Anser baru saja turun dari mobil yang berhenti di depan lobi. Dia berjalan memasuki perusahaan menuju ke lift.Setelah beberapa saat menunggu lift, akhirnya pintu lift terbuka dan Anser siap masuk. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat siapa yang baru saja akan keluar dari dalam lift.“Anna.”Anna terkejut melihat pria itu ada di sana.“Anda.” Anna keluar dari lift lalu menyapa ramah.“Kamu masih memanggilku formal? Padahal sudah kubilang pakai nama atau kakak seperti Bella tidak masalah,” ujar Anser.Anna tersenyum canggung.“Kamu bekerja di sini? Apa kakimu sedang sakit?” tanya Anser karena sempat melihat Anna berjalan agak pincang.Anna melirik pada kakinya, lalu menjawab, “Iya, tadi tidak sengaja terkilir karena terjatuh.”“Apa parah?” tanya Anser tampak cemas.“Tidak,” jawab Anna, “tapi aku diminta beristirahat di rumah karena takut kalau bengkaknya semakin parah,” imbuh Anna menjelaskan.Anser mengangguk-angguk.“Kalau begitu biar aku antar,” tawar Anser.Anna terkesiap. Dia
Kai duduk memandang pada dinding kaca yang membatasi ruangannya dengan dunia luar. Dia tiba-tiba tidak bisa tenang karena terus memikirkan ucapan Anser.Janda, Anser menunggu Anna janda. Jadi apakah pria itu menyukai Anna? Apa Anser ingin bersaing dengan Kai dalam urusan asmara, padahal mereka rekan dalam bisnis?Pikiran itu terus melintas di kepala. Dia tidak bisa tenang, mendadak ada rasa tak rela jika Anna bercerai darinya.‘Ini baru berapa hari dan sudah ada keinginan untuk berpisah?’Kai merasa Anna pun tak sabar menunggu berpisah darinya. Hal ini membuat Kai benar-benar gelisah.Saat Kai sedang melamun. Tian masuk ruang kerja Kai karena sudah beberapa kali mengetuk pintu tapi Kai tidak membalas. Dia melihat atasannya itu seperti sedang memikirkan sesuatu, membuat Tian akhirnya memilih masuk.“Pak.” Tian memanggil dengan pelan, takut jika Kai terkejut.“Pak.” Tian memanggil lagi, baru kali ini Kai menoleh ke arahnya.Kai menatap pada Tian. Dia terlihat tenang.“Berkasnya,” ucap T
Anna sangat terkejut mendengar ucapan Kai. Dia sampai menatap bingung pada pria itu.“Kenapa Anda berkata seperti itu?” tanya Anna seraya menatap serius pada Kai.Kai tidak menjawab.“Ya, bukankah benar kalau pernikahan ini terpaksa? Aku yakin kalau Anda juga sebenarnya tak menginginkannya, kan? Aku juga tidak mau seperti ini, meski terpaksa menikah yang terpenting aku tidak punya utang. Aku akan tetap melakukan kewajibanku,” ujar Anna.Kai akhirnya menatap pada Anna.“Anda bilang mau anak dariku, tapi sampai saat ini Anda bahkan tidak menyentuhku. Jika dalam dua tahun aku tidak hamil, apa Anda masih akan memperpanjang kontrak?” Anna menatap penuh arti pada Kai.Kai semakin tak senang dengan pertanyaan Anna. Dia langsung berdiri untuk meninggalkan ruang makan.Anna terkesiap. Dia bingung, kenapa Kai marah?Anna juga merasa tak enak hati jika bertengkar lagi dengan Kai, padahal tadi pagi Kai sangat perhatian padanya.Anna segera berdiri untuk menyusul Kai, tapi sayangnya kakinya malah t
Kai pergi ke rumah sakit, ternyata dia mendapat panggilan dari Queen yang mengabarkan kalau ibunya jatuh dari tangga dan dilarikan ke rumah sakit.Saat sampai di ruang IGD. Kai menemui Queen yang berdiri di depan salah satu ruang pemeriksaan.“Bagaimana kondisinya?” tanya Kai.“Aku juga belum tahu, ini sedang diperiksa,” jawab Queen, “Mami tadi tiba-tiba jatuh dari tangga saat mau naik. Aku dan Papi juga kaget lalu segera bawa Mami ke sini,” ujar Queen menjelaskan.Queen dan Kai menunggu di luar ruang pemeriksaan. Terlihat jelas Kai yang begitu cemas.Begitu dokter sudah keluar dari ruang pemeriksaan. Queen dan Kai masuk untuk melihat kondisi mami mereka.Eve dan Kaivan–orang tua Kai, terkejut ketika melihat Kai ada di sana.“Kenapa kamu di sini?” tanya Eve. Wajah wanita itu terlihat pucat.“Aku yang menghubungi Kai. Dia harus tahu, kan?” Queen menjelaskan.Eve menghela napas kasar. Dia tidak mau mencemaskan Kai, tapi putrinya malah memberitahu putranya itu.“Bagaimana kondisi Mami?”
