'Wanita seperti Anti harus dikasih pelajaran. Bukan, bukan aku yang jahat. Akan tetapi, dia dan keluarganya yang terlalu memaksa orang lain untuk berbuat seperti yang mereka inginkan. Aku tidak akan melakukan ini bila, hidupku bebas dari gangguan,' gumam Tohir dalam hati.
Hubungan Nadia dengan Erina sudah semakin erat. Mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk saling akrab. Beberapa kali, Erina datang berkunjung. Bukan untuk menemui caoln suaminya. Melainkan, menghabiskan waktunya dengan banyak hal bersama Nadia. Sesuatu yang Tohir suka dari gadis pilihannya itu adalah, sikap keibuan. Seringkali dirinya mendengar percakapan mereka. Erina banyak memberikan nasehat-nasehat pada Nadia yang mulai puber. Hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
"Jangan dulu dekat dengan cowok ya, Nad? Jangan sampai kamu terjerumus cinta monyet yang akan menghancurkan nama baik kamu. Perempuan itu harus pandai menjaga kehormatan. Ibarat bunga mawar, lindungilah dirimu dengan duri-duri yang
"Lhoh, An, katanya tadi kamu bilang mau diantar Tohir pakai mobil?" sebuah suara mengagetkan wanita yang hari ini berdandan ala sosialita itu saat sampai di parkiran rumah sakit. Teman arisannya berdiri tidak jauh dari dirinya."Eh, iya. Mas Tohir mobilnya bannya pecah. Dia kirim ojek agar aku tidak terlambat," jawab Anti sambil membetulkan hijab yang agak berantakan. Harga dirinya seketika hancur. Terlihat naik ojek dan kepergok kawan sosialitanya itu."Oooh ... aku duluan, ya?""Iya. Sial. Gara-gara kamu ini. Aku jadi turun level." Anti melampiaskan kemarahan pada tukang ojek. Kemudian berlalu masuk ke dalam poliklinik dengan labgkah tertatih.'Aku harus mendapatkan Mas Tohir lagi Kalau tidak, bisa hancur reputasiku," tekadnya dalam hati. Dirinya nemang sudah terlanjur mengatakan akan balik menikah dengan Tohir di hadapan teman-temannya. Tak disangka, di depan poli kandungan, Anti bertemu lagi dengan temannya tadi."Kamu mau apa Fir?
Sepanjang jalan akhirnya Anti memilih diam. Saat sampai di halaman rumahnya, barulah ibu dari Nadia itu bernapas lega. Segera turun dari motor dan berjalan pelan tanpa mengucapkan terimakasih pada sosok yang telah mengantarnya pulang. Di dalam kamar, Anti melihat-lihat story dari kontak yang ia simpan. “Setiap orang akan kemakan omongan dan perbuatannya sendiri. Tinggal menunggu waktu saja, dia akan terjatuh oleh karena perbuatannya” Kata-kata yang ditulis Fira seolah menyindirnya. Untung saja, tidak ada obrolan di grup tentang dirinya yang tidak jadi diantar Tohir. Ibunya yang setelah operasi tinggal bersamanya, terlihat bingung karena mantan menantu yang ia harapkan ternyata sudah menunjukkan sinyal penolakan. "Padahal, Ibu sudah bilang sama orang-orang lho, An, kalau kamu mau balikan lagi sama Tohir. Kalau itu tidak terjadi, kita pasti malu," ucap ibu Anti memberikan tanggapan tentang yang terjadi hari ini. Mereka tengah duduk di meja makan
Lewat empat puluh hari sudah sejak Anti melahirkan. Menurut adat Jawa maka, masa pingit pada wanita yang baru saja melahirkan, selesai sudah. Dirinya boleh pergi keluar dengan sesuka hati. Pun dengan bayinya. Namun, karena bayi Anti tidak ada maka, tidak ada acara cukur rambut layaknya orang lain.Anti sudah tidak pernah bermimpi buruk tentang bayinya lagi. Sejak dirinya dimintakan air pada ustadz setempat. Hubungan dengan orangtuanya menjadi renggang akibat sertifikat rumah yang digadaikan ke bank. Meskipun tinggal satu atap, Anti lebih sering menghindar.Kini, dirinya tinggal menyusun masa depan yang sudah terlanjur kacau."Uang yang sisa hutang bank masih berapa, Bu?" tanya Anti suatu pagi saat sedang sarapan."Tinggal sepuluh juta, An," jawab ibunya lirih."Itu artinya, hanya cukup untuk lima bulan saja?""I-iya, An ....""Terus, setelah ini, Ibu mau setor pakai apa?" Anti kembali bertanya dengan nada kesal."Ibu pasrah sam
Berkali-kali dirinya menghubungi yang lain, tak satupun ada yang minat untuk bertemu. Bahkan beberapa ada yang sengaja tidak mau angkat telepon. Seolah, mereka sudah kompak untuk tidak berhubungan dengan wanita yang tega membuang bayinya itu.Dipegangnya gawai dan menimbang-nimbang untuk menghubungi Nadia. Namun, ketika hal itu dilakukan, nomer Nadia justru sudah memblokirnya."Arrrrrgh ...," teriak Anti sambil membanting alat komunikasinya di atas kursi. Dirinya terisak sendiri tanpa ada yang peduli.Sementara di tempat lain, Erina tengah menghabiskan waktu weekend bersama Tohir, juga Nadia. Mereka bertiga menyewa sebuah villa di kebun teh yang berisi dua kamar. Satu untuk Erina dan Nadia, satu lagi untuk Tohir.Wajah sumringah terpancar dari anak semata wayang Tohir. Gadis remaja itu sudah tidak canggung bermanja-manja dengan calon ibunya.Erina juga sudah mulai merubah penampilan. Dengan uang yang diberikan calon suaminya, dirinya melakukan perm
