Sisa hari itu berjalan bagaikan mimpi buruk. Naftalie tak pernah menyangka melihat punggung suaminya pergi akan memberikan dampak yang sangat besar dalam permainan pianonya. Wanita itu berulang kali melakukan kesalahan konyol. Entah temponya terlalu cepat entah, salah tekan tuts, dan yang paling parah adalah lupa not lagunya. Jika tak ada William, semua kesalahannya akan sangat kentara. Jadi, walau tadi katanya akan menjadi solo piano Naftalie, pada akhirnya menjadi duet kembali. Setelah selesai semuanya, Naftalie segera turun dari panggung dan mencari suaminya. Perasaannya berantakan, dia tak akan tenang sebelum bisa mengatakan yang sebenarnya pada pria itu. Rasanya seperti ada yang salah, pria itu tak akan pergi meninggalkan penampilan Naftalie begitu saja. Setelah berjanji menemani Naftalie seharian penuh kemarin, Jacob tak akan pergi begitu saja, jika tidak ada sesuatu.Namun, ketakutannya kini menjadi kepanikan saat menyadari baik Jacob dan Edmund, sekretarisnya tidak ada. Ed,
“Yeah … tentu saja bisa, ya kan Will?” tanya Cecil dengan sedikit ragu dan menatap William. Seketika pandangannya dan William bertemu, perut Cecil segera terasa bergejolak lagi. Kenapa pria itu menatapnya dengan tatapan seperti itu? Tapi, mungkin saja itu tatapan untuk Naftalie, tentu saja buat Naftalie, tak mungkin buat Cecil, memangnya siapa Cecil? Pria itu mengangguk sambil tersenyum. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang seketika membuat Cecil merasa kembali cemburu. Sejujurnya, Cecil merasa bersalah karena telah merasakan cemburu seperti itu. Wanita itu jelas dalam kesulitan tetapi dia malah cemburu karena perhatian William yang memang merupakan sahabatnya. Tapi begitulah perasaannya. Dia cemburu, selalu cemburu jika menyangkut William. Naftalie tersenyum sambil mengikuti William yang hampir membopongnya menuju mobil. Wanita itu hanya diam memandang handphone yang kosong. Berulang kali Cecil memperhatikan wanita itu mencoba menghubungi suaminya, tapi pria itu benar-benar
Naftalie segera berlari ke kamar mereka, dia bahkan melepas sepatu tingginya agar bisa berlari dengan cepat. Jacob, dia harus segera bisa menjelaskan pada Jacob. Tapi dunia wanita itu seakan runtuh saat melihat kamar mereka kosong. Pria itu tak ada di rumah. Naftalie segera keluar dan menuju dapur, dan berharap melihat Jacob duduk sambil mengobrol dengan para karyawan seperti waktu itu. Namun, baik ruang makan dan di ruangan tersembunyi tak ada Jacob. Wanita itu menatap nanar meja kosong dengan dada yang terasa sesak. “Maaf, maam mau makan?” tanya salah satu pelayan dengan wajah khawatir. Siapa yang tak khawatir melihat nyonya rumahnya menangis di kursi makan sendirian dengan wajah pucat.“Oh … nggak Isabel, aku tak lapar.” Wanita itu menghapus air matanya dengan sembarangan. “Umm, minum? Mau teh hangat?” tanya Isabel lagi mencoba membantu tuannya yang terlihat begitu menderita. Wanita cantik berambut merah itu mendongak dan menggeleng. Begitu menyadari Jacob tidak ada, Naftalie tid
“Aku nggak butuh semua perhiasan dan hadiahnya! Aku butuh suamiku!” raung Naftalie terisak lagi. Isabel segera mendekati wanita malang itu dan memeluknya. “Stop! Tinggalin aku!” pekik Naftalie mengamuk sambil meletakkan kepalanya di meja makan. “Pergi kamu ED!” bentak Naftalie dengan marah. Ed berdiri tak jauh dari meja sambil memasukkan lembaran kertas itu lagi ke dalam amplop, tapi karena gugup lembaran kertas itu malah jatuh bertebaran kembali ke lantai. “PERGI!” teriak Naftalie dengan marah sehingga Isabel segera membantu pria bertubuh gempal itu memungut kertas-kertas itu. Naftalie yang mengamuk mengambil gelas dan melemparkannya ke arah Ed. Pria itu dengan panik menghindari gelas yang melayang dan pecah saat mengenai dindin ruang makan. “Lebih baik kamu pergi,” desah Isabel sambil mendorong Ed keluar dari ruang makan. Ed menurut dan segera kabur saat ada piring terbang mengarah ke kepalanya.“Aku nggak nyangka kalau nona bisa seperti itu,” desah Ed tetap menundukkan kepalan
