Pertanyaan yang di lontarkan Arumi membuat pak Anton, terdiam sejenak dia sedikit bingung harus menjawab apa. Karena sesuai perintah atasnya tidak boleh memberitahu alasan yang sebenarnya kenapa Arumi di terima tanpa mempertimbangkan wawancara atau dari hal apa pun. "Nona Arumi, sebenarnya nona butuh pekerjaan tidak, kalau tidak kesempatan ini akan saya berikan pada calon karyawan yang lain," Ujar Pak Anton yang sedikit mengancam. Arumi yang sudah terbiasa bekerja sendiri, membuat ia tidak ingin kehilangan kesempatan bagus yang ada di depan mata. "Tunggu pak, aku akan mengambil kesempatan ini," Arumi setuju. Pak Anton bernafas lega, karena akhirnya Arumi mau menerima tawarannya. Tanpa membuang waktu lagi dia menyuruh Arumi untuk mengikutinya ke ruangan untuk menjelaskan beberapa hal yang harus di lakukan oleh Arumi sebelum ia mulai bekerja. Arumi berjalan menyusuri lobi, melihat perusahaan yang besar dan megah membuat ia menatap takjub dan berharap suasana tempat kerja baru
"Ck, untuk apa aku memikirkan hal itu dia juga salah karena berada di club, apa yang aku putuskan sudah tepat dan benar," tegas Dewangga dalam hati. Yang kembali menutup laptop. Di sepanjang jalan Dewangga berusaha menepis rasa bersalah dalam hati, yang terkadang terus datang karena dia yakin Arumi sama seperti wanita yang sering dia temui rela melakukan segala cara untuk mendekati pria seperti dia. Yang memiliki semuanya. Doni yang baru saja mendapatkan satu pesan dari rekannya, dia yang masih fokus menyetir berusaha memberanikan diri untuk menyampaikan hal penting pada sang bos. "Tu-tuan," ucap Doni ragu dengan nada terbata-bata. Seketika Dewa tersadar dari lamunannya, lalu menyuruh asisten pribadinya itu untuk mengatakan hal apa yang ingin di sampaikan. Doni pun mengatakan ada satu paket hadiah untuk bosnya pengiriman dari London, sontak raut wajah Dewa pun berubah menjadi muram dan kesal. Lalu dia memberikan perintah untuk menolak kiriman hadiah untuknya itu. "Tuan y
Arumi sangat penasaran dengan sosok pemilik tempatnya bekerja, baru saja ia mengangkat sedikit wajahnya, tiba-tiba saja karyawan wanita yang di sebelah tak sengaja menginjak kakinya. Sampai membuatnya meringis kesakitan. "Aw sakit," Arumi mengigit bibir atasnya sampai spontan berjongkok memegang kakinya yang sedikit lebam karena terinjak heels karyawan wanita di sampingnya. Sampai Dewangga yang sedang berjalan melewatinya, tidak dia lihat sama sekali. Begitu juga dengan Dewa perhatiannya teralihkan saat pak Anton menjelaskan beberapa hal keadaan perusahaan dalam dua hari terakhir ini. Setelah Dewa memasuki lift yang terhubung di ruangan kebesaran, semua karyawan pun mulai bubar dan kembali bekerja ke ruangan masing-masing hanya tinggal Arumi yang masih berjongkok mengelus tumit kakinya yang masih terasa sakit. Sampai ada salah satu karyawan pria yang melihat dan menghampiri Arumi. Dan mencecarnya beberapa pertanyaan. "Hey, nona. Apa kau adalah karyawan baru?" tanya Pria itu
