"Aku sedang tidak ingin berdebat, Steve." Jawab Brianna lemah.
Tanpa menghiraukan Steven, wanita itu mengambil ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas, kemudian pergi meninggalkan Steven. Steven membuang napas dengan kasar.Dia tahu selama ini Brianna masih bekerja di Golden Sky, karena kelab itu adalah milik sahabatnya. Kalau bukan Steven yang mengijinkannya, Brianna tidak mungkin masih bekerja disana. Tapi dia tidak habis pikir mengapa Brianna masih bekerja di kelab, padahal Steven sudah memberinya uang yang cukup besar setiap bulannya.Brianna menghentikan taksi dan naik ke dalamnya."Ke Golden Sky, terima kasih." Brianna berkata pada sopir taksi. Brianna menutup matanya dan setetes air mata mengalir di pipinya.Belakangan ini Brianna merasa tertekan karena sikap Steven padanya. Mereka menikah hanya karena manfaat satu sama lain. Sejak Brianna menolaknya di hari pencatatan nikahnya, Steven tidak pernah menyentuh Brianna lagi. Dan entah mengapa, itu membuat Brianna tertekan.Dulu Brianna tidak bisa minum alkohol, tapi sejak saat itu dia mulai meminum alkohol untuk menghilangkan rasa tertekannya."Hai Al..." Brianna menyapa Alice, teman baiknya."Hai Brie." Alice membalas Brianna dengan senyum yang lebar."Kamu tampak murung hari ini... Ada masalah?" Tanya Alice."Tidak ada yang luar biasa..." Brianna tersenyum lemah."Apa suamimu pulang?" Tanya Alice.Ya, hanya Alice yang tahu kalau Brianna sudah menikah, walaupun Brianna tidak memberitahu informasi yang lengkap tentang suaminya itu. Brianna pun tidak mengenal Steven yang sekarang lebih jauh. Dia hanya tahu Steven yang sekarang adalah orang yang sukses."Ya... " Jawab Brianna singkat."Pelayan..." Seorang tamu memanggilnya."Aku melayani tamu dulu ya..." Kata Brianna sambil berdiri dan menghampiri tamu.Sesudah beberapa gelas alkohol, Brianna mulai merasa pusing dan perutnya tidak nyaman. Dia cepat-cepat pergi ke ruang gantinya dan mengambil tasnya di loker. Dia merogoh tas mencari obat maag yang selalu ada di tasnya. Dia mengunyah tablet itu dan menelannya.Tapi sesaat setelah menelannya, perutnya malah semakin bergejolak dan membuatnya memuntahkan isi perutnya. Brianna meringkuk memegang perutnya, keringat dingin membasahi keningnya. Brianna mencoba bangkit berdiri, namun kakinya terasa lunglai tidak bertenaga. Matanya menjadi kabur dan perlahan-lahan pandangannya menjadi hitam.Steven sedang melakukan pekerjaannya di ruang kerjanya saat ponselnya berbunyi. Dia melihat layar ponselnya menampilkan nama 'Jo'. Steven segera menjawab panggilan itu."Ada apa?""Istrimu pingsan!"Di rumah sakit.“Kondisi pasien cukup serius. Dia mengalami gastritis akut, kelelahan fisik dan malnutrisi. Sepertinya pasien kelelahan dan makannya tidak teratur, atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat memicu naiknya asam lambung. Dari tes darah juga menunjukkan kadar alkohol dalam tubuhnya cukup tinggi."Brianna masih terbaring lemah dan tidak sadarkan diri. Di tangannya terpasang selang yang mengalirkan cairan infus. Dia tampak pucat dan rapuh. Dokter menjalankan serangkaian tes pada Brianna untuk mengetahui apa yang terjadi padanya.Steven sedang berbicara dengan dokter di luar bangsal, yang sedang menjelaskan kondisi Brianna kepadanya."Dia harus dirawat secara intensif di rumah sakit untuk observasi lebih lanjut. Tidak boleh melewatkan waktu makan. Nanti setelah keluar