Chiara berusaha menarik lengan Zyan dan menjauhkan dari pria yang sudah terjerembap di lantai restoran. Namun tubuh Zyan membelot ingin menuntaskan pukulannya untuk pria yang sudah membuat masalah dengannya."Zyan, tunggu! Jangan memukulinya lagi!" cegah Chiara setengah memekik. Kini seluruh perhatian tertuju kepada mereka. Bahkan beberapa ponsel terpasang untuk merekam kejadian tersebut."Tidak bisa, Chiara! Dia harus segera diberi pelajaran!" tegas Zyan bersikukuh untuk tetap menghajar si pria.Chiara mendengus, lantas menarik lengan Zyan lebih kuat lagi. "Tidak. Aku tahu kau tidak sejahat dan seburuk itu, Zyan."Tatapan Chiara tegas dan seakan dapat menghunus tengkorak Zyan hingga dapat memengaruhi pola pikir pria tersebut. Kedua bahu Zyan akhirnya menurun. Ia mengikuti Chiara yang kini sudah menggandeng tangannya dan pergi dari tempat makan itu.Keduanya lalu berjalan dan kembali menuju apartemen milik Zyan. Tanpa mereka sadari sepasang mata telah mengawasi keduanya dari dalam mob
Tubuh Chiara membeku seketika. Bahkan tatapannya juga terpaku pada kedua mata hazel Zyan. Menilik kesungguhan hati pria tersebut.Chiara membuka mulut, lalu buru-buru mengatupkannya lagi. Ia menggerakkan kedua tangannya gugup. Bingung apa yang harus ia lakukan detik ini juga."Chiara…"Zyan memanggilnya lembut lagi. Semakin mempersulit kedudukan Chiara. Sejujurnya bukan berarti ia tak menyukai Zyan. Pria itu lumayan tampan, maskulin dan baik. Setidaknya Chiara mulai menyukai Zyan sebagai teman. Sementara hatinya sudah terlanjur terpaut pada pria lain."Zyan." Chiara mau tak mau bergerak canggung mendekat. "Maaf, aku belum bisa."Zyan menautkan alis. "Maksudnya?""Aku belum bisa menerima rasa sukamu itu, Zyan. Kau tahu aku sudah menikah dengan Lucas." Chiara berhasil menelan ludahnya."Aku tidak peduli statusmu, Chiara." Tatapan Zyan dalam, seakan sanggup membuka paksa isi hati Chiara yang sebenarnya. Chiara buru-buru menggeleng untuk menghindari mata Zyan."Kau tak boleh seperti itu,
Zyan langsung menegakkan badan. Kedua alisnya tertaut secara sempurna. "Apa?! Mereka hanya nikah kontrak?"Poppy merespon dengan anggukan satu kali. Ia lebih memilih menikmati koktail yang rasanya langsung pecah secara nikmat di permukaan lidahnya."Yang benar saja kau?!" Zyan protes, tak memercayainya.Poppy meletakkan gelasnya dengan sedikit kesal. Setelah itu ia menatap Zyan sambil melipat tangan dan menyilangkan kaki."Kau tidak percaya padaku?""Memang kau punya bukti?"Poppy tergelak. Lalu memiringkan senyumnya. "Aku lihat dengan mata kepala sendiri, Sayang. Kontak Lala diberi nama 'istri kontrakku' oleh Lucas. Menurutmu itu apa?" Poppy mengangkat kedua bahunya.Zyan tertegun. Apa ini sebenarnya? Pertama, kenapa gadis bernama Lala justru mengaku bernama Chiara padanya. Dan kedua, Chiara ternyata hanya istri kontrak Lucas?Ada yang tidak beres. Zyan menggosok janggut yang menghiasi dagunya. Tampak berpikir keras. Kenapa sesuatu yang seharusnya sederhana justru menjadi semakin kom
Poppy menyipitkan mata dan mengatupkan bibir rapat-rapat sambil menekuk dahi. Setelah itu segera menutup kembali pintu lemari yang telah ia buka. Poppy tersenyum tipis membelakangi Zyan.Setelahnya ia memutar badan dan melebarkan senyumnya. "Sudah! Akhirnya ketemu juga jam tanganku, Sayang!" serunya riang."Syukurlah, ya sudah sekarang kau harus segera pulang. Aku tidak mau jika kau sampai ketahuan di sini." Zyan mendorong tubuh Poppy agar keluar dari sana.Poppy mendesah. Ia sempat melirik ke arah lemari tadi untuk yang terakhir kali. Begitu berada di luar, Poppy lekas menyambar tas jinjing miliknya."Sayang, nanti malam kita bertemu lagi, yuk. Kau harus membalas budi karena aku telah membawa informasi penting itu tadi padamu," tandas Poppy bergelayut manja di lengan kekar Zyan.Zyan melipat dahi sambil menggaruk kepala. "Ok, nanti akan kupertimbangkan.""Eits, no…" Tepat di depan wajah Zyan, Poppy menggerakkan telunjuknya sembari menggeleng. "Itu wajib. Kau harus datang. Lagian, aku
