“Aku nggak butuh semua perhiasan dan hadiahnya! Aku butuh suamiku!” raung Naftalie terisak lagi. Isabel segera mendekati wanita malang itu dan memeluknya. “Stop! Tinggalin aku!” pekik Naftalie mengamuk sambil meletakkan kepalanya di meja makan. “Pergi kamu ED!” bentak Naftalie dengan marah. Ed berdiri tak jauh dari meja sambil memasukkan lembaran kertas itu lagi ke dalam amplop, tapi karena gugup lembaran kertas itu malah jatuh bertebaran kembali ke lantai. “PERGI!” teriak Naftalie dengan marah sehingga Isabel segera membantu pria bertubuh gempal itu memungut kertas-kertas itu. Naftalie yang mengamuk mengambil gelas dan melemparkannya ke arah Ed. Pria itu dengan panik menghindari gelas yang melayang dan pecah saat mengenai dindin ruang makan. “Lebih baik kamu pergi,” desah Isabel sambil mendorong Ed keluar dari ruang makan. Ed menurut dan segera kabur saat ada piring terbang mengarah ke kepalanya.“Aku nggak nyangka kalau nona bisa seperti itu,” desah Ed tetap menundukkan kepalan
Kata- kata yang William katakan bagaikan pembenaran bagi Cecil. Wanita itu segera membalas ciuman pria itu, ciuman yang memang dia damba-dambakan. Wanita itu merangkul William bagaikan pria itu memang kekasihnya, miliknya seperti yang pria itu katakan. William miliknya seakan Cecil adalah milik William. Wanita itu menutup matanya dan membiarkan pria itu menguasai mulut dan lehernya. Yeah memang itu yang Cecil inginkan, ciuman William yang tak pernah berakhir. Wanita itu merasa melayang terbang seakan mereka berada sendirian di dunia ini. Namun, sayangnya mereka harus kembali mendarat di dunia, saat terdengar suara terbatuk di dekat mereka. Ciuman mereka segera terhenti dan Cecil segera membersihkan bibirnya dengan malu. “Ini es campurnya, dan jus alpukat.” Pelayan berambut hitam itu meletakkan kedua minuman itu dengan tatapan mencela. Tapi William malah merangkul pundak Cecil dan tersenyum pada pelayan itu.“Dia akhirnya mengerti, kalau aku menyukainya,” ujar William menjelaskan kep
Jacob menatap ke arah keluar dari jendela kantornya. Dari lantai 21 semua mobil terlihat kecil. Jalanan kota semakin malam semakin ramai, lampu merah terlihat di mana-mana karena beberapa jalanan terlihat terhambat.Tapi pikiran Jacob jauh dari jalanan ataupun jalanan yang macet. Pikirannya tertuju pada istrinya, bukan- bukan, wanita itu bukan lagi istrinya, tapi dia sudah lepas dari Jacob, dia seharusnya sudah menjadi wanita asing.Tapi, tetap saja pikiran Jacob memikirkan wanita asing itu— wanita yang seharusnya dia tak pikirkan lagi, tapi malah menempel di otaknya bagaikan hidung di depan mata.Apakah Naftalie akan menyukai rumahnya? Apakah Naftalie akan menyukai interior dan semua kelengkapan rumah itu? Atau apakah bahan makanan yang dia pinta Ed cukup buat makan Naftalie? Sudah berulang kali Jacob kembali menghubungi Ed untuk mengatur isi rumah untuk Naftalie, karena walaupun dia sendiri yang mengusir wanita itu dari rumahnya, dia juga yang merasa tak rela wanita itu pergi dar
Setelah kepergian Ed, Isabel kembali menuju dapur dan terkejut saat melihat nyonyanya sedang di dapur menunduk di depan lemari pendingin.Wanita itu menoleh dan seketika itu hati Isabel merosot melihat betapa pucat wanita itu.“Maaf, tadi aku muntah lagi, dekat tempat tidur. Aku sudah coba bersihkan pakai tisu, tapi habis. Aku butuh sesuatu yang asam,” erang wanita itu dengan lemah. Wanita itu menatap sayu ke arah Isabel.“Nggak apa-apa kok, nanti aku beresin. Nyonyo mau makan sup ayam?” tanya Isabel sambil membantu wanita itu untuk duduk. “Mual, perutku rasanya penuh, aku nggak mau makan,” erang Naftalie segera menolak.“Tapi nyonya belum makan sama sekali, kasian bayinya, bagaimana dia makan?” ucap Isabel kembali membujuk.“Bayi … Jacob bahkan tak mau bayi ini,” isak wanita itu kembali menangis sejadi-jadinya. Kali ini Naftalie tak lagi menahan perasaannya, buat apa dia sudah hancur sehancur-hancurnya.“Tuan hanya salah paham,” ujar Isabel sambil lahan mulai mengeluarkan bahan-baha