dari rumah sakitpun harus tetap menjaga pola makan yang sehat, tidak boleh makan makanan pedas, berminyak, dan alkohol, juga jauhkan dari stres."Steven cukup kaget mendengar hasil pemeriksaan Brianna. "Baik. Terima kasih, dokter."Steven kembali ke kamar dan duduk di samping tempat tidur dimana Brianna sedang berbaring.'Apa yang terjadi pada Brianna, sampai dia mengalami ini semua?' Batin Steven.'Bukankah aku memberinya uang yang cukup besar, tapi kenapa dia jadi seperti ini?'Steven mengambil ponselnya dan menghubungi James, asisten pribadinya."James, tolong periksa keuangan Brianna!" Perintah Steven.Asisten pribadi Steven memang sangat efektif dalam bekerja, dalam hitungan menit dia sudah mempunyai informasi yang diminta Steven."Nyonya tercatat konsisten melakukan menarikan uang tunai dalam jumlah yang besar, beberapa kali dalam satu bulan. Jumlahnya mencapai 50 juta adalah jumlah yang paling tinggi. Selain itu tidak ada transaksi non-tunai lainnya.""Selidiki lagi apa yang dilakukannya selama ini!" Steven memutus sambungan teleponnya dan melihat Brianna yang terbaring lemah.Steven menyentuh wajah Brianna yang tirus dan pucat dengan lembut. Brianna begitu kurusnya sampai mengecilkan rok seragamnya dengan peniti. Steven menyadari saat perawat selesai mengganti pakaian Brianna dan menyerahkannya kepada Steven.'Aku sudah lalai dalam menjagamu, Brie.'Setelah diberi obat dan cairan infus, wajah pucat Brianna berangsur-angsur kembali berwarna. Steven mengulurkan jarinya untuk mengelus kepala Brianna. Brianna tidur dengan sangat nyenyak malam itu, dan Steven berada di sisinya sepanjang malam.Hari sudah siang ketika Brianna bangun. Ketika dia membuka matanya, Brianna langsung tahu dia sedang berada di rumah sakit. Dia sudah sangat familiar dengan bau rumah sakit.Matanya memicing melihat sekeliling ruangan. Pandangannya terhenti pada seseorang. Dia melihat Steven sedang berdiri di dekat jendela, berbicara dengan seseorang di teleponnya.Menyadari Brianna sudah bangun, Steven mengakhiri panggilannya. Steven memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jeansnya sambil perlahan berjalan mendekati Brianna."Kamu sudah sadar?”"Kenapa aku di sini?" Tanya Brianna lemah. Dia mencoba untuk bangun dan duduk.Steven dengan sigap membantunya untuk duduk. Dia menyelipkan sebuah bantal di belakang punggung Brianna agar lebih nyaman. Lalu menuang segelas air dan memberikannya kepada Brianna. "Minumlah dulu."Brianna mengambil gelas itu perlahan. Jemarinya bersentuhan dengan jari Steven, mengirimkan getaran ke seluruh sarafnya. Dia tertegun dengan perubahan sikap Steven padanya. Hangat. Sudah lama dia tidak merasakan kehangatan Steven. Dia menyesap air itu sedikit.Steven mengambil kembali gelas itu dan menaruhnya di meja kecil di sebelah ranjang."Kamu pingsan semalam. Bagaimana keadaanmu sekarang?""Aku merasa lebih baik." jawab Briana."Kamu menderita gastritis akut. Dokter berkata lambungmu iritasi. Dan aku lihat ada obat lambung di tasmu. Apakah kamu sudah sering mengalami ini?"Brianna menunduk dan memainkan jarinya, "Hanya sakit perut biasa. Obat itu hanya untuk berjaga-jaga.""Ayolah Brie, jangan bohong padak
