Terima kasih untuk yang sudah membaca dan meninggalkan komentar di tiap bab, semoga kalian suka dan terus mengikuti kisah Anna dan Kai sampai akhir
Keesokan harinya. Anna pergi ke perusahaan bersama Kai seperti biasa. Namun, kali ini ada yang berbeda, Kai menggandeng tangan Anna tanpa ditolak oleh wanita itu.Meski Anna malu, tapi dia tidak mau jika ada yang salah paham lagi dengan hubungan antara dirinya dan Kai, walau Anna tahu jika tanpa klarifikasi, mungkin sikap Kai sekarang juga akan membuat orang salah paham.“Selamat pagi,” sapa Tian seraya tersenyum bahagia melihat Kai dan Anna akhirnya mempublikasikan hubungan mereka tanpa penolakan dari salah satu.Kai mengangguk. Dia masih menggandeng Anna agar berjalan di sampingnya, mereka lantas berjalan menuju lift.Bagi Tian sikap Kai dan Anna sangat luar biasa dan melegakan karena dia tahu soal hubungan keduanya, sedangkan bagi staff yang tidak tahu, mereka yang melihat sikap Kai mulai bertanya-tanya dan menebak kalau apa yang dulu pernah dirumorkan oleh beberapa staff benar adanya.Mereka menganggap kalau sejak awal Anna memang masuk ke sana karena merayu Kai. Tentu pada akhirny
Anna dan staff itu sangat terkejut. Mereka menoleh bersamaan ke sumber suara.Staff itu sangat panik, lalu dia langsung menunduk karena kaget. “Siapa yang bilang dia merayu Kai? Dan ada rumor apa sebenarnya di sini?”“Bi … Mami.” Anna meralat panggilannya pada Eve, jangan sampai dia ditegur lagi.Staff yang sedang bicara dengan Anna terkesiap mendengar Anna memanggil ibu dari pemilik perusahaan itu dengan sebutan ‘mami’. Staff itu gelagapan dan bingung.Eve menghampiri Anna. Dia bahkan langsung memindai tubuh sang menantu karena takut jika Anna disakiti.“Kenapa Mami di sini?” tanya Anna.“Kalau mami tidak di sini, mungkin tidak akan tahu kalau kamu diberitakan miring!” Eve mendadak geram.Eve datang ke perusahaan karena ada keperluan dengan Anna, tapi siapa sangka malah dia mendengar pertanyaan tak sedap.“Ada masalah apa sebenarnya di sini sampai kamu bertanya seperti itu pada Anna?” tanya Eve dengan tatapan tertuju pada staff yang bersama Anna.“Maaf, Bu. Bukan berniat menyinggung
Di rumah orang tua Anna. Mila sedang bersantai seraya menonton televisi. Wanita itu tidak perlu pusing bekerja karena dia yakin Anna akan memberinya uang saat gajian nanti.Nindy baru saja bangun tidur saat matahari sudah bertahta di atas kepala. Dia menggaruk kepalanya sampai membuat rambutnya semakin berantakan, seraya berjalan menghampiri Mila.“Semalam ke mana saja kamu, jam segini baru bangun?” tanya Mila santai seolah tak pernah masalah jika putrinya pulang pagi.Nindy menguap. Dia duduk di samping Mila lalu menjawab, “Biasa, seneng-seneng. Suntuk juga di rumah terus.”Mila tak keberatan sama sekali melihat kelakuan putrinya.Saat dua wanita itu sedang duduk santai, terdengar suara ketukan pintu yang membuat mereka menoleh bersamaan.“Siapa?” tanya Nindy.“Tidak tahu,” jawab Mila.Mila berdiri untuk membuka pintu dan melihat siapa yang datang. Saat pintu sudah dibuka, Mila terkejut melihat dua pria berpakaian rapi berdiri di hadapannya.“Siapa, ya? Mau apa kalian?” tanya Mila cu
