"Ayo pergi." Steven dengan cepat mengambil salah satu buku merah, dan berjalan keluar gedung catatan sipil dengan suasana hati yang baik.
Brianna mengikuti dari belakang mencoba menjajarkan posisi mereka. Mereka berjalan dalam diam sampai masuk kedalam mobil."Aku tidak percaya pada akhirnya aku benar-benar menjual diriku untuk uang." Brianna bergumam pelan namun Steven masih dapat mendengarnya."Mulai sekarang kamu adalah milikku." Tanpa menunggu reaksi Brianna, Steven dengan kasar memegang wajah Brianna, dan menciumnya ciuman dengan menuntut. Sebelum Brianna sempat bereaksi, Steven sudah melepaskan ciumannya dan tersenyum menggoda.Brianna masih kaget. Dia tidak berani mengeluarkan suara ataupun bergerak. Steven melajukan mobilnya dengan cepat membelah jalanan.Brianna tidak bisa membayangkan bahwa semua yang ada dihadapannya adalah nyata. Pria yang ada disampingnya kini adalah suaminya.'Suatu hari, aku akan meminangmu, dan aku akan membuatmu bahagia.' Brianna teringat ucapan Steven empat tahun lalu saat mereka menjalin hubungan. Sinar matahari menyinari wajah Steven yang tampan, sosok pria yang pernah dia cintai, dia ada di sana, nyata. Namun sayangnya, Steven yang sekarang tidak mencintainya."Mengapa harus menikahiku? Apa ini rencana balas dendammu padaku?" Tanya Brianna."Bisa dibilang begitu." Jawab Steven sambil tersenyum dingin."Kita menikah hanya diatas kertas, hanya hubungan saling menguntungkan. Selama kamu tidak membuat masalah, aku akan memberikan uang yang lebih dari cukup.""Barang-barangmu juga sudah kupindahkan ke apartemenku. Mulai sekarang kamu akan tinggal bersamaku.""Tidak, akan jadi aneh kalau aku tinggal denganmu." Kata Brianna spontan begitu dengar mereka akan tinggal bersama."Akan lebih aneh jika suami istri tinggal di tempat yang berbeda."Brianna tertunduk dan tidak membantah kata-kata Steven."Hmm... Bagaimana dengan uang yang kuminta?" Tanya Brianna ragu-ragu.Mendengar kata-kata Brianna membuat raut wajah Steven berubah menjadi dingin seketika. Dia menyunggingkan bibirnya dan berdecak."Huh, kamu benar-benar perempuan matre hah?"Brianna mengepalkan tangannya, menelan penghinaan Steven padanya. Memang kenyataannya Brianna menikah dengannya karena uang, dan dia sangat membutuhkan uang itu sekarang.Steven memberinya sebuah kartu ATM. "Ambil ini! Didalamnya ada seratus juta, kalau kurang katakan saja, aku akan mentransfernya."Brianna mengambil kartu itu dari tangan Steven dan menyimpannya di dalam tasnya. "Ini lebih dari cukup, terima kasih."'Aku harus segera ke pusat rehabilitasi untuk membayar perawatan ibu.' Pikir Brianna dalam hati."Steven, aku harus segera kembali ke tempat kerja." Ujar Brianna pelan."Sudah terima uangnya lalu mau segera pergi hah?""Bukan seperti itu..." Brianna tidak melanjutkan kata-katanya, percuma saja dia menjelaskan pada Steven. Dia juga tidak ingin Steven tahu keadaan ibunya. Brianna hanya bisa pasrah mengikuti Steven.Steven melarikan mobilnya dan mengacuhkan Brianna di sepanjang perjalanan mereka. Dua puluh menit kemudian mereka sampai di sebuah gedung apartemen yang mewah. Steven menarik tangan Brianna dan memasuki apartemen itu dan masuk ke dalam lift.Sesaat kemudian mereka sampai di lantai tujuan. Steven tidak melepaskan genggaman tangannya dari Brianna sedetikpun. Saat mereka tiba di unit kamar, Steven memasukkan kode '0108'. Itu adalah tanggal hari ini.'Apa Steven menjadikan tanggal pernikahan sebagai kode keamanan?'Belum terjawab tanda tanya Brianna, dia