"Dokter, apa yang terjadi dengan ibuku?" Tanya Brianna dengan napas tersenggal ketika dia mendapati dokter Smith ada di ruangannya."Perawat menemukan ibumu tidak sadarkan diri di kamar mandi. Sepertinya dia terjatuh dan kepalanya membentur sesuatu. Kami telah melakukan CT scan dan MRI dan kami menemukan pendarahan pada otak pasien. Sementara ini pasien dalam keadaan koma dan sedang berada di ruang ICU untuk penanganan lebih lanjut. Pasien harus dioperasi sesegera mungkin. Tapi...""Tapi apa dokter?" Tanya Brianna gemetar."Tapi dengan kondisi nyonya Raven, ada resiko operasi ini bisa membuat penglihatannya semakin hilang. Dan... biaya yang dibutuhkan juga sangat besar." Otak Brianna berdengung sesudah mendengar penjelasan dokter, tubuhnya hampir merosot. Untung Steven datang di saat yang tepat, dia langsung menangkap Brianna dan menopangnya untuk duduk. Steven berbicara dengan dokter, dan dokter mengulangi menjelaskan kondisi ibu Brianna. "Sebaiknya cepat diputuskan apakah akan dio
"Kelihatannya dia pria yang baik. Sejak kapan kalian bersama?" Samantha akhirnya membuka suara saat sedang berduaan saja dengan Brianna.Ponsel Steven tiba-tiba berdering, dan dia sedang keluar untuk menjawab teleponnya.Brianna menundukkan kepalanya untuk menjawab Samantha, "Kami pacaran beberapa tahun lalu, tapi kemudian perpisahan kalian membuatku tidak percaya lagi akan cinta, dan akhirnya aku memutuskan untuk berpisah dengannya. Tapi setelah kami bertemu lagi, dia berhasil meyakinkanku untuk menikah dengannya."'Ya, Steven berhasil menikahiku dengan uang.' pikir Brianna di dalam hatinya.Brianna tidak mungkin menjelaskan kepada ibunya bahwa dia menikah dengan Steven agar bisa membiayai pengobatan Samantha.Samantha memegang tangan Brianna, "Brie... Tidak semua orang seperti ayahmu. Jangan berkaca pada kegagalanku, tapi lihatlah diluar sana masih banyak yang berbahagia sampai maut memisahkan. Kamu berhak untuk bahagia. Aku bisa lihat dia sangat perhatianmu." Samantha menepuk pelan
Brianna tidak menyangka Steven akan memperlakukan dia dan Samantha dengan sangat baik. "Steven... Kamu terlalu sempurna untukku." Brianna menyentuh ranjang besar dan terlihat sedih.Steven adalah satu-satunya pria yang pernah ada di dalam hidupnya. Tapi dia tidak tahu bagaimana perasaan Steven padanya saat ini. Melihat perubahan sikap Steven pada Brianna, membuat Brianna memiliki sedikit harapan, mungkin hubungan ini akan berhasil.Brianna terperangah dengan kamarnya yang bahkan lebih luas daripada kamar apartemen tempat mereka tinggal sebelumnya. Kamar itu di dominasi warna putih dan abu-abu. Pakaiannya sudah terlipat rapi di lemari pakaian. Sebagian kecil adalah pakaian miliknya, sebagian besar lainnya adalah baju-baju baru yang disediakan Steven untuknya, berbagai model dan warna tergantung di sana. Seperti memindahkan butik ke dalam lemari pakaiannya. Ada juga meja rias dengan setumpuk produk mahal perawatan wajah, kulit, rambut, dan parfum.Malam hari....Brianna dengan hati-hat
"Wah.. wah... wah... Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini… Apa yang kamu lakukan di sini, Brianna?" Dia mencibir pada Brianna.Tanpa diduga Brianna berpapasan dengan Lisa Gonzales di kamar kecil. Wanita itu mengenakan gaun hitam super ketat, menunjukkan lekuk tubuhnya. Dia memiliki rambut pirang bergelombang panjang dan riasan tebal di wajahnya."Terserah apa yang mau kulakukan, bukan urusanmu. Toh hotel ini bukan milikmu..." Balas Brianna santai."Maaf, saya tidak bermaksud menghina, hanya saja seingatku, kau hanya bekerja sebagai penjaga toko pakaian. Tidak mungkin gajimu cukup untuk makan di restoran ini, kan." Melihat Brianna tidak meresponnya membuat hatinya mendidih. "Ah... Kamu di sini untuk 'terima pesanan' pria kaya, kan? Atau kamu mencari om-om senang?" Ujar Lisa dengan gaya yang dibuat-buat.Brianna mengepalkan tinjunya karena marah. Sudah satu tahun sejak terakhir kali mereka bertemu, Saat itu Brianna tak bisa membalas hinaan ibu dan anak itu karena statusnya
