Katherine makin panik. Tangannya bergerak cepat mengapai gagang pintu namun Frederick terlebih dahulu menangkap pergelangan tangannya. Katherine lantas berseru,"Frederick, lepaskan tanganku!""Tidak akan, jangan ikut campur urusan mereka Katherine, mereka sudah sah menjadi suami istri, lagi pula tidak ada salahnya mereka melakukan hubungan badan layaknya suami istri, siapa tahu saja setelah mereka berhubungan, mereka saling jatuh cinta," protes Frederick cepat seraya menarik tubuh Katherine, agar menjauhi pintu kamar Grace. Namun, sorot mata dingin Katherine membuat Frederick hanya mampu menghela napas kasar pada akhirnya. Menandakan istrinya ini tidak setuju dengan pendapatnya barusan. "Diam kau! Jangan banyak alasan, kau sangatlah egois. Kasihan Grace." Katherine begitu kesal dengan sikap Frederick. Pasalnya Xavier akan menggauli Grace bukan karena kemauan melainkan karena obat perangsang yang dibubuhkan. Hal itu sangat berbeda dengan dia dan Frederick dulu, karena sama-sama mau
Mendapat pertanyaan dadakan, tentu saja Xavier sedikit gugup. Keringat mulai mengucur lagi dari keningnya. Namun, Xavier berusaha bersikap tenang. "Aku ingin mencoba hal baru Pangeran, maaf jika keteledoranku membuat kegaduhan di istana," jawab Xavier sesekali melirik Grace. Grace menatap tajam Xavier. Hal itu membuat garis di dahi Xavier terukir sedikit. "Oh begitu, ya tidak apa-apa, tapi sekarang tubuhmu sudah enak, 'kan?" Katherine pun ikut menimpali. Dia—lah yang lebih mengetahui apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Katherine pun juga melirik sekilas ke arah Frederick. Memberi kode untuk segera keluar dari kamar mereka sekarang."Aku baik-baik saja Putri. Terima kasih sudah perhatian pada kami, dan sekali lagi aku minta maaf atas keributan malam ini," balas Xavier kemudian. Katherine tersenyum. Inilah yang membuat dia tak tega pada Xavier dan Grace. Keduanya terlampau baik dan mempunyai adab yang bagus. "Iya, tidak apa-apa, makan malam kalian akan diantar ke kamar nanti," u
"Baik ratu, kalau begitu aku permisi dulu," balas Robert. Larisa menyeringai tajam. "Iya, pergilah," ujarnya lalu melenggang pergi dari ruangan. ...Hari berganti hari, minggu berganti minggu, sudah hampir dua bulan Frederick melakukan segala macam cara agar Xavier dan Grace melakukan hubungan badan selayaknya pasangan suami istri. Tetapi, Katherine selalu menjadi garda terdepan, yang menghancurkan niat jahatnya itu. Namun, Frederick tak menyerah. Semangat untuk menang dalam taruhan terus bertambah. Meskipun setiap hari harus mendapat cacian dan makian dari Katherine. Pagi ini, tepatnya di halaman depan istana, Frederick dan Katherine berdiri sambil menghadap ke depan, di mana Grace dan Xavier tengah berjalan bersama Alexander. Frederick menjadikan Alexander tameng agar Grace berpikiran untuk memiliki anak."Fred, apa kau sudah gila, menggunakan anakku untuk melancarkan rencanamu itu hah?!" seru Katherine dengan sorot mata merah menyala. Sedari tadi Katherine berkicau-kicau kesal
Grace terbelalak. Apa dia tidak salah mendengar barusan. Xavier mengatakan 'milikku'. Secara bersamaan detak jantungnya berpacu cepat hingga mungkin saja bisa melompat keluar sekarang juga. Secepat kilat Grace menoleh ke depan, berharap pendengarannya tadi tidak salah. "Apa maksudmu?" tanya Grace, sangat penasaran. Lelaki itu tak langsung membalas, malah maju beberapa langkah kemudian meraih tangan Grace. Pupil mata Grace semakin melebar kali ini. Napasnya seolah-olah berhenti saat tangannya disentuh sekarang. "Apa kau tidak mendengar, kau milikku Grace. Jadi siapa nama kekasihmu itu? Aku ingin meminta izin padanya." Secara mengejutkan, sambil memegang tangan Grace, Xavier tiba-tiba berlutut dan mendongakkan sedikit kepala.Grace membeku, seiring dengan tatapan dalam Xavier yang menembus kalbunya sekarang. "Aku minta maaf atas perlakuanku selama ini padamu, aku tidak menyangka pernikahan dadakan ini malah membuatku terjebak dengan perasaanku sendiri, aku mencintaimu Grace." Lagi