sudah ditarik masuk oleh Steven. Begitu pintu tertutup Steven langsung menekan tubuh Brianna ke balik pintu dan menghujani Brianna dengan ciuman. Ciuman itu begitu menuntut, membuat Brianna kehilangan akal.Setelah berciuman beberapa saat Brianna mulai kehabisan oksigen. Dia memukul dada Steven yang bidang. Namun bukannya menghentikannya, ciuman Steven semakin memanas. Steven menangkap tangan Brianna dan mengangkatnya ke atas kepala, memerangkap wanita yang kini menjadi istrinya.Tangan satunya yang bebas mulai menggerayangi lekuk tubuh Brianna. Brianna menjadi panik, dia mulai meronta-ronta, berusaha lepas dari perangkap Steven."Steven, lepas..." Brianna mencuri udara untuk berbicara."Jangan berlagak suci kamu, Brie! Bukankah kamu harus menjalankan kewajibanmu sebagai isteri?" Bibir Steven kembali menyumpal bibir Brianna..Brianna mengenakan kemeja putih yang membuat Steven dengan mudah meraih kancing-kancing itu. Steven mulai membuka kancing kemeja Brianna satu per satu, membuat Brianna semakin panik."Steven! Jangan... Steven, kumohon... Jangan!" Teriak Brianna sambil sekuat tenaga membebaskan diri dari Steven.Mendengar teriakan Brianna, Steven tersentak. Dia melepaskan Brianna dan berjalan menjauhinya. Tubuh Brianna merosot kebawah dan Brianna menangis, memegang pakaiannya yang sedikit terbuka.Brianna tahu kini dia sudah sah menjadi istri Steven, dan Steven berhak menuntutnya untuk berhubungan badan. Dia sudah mempersiapkan dirinya untuk itu. Tapi saat Steven menciumnya tadi, dia dapat merasakan amarah dalam ciuman Steven. Dan entah mengapa, itu membuat hatinya sakit. Jauh di lubuk hatinya, dia merindukan Steven yang hangat yang seperti empat tahun lalu.Steven memegang keningnya dengan satu telapak tangannya, berusaha menguasai emosinya. Melihat Brianna menangis, membuat hati Steven terganggu. Steven melangkah keluar dari apartemen, meninggalkan Brianna sendirian.Setelah beberapa saat duduk sendiri menenangkan diri, Brianna menghapus air matanya. Dia berjalan mencari kamar mandi, dan setelah menemukannya dia membuka keran dan mencuci mukanya. Lalu dia meninggalkan apartemen itu dan pergi ke bank untuk mengambil uang 30 juta, sebelum wanita itu menuju ke pusat rehabilitasi tempat ibunya dirawat.Hampir satu tahun berlalu dengan cepat sejak pencatatan nikah mereka, namun Steven masih bersikap dingin pada Brianna. Terutama perlakuan Steven pada Brianna. Sejak kejadian itu, mereka jadi jarang bertemu. Steven jarang pulang, dia lebih memilih menguburkan diri dalam pekerjaannya sampai larut malam.Brianna juga masih bekerja siang malam. Walaupun Steven akan mentransfer uang padanya setiap bulan, tapi uang itu dia gunakan untuk pengobatan ibunya. Dia masih harus bekerja untuk berjaga-jaga bila suatu hari Steven menceraikannya dan dia tidak bisa lagi mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit.Malam itu Brianna merasa tidak enak badan, sehingga dia memutuskan untuk pulang sebentar untuk istirahat, sebelum pergi ke Golden Sky, kelab malam tempat dia bekerja. Brianna bisa meninggalkan pekerjaannya yang lain, tapi dia tidak bisa meninggalkan pekerjaaannya di Golden Sky karena dia mendapatkan lebih banyak uang di tempat itu daripada bekerja di tempat lain. Selain itu entah mengapa, dia berharap bisa bertemu dengan Steven di sana.Setelah beristirahat sebentar, Brianna bersiap-siap mengganti pakaian. Saat Brianna sedang berganti pakaian, tiba-tiba terdengar suara kunci pintu terbuka. Siapa lagi