"Maksud, Daddy?" Lucas menggertakkan gigi. Bahkan ia tak menyadari jika tangannya mencengkeram erat sendok yang ada di genggamannya.Robert tergelak. Lalu sedikit mencondongkan kepalanya ke depan sambil mencebik. "Bukannya kalimatku barusan seharusnya bisa kau pahami dengan mudah?" Salah satu alisnya naik.Lucas semakin mengatupkan rahangnya. Menatap tajam ke arah Robert yang menyebalkan dan menekannya sesuka hati. Dan sekarang, justru menyuruh Lucas melakukan kehendaknya dengan seenaknya sendiri."Aku tidak akan menceraikan Lala sampai kapanpun," geram Lucas. Prinsipnya, semakin dilarang Robert maka ia akan semakin menjadi-jadi. Lucas tak akan memutuskan Chiara. Ia sudah bertekad bulat.Robert tak kalah murka. Ia semakin melemparkan tatapan nyalang untuk Lucas. Pada dasarnya Robert memang tidak suka ditentang."Kau akan lebih baik jika menceraikan gadis miskin itu, Lucas," sela Sarah yang ingin menengahi pertengkaran keluarga ini.Sarah sudah muak menghabiskan waktu keluarga yang sel
Zyan menggeliat kemudian membuka matanya perlahan. Begitu ingat masih berada di apartemen Poppy, ia menoleh ke kanan dan mendapati wanita itu tidur sambil melingkarkan tangan di perutnya.Zyan meringis, lalu mengangkat kepala demi mencari ponsel yang ternyata ada di atas nakas. Tangan Zyan meraih benda persegi panjang itu dan menyalakan layarnya. Zyan menyipitkan mata agar fokus menatap jam di sana. Sudah pukul satu pagi. Ia harus kembali ke apartemennya sebelum sang surya menggeliat di ufuk timur.Perlahan Zyan mengangkat tangan Poppy yang menindihnya. Ia bangun sambil menyibak selimut, lantas segera meraup beberapa potong pakaian di lantai untuk ia kenakan.Zyan mengancingkan kemeja, sementara matanya masih terlempar ke arah Poppy yang mulai bergerak. Tubuh telanjang wanita itu masih dibalut selimut. Zyan mendesah, heran dengan kehidupan yang ia punya. Sepertinya sampai sekarang ia tak memiliki hal-hal menarik yang membuat hidupnya lebih berwarna. Selama ini ia mencari kesenangan it
"Hmmph!" Chiara berusaha mengatakan sesuatu. Namun lakban itu masih membuat mulutnya bisu dan tak bisa berkutik.Sosok di hadapannya tertawa. Melengking, hingga membuat tubuh Chiara bergidik sendiri. Tak menyangka wanita itu bisa berbuat hal sekeji ini. Mula-mula wanita tersebut mencengkeram dagu Chiara dan mengangkatnya paksa. Hingga Chiara dapat mengamati bagaimana seringaian picik itu terkembang."Kau ingin bicara, huh?" tanyanya mengejek.Lalu dengan keras, wanita tersebut membuka lakban dan menariknya dari bibir Chiara. Chiara meringis kesakitan, bibirnya terasa panas, juga perih. Matanya bahkan sampai berkaca-kaca."Apa tujuanmu sebenarnya, Poppy?" tembak Chiara begitu ia berhasil mengumpulkan tenaganya.Poppy memiringkan senyum. Sebelah tangannya memainkan rambut cokelat gelombangnya dengan telunjuk."Kau masih tanya? Hahaha…" Poppy terbahak-bahak, lalu seketika mengatupkan bibirnya. "Aku benci kau, Lala!" tohoknya menatap tajam Chiara yang kini menggelengkan kepala."Seharusny
Preman yang berjumlah empat orang itu menggiring kaki penuh keyakinan dan kepuasan. Tampak di wajah mereka tercetak berbagai ekspresi bengis dan hasrat untuk segera bersenang-senang.Salah satu preman dengan bekas jahitan di dahi mencolek dagu Chiara sambil menaikkan senyum. Bukan senyum manis, melainkan senyum penuh ancaman bagi Chiara."Hai, Sayang," desisnya picik. Chiara menggeleng takut. Keringat dingin sudah membasahi dahi putihnya."Tidak, jangan! Tolong aku," lirihnya justru dibalas tawa keras sejumlah pria kekar di depannya. Tidak semua kekar, salah satu terlihat kurus kecil.Pria paling besar dengan pawakan berotot mula-mula menarik kepala Chiara hingga wajah wanita tersebut menengadah ke atas. Teman-teman yang lainnya ikut menyimak sambil terbahak-bahak.Pria berotot itu mendecakkan lidah saat mengamati wajah Chiara. "Kau sebenarnya tidak jelek juga. Pantas saja kau jadi target utama kami, kau saingan si bos ya? Hahaha…"Chiara hanya diam. Sekarang ia berusaha untuk bernapa