Kata- kata yang William katakan bagaikan pembenaran bagi Cecil. Wanita itu segera membalas ciuman pria itu, ciuman yang memang dia damba-dambakan. Wanita itu merangkul William bagaikan pria itu memang kekasihnya, miliknya seperti yang pria itu katakan. William miliknya seakan Cecil adalah milik William. Wanita itu menutup matanya dan membiarkan pria itu menguasai mulut dan lehernya. Yeah memang itu yang Cecil inginkan, ciuman William yang tak pernah berakhir. Wanita itu merasa melayang terbang seakan mereka berada sendirian di dunia ini. Namun, sayangnya mereka harus kembali mendarat di dunia, saat terdengar suara terbatuk di dekat mereka. Ciuman mereka segera terhenti dan Cecil segera membersihkan bibirnya dengan malu. “Ini es campurnya, dan jus alpukat.” Pelayan berambut hitam itu meletakkan kedua minuman itu dengan tatapan mencela. Tapi William malah merangkul pundak Cecil dan tersenyum pada pelayan itu.“Dia akhirnya mengerti, kalau aku menyukainya,” ujar William menjelaskan kep
Jacob menatap ke arah keluar dari jendela kantornya. Dari lantai 21 semua mobil terlihat kecil. Jalanan kota semakin malam semakin ramai, lampu merah terlihat di mana-mana karena beberapa jalanan terlihat terhambat.Tapi pikiran Jacob jauh dari jalanan ataupun jalanan yang macet. Pikirannya tertuju pada istrinya, bukan- bukan, wanita itu bukan lagi istrinya, tapi dia sudah lepas dari Jacob, dia seharusnya sudah menjadi wanita asing.Tapi, tetap saja pikiran Jacob memikirkan wanita asing itu— wanita yang seharusnya dia tak pikirkan lagi, tapi malah menempel di otaknya bagaikan hidung di depan mata.Apakah Naftalie akan menyukai rumahnya? Apakah Naftalie akan menyukai interior dan semua kelengkapan rumah itu? Atau apakah bahan makanan yang dia pinta Ed cukup buat makan Naftalie? Sudah berulang kali Jacob kembali menghubungi Ed untuk mengatur isi rumah untuk Naftalie, karena walaupun dia sendiri yang mengusir wanita itu dari rumahnya, dia juga yang merasa tak rela wanita itu pergi dar
Setelah kepergian Ed, Isabel kembali menuju dapur dan terkejut saat melihat nyonyanya sedang di dapur menunduk di depan lemari pendingin.Wanita itu menoleh dan seketika itu hati Isabel merosot melihat betapa pucat wanita itu.“Maaf, tadi aku muntah lagi, dekat tempat tidur. Aku sudah coba bersihkan pakai tisu, tapi habis. Aku butuh sesuatu yang asam,” erang wanita itu dengan lemah. Wanita itu menatap sayu ke arah Isabel.“Nggak apa-apa kok, nanti aku beresin. Nyonyo mau makan sup ayam?” tanya Isabel sambil membantu wanita itu untuk duduk. “Mual, perutku rasanya penuh, aku nggak mau makan,” erang Naftalie segera menolak.“Tapi nyonya belum makan sama sekali, kasian bayinya, bagaimana dia makan?” ucap Isabel kembali membujuk.“Bayi … Jacob bahkan tak mau bayi ini,” isak wanita itu kembali menangis sejadi-jadinya. Kali ini Naftalie tak lagi menahan perasaannya, buat apa dia sudah hancur sehancur-hancurnya.“Tuan hanya salah paham,” ujar Isabel sambil lahan mulai mengeluarkan bahan-baha