Walau berusaha tenang tetapi jika Cecil dalam dekapan William, jantungnya selalu segera berdebar sangat kencang, dan kali ini, sialnya pria itu benar- benar segera mengetahui jantungnya berdebar kencang karena sedang memegangnya.“Jika kamu tidak punya perasaan apa- apa padaku, kenapa jantungmu berdebar kencang seperti ini?” tanya pria itu sambil terus berbisik di telinga Cecilia. Sekujur tubuh wanita muda itu kini mulai merinding, desahan napas William menggelitik tengkuknya. Wanita itu segera mencoba melepaskan diri tanpa menjawab nafasnya terasa sesak karena dia begitu gugup dan kaget. Kali ini salah dia sendiri karena dia yang mendatangi kamar William. Atau sebenarnya dia sendiri memang tidak sanggup bertengkar dengan pria itu apalagi melihat wajahnya yang begitu sedih, jadi tanpa sadar dirinya segera mendekati pria itu lagi. “William,” desah Cecil sambil memegang tangan besar pria itu yang masih memegang pinggang dan juga salah satu dari puncaknya yang kenyal.Sebenarnya Willia
Pria bertubuh gempal itu dengan gusar memasuki pekarangan rumah yang kecil itu. Bagaimana tidak dikatakan kecil, kalau rumah itu hanya memiliki dua kamar. Hal itu juga yang membuatnya merasa sangat kesal kepada tuannya. Karena masih juga belum percaya keadaan istri yang akan dia ceraikan yang dalam keadaan baik, akhirnya tuannya itu menyuruh Ed untuk kembali ke rumah Naftalie dan tidur di rumah itu sampai waktu Jacob akan memanggilnya kembali, yang berarti masih belum dapat ditentukan. Maksud dari keluhan Ed adalah, jika memang dia ingin menceraikan wanita itu, kenapa juga harus ada Ed yang tetap memperhatikan tetap wanita itu?Sebenarnya, bukan ini definisi pekerjaan Ed pada saat dia melamar pekerjaan ini dulu. Dia adalah lulusan universitas internasional. Dan, bukan hanya itu saja, dia juga termasuk yang mendapatkan beasiswa karena nilainya selalu yang paling tinggi di angkatannya. Tapi memang sudah sejak lama, pekerjaannya berubah menjadi tukang suruh-suruh. Kelihatannya meman
William menatap wajah pasrah yang berada di bawahnya itu. Jemari wanita itu masih memegang keperkasaannya segera menundukkan dirinya di atas tubuh seksi wanita muda itu. Wajahnya yang cantik memerah karena sudah terbakar gairah. William segera mencium bibirnya yang terbuka. Wanita itu sudah menerima dirinya seutuhnya, namun ucapan wanita tadi membuatnya terus berpikir, dan tiba- tiba dalam dirinya seakan ada yang mengatakan kalau dia harus berhenti. Wanita itu terkejut ketika William berhenti. Bola mata biru mudanya memandang William dengan tatapan protes. “Kenapa?” Suara wanita itu tercekik karena serak. William mengusap seluruh wajahnya dengan kedua tangannya. “Kenapa Will?” tanya Cecil dengan resah. Wanita itu menatap tubuhnya dan seketika merasa malu. Dia menarik selimut untuk menutupi dirinya. “Aku … tidak seperti bayanganmu ya? Tubuhku ini … tidak seperti yang kamu bayangkan?” tanya Cecil dengan penuh malu. William segera menatap kekasih hatinya itu. “Nggak … nggak ada sam
Jacob pasti sudah gila, tanpa sadar pria itu menyuruh supirnya untuk mengantar dia ke rumah Naftalie. Dia harus melihat wanita itu dengan mata kepalanya sendiri. Enak saja dia tidur dengan pulas sedangkan dia harus tersiksa memandangnya dari CCTV.Begitu sampai ke rumah itu, Jacob segera masuk dan menuju tempat di mana Naftalie tidur. Wanita itu tetap tidur meringkuk sambil menghadap ke pintu. Persis sama seperti yang Jacob lihat dari tadi. Jacob segera naik ke atas tempat tidur dengan maksud untuk marah, berteriak dan melakukan apapun untuk menyakiti Naftalie seperti wanita itu telah menyakiti dirinya. Tapi begitu mendengar suara napas Naftalie yang konstan dan aroma tubuhnya yang manis seperti caramel, membuat Jacob terdiam menahan semua emosinya yang memburu. Walau membenci wanita itu setengah mati, dia tetap mencintainya. Jacob memaki dirinya karena sampai tertidur di samping wanita itu, apalagi ketika wanita itu tersenyum memandangnya seakan dia tak melakukan suatu kesalahan ap