Robert menekuk wajahnya. Ia lalu mengalihkan tatapan ke arah Zyan yang baru saja mengulum senyum saat menatap kepergian Lucas. Setelahnya, pria itu justru membalas tatapan Robert sambil mengedikkan bahu.Sontak Robert menggertakkan gigi. Ia segera menggerakkan tangan demi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Sarah bingung dengan apa yang tengah dilakukan Robert."Sayang, kau mau kemana?" tanyanya. Karena Robert tak meresponnya sama sekali, ia jadi khawatir.Sarah kemudian harus membungkukkan badan berkali-kali demi meminta maaf kepada tamunya karena ia akan menyusul Robert. Lantas, Sarah bergerak cepat untuk membantu mendorong kursi roda Robert."Kau mau pergi kemana, Sayang? Biar aku bantu," desis Sarah."Antarkan aku kepada Zyan," tegasnya.Meskipun bingung, tapi Sarah tetap mengikuti permintaan suaminya tersebut. Mendekat ke posisi Zyan, Robert sudah bersiap-siap."Apa yang kau lakukan sampai adikmu pergi begitu saja, hah?!" gertak Robert langsung.Zyan justru memiringkan senyum. "
"Dad, kau menaruh kamera CCTV mikro di sini?"Pertanyaan Poppy seketika langsung menghentikan perbincangan kedua pria di depannya. Kedua orang itu tampak saling melempar pandang sekarang.Chen Ze kemudian segera melangkahkan kaki untuk memeriksanya. Ia pun jadi sedikit terkejut."Tuan, ada yang mengawasi kita!" celetuk Chen Ze yang membuat napas Franklin tercekat.Franklin mau tak mau berderap mendekat juga. Ingin membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri. Setelah mengamati CCTV tersebut, bibirnya tekatup rapat."Sial! Siapa yang melakukannya?! Sejak kapan kamera itu berada di sini!" umpat Franklin kesal. Ia berkacak pinggang dengan sesekali membuang napas gusar.Chen Ze juga terlihat berpikir keras. Ia terdiam selama sepersekian detik sebelum menyebutkan sebuah nama."Menurut Anda, apakah Albert adalah anak Ashley, Tuan?"Mendengar itu, perhatian Franklin akhirnya tersedot kepada Chen Ze juga. Kedua matanya saling mencari-cari jawaban ketika saling berhadapan."Seharusnya kita
Sambil mengatupkan rahangnya, Sarah duduk di jok penumpang belakang dengan tubuh yang menegang. Bahkan pemandangan di sisi kanan dan kirinya tak mampu mengalihkan rasa emosinya. Masih terbayang-bayang olehnya tentang perkataan Poppy tadi pagi."Lucas dan Lala ternyata selama ini membohongi kita, Bu. Mereka hanya menikah secara kontrak."Waktu itu, kedua mata Sarah langsung terbelalak lebar. Rasanya kecewa dibohongi oleh anaknya sendiri. Apalagi itu Lucas.Sarah menggertakkan gigi. Ini semua pasti karena pengaruh gadis miskin itu. Padahal dari dulu, ia membenci Lala sekaligus keluarganya. Ia takut jika Lucas terpengaruh karena pola pikir orang miskin dan keluarganya berbeda. Apalagi sampai tertular penyakit mereka. Bulu kuduk Sarah meremang. Pokoknya, ia sangat anti dengan Lala yang miskin, kotor dan liar.Tak terasa mobil yang ia tumpangi sudah tiba di depan mansion Lucas. Si pegawai membukakan pintu, memberi jalan kepada Sarah. Sekarang wanita itu mendaratkan kakinya dengan yakin.Sa