Kai berada di ruang kerjanya setelah Anna pergi. Dia menyelesaikan mengecek berkas yang sudah bertumpuk di meja sampai terdengar suara ketukan pintu.“Masuk!” Kai mempersilakan.Tian masuk membawa berkas lagi lalu berjalan menghampiri Kai.“Ini berkas yang Anda minta,” kata Tian, “saya juga mau memberitahu kalau perintah Anda sudah dilakukan.”Kai langsung mengangkat pandangan pada Tian, dia menatap asistennya itu.“Bagaimana?” tanya Kai.“Mereka melakukan seperti yang Anda inginkan dan semua berjalan lancar karena seperti kata Anda, ibu tiri Anna memang tak punya power untuk mempertahankan rumah itu. Dia tidak punya hak, karena itu pengacara mengatakan kalau ibu tiri Anna terlihat ketakutan.” Tian menjelaskan.Kai mengangguk pelan untuk mengonfirmasi.“Tapi, apa Anna setuju Anda melakukan ini? Dari yang saya lihat, dia tipe wanita yang tidak tegaan. Takutnya Anna malah menentang apa yang Anda lakukan, apalagi Anda tidak memberitahunya lebih dulu,” ujar Tian memikirkan kemungkinan ter
“Pelanggan apa?” Kirana membentak.Karyawan yang melayani Anna sampai panik dan berusaha menenangkan Kirana, tapi karena pangkatnya yang ada di bawah Kirana, karyawan itu malah terkena bentak.Anna sangat syok, bagaimana bisa Kirana bersikap arogan seperti ini. Bahkan sekarang Kirana menarik lengannya dan meminta Anna berdiri.“Kamu tidak layak duduk di sofa berharga jutaan, kalau sofa itu kotor, kamu tidak bisa menggantinya!” Kirana semakin menjadi-jadi saat menghina Anna.Anna menatap tak percaya mendengar ucapan Kirana. Dia sudah berdiri seraya menatap geram pada sikap Kirana.Anna tidak bisa terus tinggal diam. Jika dia terus mengalah, maka hanya akan ada penghinaan yang terus menerus didapatnya.“Jangankan sofa ini, semua barang di sini bahkan dirimu pun bisa aku beli kalau mau!” hardik Anna terlampau emosi.Benar kata Kai, jika Anna diam dan selalu mengalah, maka Anna akan terus diinjak.Kirana kini syok karena Anna menghinanya, lalu dengan lantang dia berkata, “Kamu pikir bualan
Emosi Kirana semakin tak terkontrol. Dia menatap tajam dan benci pada wanita tua yang berani menamparnya.“Tidak peduli siapa kamu. Jangan menggangguku!” bentak Kirana.Eve tersenyum miring. Dia hendak mengeluarkan ponsel saat mendengar suara pria terdengar di sana.“Ada keributan apa di sini?” Eve menoleh ke sumber suara. Anna dan karyawan tadi juga menoleh.Ekspresi wajah Anna semakin berubah suram saat melihat Alvian datang. Pria itu selalu saja datang saat Kirana membuat onar.“Sayang. Anna mengacaukan toko dan dengan sombong mengancam bisa memecatku, lalu wanita tua ini menamparku.” Kirana langsung mengadu pada Alvian.Anna menatap jijik, rasanya selalu mual ketika melihat Kirana yang bertingkah sok manis padahal berbisa.Alvian dengan congkak mengangkat dagu. Dia membalikkan badan untuk memandang wanita mana yang berani menyakiti Kirana. Saat dia melihat Eve, pria itu gelagapan panik.Eve menatap dingin pada Kirana dan Alvian, apalagi Kirana meminta perlindungan pada Alvian tanp
Alvian benar-benar lemas saat melihat Kai dan Kaivan berada di sana. Tubuhnya gemetar karena rasa takut akan konsekuensi yang akan diterimanya setelah ini.Kai langsung menghampiri Anna dan mengabaikan Alvian juga Kirana. Dia langsung meraih tangan Anna yang merah.“Siapa yang melakukannya?” Terlihat jelas sorot mata Kai penuh dengan emosi melihat Anna terluka.“Tidak apa-apa, ini hanya luka kecil,” ucap Anna karena melihat ekspresi wajah Kai yang menakutkan. Sejujurnya dia pun takut melihat Kai yang seperti ini.“Apa maksudmu tidak apa-apa?” Kai tidak senang lagi-lagi Anna menutupi sesuatu.“Mereka yang bertanggung jawab atas luka yang Anna dapatkan.” Eve yang membuka suara.Kai langsung menoleh ke Alvian dan Kirana.Alvian dan Kirana sangat panik ketika melihat tatapan mata Kai. Alvian langsung berlutut ketakutan, sedangkan Kirana baru berlutut saat melihat Alvian tak berdaya.“Saya tidak tahu apa-apa, Pak. Saya datang setelah kejadian.” Sekali lagi Alviana mencoba menyelamatkan dir