Frederick dan Katherine saling lempar pandang sejenak karena ada sosok asing di dekat mereka sekarang. "Siapa?" tanya Katherine dalam mode siaga. Sebab sosok tersebut adalah seorang wanita. Belum juga wanita itu menjawab. Logan dan Robert berlari kecil ke arah mereka. "Pangeran Putri maaf menganggu waktu kalian, perkenalkan ini Nona Sisilia," ucap Logan dengan napas ngos-ngosan. Baik Katherine dan Frederick tidak langsung menjawab, justru saling menatap kembali. Sebuah nama yang terdengar tidak asing."Dia adalah tunangan Pangeran Xavier, maafkan aku karena tidak dia tidak memperkenalkan diri tadi." Robert tiba-tiba menimpali sambil membungkukkan badan dengan hormat. Mendengar kata tunangan, Katherine menyeringai tipis sejenak. Pantas saja namanya tidak asing. Menurut laporan dari Logan kemarin, istri pilihan ratu Norwegia bernama Sisilia. Katherine mengalihkan pandangan ke arah Sisilia, wanita berambut merah dan panjang itu tak memberi hormat kepadanya sama sekali. Dia mengama
Katherine dan Frederick saling melirik satu sama lain, tengah menahan senyum sekaligus merasa bersalah atas perbuatan mereka tempo lalu. "Untuk apa meminta maaf Xavier?" Frederick memberi tanggapan terlebih dahulu, perasaan bersalah mulai memenuhi hatinya. Sebab demi egonya dia menjebak Xavier dengan obat perangsang kala itu. "Sudah seharusnya kami meminta maaf pada Pangeran dan Putri karena telah berbohong selama ini, aku juga minta maaf." Grace ikut menimpali. "Kalian tidak salah Grace, Xavier. Itu masalah kalian, dan setidaknya buah dari kebohongan kalian menghasilkan sebuah rasa, 'kan?" ujar Katherine, ikut berkomentar. Grace malah cengengesan. Merasa pasangan suami istri di hadapannya ini, terlampau baik. Hal yang wajar jika Katherine dan Frederick marah. Namun, reaksi keduanya di luar perkiraan. Xavier pun memiliki pikiran yang sama dengan Grace. Secara perlahan menatap kembali pasangan tersebut."Iy—a Putri, tapi terimalah permohonan maaf dari kami, hatiku rasanya mengganj
"Fred." Katherine merasa ada yang tidak beres lantas mendorong pelan dada Frederick. Frederick pun merasakan hal yang sama. Sungguh aneh, malam-malam begini malah terdengar bunyi pecahan kaca. Katherine dan Frederick serempak melirik jendela, memastikan apa jendelanya yang rusak. Akan tetapi, setelah diamati, jendela kamar dalam keadaan aman. Kerutan di kening Katherine dan Frederick makin bertambah. Pasangan suami istri tersebut menyudahi kegiatan panasnya lalu beringsut dari kasur dan memakai pakaian dengan tergesa-gesa. Begitu pula dengan Xavier dan Grace menghentikan kegiatannya, memilih keluar hendak memeriksa apa yang telah terjadi. Keduanya tanpa sengaja berpapasan dengan Frederick dan Katherine di lantai satu. "Ada apa ini Pangeran?" tanya Xavier dengan kening mengerut kuat. "Entahlah, aku juga tidak tahu, aku pikir dari jendela kamar kalian?" Frederick pun bertanya. Jika bukan berasal dari kamarnya bisa jadi bunyi pecahan dari kamar Grace. Sebab kamar Grace tepat berada
"Kenapa kalian ingin keluar istana? Apa ada seseorang yang menyakiti kalian?" Dengan sorot mata merah menyala, Katherine lantas beranjak dari kursi. Riak mukanya pun berubah tak enak pandang sekarang. Mendengar tanggapan Katherine, Xavier dan Grace saling lempar sesaat dengan dahi mengerut samar. "Tidak ada Putri, ini kulakukan karena kami ingin hidup tenang dan jauh dari hiruk pikuk,"jawab Xavier. Tadi malam Xavier dan Grace telah mempertimbangkan rencana dengan matang. Keduanya ingin hidup tenang dan menetap di desa terpencil, hanya berdua dan suatu saat nanti tinggal bersama buah hati mereka. Bukan hanya alasan itu, Xavier juga tak enak hati dengan kedatangan Robert dan Sisilia akhir-akhir ini. "Tidak bisa! Aku tidak mengizinkan kalian keluar istana!" seru Katherine kemudian. Xavier melebarkan mata, tampak terkejut dengan respons Katherine. "Tapi Putri, kami—""Aku bilang tidak, ya tidak–""Sayang, tenangkan dirimu dulu, hei duduklah." Frederick langsung menyela saat kondisi d