kalau bukan Steven. Jantung Brianna berdebar karena sudah beberapa minggu ini dia tidak melihat Steven."Kamu sudah pulang?" Tanya Brianna pelan."Hmm..."Steven melihat Brianna memakai sweeter untuk menutupi seragam kerjanya di Golden Sky, wajahnya ditutup oleh riasan yang lebih tebal dari biasanya."Kamu masih sibuk menemani pria lain minum rupanya. Apa uang yang kuberikan setiap bulan tidak cukup?" Kata Steven dingin."Aku sedang tidak ingin berdebat, Steve." Jawab Brianna lemah.Tanpa menghiraukan Steven, wanita itu mengambil ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas, kemudian pergi meninggalkan Steven. Steven membuang napas dengan kasar. Dia tahu selama ini Brianna masih bekerja di Golden Sky, karena kelab itu adalah milik sahabatnya. Kalau bukan Steven yang mengijinkannya, Brianna tidak mungkin masih bekerja disana. Tapi dia tidak habis pikir mengapa Brianna masih bekerja di kelab, padahal Steven sudah memberinya uang yang cukup besar setiap bulannya.Brianna menghentikan taksi dan naik ke dalamnya."Ke Golden Sky, terima kasih." Brianna berkata pada sopir taksi. Brianna menutup matanya dan setetes air mata mengalir di pipinya.Belakangan ini Brianna merasa tertekan karena sikap Steven padanya. Mereka menikah hanya karena manfaat satu sama lain. Sejak Brianna menolaknya di hari pencatatan nikahnya, Steven tidak pernah menyentuh Brianna lagi. Dan entah mengapa, itu membuat Brianna tertekan.Dulu
"Kenapa aku di sini?" Tanya Brianna lemah. Dia mencoba untuk bangun dan duduk.Steven dengan sigap membantunya untuk duduk. Dia menyelipkan sebuah bantal di belakang punggung Brianna agar lebih nyaman. Lalu menuang segelas air dan memberikannya kepada Brianna. "Minumlah dulu."Brianna mengambil gelas itu perlahan. Jemarinya bersentuhan dengan jari Steven, mengirimkan getaran ke seluruh sarafnya. Dia tertegun dengan perubahan sikap Steven padanya. Hangat. Sudah lama dia tidak merasakan kehangatan Steven. Dia menyesap air itu sedikit.Steven mengambil kembali gelas itu dan menaruhnya di meja kecil di sebelah ranjang."Kamu pingsan semalam. Bagaimana keadaanmu sekarang?""Aku merasa lebih baik." jawab Briana."Kamu menderita gastritis akut. Dokter berkata lambungmu iritasi. Dan aku lihat ada obat lambung di tasmu. Apakah kamu sudah sering mengalami ini?"Brianna menunduk dan memainkan jarinya, "Hanya sakit perut biasa. Obat itu hanya untuk berjaga-jaga.""Ayolah Brie, jangan bohong padak
"Dokter, apa yang terjadi dengan ibuku?" Tanya Brianna dengan napas tersenggal ketika dia mendapati dokter Smith ada di ruangannya."Perawat menemukan ibumu tidak sadarkan diri di kamar mandi. Sepertinya dia terjatuh dan kepalanya membentur sesuatu. Kami telah melakukan CT scan dan MRI dan kami menemukan pendarahan pada otak pasien. Sementara ini pasien dalam keadaan koma dan sedang berada di ruang ICU untuk penanganan lebih lanjut. Pasien harus dioperasi sesegera mungkin. Tapi...""Tapi apa dokter?" Tanya Brianna gemetar."Tapi dengan kondisi nyonya Raven, ada resiko operasi ini bisa membuat penglihatannya semakin hilang. Dan... biaya yang dibutuhkan juga sangat besar." Otak Brianna berdengung sesudah mendengar penjelasan dokter, tubuhnya hampir merosot. Untung Steven datang di saat yang tepat, dia langsung menangkap Brianna dan menopangnya untuk duduk. Steven berbicara dengan dokter, dan dokter mengulangi menjelaskan kondisi ibu Brianna. "Sebaiknya cepat diputuskan apakah akan dio