Kai mengajak Anna pulang setelah sebelumnya meminta izin pada kedua orang tuanya.Sepanjang perjalanan menuju rumah, Anna hanya diam. Kai sendiri memilih fokus menyetir.Sesampainya di rumah. Kai langsung mengajak Anna ke kamar. Anna masih diam, sampai pria itu memintanya duduk.“Apa sudah diobati?” tanya Kai seraya menyentuh tangan Anna lalu memperhatikan punggung tangan Anna yang memar.“Iya, sudah tadi,” jawab Anna.Kai mengalihkan pandangan pada Anna. “Apa sangat sakit?” tanya Kai lagi.Anna terdiam sesaat. Tatapan suaminya sekarang ini menunjukkan kalau Kai sangat mencemaskan dirinya.“Tadi memang sangat sakit, tapi sekarang sudah tidak,” jawab Anna.Kai mengembuskan napas kasar. Dia kembali menatap pada Anna, tidak menyangka kalau istrinya itu akan mengalami hal seburuk ini.“Kenapa kamu tidak langsung menghubungiku?” tanya Kai.“Kejadiannya sangat cepat. Tadi aku memang berniat menghubungimu, tapi waktu Kirana belum datang. Lalu Kirana membuat masalah bahkan dia tak mau berhen
“Maafkan sikap Keano. Dia itu memang kalau bicara kadang suka asal dan tidak melihat situasi. Bahkan mencari tahu saja tidak, asal bicara saja,” ucap Fransisca sambil mengajak duduk Anna di ruang keluarga.“Aku tadi mau menjelaskan, tapi dia terus bicara, jadi akhirnya makin salah paham,” balas Anna.Fransisca menghela napas kasar. “Ya, begitulah Keano. Aku juga pusing memikirkan anak itu.”Anna hanya tersenyum. “Bibi, aku sudah menemui Alex tapi dia susah sekali dibujuk. Bahkan dia sepertinya takut kalau aku benar-benar membawa Mama. Apa Bibi punya solusi? Mungkin bagaimana caranya aku bisa masuk ke rumah kakekku dan menemui Mama?” tanya Anna mencari tahu.Fransisca diam berpikir.“Sulit masuk rumah itu tanpa izin kakekmu, bahkan yang sudah di dalam pun akan sulit keluar jika tak mendapat izin,” imbuh Fransisca.Anna lemas, bagaimana caranya agar bisa menemui sang mama.“Sama seperti dulu, mamamu benar-benar bisa bebas setelah setuju menikah dengan Reino. Jika saat itu mamamu masih
Anna dan Kai kembali ke rumah Fransisca untuk memikirkan bagaimana cara agar bisa menemui Stefanie karena menurut Fransisca, sekarang Stefanie ada di rumah Abraham.“Kamu sudah mencoba menghubungi Papa Reino?” tanya Kai saat dia dan Anna duduk di ruang tamu paviliun.“Sudah, tapi tidak aktif,” jawab Anna lalu mengembuskan napas frustasi.Kai diam berpikir, apa seberpengaruh itu keluarga Abraham, bahkan Reino pun sampai menonaktifkan telepon.“Aku malah cemas, apa Papa Reino juga ikut disekap?” Anna bertanya-tanya dengan tatapan sendu.Kai menggeleng pelan. “Aku juga tidak tahu, tapi aku berharap kita segera mendapat jalan keluar.”Anna mengangguk-angguk.“Aku mau menemui Bibi dulu dan membahas masalah ini, siapa tahu Bibi punya solusi.”Anna izin keluar paviliun. Dia berjalan masuk rumah Fransisca untuk menemui wanita itu.“Siapa kamu?”Anna menghentikan langkah. Dia membalikkan badan saat mendengar suara menegur. Dia melihat pria muda yang memakai setelan jas kini sedang menatapnya.
