Preman yang berjumlah empat orang itu menggiring kaki penuh keyakinan dan kepuasan. Tampak di wajah mereka tercetak berbagai ekspresi bengis dan hasrat untuk segera bersenang-senang.Salah satu preman dengan bekas jahitan di dahi mencolek dagu Chiara sambil menaikkan senyum. Bukan senyum manis, melainkan senyum penuh ancaman bagi Chiara."Hai, Sayang," desisnya picik. Chiara menggeleng takut. Keringat dingin sudah membasahi dahi putihnya."Tidak, jangan! Tolong aku," lirihnya justru dibalas tawa keras sejumlah pria kekar di depannya. Tidak semua kekar, salah satu terlihat kurus kecil.Pria paling besar dengan pawakan berotot mula-mula menarik kepala Chiara hingga wajah wanita tersebut menengadah ke atas. Teman-teman yang lainnya ikut menyimak sambil terbahak-bahak.Pria berotot itu mendecakkan lidah saat mengamati wajah Chiara. "Kau sebenarnya tidak jelek juga. Pantas saja kau jadi target utama kami, kau saingan si bos ya? Hahaha…"Chiara hanya diam. Sekarang ia berusaha untuk bernapa
"Apa?" Chiara terbelalak. Ia hendak maju, namun tangan Zyan berhasil mengurungkannya.Poppy semakin melengkingkan tawa kemenangannya. Sementara Lucas melempar pandang ke arah Chiara sekilas. Tatapan mereka saling bertemu untuk sepersekian detik.Dada Chiara sesak. Begitukah sosok asli Lucas yang gemar melukai hatinya?Padahal ia masih kesal dengan perbuatan picik pria itu kemaren. Sekarang justru pria itu juga yang mengingkari kontrak pernikahannya. Chiara tak percaya ada orang seperti Lucas.Chiara bahkan menahan tangisnya. Zyan menoleh, lalu menggenggam tangan Chiara. Poppy menatap tajam sikap Zyan dan berjanji akan memperhitungkannya juga. Untuk saat ini, ia harus berhasil memisahkan Lucas dan Chiara dulu."Diamlah! Ini bukan saatnya kau omong kosong," tegas Lucas berusaha mengendalikan emosinya. Beberapa kali ia membuang napasnya kasar. Sedang Albert merasa iba kepada pimpinannya tersebut.Sontak Poppy tertawa. "Kenapa? Ini bukan omong kosong. Memang kenyataannya kau sudah menanda
Zyan melangkah maju, hendak menggaet Chiara demi memisahkan keduanya. Namun cekalan tangan Albert yang kedua kali berhasil mencegahnya kembali. Zyan kesal, lalu melempar tatapan tajam kepada Albert."Lepaskan tanganmu, sialan!""Sebaiknya Anda pergi saja, Tuan. Jika tidak, Robert akan tahu kalau Anda masih berkeliaran di sini."Zyan mendengus kemudian menepis tangan Albert dari lengannya dengan keras. "Aku tidak peduli dengan orang bajingan itu!""Tapi planning Anda masih jauh, Tuan. Saya sudah memegang dimana tempat tinggal Anda. Bukan berarti saya tidak bisa mengadu kepada Tuan Robert sehingga ayah Anda mengusir sekaligus menggagalkan rencana Anda." Albert mengulas senyum, tapi tampak menyebalkan bagi Zyan.Zyan memelototkan matanya tajam, kemudian terpaksa pergi dari sana. Albert mengembuskan napas lega dan menaikkan senyumnya. Ia memandang Chiara dan Lucas sekilas, lantas pergi meninggalkan keduanya demi privasi mereka.Lucas akhirnya membebaskan ciumannya. Ia tatap wanita di deka
Kaki Albert terasa kaku. Matanya tetap lurus menatap tato yang bertengger di leher pria tersebut. Albert menggertakkan rahangnya. Otaknya terpaksa mengingat kejadian dua puluh tahun silam. Peristiwa dimana dunianya terbalik seketika dalam satu malam.Lucas berderap mendahului Albert lantas duduk di sofa tamu. Berdeham keras, agar pria di ruangan itu menoleh.Mendengar suara Lucas membuat pria tersebut tergegau, lantas berbalik menghadap Lucas. Senyum lebar terkembang secara lebar demi menyambut kehadiran Lucas."Oh, Anda sudah datang. Maaf, saya terlalu asyik menikmati langit pagi ini," kekehnya hingga membuat mata sipitnya semakin mengejam."Ya, tidak apa-apa. Seperti biasa jangan membuang waktuku," sergah Lucas menyandarkan punggungnya."Baik, Tuan." Lalu mata Chen Ze tak sengaja menangkap Albert yang masih berdiri mematung di sana."Tuan, silakan masuk. Anda boleh masuk juga." Chen Ze mengulum senyum, lantas menggiring kaki menuju sofa di hadapan Lucas dan menyilakan Albert untuk b