"Kelihatannya dia pria yang baik. Sejak kapan kalian bersama?" Samantha akhirnya membuka suara saat sedang berduaan saja dengan Brianna.Ponsel Steven tiba-tiba berdering, dan dia sedang keluar untuk menjawab teleponnya.Brianna menundukkan kepalanya untuk menjawab Samantha, "Kami pacaran beberapa tahun lalu, tapi kemudian perpisahan kalian membuatku tidak percaya lagi akan cinta, dan akhirnya aku memutuskan untuk berpisah dengannya. Tapi setelah kami bertemu lagi, dia berhasil meyakinkanku untuk menikah dengannya."'Ya, Steven berhasil menikahiku dengan uang.' pikir Brianna di dalam hatinya.Brianna tidak mungkin menjelaskan kepada ibunya bahwa dia menikah dengan Steven agar bisa membiayai pengobatan Samantha.Samantha memegang tangan Brianna, "Brie... Tidak semua orang seperti ayahmu. Jangan berkaca pada kegagalanku, tapi lihatlah diluar sana masih banyak yang berbahagia sampai maut memisahkan. Kamu berhak untuk bahagia. Aku bisa lihat dia sangat perhatianmu." Samantha menepuk pelan
Brianna tidak menyangka Steven akan memperlakukan dia dan Samantha dengan sangat baik. "Steven... Kamu terlalu sempurna untukku." Brianna menyentuh ranjang besar dan terlihat sedih.Steven adalah satu-satunya pria yang pernah ada di dalam hidupnya. Tapi dia tidak tahu bagaimana perasaan Steven padanya saat ini. Melihat perubahan sikap Steven pada Brianna, membuat Brianna memiliki sedikit harapan, mungkin hubungan ini akan berhasil.Brianna terperangah dengan kamarnya yang bahkan lebih luas daripada kamar apartemen tempat mereka tinggal sebelumnya. Kamar itu di dominasi warna putih dan abu-abu. Pakaiannya sudah terlipat rapi di lemari pakaian. Sebagian kecil adalah pakaian miliknya, sebagian besar lainnya adalah baju-baju baru yang disediakan Steven untuknya, berbagai model dan warna tergantung di sana. Seperti memindahkan butik ke dalam lemari pakaiannya. Ada juga meja rias dengan setumpuk produk mahal perawatan wajah, kulit, rambut, dan parfum.Malam hari....Brianna dengan hati-hat
"Wah.. wah... wah... Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini… Apa yang kamu lakukan di sini, Brianna?" Dia mencibir pada Brianna.Tanpa diduga Brianna berpapasan dengan Lisa Gonzales di kamar kecil. Wanita itu mengenakan gaun hitam super ketat, menunjukkan lekuk tubuhnya. Dia memiliki rambut pirang bergelombang panjang dan riasan tebal di wajahnya."Terserah apa yang mau kulakukan, bukan urusanmu. Toh hotel ini bukan milikmu..." Balas Brianna santai."Maaf, saya tidak bermaksud menghina, hanya saja seingatku, kau hanya bekerja sebagai penjaga toko pakaian. Tidak mungkin gajimu cukup untuk makan di restoran ini, kan." Melihat Brianna tidak meresponnya membuat hatinya mendidih. "Ah... Kamu di sini untuk 'terima pesanan' pria kaya, kan? Atau kamu mencari om-om senang?" Ujar Lisa dengan gaya yang dibuat-buat.Brianna mengepalkan tinjunya karena marah. Sudah satu tahun sejak terakhir kali mereka bertemu, Saat itu Brianna tak bisa membalas hinaan ibu dan anak itu karena statusnya
Keesokan harinya, saat Brianna bangun dari tidurnya, dia melihat Steven baring di sebelahnya, masih tidur lelap. Tanpa sadar Brianna memperhatikan Steven yang sedang tidur. Wajahnya tampan nyaris sempurna, hidungnya mancung, alis matanya tebal, bibirnya yang penuh membuatnya tampak menggoda."Sudah cukup melihatnya?" Tiba-tiba pria yang sedang tidur itu mengeluarkan suara mengagetkan Brianna.Dengan spontan Brianna bangkit dari ranjang, dan terhuyung-huyung karena pusing. Tangan Steven dengan sigap menangkapnya dan menariknya duduk kembali."Bangun tidur jangan langsung tiba-tiba berdiri seperti itu, otakmu akan kekurangan oksigen." Kata Steven sambil menatapnya dalam, membuat Brianna tidak berani membalas tatapan matanya.Steven bangun dan menelepon, "James, tolong bawakan pakaian untukku dan istriku. Dan minta bagian restoran membawakan sarapan. Terima kasih."Setelah menelepon dia pun masuk kamar mandi dan mandi. Setelah beberapa saat pusingnya hilang, Brianna kembali bangkit dari r
