"Apa Anda merasa deg-degan, Tuan?" tanya Albert di suatu pagi. Pria itu sedikit memiringkan kepala demi mengamati ekspresi yang tercetak pada wajah Lucas.Lucas yang sedang mengunyah mengernyit. Ia segera menelan makanannya untuk kemudian meraih jus jeruk dan menenggaknya singkat.Setelah meletakkan gelasnya, ia menanggapi, "Apa maksudmu, Albert?""Acara pertunangan Tuan akan digelar besok? Apa Anda baik-baik saja?" ulangnya. Lucas jadi tergelak, kemudian buru-buru menggeleng."Kau itu apa-apaan. Pertunangan itu kan bagiku cuma sandiwara. Lalu apa yang harus aku cemaskan?"Albert ikut tertawa. Lucas barusan menjawabnya cukup tenang. Namun ia berharap ada rasa kegugupan—meskipun sedikit. Hal itu pasti akan lucu."Sudah tertawanya. Kita fokus makan dulu," hardik Lucas untuk menghentikan tawa Albert. "Sebentar lagi kita akan mengunjungi pabrik untuk mengawasi pengerjaannya," tambahnya lagi mengingatkan.Pagi ini mereka sengaja berangkat lebih awal dan sarapan di kantin perusahaan. Bebera
Albert lekas memungut liontin yang telah terjun ke lantai. Matanya terbelalak tak percaya dengan apa yang ia saksikan sekarang.Liontin ular mata biru. Persis dengan apa yang dimiliki oleh Poppy di gelang wanita tersebut. Begitu juga liontin kepunyaan Franklin.Albert mencengkeram erat benda itu dan memutar otaknya keras. K Group. Apa hubungan kejadian dua puluh tahun lalu dengan perusahaan raksasa itu? Apa yang sebenarnya terjadi?Kali ini ia harus meminta bantuan Lucas untuk mengulik keluarga itu. Ini aneh. Apakah dulu antara keluarganya dan K Group juga saling mengenal?Albert menghela napasnya. Dadanya begitu sesak dan berat saat terpaksa menguak kejadian kelam itu lagi. Padahal dengan susah payah Albert berusaha melupakan kejadian tersebut. Sampai-sampai ia rela mengubah nama dan identitasnya demi memudarkan jejak kenangannya.Albert merasakan jika langkahnya semakin dekat dengan si oknum pembunuh kedua orang tuanya. Bahkan menghilangkan nyawa ayah, ibu serta adiknya yang masih b
Poppy yang ada di samping Lucas juga menegang. Rahang Poppy mengeras, wajahnya tertekuk. Diam-diam ia mengepalkan sebelah tangannya."Kenapa mereka bisa datang bersama?!" desisnya geram.Ketiga temannya masih terpesona dengan ketampanan Zyan yang maskulin, juga penampilan Chiara yang memukau. Keduanya tampak berjalan dengan penuh percaya diri. Meski Chiara memaksakan diri jika ia harus menjadi pusat perhatian saat ini."Menyebalkan!" berang Poppy lagi.Seharusnya hari ini adalah pesta miliknya. Sebaiknya memang begitu dan dirinya akan menjadi ratu utama di pesta pertunangannya. Namun menyaksikan Chiara tak kalah cantik darinya, apalagi sampai membuat Zyan bertekuk lutut pada wanita itu, Poppy tak akan pernah terima. Ia harus segera bertindak agar ekspektasinya tak dirusak oleh Chiara.Tapi Kitty, temannya, justru berseru senang. "Wah, mereka kelihatan keren! Siapa wanita itu? Bisa-bisanya bersama Zyan!" celetuknya kagum. Matanya berbinar.Sontak Chloe yang ada di dekatnya mendorong ke
Wajah Chiara memerah. Ia menunduk malu saat tangannya digeret Lucas. Sekarang puluhan pasang mata seakan menginterogasi dan melucuti mereka. Beberapa paparazzi juga mengambil kesempatan membidik keduanya. Sementara itu, Robert, Sarah, Poppy, Zyan dan Franklin tersentak. Robert marah, lantas mengepalkan tangannya.Setelah menjauh dari kerumunan dan tak terjangkau paparazzi yang ada di luar, Chiara langsung menarik kembali tangannya dan menepis cekalan Lucas."Apa yang kau lakukan, Lucas?" hardik Chiara tak mempercayai semua ini.Lucas menatapnya nyalang. "Sudah kubilang, jangan mendekati Zyan! Aku tidak suka kau bersamanya!" geram Lucas masih tersulut emosi.Chiara menggelengkan kepala dengan tertawa getir. Tak tahu apa lagi yang harus ia ucapkan agar Lucas sadar."Lucas, tapi sekarang ini adalah acara pertunanganmu. Acara yang cukup penting bagimu. Dan kau juga harus ingat kalau aku pura-pura tidak ada hubungannya lagi denganmu! Jangan melupakan itu, Lucas!" Chiara hampir terisak. Bag