Keesokan harinya. Kai pulang karena harus ke kantor. Dia baru saja sampai di lantai dua ketika melihat pintu kamar Anna terbuka.Anna baru saja keluar dari kamar. Dia terkejut melihat Kai yang baru saja datang.“Anda baru pulang?” tanya Anna.Kai mengangguk. Tatapannya tertuju pada kaki Anna.“Bagaimana kakimu?” tanya Kai.Anna menurunkan pandangan ke pergelangan kakinya, lalu menjawab, “Sudah lumayan enak, aku bisa ke kantor hari ini.”Anna melihat Kai mengangguk kecil. Dia memperhatikan mata Kai yang sayu seperti kurang istirahat. Anna diam, dia berpikir apakah semalam ada masalah dengan Queen sehingga Kai terlihat seperti kurang beristirahat?Melihat Kai yang kelelahan, Anna tiba-tiba merasa cemas dan takut. Bagaimana jika Kai dan Queen bertengkar karena Queen cemburu beberapa hari ini Kai terus di rumah itu? Anna benar-benar merasa tidak enak dan merasa di posisi yang sangat membingungkan, sebagai sesama wanita, tentunya Anna takut jika menghancurkan kebahagiaan wanita lain karena
Di rumah sakit. Kedua orang tua Kai sedang mengobrol bersama.“Menurutmu, bagaimana kalau kita jodohkan Kai saja?” tanya Eve seraya menatap pada suaminya yang sedang mengupas jeruk.Kaivan menatap pada Eve yang begitu antusias menunggu jawaban darinya. Dia memberikan jeruk yang baru saja dikupas pada Eve, baru kemudian membalas pertanyaan istrinya itu.“Untuk apa?”“Kok untuk apa, ya biar Kai segera nikah. Kai sudah dewasa, sudah tiga puluh tahun, masa belum nikah. Bahkan punya pacar saja tidak,” balas Eve menjelaskan.“Sama sepertiku,” ucap Kaivan dengan tenang.“Ya, beda,” elak Eve, “sekarang aku merasakan apa yang dulu Ibu rasakan saat kamu belum-belum menikah,” ucap Eve lagi.“Tapi akhirnya menikah juga,” balas Kaivan lagi.Eve menghela napas kasar.“Kamu jangan terlalu memikirkan soal jodoh Kai, kalau Kai sudah bertemu wanita yang disukai, dia pasti akan menikah,” ujar Kaivan menjelaskan.“Tapi tetap saja, kapan? Jangan sampai Kai dibilang punya kelainan karena selama ini juga ti
Anna makan siang bersama Tian karena Kai pergi. Mereka sudah duduk di kantin bersama.“Apa kamu benar–benar menolak untuk mempublikasikan pernikahan kalian?” tanya Tian penasaran karena sampai saat ini hanya dirinya yang tahu kalau Kai sudah menikah.Anna tersenyum masam. “Itu tidak penting.”Tian melihat Anna yang terlihat seperti kecewa. Tidak tahu bagaimana hubungan Kai dan Anna jika di rumah, karena di kantor pun keduanya seperti mengenal sebagai atasan dan bawahan saja.“Apa kamu tidak ada rasa pada Pak Kai?” tanya Tian hati-hati.Anna terkesiap. Dia menatap pada Tian tanpa bisa menjawab pertanyaan pria itu.Saat kecanggungan melanda. Ponsel Anna berdering hingga mengalihkan fokus Anna ke benda pipih itu.[Apa kamu di perusahaan? Aku ada di lobi kantormu. Anser.]Anna terkejut. Kenapa pria itu tiba-tiba menghubungi dan mencarinya?“Ada apa?” tanya Tian saat melihat Anna terkejut.“Ah … itu. Aku mau menemui temanku di lobi sebentar, boleh ‘kan?” tanya Anna karena Tian yang bertang