Steven dan Brianna keluar dari hotel bersama. James sudah menunggu mereka di lobi hotel. Tanpa mereka sadari, Lisa yang juga menginap di hotel itu, melihat mereka keluar dari lift bersama. Tangan Steven memeluk pinggang Brianna dengan mesra. Lisa memotret pasangan itu diam-diam sampai mereka menaiki mobil Maybach hitam dan pergi. Bibirnya menyeringai jahat melihat foto yang dia ambil. "Aku ada rapat jam 10 nanti, tidak bisa mengantarmu. James akan mengantarmu pulang sesudah menurunkanku di kantor, atau kamu bisa ikut denganku ke kantor.""Tidak perlu. Aku akan menemui ibuku di pusat rehabilitasi." Sela Brianna."Baiklah, pusat rehabilitasi searah dengan kantor, aku akan mengantarmu dulu."Setibanya di pusat rehabilitasi, Brianna segera mencari ibunya. Samantha sedang berada di taman sambil membaca buku."Bu, aku datang." Brianna menyapa dan mencium pipi Samantha."Kamu sudah datang. Steven tidak datang bersamamu?" Tanya Samantha sambil melirik mencari sosok menantunya."Tidak Bu, dia
Seorang wanita muda menyeret kopernya berjalan di sepanjang lorong kedatangan bandara menuju pintu keluar. Angin segar segera menyapa dan menerpa wajahnya, menyibakkan rambut bergelombang yang menutupi wajahnya yang mempesona. Dia mengenakan celana hitam yang ketat dan jaket kulit berwarna senada, memamerkan postur tubuhnya yang sempurna. Beberapa orang melirik terpana akan kecantikan dan kemolekan wanita itu. Bukan hanya pria, wanita pun berdecak kagum akan dirinya.Dengan sebelah tangannya yang bebas, wanita itu menyisir rambutnya, yang berantakan dengan jari-jarinya yang panjang dan lentik. Dia menarik napas dalam-dalam, menghirup udara Old Coast untuk pertama kalinya, sebelum kemudian menghembuskannya lagi perlahan. Perasaan hangat menyebar mengisi hatinya, namun sesaat kemudian jantungnya berdebar kencang! Ini adalah kali pertamanya menginjakkan kaki di negara ini, rasa semangat menjalar di tubuhnya. Tanpa sadar, bibirnya melengkung mengembangkan senyuman tipis.Netranya yang t
Lima tahun kemudian. Dua orang pria berdiri diatas ring tinju, saling menyerang dan bertahan. Sudah satu jam mereka berada disana. James mulai kewalahan menghadapi serangan pukulan Steven yang sedang melampiaskan emosinya. Ya... Sejak kehilangan Brianna, pria itu selalu menjadikan James sebagai 'sak tinju' nya saat dia merasa sedih dan merindukan wanita itu. "Sudah berlalu lima tahun, mengapa sangat sulit mencari seorang wanita??" Seru Steven sambil melayangkan pukulannya ke arah James, dan berhasil mengenai perut asistennya itu. James pun bukan pria lemah. Dia sudah terbiasa bertarung dengan Steven, terlebih lima tahun belakangan ini. Pria itu dengan cepat membalas menendang Steven. Steven terpental dan menabrak tali pembatas arena tinju, lalu terjatuh. "Karena kau tidak bisa menerima kenyataan! Brianna sudah mati, Steven! Dan kau harus bisa menerima kenyataan!" Kata James dengan suara menggeram. Di dalam kantor, James adalah asisten pribadi Steven. Namun di luar pekerja