Anna diam mendengar ucapan Alex. Benar, mungkin dia masih bisa mengatasi Alex, tapi tidak yakin bisa mengatasi kakek mereka. Jika Stefanie saja tak bisa melawan kakeknya itu, apalagi Anna.Namun, meski begitu apa Anna harus mundur? Tidak, dia takkan mundur. Dia harus mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan, ibunya!“Kenapa diam? Kamu gemetar? Lebih baik urungkan niatmu itu dan pergilah, kembali ke suamimu. Bukankah kamu sudah punya suami kaya yang bisa memberimu segalanya, untuk apa lagi kamu masih berharap pada mamaku, apa harta yang suamimu beri masih kurang?”Anna mengepalkan erat telapak tangannya. Apa Alex sedang menghinanya? Menganggapnya hanya menginginkan harta sang mama. Menebak apa yang ada di pikiran sang adik, Anna tersenyum miring.“Apa? Kenapa kamu tersenyum seperti itu?” tanya Alex mendadak ngeri melihat senyum Anna yang berbeda.Anna menarik tangannya dari tepian meja, tatapannya begitu tajam pada Alex.“Sepertinya pikiranmu memang selalu buruk, Alex. Bagaimana kal
Anna keluar dari lift dan berjalan di koridor menuju ruangan Alex. Kedatangan Anna di sana menarik perhatian para staff yang ada di lantai itu.Anna berjalan dengan gaya anggun meski sebenarnya gugup. Dia tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian seperti ini.“Silakan, ini ruang kerja Pak Alex,” kata office boy yang mengantar.Anna mengangguk. Dia ingin meraih gagang pintu, tapi lebih dulu ada staff yang mencegah.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji dengan Pak Alex?” tanya staff itu yang ternyata sekretaris Alex.Anna ingin menjawab tapi office boy yang bersamanya sudah lebih dulu menjawab.“Pak Alex sudah mengizinkan Nona ini ke ruangannya, lebih baik jangan dipermasalahkan lagi,” kata office boy itu.Sekretaris itu memerhatikan penampilan Anna, lalu akhirnya mengizinkan Anna masuk.Anna akhirnya masuk ke ruangan Alex. Dia melihat adiknya itu berdiri di dekat jendela memunggungi pintu. Anna berjalan perlahan menghampiri Alex, hanya terdengar suara langkah kaki sepatunya menggema di
Anna dan Kai pergi ke perusahaan milik Reino. Mereka di mobil yang terparkir di seberang jalan perusahaan, mengamati aktivitas yang terjadi di luar perusahaan itu.“Kamu benar-benar mau menemui Alex?” tanya Kai memastikan. Dia menatap Anna yang duduk di kursi samping kemudi.Anna tak langsung menjawab. Dia masih mengamati tempat itu.“Mau tidak mau, aku harus menemuinya, Kai.” Anna akhirnya bicara, tatapannya sudah beralih ke suaminya itu. “Aku tidak mau harta mereka, aku hanya ingin hakku sebagai anak.”Kai selalu yakin kalau Anna tidak matrealistis. Kai mendukung keinginan Anna itu.“Aku akan menemanimu menemuinya,” kata Kai.Anna menggeleng. “Ini urusan keluarga, aku akan menghadapinya sendiri.”“Kamu yakin?” tanya Kai memastikan. Takut kalau terjadi sesuatu pada Anna jika tak berada dalam pengawasannya.Anna mengangguk mantap. “Aku bisa mengatasinya.”Kai ragu, tapi karena Anna memaksa pergi sendiri, akhirnya Kai mengizinkan tapi tetap mengawasi.Anna turun dari mobil. Dia berjala