"Jangan bicarakan itu lagi!" bentak Lucas sekali lagi.Nyali Chiara menciut. Setengahnya ia tidak paham dengan sikap Lucas tiba-tiba. Apa orang itu sensitif hari ini? Ataukah memang dirinya salah bicara? Padahal Chiara hanya ingin berbagi cerita dengan Albert.Chiara melirik Albert sekilas. Pria itu masih tampak membeku di tempat. Sama seperti dirinya. Yang membedakan hanya wajah Albert menjadi pucat. Chiara pun terkesima saat menatap paras pria di sampingnya. Sepertinya memang ada yang salah dengan dirinya.Chiara hendak membuka mulut untuk menanyakan Albert, apa pria itu sedang sakit. Namun sebelum berhasil mengeluarkan suara, Albert lebih dulu bangkit dengan tubuh bergetar."Aku sudah selesai makan. Permisi." Albert membungkukkan badan, lantas cepat-cepat menggiring kaki menuju kamarnya.Sementara itu, Chiara mengerjap tak percaya. Albert benar-benar aneh. Bukan hanya pria tersebut yang aneh, Lucas juga tiba-tiba berdiri sambil melempar tatapan nyalang ke arah Chiara. Lebih ke arah
Chiara mengernyit, termangu selama sepersekian detik karena tak menyangka dengan pemandangan di depannya. Dan apa indra pendengarnya tak salah tangkap? Sayang? Sejak kapan Lucas memanggil Poppy dengan sebutan sayang?Chiara menarik napas dalam-dalam. Apalagi yang akan ia hadapi pagi-pagi begini? Tak terkecuali Albert yang juga keheranan. Sebenarnya ia tahu Lucas akan melakukan apa yang pria itu katakan beberapa hari lalu. Tapi momen di depannya sangat tidak masuk akal. Albert bahkan tak memercayai apa yang sedang ia lihat.Poppy mengusap dagu Lucas lembut. Ia menarik salah satu kurs tepati di samping Lucas, kemudian mendudukkan diri di sana. Ia mengulum senyumnya sambil mengamati ketampanan Lucas yang tiada cela."Iya dong. Mulai sekarang aku akan ke sini tiap pagi hanya untuk melihat calon suamiku."Chiara mengernyit samar. Kini pandangannya terfokus pada makanan di depannya. Mulutnya sedang rajin mengunyah, tapi pikiran dan indra pendengarnya masih serius menyelidiki hubungan Lucas
Poppy sengaja mempermainkan senyumnya. Lalu sambil menyibak rambut dan mencondongkan tubuh mendekat, ia berkata, "Aku sengaja mengundang mereka biar orang tua kita tahu, Lucas. Kau pikir apa?!"Lucas mendesah. Baginya Poppy memang kurang kerjaan. Ia memijat hidungnya."Sudahlah. Terserah kau saja," ucapnya tak ingin ambil pusing.Poppy semakin memiringkan senyum. "Kalau begitu, aku mau kau pakai yang itu." Ia menggerakkan kepala menuding tuxedo yang ia pilih tadi.Sontak Lucas menyahutnya dengan tatapan nyalang. Ia mengatupkan rahang dan berdesis, "Tapi tidak sampai mencampuri pilihanku sendiri. Ingat itu!"Air muka Poppy berubah kesal. Ia mengerutkan dahinya."Tapi terakhir kali yang kau pilih adalah wanita yang sudah mati, Lucas. Juga wanita miskin," sahut Poppy sembari mencebik dan mengerdikkan bahu.Kemudian Poppy langsung sibuk mengikuti si pelayan untuk mencoba ball gown di ruang ganti. Lucas tercenung. Membiarkan wanita itu pergi meski dirinya naik darah. Poppy tak boleh memand
Lucas dan Poppy kemudian beralih ke tempat lain. Sekarang mobilnya terparkir rapi di sebuah toko besar dengan halaman luas. Sebelum turun Lucas mengedarkan pandangnya."Kau tak mengundang paparazzi ke sini kan?"Poppy tergelak. Ia juga ikut menyeret matanya. "Tidak. Sudah kukumpulkan di sana tadi."Lucas menghela napas lega. Tak nyaman jika berada di antara para wartawan yang haus akan validasi. Ia benci suara gaduhnya yang saling menyahut kurang ajar, tidak suka pertanyaan ingin tahu yang dilontarkan, serta bau keringat yang menguar di antara mereka."Toh, berita tentang kita sudah menyebar luas, Lucas," tambah Poppy menyeringai.Lucas berpaling, mengernyit tak mengerti. "Maksudmu?""Memberitahu orang tua kita, juga masyarakat luas. Sepertinya keluarga kita akan lebih suka itu," jawab Poppy tak acuh sembari mengedikkan bahu.Lucas tercenung. Memperkokoh niatnya untuk meneruskan segala sesuatu yang telah ia mulai. Meski sejujurnya terkadang kepalanya masih memikirkan Chiara.Lucas dan