Kai dan Rachel sudah berada di kamar inap Eve. “Bagaimana kondisi Mami hari ini?” tanya Kai saat menemui Eve.“Sudah lebih baik. Kalau tidak ada masalah, besok sudah boleh pulang,” jawab Eve.Kai bernapas lega mendengar kabar itu. Eve melirik ke belakang punggung Kai. Dia kemudian menatap pada putranya dengan tatapan seolah melontarkan pertanyaan siapa wanita yang datang bersama Kai.“Oh, ini Rachel. Mami pernah bertemu dengannya beberapa kali saat ikut pesta,” ujar Kai memperkenalkan Rachel.“Begitu, pantas tidak asing,” balas Eve.Rachel mendekat, lalu menyapa wanita itu.“Bagaimana kondisi Bibi?” tanya Rachel dengan sopan.“Sudah lebih baik, terima kasih sudah datang,” balas Eve lalu melirik pada Kai yang berdiri di samping Queen.Rachel bersikap manis di hadapan Eve, bahkan menunjukkan kalau dia sangat perhatian pada wanita itu.“Bibi mau makan buah? Biar aku kupaskan,” kata Rachel seraya mengambil jeruk yang ada di meja.“Terima kasih,” balas Eve.Queen juga datang menjenguk sa
Keesokan harinya. Kai sudah bangun lebih awal, begitu juga dengan Anna yang sekarang sedang di kamar mandi.Kai mendapat panggilan dari Tian, sehingga dia memilih pergi ke balkon ketika menjawab panggilan itu.“Bagaimana?” tanya Kai yang memang menunggu kabar dari Tian.“Saya sudah mendapatkan informasi wartawan yang membuat berita ity. Sekarang saya sedang menyuruh orang untuk mengorek informasi lebih lanjut,” ujar Tian dari seberang panggilan.“Selidiki sampai ke akarnya selagi aku mengajak Anna pergi berlibur. Informasi apa pun yang kamu dapat, segera beritahu aku!” perintah Kai seraya mengepalkan telapak tangan.“Baik, Pak.”Kai mengakhiri panggilan itu. Dia memandang layar ponselnya. Embusan napas kasar lolos dari mulutnya.“Kai.”Kai membalikkan badan saat mendengar suara Anna.“Apa ada masalah?” tanya Anna saat melihat ekspresi wajah Kai yang terlihat serius.Kai memulas senyum, dia berjalan menghampiri Anna yang ada di dalam kamar. Kai tidak mau membuat Anna cemas.“Tidak ada
Kai keluar dari kamar karena ingin mengambil makanan untuk Anna. Dia berjalan menuruni anak tangga dan bertemu dengan Stefanie yang baru saja berjalan dari depan.“Bagaimana kondisi Anna?” tanya Stefanie saat berhadapan dengan Kai.“Sudah lebih baik meski sempat sangat syok,” jawab Kai bersikap biasa karena dari sudut pandangnya, Stefanie juga tak sepenuhnya salah.Stefanie mengangguk-angguk pelan meski tatapan matanya menunjukkan banyak kesedihan.Kai memandang pada Stefanie yang diam, sehingga dia berkata, “Selama ini kehidupan Anna sangat sulit. Jika kamu memang menyayanginya, jangan terlalu memaksanya.”Stefanie terdiam seraya menatap pada Kai.“Banyak tekanan yang dialaminya. Jadi kuharap kamu tidak menekannya lagi dengan memaksakan semua fakta itu agar dia menerimanya.”Kai mencoba menjaga perasaan Anna. Dia tak ingin Anna bersedih lagi.Stefanie terlihat semakin sedih. Dia sudah sangat senang bisa menemukan Anna, tapi siapa sangka jika yang terjadi tak sesuai dengan harapannya.
