adalah keluarga yang kumiliki saat ini dan kenapa takdir selalu tidak berpihak padaku?Mayat Nyonya dan Tuan dimakamkan dua hari kemudian setelah berbagai prosesi keagamaan mereka berdua berlangsung. Kini, saat semua pelayat pergi, aku hanya berdua saja dengan anak semata wayang Nyonya yang berusia dua puluh tahun.“Aku akan melanjutkan kuliah di negara sebelah. Kamu jika masih mau di sini, maka harus mencari pekerjaan lain. Karena aku sudah tidak bisa membayarmu. Rumahku aka
Part 6POV CIKAAku menatap rumah besar itu, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Meski keberadaanku tidak diakui di sini, tetapi nyatanya, belasan tahun diriku hidup di sana.Walaupun tanpa kenangan indah, tetapi aku bisa melakukan apapun di rumah itu. Kini, aku harus melangkah pergi untuk yang terakhir kalinya. Hati benar-benar sadar, jika memang diri ini tiada lagi diharapkan oleh mereka. Kehadiranku di rumah itu hanya untuk mengukir kisah sedih.Hari ini aku pergi dengan naik taksi. Pulangnya, memilih berjalan menyusuri jalanan komplek perumahan elit yang semuanya memiliki pagar yang tinggi. Sengaja memilih berjalan kaki, hanya sekadar ingin menikmati rasa yang sangat menyesakkan dalam dada ini. Rencananya, nanti akan pulang dengan naik bus. Di dekat gerbang perumahan ini ada sebuah halte.Langkah kaki ini berjalan lambat. Aku sadar kini aku sudah benar-benar sendiri, dan sebentar lagi, bisa saja harus tiba-tiba hidup dengan sosok yangtidak kukenal sama sekali. Aku Cika, harus ber
Part 5Sebuah ketukan di luar pintu kamar membuat Cika beranjak dari tempat tidurnya. Ia yang sudah setengah mengantuk terpaksa bangun untuk menemui orang yang sudah pasti itu Nindi. Dengan memicingkan mata, Cika menatap perempuan yang masih lajang itu yang sudah siap dengan koper besar.“Mbak Nindi mau pergi?” Seketika mata Cika yang semula setengah mengantuk terbuka sempurna.“Iya,” jawab Nindi singkat dan ragu.Napas Cika mulai narik turun. Antara takut dan kaget.“Mbak Nindi, aku sama siapa di sini?” tanya Cika mulai menampakkan ketakutannya.“Sudah saatnya kamu belajar hidup mandiri , Cika. Tidak mungkin aku akan terus bersama dengan kamu. Ibu kamu saja sudah pergi. Dan keluarga kamu saja sudah tidak memperdulikan keberadaanmu lagi. Masa aku yang bukan siapa-siapa kamu harus bertahan di sini? Aku punya impian untuk menikah, aku punya keluarga yang harus aku rawat. Jadi, aku akan pergi sekarang dan mulai saat ini, kamu hidup di sini sendiri,” jelas Cika.“Mbak Nindi, tidak bisakah
Part 4 Cika merasa sangat kesepian dengan hidup yang dijalani saat ini. Bingung karena setiap hari yang dilakukan hanyalah makan dan tidur saja. Hendak keluar untuk sekadar mencari kesenangan bersama teman-temannya pun susah dilakukan karena rumah yang ditempatinya saat ini cukup jauh dengan rumah kawan semasa ia sekolah. Bermain ponsel juga membuat kepalanya pusing. Nindi juga lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Jika malam minggu tiba, gadis yang sudah dewasa itu akan keluar bersama dengan sang kekasih dan pulang jika sudah dini hari saat Cika sudah terlelap dalam mimpi. Dua bulan sudah dilalui Cika hidup seorang diri di rumah besar peninggalan Dania. Di suatu pagi, Cika yang baru saja bangun menemui Nindi yang tengah sarapan pagi. Dengan langkah berat dan kepala tertunduk berjalan pelan menghampiri Nindi yang sedang sarapan. “Kenapa?” tanya Nindi saat Cika sudah sampai di hadapannya. “Pembantu yang katanya mau datang itu, apa tidak ada kabarnya?” tanya Cika ragu. Sikap ke
Part 3Langit mulai gelap. Tidak ada bintang satupun di sana. Aku mulai menoleh ke kanan dan kiri mencari sebuah tumpangan yang bisa membawaku pulang. Entah pulang kemana. Dalam keadaan bimbang, aku membuka ponsel. Ternyata Rindi menelpon banyak ke nomorku. Ia juga berkirim pesan. Aku membukanya, tetapi hanya di bagian akhir yang kubaca.[Kamu kemana saja?][Kenapa belum pulang?][Cika, balas pesanku!][Cika, kamu kemana? Cepat pulang]Aku takut, tetapi tidak mungkin aku mengatakan kalau saat ini sedang di bandara. Akhirnya, aku memilih mencari taksi dengan berjalan keluar bandara. Tidak ada tempat lagi untuk pulang selain rumah Dania dan aku berharap Rindi sedang menungguku di sana. Aku sangat takut.Seketika bernapas lega saat kulihat Rindi tengah menungguku dengan cemas. “Dari mana saja kamu?” tanyanya cemas dengan wajah marah.Kali ini aku tidak akan melawannya. Dia satu-satunya orang yang masih peduli berada di sisiku. Aku diam sambil memainkan ujung kuku.“Cika, kamu dari mana?”