Mendengar satu pertanyaan yang di lontarkan di bibir Arumi, perlahan Dewa memutar kursi kebesarannya dan menatap ke arah sumber suara yang berada tepat di belakangnya lalu menyahut. "Iya, benar aku..." Belum sempat Dewa menuntaskan perkataannya lelaki berparas tampan itu terkejut. Begitu juga dengan Arumi yang tak kalah kaget, saat melihat jelas sosok bos barunya itu. "Ka-kamu!" pekik Arumi yang spontan berjalan mundur dengan bibir yang tertutup kedua tangannya. Pandangan mereka berdua bertemu, Dewangga benar-benar tidak menyangka bagaimana bisa Arumi di terima kerja di perusahaan tanpa persetujuannya. Membuat dia kembali berpikir negatif. "Ck, kamu sungguh hebat nona Arumi, setelah berhasil membuat nenek ku kasihan padamu, sekarang kamu sengaja menguntit ku sampai ke perusahaan, trik yang sangat luar bisa liciknya," Sindir Dewa dengan nada meledek sembari mengeleng-gelengkan kepala. Mendengar perkataan Dewangga yang membuat hati Arumi tersinggung dan sangat kesal, sampai sponta
Arumi segera menepis tangan Dewa yang melingkar erat di pinggang rampingnya, bahkan dia segera menjaga jarak. Karena tidak mau di tuduh yang tidak-tidak lagi. "Maaf aku tidak sengaja," jelas Arumi yang segera merapihkan diri, lalu bertanya apakah dia sudah boleh kembali ke ruang kerjanya. Tentu saja Dewangga tidak membiarkan pergi begitu saja. Selain dia masih kesal dengan sikap Arumi yang seolah tidak berterima kasih karena sudah di tolong, dia juga ingin menilai bagaimana rasanya kopi yang sudah di buatkan untuknya. Dengan pelan, Dewa mulai meniup lalu meminum kopi buatan Arumi. Kedua bola matanya membulat seketika jantungnya seperti berhenti berdetak baru kali ini pria tampan itu merasakan kopi panas yang membuatnya sangat terkejut, karena tidak menyangka jika Arumi bisa membuatkan kopi yang sangat enak. "Tuan Dewa, bagaimana apakah tuan suka dengan kopinya?" tanya Arumi yang masih setia berdiri setia di samping Dewa. Dewa tersentak kaget saat satu pertanyaan Arumi yang
Siang berganti malam, Dewangga dan Arumi yang baru pulang ke rumah mereka di sambut hangat oleh nyonya Rima yang berharap banyak jika hari ini adalah awal yang baik untuk mereka lebih dekat lagi setelah semuanya yang telah dia rencanakan. "Dewa! Arumi. Akhirnya kalian pulang juga pasti pada cape ya. Kebetulan nenek sudah memasak untuk kalian, setelah kalian mandi cepatlah kemari kita makan bersama." Nyonya Rima menyambut hangat cucu dan menantunya. Melihat wajah Arumi yang terlihat pucat, membuat nyonya Rima mengerutkan kening dan merasa sangat cemas. "Arumi, kamu apa sakit nak? ko wajahnya pucat sekali?" cecar Nyonya Rima seraya membelai wajah Arumi dengan penuh kelembutan. Arumi tersentak, lalu menjawab jika ia baik-baik saja hanya saja tubuhnya sedikit lemas karena menurutnya hari ini pertama kali ia kembali bekerja. Mendengar hal itu nyonya Rima bernafas lega, dan terus menyemangati Arumi. "Syukurlah, kalau kamu baik-baik saja nak. Nenek sangat cemas jika kamu sampai sa
Rania memancarkan ekspresi tidak senang, saat mendengar permintaan sang ayah. Membuatnya begitu kesal dan marah. Tapi dia berusaha menahan diri dan sengaja mencari alasan untuk menolak. "Ayah, aku ini tidak tahu kemana Arumi pergi, lagi pula nomer ponselnya juga tidak aktif sulit mencarinya," Rania beralasan. Pak Harun terdiam, sekilas dia mengingat pertengkarannya dengan Arumi. Yang membuatnya merasa sedikit menyesal. Karena bagaimana bisa putrinya bisa hidup sendiri di luaran sana. Padahal dari kecil Arumi selalu bersamanya. "Kamu benar Rania maafkan ayah, tidak seharusnya merepotkan mu untuk membujuk Arumi pulang," Pak Harun menghela nafas berat. Rania tersenyum lalu mencoba untuk menenangkan sang ayah dengan sikap manipulatifnya. "Ayah, jangan sedih. Sebenarnya Rania mau mencari Arumi tapi sayangnya ponselnya sudah tidak aktif lagi, jadi ayah yang sabar ya. Rania janji ketemu pasti Arumi aku ajak pulang," Rania yang berusaha meyakinkan seraya memutar kedua mata malas. M