Robert menekuk wajahnya. Ia lalu mengalihkan tatapan ke arah Zyan yang baru saja mengulum senyum saat menatap kepergian Lucas. Setelahnya, pria itu justru membalas tatapan Robert sambil mengedikkan bahu.Sontak Robert menggertakkan gigi. Ia segera menggerakkan tangan demi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Sarah bingung dengan apa yang tengah dilakukan Robert."Sayang, kau mau kemana?" tanyanya. Karena Robert tak meresponnya sama sekali, ia jadi khawatir.Sarah kemudian harus membungkukkan badan berkali-kali demi meminta maaf kepada tamunya karena ia akan menyusul Robert. Lantas, Sarah bergerak cepat untuk membantu mendorong kursi roda Robert."Kau mau pergi kemana, Sayang? Biar aku bantu," desis Sarah."Antarkan aku kepada Zyan," tegasnya.Meskipun bingung, tapi Sarah tetap mengikuti permintaan suaminya tersebut. Mendekat ke posisi Zyan, Robert sudah bersiap-siap."Apa yang kau lakukan sampai adikmu pergi begitu saja, hah?!" gertak Robert langsung.Zyan justru memiringkan senyum. "
"Dad, kau menaruh kamera CCTV mikro di sini?"Pertanyaan Poppy seketika langsung menghentikan perbincangan kedua pria di depannya. Kedua orang itu tampak saling melempar pandang sekarang.Chen Ze kemudian segera melangkahkan kaki untuk memeriksanya. Ia pun jadi sedikit terkejut."Tuan, ada yang mengawasi kita!" celetuk Chen Ze yang membuat napas Franklin tercekat.Franklin mau tak mau berderap mendekat juga. Ingin membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri. Setelah mengamati CCTV tersebut, bibirnya tekatup rapat."Sial! Siapa yang melakukannya?! Sejak kapan kamera itu berada di sini!" umpat Franklin kesal. Ia berkacak pinggang dengan sesekali membuang napas gusar.Chen Ze juga terlihat berpikir keras. Ia terdiam selama sepersekian detik sebelum menyebutkan sebuah nama."Menurut Anda, apakah Albert adalah anak Ashley, Tuan?"Mendengar itu, perhatian Franklin akhirnya tersedot kepada Chen Ze juga. Kedua matanya saling mencari-cari jawaban ketika saling berhadapan."Seharusnya kita
Sambil mengatupkan rahangnya, Sarah duduk di jok penumpang belakang dengan tubuh yang menegang. Bahkan pemandangan di sisi kanan dan kirinya tak mampu mengalihkan rasa emosinya. Masih terbayang-bayang olehnya tentang perkataan Poppy tadi pagi."Lucas dan Lala ternyata selama ini membohongi kita, Bu. Mereka hanya menikah secara kontrak."Waktu itu, kedua mata Sarah langsung terbelalak lebar. Rasanya kecewa dibohongi oleh anaknya sendiri. Apalagi itu Lucas.Sarah menggertakkan gigi. Ini semua pasti karena pengaruh gadis miskin itu. Padahal dari dulu, ia membenci Lala sekaligus keluarganya. Ia takut jika Lucas terpengaruh karena pola pikir orang miskin dan keluarganya berbeda. Apalagi sampai tertular penyakit mereka. Bulu kuduk Sarah meremang. Pokoknya, ia sangat anti dengan Lala yang miskin, kotor dan liar.Tak terasa mobil yang ia tumpangi sudah tiba di depan mansion Lucas. Si pegawai membukakan pintu, memberi jalan kepada Sarah. Sekarang wanita itu mendaratkan kakinya dengan yakin.Sa