Walau berusaha tenang tetapi jika Cecil dalam dekapan William, jantungnya selalu segera berdebar sangat kencang, dan kali ini, sialnya pria itu benar- benar segera mengetahui jantungnya berdebar kencang karena sedang memegangnya.“Jika kamu tidak punya perasaan apa- apa padaku, kenapa jantungmu berdebar kencang seperti ini?” tanya pria itu sambil terus berbisik di telinga Cecilia. Sekujur tubuh wanita muda itu kini mulai merinding, desahan napas William menggelitik tengkuknya. Wanita itu segera mencoba melepaskan diri tanpa menjawab nafasnya terasa sesak karena dia begitu gugup dan kaget. Kali ini salah dia sendiri karena dia yang mendatangi kamar William. Atau sebenarnya dia sendiri memang tidak sanggup bertengkar dengan pria itu apalagi melihat wajahnya yang begitu sedih, jadi tanpa sadar dirinya segera mendekati pria itu lagi. “William,” desah Cecil sambil memegang tangan besar pria itu yang masih memegang pinggang dan juga salah satu dari puncaknya yang kenyal.Sebenarnya Willia
Walau semuanya sudah jelas, mereka sudah bebas kembali ke rumah kastilnya, tetapi entah kenapa Jacob lebih senang berada di rumah kecil ini dengan Naftalie. Rumah itu lebih nyaman dan hangat, mungkin karena keberadaan Naftalie yang selalu mengantarnya pergi kerja, atau menyambutnya ketika dia pulang.Tentu saja dia sudah menyuruh Ed untuk membuat paviliun terpisah sendiri untuk Isabel karena kamar yang mereka gunakan sekarang hendak Jacob gunakan sebagai kamar bayinya. Paviliun itu sudah berdiri di bagian belakang rumah dekat kolam renang. Karena, walau kata Jacob rumah itu rumah yang mungil, tetap ada tanah dibelakang untuk paviliun studio, lalu ada taman bunga beserta pergolanya, dan tentu saja kandang kuda. Naftalie sempat mengejeknya tentang kandang kuda itu, tak ada rumah mungil yang memiliki kandang kuda. Tapi, bagi Jacob, rumah yang tak memiliki 16 kamar termasuk kecil. Mereka dapat dikatakan sungguh berbahagia sekarang karena Victoria akhirnya mati kutu karena semua yang di
Sejujurnya grafolog itu sudah mendapatkan hasil pada hari surat itu diserahkan kepadanya. Namun karena itu adalah surat terakhir dari mendiang Jason Owen wanita itu mengulang- ulang pemeriksaannya berkali -kali.Bahkan saat dia sudah mau menyerahkannya kepada asisten dari Jacob Owen, pria itu tetap malah menyuruhnya untuk sekali lagi memeriksa ulang hasilnya agar benar-benar teliti.Kali ini wanita itu duduk dengan gugup sama menunggu dari billionaire itu keluar dari kamar. Karena hasil dari pemeriksaannya sungguh buruk dan bahkan bisa menjadi bukti sebagai pembunuhan berencana. Dengan masih berperban walaupun tipis, asisten dari Jacob Owen menyuruh grafolog itu duduk. Wanita itu terkesiap saat melihat Jacob dan istrinya keluar. Mereka bagaikan model di majalah yang keluar dalam dunia nyata. “Jadi bagaimana hasilnya? Apakah ini asli tulisan Jason?” tanya Jacob sambil duduk di sofa. Pria itu menatap grafolog dengan tatapan tajam sehingga wanita itu merasa sedang diinterogasi.“Oh … “
Naftalie merasa sangat lelah, akhirnya hari- hari selama perang dingin dengan Jacob berakhir. Pria itu kemungkinan akan kembali ke kastilnya, sedangkan Nat sendiri akan kembali tinggal di rumah ini. Selama Ed dan Isabel di rumah sakit, Jacob tidur di kamar Isabel, sedangkan dirinya tidur di kamarnya sendiri. Pria itu kembali ke kebiasaan lamanya. Perlakukan Naftalie bagai mereka hanyalah teman sekamar yang tidak terlalu akrab.Anehnya pria itu tetap keluar saat jam makan malam, dan mereka makan malam dalam keheningan yang menyakitkan hati Naftalie. Bagaimana bisa, mereka yang dulu begitu akrab, kini begitu jauh padahal mereka tidur bersebelahan kamar?Tapi semua itu akan segera berakhir. Karena Ed dan Isabel sudah pulang, Jacob juga akan segera kembali ke rumahnya. Naftalie akan terbebas dari segala perasaannya yang tak menentu.Wanita itu sangat marah, karena lagi- lagi suaminya tak percaya padanya. Naftalie pikir setelah kasus kehamilannya, Jacob akan mempercayai Nat sepenuhnya..