Kondisi emosi Anna semakin tidak stabil, sehingga Kaivan meminta Kai untuk membawa Anna beristirahat lebih dulu.Kai mengajak Anna ke kamar. Sesampainya di sana, Anna langsung terduduk lemas di tepian ranjang.Kai ikut duduk di samping Anna, lalu menggenggam telapak tangan istrinya itu. Siapa sangka jika Anna langsung memeluk seraya menangis.“Menangislah sepuasnya,” ucap Kai seraya mengusap lembut punggung Anna.Anna terlalu banyak mendapat tekanan, setelah fitnah yang didapat, Anna harus menerima fakta jika ibunya ternyata masih mengharapkannya.“Setelah sekian tahun, kenapa dia harus datang? Aku tidak bisa menerimanya begitu saja,” ucap Anna di sela isak tangis.Kai menghela napas pelan, lalu berkata, “Kamu tak harus menerima, cukup tahu saja.”Anna menangis terisak, bahkan kedua pundaknya sampai bergetar.“Bukankah ini juga bagus. Mamamu bilang kalau dia menikah dengan ayahmu meski di usia muda, itu artinya kamu bukan anak haram. Kamu lahir setelah kedua orang tuamu menikah,” ucap
“Anna, dengarkan penjelasan mama dulu, ya.” Stefanie mencoba menyentuh Anna, tapi langsung dihindari oleh putrinya itu.“Apa lagi yang mau kamu jelaskan?” Anna berdiri sampai membuat semua orang terkejut.Tatapan kekecewaan begitu kentara dari sorot matanya.“Sekian tahun, kenapa kamu baru datang jika memang merasa kamu itu ibuku?” tanya Anna sampai menepuk dada. Bahkan bola matanya sampai berkaca-kaca.“Anna, tenang ya.” Eve berdiri lalu merangkul Anna agar bisa sedikit tenang.Kai juga berdiri, takut jika Anna tertekan dengan fakta yang baru saja didapat.“Berikan mama kesempatan menjelaskan. Setelah itu, terserah bagaimana penilaianmu,” pinta Stefanie membujuk.Anna menatap kecewa, setelah ayahnya pergi dan semua yang dia alami, kenapa ibunya baru muncul?Kai mendekat pada Anna. Dia menggenggam tangan Anna lalu berkata, “Duduklah dulu dan dengarkan apa yang hendak dia jelaskan.”Anna menatap Kai dengan air mata yang siap meluap dari pelupuk mata.Akhirnya Anna mau duduk, tapi berpi
Saat malam hari. Kai mengajak Anna pulang ke kediaman orang tuanya.Mobil mereka sudah berhenti di depan garasi. Anna memandang rumah besar itu, tiba-tiba saja dia takut kalau keluarga Kai berubah sikap padanya.“Ayo!” ajak Kai saat menoleh Anna.Kai melihat Anna yang seperti orang bingung, dia meraih telapak tangan Anna lalu menggenggamnya erat, seolah paham kecemasan yang sedang Anna rasakan.“Semua akan baik-baik saja, percayalah padaku,” ucap Kai meyakinkan.Anna mengangguk pelan seraya berusaha tersenyum. Dia dan Kai akhirnya keluar dari mobil. Mereka berjalan berdua seraya bergandengan tangan.Saat sudah masuk rumah, mereka langsung menemui orang tua Kai yang ternyata sudah menunggu di ruang keluarga.Ada Stefanie juga di sana.“Kalian sudah pulang, ayo duduk.” Eve berdiri dan langsung merangkul pundak Anna.Eve mengajak Anna agar duduk bersama mereka. Dia tahu Anna masih tertekan, sehingga itu Eve mencoba menunjukkan kalau dia ada untuk Anna.Anna tersenyum saat Eve merangkulny
Anser keluar dari mobil karena wanita yang hampir ditabraknya itu marah-marah.“Kalau mau keluar dari parkiran, lihat-lihat!” amuk wanita yang tak lain Queen.Queen baru saja akan pergi meninggalkan hotel, tapi dia dibuat kaget karena hampir tertabrak saat akan menuju mobilnya.“Kamu yang melintas tiba-tiba di depan mobil, kenapa kamu marah-marah?” Anser merasa heran. Dia merasa tak bersalah.“Hah!” Queen membuang napas dengan mulut. “Begini nih, orang salah bukan minta maaf tapi malah balik menyalahkan!”Bagaimanapun, Queen tidak akan mengalah sama sekali pada pria di depannya ini.Anser merasa tak ada guna meladeni amukan Queen, sehingga dia memilih mengalah.“Kalau begitu aku minta maaf.” Queen menyipitkan mata.“Kamu meminta maaf, tapi tidak ikhlas,” gerutu Queen.Anser menghela napas kasar. Dia tidak mengerti, apa yang diinginkan oleh wanita di depannya ini.“Aku minta maaf karena melajukan mobil tanpa melihat-lihat lebih dulu. Jika kamu terluka atau mau minta ganti rugi, aku ak