Pagi buta sekali, dua mobil hitam berkilat meluncur cepat ke salah satu bangunan yang tinggi besar. Bangunan tersebut didominasi oleh dinding warna cream dengan sebagian catnya terkelupas. Sedang di depannya, hanya ada rolling door abu-abu tua yang menggantikan fungsi pintu pada umumnya.Pintu mobil akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah pria yang berpakaian serba hitam memasuki bangunan tersebut secara diam dan cepat. Saking heningnya, kaki-kaki mereka tak terdengar menapak tanah.Sebagian dari mereka menjebol pintu samping. Sisanya memasuki bangunan itu dengan memanjat balkon dan menyusup dari atas.Berikutnya, mereka dengan gerakan cepat dan hening menangkap dan membius orang-orang yang ada di dalam. Hanya ada tiga pria dan satu wanita di dalam sana. Lantas pasukan pria yang memakai serba hitam mengumpulkan sejumlah korbannya di dalam gudang yang berisi banyak produk minuman berkarbonasi.Setelah orang-orang ditangkap tersebut siuman, salah satu pria melangkah maju. Menyodorkan seb
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad
Chiara mengeluarkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci bersih mulut, ia memandangi cermin kecil yang menempel dinding di hadapannya.Chiara menelan saliva saat kedua matanya beradu pada bayangan yang terpantul pada cermin. Cermin yang sebagian sudah retak tersebut secara kejam menjebol tanda tanya besar di benaknya sekarang.Lalu, suara langkah sepasang kaki terdengar tergopoh-gopoh mendatangi Chiara sekarang. Susan mendongak, memandangi Chiara dengan cemas."Sayang, apa kau tidak apa-apa? Apa kau salah makan pagi ini?"Chiara terdiam. Agak gugup jika harus memikirkannya. Kemudian ia buru-buru menggelengkan kepala agar Susan dan Alan tak khawatir."Tidak, Bu. Sepertinya hanya gangguan pencernaan biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri," tukas Chiara enteng.Susan masih memasang raut wajah cemasnya. "Sungguh, Chiara? Kau terlihat sangat pucat sekarang."Chiara mengulurkan kedua tangan demi menjamah bahu ibunya. Kedua matanya menatap lekat Susan. Berusaha mendapat kepercayaan dari wan
"Aku berubah pikiran, Lucas. Mari hentikan sandiwara ini," ungkap Poppy suatu pagi. Sekarang wanita tersebut dengan santai menyesap teh di hadapannya. Berusaha mengabaikan raut wajah kaget yang terpasang pada Lucas.Lucas mengernyit. Memperhatikan Poppy bergerak seenaknya. "Apa maksudmu? Kau akan menyerah?"Poppy menggelengkan kepala. Tangannya meletakkan kembali cangkir teh ke meja. Sedang mulutnya buru-buru menelan cairan teh yang telah terkumpul di rongga mulutnya."Bukan. Tapi, aku rasa perasaanku sudah berubah. Aku jadi jatuh cinta sungguhan padamu, Lucas," aku Poppy gamang. Matanya menatap lurus hingga menembus manik hazel milik Lucas.Napas Lucas tercekat. Jika ia pikir rencananya lancar, maka Poppy sudah menjadi salah satu hambatannya sekarang. Lucas menegakkan tubuhnya."Perjanjian tetaplah perjanjian. Kau harus profesional. Kau melakukan itu agar fasilitasmu tak blokir oleh Franklin. Sedang aku membutuhkan sandiwara ini untuk membungkam Robert. Kau harusnya ingat itu."Poppy
"Maaf ya, Bu. Aku belum bisa menjenguk Ibu dan Ayah. Kakiku masih sakit," ungkap Chiara sedih ketika Susan meneleponnya.[Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting kau selalu sehat. Tapi, aku harus berterima kasih banyak kepada Lucas. Ia sudah melindungimu sejauh ini.]Chiara mengulum senyum. Lucas memang sudah berbuat banyak untuk dirinya.[Halo? Kau sekarang pasti sedang tersenyum ya, Sayang. Apa kau menyukai Lucas?]Chiara terhenyak. Kemudian buru-buru menegakkan badan sambil menggeleng. Meski ibunya tak melihat, tapi Chiara refleks menggerakkan tangannya juga."Tidak, Bu. Aku tidak menyukai Lucas sama sekali, kok," tandasnya berbohong. Bagaimanapun hati Lucas tetap untuk saudara kembarnya sendiri.Namun tanpa ia ketahui, Lucas tak sengaja mendengar kalimat itu terucap dari bibirnya. Lucas membeku di tempat. Sebelah tangannya yang memegang box cincin yang telah ia beli tadi pagi terlepas begitu saja.Chiara terkesiap. Ia langsung menoleh untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun gera