“Jake …” Naftalie memandang wajah suaminya yang mengeras. “Aku … nggak nyangka!” desah pria itu sambil tak mengalihkan pandangannya dari kertas di tangan.“Apa … apa itu?” tanya Naftalie dengan suara bergetar.“Tangkap dia!” ujar Jacob memberikan perintah kepada para detektif. Victoria tersenyum senang karena pada akhirnya Jacob kembali ke dalam genggamannya. Polisi dengan heran mendekati wanita cantik berambut merah itu. Tapi Jacob segera menggeram dengan mengerikan.“Ibuku lah! Dia tetap pembunuh pria tadi!” geram Jacob dengan suara mengerikan.Para detektif itu, walau sedikit kesal karena kena bentakan Jacob, tetap mengerjakan apa yang pria itu perintahkan.Victoria yang merasa tadi di atas awan kini segera terjun bebas karena tangannya tiba-tiba dipegang oleh kepala detektif itu untuk ditahan. Minta itu kembali menggeliat seperti belut mencoba melepaskan diri. “Lepasin nggak!” jerit wanita itu dengan sekuat tenaga. Wanita itu menendang ke segala arah sambil menjerit- jerit sepe
Dengan napas memburu Jacob segera kembali ke rumah sakit di mana Ed dan Isabel dirawat. Namun yang lebih penting istrinya, jangan sampai Naftalie kenapa- kenapa karena perbuatan ibu tirinya itu. Tapi Jacob tak menyesal pergi, karena dia berhasil menemukan bukti di mobil dan kini dia tinggal menyeret wanita tua tak tahu diri itu ke penjara dan memastikan wanita itu tinggal di sana!Langkah kakinya bergaung di lorong rumah sakit dengan masih tetap diikuti para detektif di belakangnya. Begitu pintu lift terbuka tadi, Jacob bisa mendengar jeritan ibu tirinya bergaung di lorong rumah sakit. Seharusnya pihak keamanan sudah menyumpal mulutnya dengan kaus kaki, kalau Jacob ada di situ. Suaranya yang melengking membuat Jacob malu. Bagaimanapun dia tetap pemilik saham dari rumah sakit itu. Pandangan para perawat dan dokter yang segera pura- pura mengalihkan perhatian dari suara Victoria benar- benar memalukan. Tapi mungkin karena Jacob pemilik saham rumah sakit ini juga yang membuat Victoria
Dengan geram pria berwajah tampan itu segera menuju ke tempat di mana ibu tirinya berada. Wanita itu memang benar-benar sudah keterlaluan dia tidak bisa lagi didiamkan. Check up akan memastikan wanita itu masuk ke dalam penjara karena semua perbuatannya ini. Sudah ada beberapa dokumen dan data -data yang dia kumpulkan untuk memastikan wanita itu bisa dipidanakan, tapi yang ini benar -benar akan langsung menyeret wanita itu ke penjara.“Benar ini adalah mobilnya!” ujar salah satu petugas yang mengikuti Jacob setelah mereka sampai ke kastil tua Owen yang ditinggali oleh mama tiri dan papanya saat pria itu masih hidup. Jacob mendengus dengan jijik begitu melihat pergola di taman sudah menghilang. Pergola itu adalah hadiah dari papanya Jacob untuk mama kandung Jacob. Sejak kedatangan ibu tirinya, wanita itu tidak pernah menyukai pergola di taman itu, karena mengingatkan ayahnya Jacob kepada mendiang istrinya. Pada akhirnya Victoria sudah berhasil menghancurkan semua pergola itu dan mem