Keesokan paginya, dentingan sibuk alat makan memenuhi meja makan kembali. Lucas, Chiara dan Albert tengah menyantap makanan mereka masing-masing. Sejak acara pertunangan usai dan berita mengenai hubungan Lucas-Poppy tersiar dimana-mana, baik Lucas maupun Chiara tak mengobrol sama sekali. Keduanya menjadi canggung karena Lucas yang masih sibuk dengan pekerjaan yang harus tertunda sehari, serta Chiara yang merasa situasinya terlalu aneh. Bayangkan kau tinggal bersama pria yang telah berstatus bertunangan.Albert meneguk ludah. Suasana hening ini terlalu mencekam baginya. Bagaimana tidak, ia jadi bingung dengan apa yang harus ia lakukan."Nona Chiara, apa tidur Anda nyenyak semalam?" tanyanya basa-basi. Daripada tidak ada yang dibicarakan sama sekali.Lucas ikut mendongak dan melempar pandang sekilas ke arah Chiara. Namun karena pandangan mereka bertemu, akhirnya Lucas segera mengalihkan perhatian ke layar tabletnya lagi.Chiara memaksakan senyum khusus untuk Albert. "Lumayan, Albert. Ka
Sontak Zyan terbatuk-batuk karena tersedak. Tarra lekas mengulurkan minuman untuk Zyan. Merasa sangat bersalah."Ah, maaf. Kau pasti kaget." Tarra memperhatikan raut wajah yang tercetak pada Zyan."Kau serius mengatakan itu?" Zyan tergelak lagi. Kali ini tak habis pikir kenapa ia bisa bertemu dengan wanita sepolos ini. Bukan. Sebenarnya bukan 100% polos.Tarra menggigit bibir bawahnya sambil mengangguk. "Ya. Malam itu pertama kalinya bagiku. Dan… aku candu pada tubuhmu.""What the fuck! Jadi kau masih perawan waktu itu?" Zyan mengusap wajahnya frustasi. Tapi saat itu ia tak melihat bercak darah di sprei kasur. Atau itu karena ia kesal lantas tergesa-gesa meninggalkannya?"Jangan dibahas." Muka Tarra bersemu merah. "Boleh kan?"Zyan mengaduk kuah ramen di depannya. Tampak berpikir. Sejujurnya, wanita seperti Tarra terlihat membosankan baginya. Ia menyukai wanita yang cepat dan liar di ranjang. Kecuali Chiara. Zyan memang menyukai Chiara secara tulus.Lalu Zyan punya sebuah ide. Ia mena
Poppy menyapu seluruh apartemen Zyan dengan tajam. Bahkan ketika menelepon Zyan, sebelah tangannya sedang membuka lemari atau bufet pria itu. Mencari bukti jika Zyan membawa wanita lagi di apartemennya."Apa yang kau lakukan di sana, huh?" Di seberang teleponnya, Zyan mengernyit. Telinganya memperhatikan suara Poppy yang tampak sibuk sendiri. Sekarang ia tak nyaman jika perempuan tersebut berada di apartemennya."Jangan tanya terus dan cepat pulang! Kau juga belum menjawab sekarang ada dimana," ketus Poppy. Tangan dan matanya masih aktif mencari bukti."Kau jangan lupa. Kita juga perlu bicara soal pesta kemaren!" rengek Poppy lagi. Pasalnya ia sudah berusaha menghubungi Zyan untuk bertemu. Tapi justru diacuhkan oleh pria itu. Poppy jadi kesal dan semakin curiga.Zyan mendesah. Melirik sekilas Tarra yang masih ada di sampingnya. Masih terpejam dengan salah satu tangan melingkar di tubuh Zyan. Padahal ini masih siang, tapi Poppy tak membiarkannya bersenang-senang dulu."Oh, come on!" Zy
"Tuan. Apa Anda tahu sejak kapan Chen Ze mulai bekerja untuk Franklin?" Albert menoleh ke arah Lucas. Mendahului kalimat Lucas yang sempat terpotong.Lalu kedua pasang mata mereka bertemu. Saling memutar otak dan menyambungkan satu per satu logika.Lucas lalu menautkan alisnya. "Mungkinkah pembunuh itu Franklin?" celetuknya. Sama persis dengan dugaan yang terlempar dari isi kepala Albert.Albert tak menjawab. Ia justru mengalihkan perhatian lagi kepada layar monitor di tabletnya. Tampak Franklin datang bersama Chen Ze ke rumah tersebut.Kedua orang itu perlahan berjalan menuju teras rumah Chen Ze. Albert bersiap-siap mendengarkan percakapan mereka dengan tampang serius.Rasa ingin tahu Lucas tinggi. Ia pun meraih pengeras suara lainnya dan menancapkan ke lubang telinganya sendiri. Ia pun menyimak apa yang sedang dibicarakan oleh kedua orang itu.[Akhirnya Anda mampir juga di rumah kecil saya, Tuan. Mau saya buatkan apa?]Itu suara Chen Ze.[Iya, terakhir kapan aku ke rumahmu ya? Hahah