Beberapa jam kemudian, Dewa yang baru saja sampai di sebuah rumah sakit pusat kota dia memangil semua para tenaga medis. Hingga terlihat ke tiga wanita berseragam serba putih yang datang menghampiri sembari membawa brankar ke arahnya. "Tuan apa yang terjadi pada nyonya? apa ada yang bisa kami bantu?" tanya para tenaga medis yang terlihat panik. "Cepat periksa dan beri tindakan medis yang terbaik!" Perintah Dewa yang perlahan membaringkan Arumi di atas brankar, lalu membantu para suster itu mendorong menyusuri lobi panjang rumah sakit terbesar itu hingga akhirnya sampai di sebuah ruangan UGD. Dengan berat hati, Para suster itu meminta Dewa cukup mengantar sampai pintu saja, dan hanya perlu menunggu di luar saja. Dewa yang tidak bisa melanggar prosedur pun hanya bisa mematuhi peraturan yang ada berharap tidak terjadi apa-apa pada Arumi, karena dia tidak ingin jika sampai neneknya marah dan menyalahkan dirinya. "Dia kenapa lagi, dulu hampir mau bvnuh diri, sekarang membuat ku r
Disebuah kafe, Adrian mengajak Arumi masuk ke sana, setelah singgah ke restoran tempat favoritnya sudah tutup membuat mereka terpaksa memilih kafe yang masih buka di pusat kota. "Arumi, gimana kalau kita makan di sini saja apa tidak apa-apa?" tanya Adrian memastikan lebih dulu. Arumi yang masih mengedarkan pandangan di area luar kafe, dia merasa sedikit tidak enak hati berharap jika dirinya tidak akan bertemu Dengan orang-orang yang telah menjadi bagian dari masa lalunya. Melihat Arumi yang masih berdiri mematung seolah terlihat bimbang, membuat kedua alis Adrian terangkat penuh keheranan. Lalu memberanikan diri bertanya apa yang wanita cantik yang ada di depannya itu terlihat resah Arumi pun menyahut dan menyanggah pertanyaan Adrian. "Aku tidak apa hanya saja tempat ini amankan?" Arumi memastikan lagi. Adrian hanya menarik nafas dalam-dalam, lalu dia berusaha meyakinkan pada Arumi, jika dia tidak perlu sungkan lagi selama masih ada dirinya di samping. "Arumi! selama aku
Setelah menunggu sekitaran dua puluhan menitan, Adrian sangat terkejut saat Arumi mulai membuka pintu dan terlihat sudah siap untuk berangkat. "Mas Adrian! maafkan aku, pasti sudah menunggu lama ya?" Arumi merasa tidak enak hati. Tentu saja Adrian menjawab jika dia tidak keberatan sama sekali. Tak ingin rencananya gagal Adrian tanpa ragu segera mengajak Arumi pergi ke Resto yang sudah dia booking. "Sudah siap kan? sekarang lebih baik kita pergi keburu malam." "Iya, mas. Tapi aku tidak bisa lama-lama karena beberapa contoh desain untuk besok belum selesai," Arumi sengaja mewanti-wanti lebih dulu. Sebagai teman dan bos pun Adrian setuju, dan berjanji jika mereka tidak akan lama berada di luar. Setelah sepakat mereka berdua bergegas masuk ke dalam mobil saat supir pribadi Adrian membukakan pintu untuk sang tuan. "Tuan, nona silahkan," ujar sang supir sembari membungkukkan badan dengan penuh hormat. Adrian dan Arumi duduk di jok belakang. Suasana di antara mereka terlihat sa