Keesokan harinya, saat Brianna bangun dari tidurnya, dia melihat Steven baring di sebelahnya, masih tidur lelap. Tanpa sadar Brianna memperhatikan Steven yang sedang tidur. Wajahnya tampan nyaris sempurna, hidungnya mancung, alis matanya tebal, bibirnya yang penuh membuatnya tampak menggoda."Sudah cukup melihatnya?" Tiba-tiba pria yang sedang tidur itu mengeluarkan suara mengagetkan Brianna.Dengan spontan Brianna bangkit dari ranjang, dan terhuyung-huyung karena pusing. Tangan Steven dengan sigap menangkapnya dan menariknya duduk kembali."Bangun tidur jangan langsung tiba-tiba berdiri seperti itu, otakmu akan kekurangan oksigen." Kata Steven sambil menatapnya dalam, membuat Brianna tidak berani membalas tatapan matanya.Steven bangun dan menelepon, "James, tolong bawakan pakaian untukku dan istriku. Dan minta bagian restoran membawakan sarapan. Terima kasih."Setelah menelepon dia pun masuk kamar mandi dan mandi. Setelah beberapa saat pusingnya hilang, Brianna kembali bangkit dari r
Steven dan Brianna keluar dari hotel bersama. James sudah menunggu mereka di lobi hotel. Tanpa mereka sadari, Lisa yang juga menginap di hotel itu, melihat mereka keluar dari lift bersama. Tangan Steven memeluk pinggang Brianna dengan mesra. Lisa memotret pasangan itu diam-diam sampai mereka menaiki mobil Maybach hitam dan pergi. Bibirnya menyeringai jahat melihat foto yang dia ambil. "Aku ada rapat jam 10 nanti, tidak bisa mengantarmu. James akan mengantarmu pulang sesudah menurunkanku di kantor, atau kamu bisa ikut denganku ke kantor.""Tidak perlu. Aku akan menemui ibuku di pusat rehabilitasi." Sela Brianna."Baiklah, pusat rehabilitasi searah dengan kantor, aku akan mengantarmu dulu."Setibanya di pusat rehabilitasi, Brianna segera mencari ibunya. Samantha sedang berada di taman sambil membaca buku."Bu, aku datang." Brianna menyapa dan mencium pipi Samantha."Kamu sudah datang. Steven tidak datang bersamamu?" Tanya Samantha sambil melirik mencari sosok menantunya."Tidak Bu, dia
"Jadi, Ibu berpikir aku adalah wanita simpanan Steven?" Akhirnya Brianna mengerti maksud Samantha. Brianna mengira ibunya tahu dia terpaksa menikah dengan Steven untuk biaya pengobatan ibunya. Tapi ternyata Samantha mengira kalau dia hanyalah wanita simpanan."Bu, sesudah rumah tanggamu hancur karena seorang wanita simpanan, mana mungkin aku mengikuti jejak menjadi wanita simpanan juga? Kami benar-benar menikah, Bu. Aku lajang, dia juga lajang, kami sah suami dan istri Bu." Jawab Brianna sedikit kecewa karena Samantha meragukannya."Mana buktinya kalau kalian sudah menikah? Mana foto pernikahan kalian? Dan mana cincin pernikahanmu?" Tanya Samantha curiga."Kami mendaftarkan pernikahan kami di catatan sipil, dan buku nikah disimpan di brankas Steven. Dan cincin... Aku tidak memakainya." Bohong Brianna. "Kau kan tahu aku tidak suka memakai perhiasan." Lanjutnya lagi."Sebaiknya kamu tidak membohongiku, Brie.""Aku tidak membohongimu, bu. Kamu ingin melihat cincinku? Besok aku akan memp