Hari itu adalah hari pertama kali Isabel keluar dari panti asuhan, beberapa bulan yang lalu pekerjaannya di kafe akhirnya berakhir karena atasannya memutuskan akan mengakhiri kontrak kerja sebelum selesai jangka waktu kontrak Isabel berakhir. Semua karena Isabel menolak ciumannya kemarin. Isabel bersyukur bisa menghindar pria kurus yang sudah beristri itu dari awal memang sudah seringkali menyentuh Isabel di daerah -daerah yang berbahaya. Tapi akibatnya, Isabel kini sudah habis waktunya tinggal di panti asuhan, dan juga tak punya uang untuk menyewa kosan untuk dia tinggali. Untung saja ibu panti asuhan berhasil membujuk seseorang untuk membawa Isabel untuk menjadi pelayan di sebuah rumah orang kaya.Pagi- pagi benar Isabel di bawa ke sebuah bukan rumah melainkan kastil. Dikatakan kalau mereka memang mencari gadis- gadis polos untuk dijadikan pelayan. Sebenarnya agak konyol permintaannya, gadis harus polos, tapi harus sudah berpengalaman. Tapi untungnya Isabel tetap boleh datang, k
Jacob mendengar penjelasan Ed dengan seksama. Ada saat dia rasanya ingin mencekik asistennya itu. Pria itu tak tahu diri, setelah berbagai hal yang Jacob lakukan untuknya, bisa- bisanya Ed melakukan semua hal menjijikkan itu padanya. Seharusnya dia membunuh Ed saat ini juga. Tapi entah kenapa penjelasan yang Ed katakan padanya seakan mengingatkan Jacob akan semua kesalahannya dulu pada Naftalie. Mungkin dia juga memperlakukan Ed seenaknya seperti dulu dia memperlakukan Naftalie. Bukan … bukan kemungkinan, ini bahkan suatu kepastian. Melihat wajah Ed menceritakan sakit hatinya, Jacob merasa seperti ditampar sekarang. Dia memang keterlaluan. Dia kini heran kenapa Ed bisa berbalik dan mengakui ini semua, padahal dengan semua yang dia miliki, dia bisa saja bersama Victoria untuk menghancurkan Jacob sepenuhnya.“Lalu … kenapa kamu mengakui ini semua sekarang?” tanya Jacob dengan sangsi. Pria itu kembali mencurigai Ed hanya berlakon dan ada skema lain lagi di belakang ini.“Karena Isabel.”
“Dokumen apa Ed?” tanya Jacob mengabaikan perawat yang datang dengan wajah khawatir.“Semua dokumen yang tuan terima … itu sudah direkayasa oleh nyonya Victoria.” Jawaban yang diberikan Ed mulai masuk akal di pikiran Jacob.“Dimanipulasi … jadi …” Jacob merasakan dirinya bodoh sekali bisa diperdaya oleh nenek sihir itu.“Maaf … tapi saya harus memastikan, mengenai pembayaran …” perawat yang masuk ke kamar Ed kembali memotong pembicaraan mereka.“Pembayaran apa sih,” tanya Jacob dengan kesal karena perawat itu berani- beraninya menyalahkan pertanyaannya yang penting.“Ada seorang wanita mudah ditemukan di seorang rumah sakit yang diserang seakan mau dirampok, mengaku ada hubungan dengan bapak Ed,” ucap perawat itu segera menjelaskan dengan takut-takut. Hati Ed segera mencelos begitu mendengar kata wanita muda. Pria itu segera menyesal memberikan dokumen penting itu kepada Isabel.Tadi dia pikir hanya dia yang akan diserang, tapi ternyata sampai semua yang berhubungan dengan dirinya ju