Saat siang hari. Pelayan Fransisca memanggil Anna dan Kai untuk bergabung di ruang makan.Anna dan Kai mengikuti langkah pelayan itu sampai mereka tiba di ruang makan. Fransisca sudah menunggu mereka dan tersenyum melihat kedatangan Anna dan Kai.“Ayo, duduklah. Kita makan siang dulu,” ajak Fransisca mempersilakan.Anna mengangguk. Dia duduk bersama Kai lalu pelayan mulai melayani mereka.“Aku tidak tahu makanan kesukaanmu, jadi aku harap kamu tidak kecewa dengan menu yang disajikan,” ucap Fransisca sebelum memulai makan siang.Anna menggeleng pelan. “Aku tidak pilih-pilih makanan, Bi.”“Baguslah.” Fransisca terlihat senang.Mereka makan siang bersama, tidak ada pembahasan apa pun saat di meja makan. Anna juga tidak berani membuka pertanyaan karena takut menyinggung.Setelah makan, Fransisca mengajak Anna dan Kai duduk di ruang keluarga.Anna masih menunggu sampai Fransisca memulai pembicaraan.“Aku bertemu mamamu sekali saja setelah dia dipindah ke sini. Setelahnya aku tidak tahu bag
Keesokan harinya. Anna dan Kai naik pesawat penerbangan pagi menuju kota tempat Stefanie tinggal. Anna duduk di dekat jendela sambil memandang ke luar pesawat yang masih menunggu lepas landas.Kai melihat Anna yang hanya diam. Dia meraih telapak tangan Anna, lalu meletakkannya di pangkuan.“Memikirkan apa?” tanya Kai saat Anna menoleh padanya.Anna menggeleng pelan. “Entahlah, banyak sekali yang memenuhi kepalaku sekarang. Rasanya seperti mau meledak.”Kai mengusap lembut rambut Anna. Menghadapi masalah keluarga memang lebih berat daripada masalah perusahaan, tentu Kai memahami posisi Anna saat ini.“Kita berusaha menemui mamamu, tapi apa pun hasilnya nanti, kuharap kamu jangan bersedih berkepanjangan,” kata Kai tidak ingin Anna terlalu kecewa.Anna mengangguk pelan. “Aku hanya mau memastikan Mama baik-baik saja, bisa melihatnya sekali saja untuk mengobati rindu, setelahnya aku pasrah walau aku masih berharap bisa bersama Mama lagi.”“Aku tahu,” balas Kai, “tapi semua di luar kehendak
Kai sangat mencemaskan kondisi Anna, apalagi wajah Anna memang sangat pucat.“Ayo ke rumah sakit,” ajak Kai sambil menggenggam telapak tangan Anna.Anna menatap Kai yang panik, dia mencoba tersenyum untuk menenangkan.“Tidak usah, lagian ini pusing biasa. IGD tidak menerima pasien yang hanya masuk angin,” seloroh Anna diakhiri tawa kecil meski wajahnya pucat.Kai menatap tak senang karena Anna menyepelekan kondisi kesehatan.“Masuk angin pun, kalau salah penanganan, bisa membahayakan, paham.” Kai kukuh ingin membawa Anna ke rumah sakit.Anna menatap dalam pada suaminya, dia mencoba memahami kecemasan yang sedang Kai rasakan.Anna tersenyum kecil. “Begini saja, kalau besok pagi kondisiku masih kurang baik, kita ke rumah sakit, ya.”Kai menatap ragu, tapi karena Anna tidak mau pergi sekarang, dia akhirnya mengalah,“Baiklah, kalau nanti malam kamu merasa sakit, kita harus pergi memeriksakannya,” ucap Kai mengalah.Anna mengangguk-anggukkan kepala.“Aku mau mandi dulu,” kata Anna siap be
Saat sore hari. Anna dan Kai pergi ke kantor polisi setelah mendapat informasi soal penetapan tersangka pada Justin.Anna sangat syok, dia tak menyangka Justin benar-benar terlibat kasus yang menjerat Rachel.Anna dan Kai sudah menunggu di ruang kunjungan, lalu beberapa saat kemudian Justin masuk ruang kunjungan dengan kedua tangan terborgol.Justin tersenyum pada Anna, lalu duduk berhadapan dengan Anna tapi tak bersikap ramah pada Kai.“Kamu benar-benar terlibat?” tanya Anna tak menyangka.Justin tersenyum tipis. “Aku sudah janji akan menjawab jujur, aku hanya berusaha jujur.”“Aku tidak terkejut,” ucap Kai.“Aku tidak meminta pendapatmu,” balas Justin ketus, “aku hanya berusaha menepati janjiku pada Anna.”Kai kesal. Dia menatap tajam pada Justin, apa Justin menyukai Anna?Anna benar-benar masih tak percaya, dia benar-benar tidak pernah membayangkan jika Justin benar-benar terlibat.“Bagaimana bisa?” tanya Anna meminta penjelasan.Justin mengalihkan pandangan dari Kai pada Anna. Dia