"Bagaimana keadaan keponakanku, dokter?" Tanya Sonya cemas saat melihat dokter keluar dari ruang operasi. "Operasi berjalan dengan baik. Pendarahan di otaknya berhasil ditangani. Kami juga sudah mengeluarkan cairan di parunya dan mengobati semua luka-lukanya. Namun pasien masih dalam kondisi koma." "Oh..." Sonya menutup mulutnya dengan tangan, tenggorokannya tercekat tidak dapat menemukan suaranya. Timothy meremas lembut bahu istrinya dan berterima kasih kepada dokter. Brianna dipindahkan ke ruang VIP dan Sonya dengan setia menjaganya. Sudah beberapa hari berlalu sejak Brianna keluar dari kamar operasi, namun wanita itu belum kunjung sadar. Tidak hentinya Sonya berdoa agar keponakan yang baru ditemuinya itu segera sadar. Di satu sisi, Sonya ingin keponakannya sadar, sehingga mereka berkesempatan mengenal satu sama lain. Di sisi yang lain, dia ingin keponakannya segera sadar, karena hanya melalui keponakannya itulah harapan satu-satunya untuk dia dapat bertemu dengan Sophia
"Berarti wanita ini sungguh anak dari Sophia..." suara Sonya bergetar dan matanya berkaca-kaca melihat Brianna yang terbaring. Dia berjalan mendekat dan menggenggam tangan Brianna. "Dua puluh tiga tahun aku dan Sophia berpisah, dan kini aku dapat melihat keponakanku... Tapi dimana Sophia?" Air mata akhirnya jatuh mengalir di pipinya. Sanders mendekati Sonya, dan meletakkan tangannya pada bahu istrinya, dan membelainya dengan lembut, mencoba menenangkan wanita itu. "Mari kita pikirkan keselamatannya terlebih dahulu.. Kau akan ada kesempatan bertanya langsung padanya saat dia sadar." Mendengar kata-kata suaminya, Sonya menghapus air matanya dengan cepat. "Benar! Keselamatannya lebih penting. Tunggu apa lagi? Segera lakukan operasi padanya, dokter! Tolong selamatkan keponakanku..." "Kami akan berusaha melakukan yang terbaik." Brianna segera di dorong ke ruangan operasi. Tim dokter berusaha yang terbaik untuk menolongnya. Sementara itu di sisi sungai Valca, di Old Coast, Steven mas
"Kalung ini..."Letnan Sanders mengambil kalung itu dan memperhatikannya dengan seksama. Dia merasa akrab dengan benda itu. Kemudian netra pria paruh baya itu membesar melihat liontin giok berwarna hitam yang bentuknya menyerupai koin.Pria itu kemudian berjalan mendekati tempat tidur dimana Brianna terbaring dan melihat wajah Brianna dengan seksama. Wajah wanita itu tampak pucat dan dipenuhi dengan luka. Bahkan hampir separuh wajah sebelah kirinya terluka parah. Pandangan Letnan Sanders beralih ke daerah wajah yang hanya terdapat luka kecil. Beberapa saat kemudian Letnan Sanders terperajat!"Wanita ini...""Ada apa dengan wanita ini Tuan? Apa anda mengenalnya?" Tanya ajudan Lee yang heran melihat ekspresi Letnan Sanders.Letnan Sanders tidak menjawabnya, melainkan meminta ponselnya dari ajudan Lee, kemudian menelepon istrinya, Sonya Lewis."Halo..." Terdengar suara lembut wanita menyahut diujung telepon."Sonya, apa kamu kehilangan kalungmu?" Tanya Sanders namun tatapannya tidak pern
"Steven.." Terdengar suara Brianna yang panik dan ketakutan."Steven tolong aku..." Brianna berteriak dari dalam sebuah mobil.Tiba-tiba mobil itu meledak dan api menelan tubuh Brianna. "Aaahhh..." Teriakan Brianna membuat Steven tersentak membuka matanya. Steven menemukan dirinya terbaring di sebuah kamar rumah sakit. "Brianna!" Sontak pria itu bangun dari ranjang, namun tangan James menahan bahunya."Dimana Briana? Sudah ada kabar tentang Brianna?" Tanya Steven dengan penuh kecemasan."Belum." Jawab James. "Polisi sudah mengevakuasi tempat kejadian. Selena ditemukan di salam mobil, sedangkan Roy ditemukan satu kilometer dari tempat kejadian. Tapi Brianna... masih belum ditemukan..." "Mengapa belum ketemu?? Cari terus!" Perintah Steven."Tim khusus sudah di kerahkan untuk mencari Brianna, dan Jo juga mengerahkan anak buahnya mencari Brianna. Kami akan terus mencarinya sampai ketemu, kau tenang saja.""Bagaimana aku bisa tenang?" Steven berkata lirih."Sial! Mengapa aku disini?" St