Nyonya Retha menatap tajam Dewa, dia tidak pernah menyangka jika putranya begitu lancang melawan dirinya. Padahal selama ini selalu patuh dan selalu memprioritaskan dirinya. "Dewa! jangan membantah ibu, apa yang ibu pilihkan itu yang terbaik untuk mu," Bentaknya. Dewa yang saat ini tengah merasakan kekacauan di dalam hatinya, kini dia memilih untuk pergi keluar tanpa menghiraukan lagi perintah yang sudah membuatnya sangat muak. "Dewa! tunggu, ibu belum selesai berbicara," panggil nyonya Retha dengan nada tinggi dan menatap tajam pada putra sulungnya. Saat perkataan tidak di gubris. Nyonya Rima yang baru keluar dari kamarnya, wanita tua itu di dampingi kedua pelayan lalu menghampiri Margaretha dan menegurnya karena menurutnya sikapnya terlalu berlebihan. "Retha! lebih baik kamu jangan selalu menekan Dewa, bagaimana pun juga dia sudah dewasa dan tahu kebahagiaan untuk dirinya sendiri," Protes Nyonya Rima menatap kesal putrinya. Margaretha mendelik, dia merasa jika dirinya
Suster Rini mencoba untuk melihat sosok pria yang ada di dalam foto yang di pegang oleh Excel, terlihat sangat tampan dan gagah. "Pria ini kenapa terasa tidak asing ya?" gumam Suster Rini sembari memutar kedua bola matanya. Excel menatap suster Rini, lalu jagoan kecil itu bertanya karena penasaran. "Suster!" panggil Excel dengan nada gemasnya. Seketika suster Rini terbuyar dari lamunannya, lalu duduk dan jongkok. "Iya ada apa Excel?" sahut suster Rini sembari mengelus kepala jagoan kecil itu. "Suster kenal tidak sama om tampan ini? ko bisa ada di lemari mommy ya?" tanya Excel penasaran. Suster Rini tersenyum lalu dia menjawab, jika tidak mengenal pria itu akan tetapi wanita itu sedikit mulai menatap jelas foto sang pria dengan wajah Excel yang memiliki kemiripan. "Suster gak tahu anak manis, tapi nanti akan coba suster cari tahu ya, sekarang makan dulu biar cepat besar dan nanti bisa cari dady gimana?" bujuk suster Rini sembari menyodorkan makanan di atas sendok. Excel
"Cukup Laura! berhenti berteriak di depan ku!" Dewa menghardik Laura, di saat kekasih di masa kecilnya itu terus menuntut untuk menikah membuatnya semakin emosi sampai memegang kepala yang masih terasa sakit dan pusing karena pengaruh alkohol yang belum sepenuhnya hilang. Laura tergugu, baru kali ini dia melihat ekspresi Dewa yang sangat marah. Padahal selama mereka pacaran dulu tidak pernah membentak membuat wanita berprofesi sebagai model itu semakin tidak tenang. "Tidak bisa! jangan menyuruh aku untuk diam, kesabaran aku sudah habis mas. Aku kembali hanya untuk kami demi meneruskan impian masa depan kita," Ungkap Laura dengan keinginannya. Semakin di desak Dewa semakin emosi, apa lagi dia yang tidak suka di atur oleh seorang wanita membuatnya terpaksa mengucapkan peringatan untuk uang kedua kalinya di saat mereka berdua beradu argument. "Berhenti! atau aku tidak akan mengijinkan mu menemui ku di mana pun berada," Ancam Dewa terlihat serius. Seketika Laura terdiam dan
Arumi tercengang, saat melihat dan mendengar pertanyaan cinta Adrian yang membuatnya tak habis pikir dan sulit untuk di percaya, karena selama ini sosok lelaki yang ada di depannya itu telah ia anggap sebagai Kaka senior tidak lebih dari itu. "Arumi! apa kamu mendengar ku?" Adrian memegang erat tangan Arumi, sembari menatap dalam tanpa berkedip sedikit pun. Keduanya saling menatap satu sama lain, terutama Adrian, seolah tak ingin melepaskan pandanganya walaupun sebentar saja. Berbeda hal dengan Arumi. Wanita cantik itu berusaha memalingkan wajah ke samping. Rasanya begitu berat untuk menjawab tapi ia memberanikan diri walaupun tidak tahu jawabannya akan di terima atau tidak oleh Adrian. Setelah menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya pelan, Arumi memberikan sebuah jawaban. "Mas Adrian! kamu adalah pria baik, rasanya sangat cocok jika mencari seorang gadis di luar sana yang masih single, tidak seperti aku." Lirih Arumi yang merasa sangat insecure. Namun yang jelas dalam