Pagi buta sekali, dua mobil hitam berkilat meluncur cepat ke salah satu bangunan yang tinggi besar. Bangunan tersebut didominasi oleh dinding warna cream dengan sebagian catnya terkelupas. Sedang di depannya, hanya ada rolling door abu-abu tua yang menggantikan fungsi pintu pada umumnya.Pintu mobil akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah pria yang berpakaian serba hitam memasuki bangunan tersebut secara diam dan cepat. Saking heningnya, kaki-kaki mereka tak terdengar menapak tanah.Sebagian dari mereka menjebol pintu samping. Sisanya memasuki bangunan itu dengan memanjat balkon dan menyusup dari atas.Berikutnya, mereka dengan gerakan cepat dan hening menangkap dan membius orang-orang yang ada di dalam. Hanya ada tiga pria dan satu wanita di dalam sana. Lantas pasukan pria yang memakai serba hitam mengumpulkan sejumlah korbannya di dalam gudang yang berisi banyak produk minuman berkarbonasi.Setelah orang-orang ditangkap tersebut siuman, salah satu pria melangkah maju. Menyodorkan seb
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad
Chiara mengeluarkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci bersih mulut, ia memandangi cermin kecil yang menempel dinding di hadapannya.Chiara menelan saliva saat kedua matanya beradu pada bayangan yang terpantul pada cermin. Cermin yang sebagian sudah retak tersebut secara kejam menjebol tanda tanya besar di benaknya sekarang.Lalu, suara langkah sepasang kaki terdengar tergopoh-gopoh mendatangi Chiara sekarang. Susan mendongak, memandangi Chiara dengan cemas."Sayang, apa kau tidak apa-apa? Apa kau salah makan pagi ini?"Chiara terdiam. Agak gugup jika harus memikirkannya. Kemudian ia buru-buru menggelengkan kepala agar Susan dan Alan tak khawatir."Tidak, Bu. Sepertinya hanya gangguan pencernaan biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri," tukas Chiara enteng.Susan masih memasang raut wajah cemasnya. "Sungguh, Chiara? Kau terlihat sangat pucat sekarang."Chiara mengulurkan kedua tangan demi menjamah bahu ibunya. Kedua matanya menatap lekat Susan. Berusaha mendapat kepercayaan dari wan
"Aku berubah pikiran, Lucas. Mari hentikan sandiwara ini," ungkap Poppy suatu pagi. Sekarang wanita tersebut dengan santai menyesap teh di hadapannya. Berusaha mengabaikan raut wajah kaget yang terpasang pada Lucas.Lucas mengernyit. Memperhatikan Poppy bergerak seenaknya. "Apa maksudmu? Kau akan menyerah?"Poppy menggelengkan kepala. Tangannya meletakkan kembali cangkir teh ke meja. Sedang mulutnya buru-buru menelan cairan teh yang telah terkumpul di rongga mulutnya."Bukan. Tapi, aku rasa perasaanku sudah berubah. Aku jadi jatuh cinta sungguhan padamu, Lucas," aku Poppy gamang. Matanya menatap lurus hingga menembus manik hazel milik Lucas.Napas Lucas tercekat. Jika ia pikir rencananya lancar, maka Poppy sudah menjadi salah satu hambatannya sekarang. Lucas menegakkan tubuhnya."Perjanjian tetaplah perjanjian. Kau harus profesional. Kau melakukan itu agar fasilitasmu tak blokir oleh Franklin. Sedang aku membutuhkan sandiwara ini untuk membungkam Robert. Kau harusnya ingat itu."Poppy
"Maaf ya, Bu. Aku belum bisa menjenguk Ibu dan Ayah. Kakiku masih sakit," ungkap Chiara sedih ketika Susan meneleponnya.[Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting kau selalu sehat. Tapi, aku harus berterima kasih banyak kepada Lucas. Ia sudah melindungimu sejauh ini.]Chiara mengulum senyum. Lucas memang sudah berbuat banyak untuk dirinya.[Halo? Kau sekarang pasti sedang tersenyum ya, Sayang. Apa kau menyukai Lucas?]Chiara terhenyak. Kemudian buru-buru menegakkan badan sambil menggeleng. Meski ibunya tak melihat, tapi Chiara refleks menggerakkan tangannya juga."Tidak, Bu. Aku tidak menyukai Lucas sama sekali, kok," tandasnya berbohong. Bagaimanapun hati Lucas tetap untuk saudara kembarnya sendiri.Namun tanpa ia ketahui, Lucas tak sengaja mendengar kalimat itu terucap dari bibirnya. Lucas membeku di tempat. Sebelah tangannya yang memegang box cincin yang telah ia beli tadi pagi terlepas begitu saja.Chiara terkesiap. Ia langsung menoleh untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun gera