"Cepat Roy!! Mereka akan mengejar kita!"Roy mengemudikan mobilnya secepat mungkin agar tidak terkejar oleh mereka. Mereka mengebut di jalan tebing yang sangat berbahaya. Jalan tebing yang berkelok-kelok dan minim cahaya. Dibawah mereka membentang sungai terbesar dan terpanjang di dunia. "Roy, kita pasti akan tertangkap oleh mereka!" Teriak Selena panik.Roy kehilangan konsentrasi karena suara Selena, dan menyerempet pembatas jalan, sebelum akhirnya dengan cepat berhasil mengendalikan kembali kemudinya."Hati-hati, Roy! Kita akan mati lebih dulu sebelum mereka menangkap kita!""Kau diamlah, Selena!" Bentak Roy. "Kita tidak akan berhasil Roy...""Dia tidak akan berani macam-macam... Wanitanya ada ditangan kita."Sementara itu, Steven mengejar mobil Roy tertinggal beberapa ratus meter dibelakang. Steven menggunakan mobil butut milik Roy, sementara Roy menggunakan mobil Steven, yang walaupun bukan mobil sport edisi terbatas, tapi mobil itu bisa melaju dengan kecepatan tinggi.Beberapa
"Steven... Aku tahu kamu masih peduli padaku!" Seru Selena dengan senyuman lebar. Matanya berbinar saat melihat Steven yang duduk dibelakang setir mobil menunggunya.Baru beberapa hari di penjara, Selena sudah tidak tahan dengan perlakuan narapidana lain terhadapnya. Saat dirinya sedang bertugas membersihkan kamar mandi, tiba-tiba seorang penjaga menghampirinya dan menariknya, dan membawanya keluar dari penjara.Penjaga itu menariknya masuk ke dalam mobil dan membawanya ke jalan yang sunyi dan gelap, dimana ada sebuah mobil lain yang menunggunya. Saat mendengar suara pria itu, barulah Selena menyadari bahwa orang itu adalah James, dan orang yang menunggunya di mobil lain itu adalah Steven!Steven tidak menjawabnya, bahkan pria itu tidak melirikkan matanya sedikitpun pada Selena. "Masuk!" James dengan kasar mendorongnya masuk ke dalam mobil, duduk di jok penumpang belakang. Pria itu memborgol satu tangannya, dan borgol sebelahnya lagi dipasang di pegangan tangan mobil."Hei, apa-apaan
"Ahh..."Brianna terbangun dengan rasa nyeri yang sangat pada perut bagian bawahnya. Baru saja beberapa hari lalu dia melewati masa kritis dan berhasil melahirkan secara caesar. Luka bekas operasinya bahkan belum kering! Dan saat ini dia duduk di lantai yang dingin dengan tangan terikat.'Dimana ini?'Brianna mengedarkan pandangannya ke ruangan tempatnya berada saat ini. Dia seperti berada di sebuah rumah tua, dan dari baunya yang tidak sedap dan lembab, dapat ditebak itu adalah rumah yang sudah lama terbengkalai. Bahkan Brianna dapat melihat tikus lalu lalang di dalam ruangan itu!'Mengapa aku disini?' Tanya wanita itu dalam hati. Dia tidak dapat bersuara karena terdapat lakban yang menempel, membungkam mulutnya.'Dimana Liam? Semoga saja Liam tidak apa-apa!' Sekujur tubuhnya bergetar ketakutan membayangkan apabila Liam bersamanya saat ini. Terdengar suara langkah kaki yang mendekati ruangan itu dan kemudian pintu terbuka. Seorang pria bertubuh tinggi dan kekar berdiri di ambang p