Anser datang ke hotel karena mendapat undangan dari Kai. Meski Anser merasa kalau Kai hanya ingin membuktikan jika Anna milik pria itu, tapi Anser tetap datang untuk memastikan.Saat sampai di tempat pesta, Anser tak melihat Kai dan keluarganya di sana, tentu saja hal itu membuat Anser heran.Anser masih mengedarkan pandangan. Dia benar-benar tak melihat satu pun keluarga Kai di ruangan itu.“Maaf, apa pengantinnya sedang istirahat?” tanya Anser pada seorang pelayan yang melintas di depannya.Pelayan itu berhenti di hadapan Anser.“Pengantin dan keluarganya meninggalkan pesta, tapi pestanya tetap dilanjutkan untuk menyelesaikan jamuan,” jawab pelayan.Anser mengerutkan alis.“Meninggalkan? Bagaimana bisa pesta pengantin tapi pengantinnya malah pergi?” Anser keheranan.Pelayan itu menengok ke kanan dan kiri, lalu sedikit mendekat pada Anser.“Sebenarnya tadi pestanya berjalan baik-baik saja, sampai ada berita yang tersebar dan ada wanita tua membuat keributan di sini,” ucap pelayan itu
Stefanie tak bisa membendung rasa bahagianya. Dia semakin yakin kalau Anna memang putrinya.Stefanie tiba-tiba saja berdiri, membuat Eve dan yang lain terkejut.“Aku harus menemui Anna dan memastikan sendiri kalau dia benar-benar putriku,” ucap Stefanie seraya memegang liontin yang tergantung di lehernya.Eve ikut berdiri, lalu menyentuh lengan Stefanie.“Kondisi Anna sedang tidak stabil, kalau kamu tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ibunya, dia pasti akan semakin syok dan bisa saja hal-hal buruk akan terjadi,” ucap Eve seraya menimbang kondisi Anna.Stefanie terlihat bingung.“Anna sedang sangat tertekan. Takutnya dia malah merasa dibuang dan tidak dianggap kalau tiba-tiba Bibi berkata sebagai ibunya setelah bertahun-tahun tak mencarinya,” timpal Queen.Stefanie semakin bingung dan kembali sedih. Dia kembali duduk dengan tubuh lemas.“Tapi aku ingin memastikannya agar tidak ada lagi rasa penasaran yang menghantui,” ucap Stefanie seraya menatap sendu.Eve dan yang lain saling tatap,
Kai langsung menghampiri Anna yang duduk di tepian ranjang. Dia memeluk istrinya itu untuk menenangkan.“Aku keluar dulu, kalian istirahatlah,” kata Queen.Queen tidak mau mengganggu Anna dan Kai, lagi pula Anna akan lebih baik saat bersama Kai.Queen keluar dari kamar. Dia melihat kedua orang tuanya dan Stefanie baru saja masuk lift. Dia memilih menyusul sang mami lalu pergi dengan mereka untuk turun ke lantai bawah.Di kamar, Kai masih memeluk Anna untuk menenangkan. Dia bisa merasakan tubuh Anna yang gemetar.“Semua sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu kamu cemaskan,” ucap Kai mencoba menghibur Anna.Namun, tiba-tiba saja tangis Anna pecah. Sejak tadi Anna mencoba menahan diri agar tak menangis. Dia tidak mau menambah beban pikiran orang karena dirinya.Sekuat apa pun dia bertahan, nyatanya tetap runtuh saat bersama pria yang selalu peduli padanya.“Maaf, aku sudah membuat malu keluargamu,” ucap Anna di sela isak tangisnya.Kai terkesiap mendengar Anna menangis. Dia semakin me