"Anak Ibu dengan Om Agam. Dia sudah Ibu berikan pada ayahnya sejak lahir. Demi cinta Ibu sama kamu, Ibu tidak menyentuh anak itu sama sekali. Kini, Ibu sendiri dan siap untuk kembali merawat kamu, Nad ...," ujar Anti dengan lembut."Apa? Ibu tidak merawat anak Ibu?" tanya Nadia penasaran. Dirinya memang selama ini tidak pernah menanyakan tentang anak yang dilahirkan ibunya. Merasa tidak ingin tahu."I-iya, Nad. Demi kamu, demi ayah kamu.""Ibu benar-benar kejam ya. Ibu membuang anak yang Ibu kandung yang baru lahir? Bu, aku aja yang anak kecil tahu, kalau seorang bayi harus diurus oleh ibunya. Di mana sih perasaan dan hati nurani Ibu?" Nadia benar-benar menunjukkan sikap kecewanya."Nad, Ibu, Ibu hanya ingin hidup bahagia bersama kamu. Dan kita kembali seperti dulu lagi ....""Tidak semudah itu, Ibu. Ibu tolong, lepaskan Ayah. Jangan ganggu Ayah lagi. Ayah berhak bahagia dengan wanita pilihannya.""Apa maksud kamu, Nad? Ayah kamu sudah punya
Anti menggigil sampai di rumah. Kondisi kesehatan pasca operasi belum juga pulih. Ditambah dengan berbagai macam beban pikiran, dan hari ini, dirinya harus kehujanan dalam waktu yang cukup lama. Di bawah selimut tebal, Anti terisak. Menangisi hidup yang semakin buruk. Takdir baik seakan tidak mau berpihak pada dirinya. Anti bukan tidak merasa malu dengan perlakuan mantan ibu mertuanya. Hanya saja, dia harus benar-benar berjuang agar bisa mendapatkan hati Tohir kembali. Kristal bening mengalir bagai tetesan air hujan. Membuat mata wanita yang menjadi janda selama dua kali itu terlihat bengkak. Saat ini, dirinya masih dalam cuti melahirkan. Jadi, bebas bermalas-malasan. Tidak dengan esok, bila sudah tiba waktunya bekerja. Sepanjang malam, dalam keadaan menggigil, Anti masih memikirkan cara melunasi hutang ibunya. Gajinya masih utuh namun, tidak mungkin untuk menyicil setoran bank. Karena gaya hidupnya membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Persiapan pernikahan Tohir dan Erina sudah hampir semuanya selesai. Tinggal dua minggu lagi, gadis itu akan resmi dipersunting oleh duda kaya. Teman-temannya ikut serta dalam mempersiapkan segalanya. Rida menjadi orang yang paling heboh."Nanti kita berempat pakai baju yang bagus lho, ya? Kembaran. Jangan lupa! Kita pamer di stori biar Anti tambah kebakaran,""Rin, kamu dah pilih rias pengantin paling top, kan? Coba siapa yang rias, aku pengin tahu?" tanya Risa penasaran. Mereka heboh di rumah Erina."Bu Emi ...," jawab Erina malu-malu."Wow, gila! Ternyata, Erina selera tinggi juga. Dulu aja, pas nikahan Anti, dia gak kuat lho, panggil itu dukun pengantin. Gak kebayang, nanti kalau si Anti tahu bakalan gimana shock-nya," ucap Yuni terpana, mendengar perias yang dipilih Erina adalah yang terbaik dan termahal di kota ini.Di tempat lain, Tohir yang sedang menulis daftar undangan, mendapat telepon dari Anti. Mantan istrinya itu menangis sejadi-jadiny
"Kamu pikir, aku tidak bisa berbuat semacam ini? Kamu pikir, bisa membuatku takluk dengan cara murahan?" gertak Tohir. Dan langsung menyentakkan lengan Anti sehingga wanita itu jatuh di lantai. Dengan cepat, Tohir beranjak ke kursi yang diduduki Anti. Instingnya mengatakan, kunci ada di sana. Dan, benar saja. Setelah mendapatkan benda itu, dirinya segera melangkah cepat menuju pintu. Anti mengejar sambil memohon."Mas, dengarkan aku, Mas!" rengek Anti.Tohir segera membuka pintu. Anti memegang lengan Tohir dan saat pintu berhasil terbuka, Pak Lurah juga Pak RT sudah berada di halaman. Sontak, Anti membelalak. Menahan malu. Berkali-kali menelan salivanya. Tidak tahu lagi harus bagaimana."Tolong, Pak, urus warga Bapak. Jangan selalu membuat ulah yang mempermalukan lingkungan terus menerus," ujar Tohir saat sudah berhasil lolos dari cekalan Anti. Ketua RT juga Kepala Desa terlihat bingung hendak mengambil tindakan apa. Mereka menundukkan kepala, melihat Anti yang