Adrian tidak yakin saat mendengar perkataan Arumi, yang sudah tidak peduli lagi pada Dewa. Karena terdengar dari nada suaranya yang penuh dengan keterpaksaan. "Benarkah seperti itu? apa kamu tidak marah melihat berita skandal tentang mereka?" Adrian memastikan kembali. Arumi rasanya sangat sesak setiap kali ada orang yang membahas tentang Dewa, yang sudah pelan dia lupakan meskipun ada luka hati yang sangat sulit untuk dia sembuhkan. "Cukup tuan, tolong jangan bahas tentang mereka lagi," Pinta Arumi dengan nada sedikit tinggi. Untuk yang pertama kalinya, Adrian sangat terkejut saat melihat Arumi sampai marah dan terlihat sangat serius. "Baiklah, maafkan aku. Aku tidak akan membahas tentang dia lagi," Sesal Adrian. Arumi tidak banyak bicara lagi, satu panggilan dari baby sisternya membuat dia begitu antusias, karena pasti jagoan kecilnya yang ingin menelpon. Setelah menjaga jarak di saat mengangkat telepon dari Excel, Arumi terlihat sangat senang mengingat beberapa jam y
Dewa menghela nafas jengah, saat Laura terus menuntut agar segera menikahinya. Tak ingin banyak bicara lelaki tampan itu pun keluar dari kamar tanpa bicara lagi. "Mas Dewa! tunggu," Laura tidak terima di tinggal begitu saja. Dia berjalan mengikuti Dewangga. Hingga terlihat beberapa kelompok paparazi yang sudah sigap mencari bahan berita terutama seorang Dewa, selain di kenal sebagai CEO muda yang tengah jadi perbincangan hangat di khalayak umum. Terutama sejak berita sang istri pergi. Dewa terkejut, saat melihat para wartawan itu menghadang dirinya dengan beberapa bidik kamera, dan mereka juga melontarkan beberapa pertanyaan padanya. "Tuan Dewa! kenapa anda dan nona keluar dari ruangan kamar yang sama? jangan bilang kalian berdua sudah merajut tali kasih kembali?" celetuk salah satu wartawan tanpa ragu. "Iya benar, apa kalian sudah bersama lagi? lalu bagaimana dengan nona Arumi?" sambung karyawan lainnya. Dewa semakin kesal saat melihat dan mendengar pertanyaan para war
Pertanyaan Adrian membuat Arumi sedikit tidak nyaman, karena bagi Arumi yang dia pikirkan saat ini hanyalah putra kesayangannya dengan karier. "Arumi! Apa kamu mendengar ku?" Adrian memastikan kembali sembari menatap wanita yang sudah dia idamkan dari samping. "Iya mas, aku mendengarnya untuk saat ini aku belum memikirkan hal itu. Selain mengejar karier, aku juga ingin membantu ayah merebut perusahaanya kembali dari Daniel," Jelas Arumi dengan nada santai dan terus berusaha menghindari tatapan Adrian yang terus membidik ke arahnya. Ekspresi wajah Adrian terlihat sangat kecewa tapi dia tidak ingin terlihat kesal oleh Arumi. Dan berusaha tetap menjadi orang yang bijak. "Tidak baik terlalu lama terlarut masa lalu, belajarlah membuka hati untuk pria lain, dan Arumi apakah kamu tahu jika aku .." Adrian belum tuntas mengungkapkan perasaannya. Dia terkejut saat mendapati Arumi sudah tertidur saja. Membuat Adrian menggelengkan kepala dan tak habis pikir. Entah harus sampai kapan dia bers