***
Anne melangkah dengan anggun di lorong marmer yang menghantarkan ke pintu utama kediaman utama keluarga Schlossberg. Rumah itu memancarkan kemegahan dan keanggunan yang melekat pada keluarga aristokrat tersebut. Anne telah disambut oleh pelayan yang membuka pintu dengan hormat, mempersilakan masuk.
Di ruang tengah yang luas, Anne melihat seorang pria muda yang berdiri di dekat jendela besar, memandang keluar dengan pandangan yang dalam. Pria itu adalah Leonardo von Schlossberg, anak kedua keluarga tersebut, yang legendaris karena ketampanannya dan kepintarannya dalam mengelola kekayaan keluarga setelah Ludwig meninggalkan Jerman selama sebelas tahun.
Anne mendekati Leonardo dengan langkah ringan, hatinya berdebar karena tugas penting yang harus dilaksanakan. "Leonardo," panggilnya dengan sopan.
Leonardo berbalik, mata birunya memancarkan ketertarikan saat ia melihat Anne. "Ah, Anne, apa yang membawa kamu ke sini?" tanyanya dengan dingin, langkahnya me
***Langit di luar jendela berganti warna, dari biru muda ke orange, saat Ludwig duduk di meja tulisnya, tenggelam dalam pekerjaannya. Namun, ketika teleponnya berdering, memutus kesunyian, dia meraih gagangnya dengan cepat, mencoba untuk menahan ketegangan yang merambat di dalam dirinya."Leonardo," sapanya saat melihat nama saudaranya muncul di layar. Ia terkejut karena adiknya itu tak pernah mau mengabarinya dan juga Leonardo adalah orang pertama yang menginginkannya pergi dari kediaman utama keluarga Schlossberg di Jerman."Ludwig," jawab Leonardo di ujung sambungan, suaranya penuh dengan kebencian yang tak tersembunyi.Ludwig menelan ludah, mengetahui bahwa panggilan ini tidak akan menyenangkan. "Ada apa, Leonardo?""Oh, hanya ingin menyapa kakakku yang tercinta," balas Leonardo dengan sinis. "Atau, apakah aku boleh memanggilmu 'pembunuh' sekarang?"Ludwig terdiam, mencoba untuk menahan amarahnya yang semakin memuncak. "Jangan mulai, Le
***“Aku lelah, Kinan,” ucap Ludwig dengan suara yang parau. Pria itu merasa tubuhnya lelah luar biasa, jiwanya seperti kembali lemah saat kenangan buruk itu menguasai hati dan pikirannya.Ludwig masih tidur di atas pangkuan Kinan dengan mata terpejam, wanita itu mengusap lembut puncak kepala Ludwig, pria itu sudah jauh lebih tenang saat ia memberikan segelas air putih.“Aku pria yang lemah, bukan? Hanya karena telepon dari adikku, aku merasa dunia ini runtuh lagi dan aku tidak bisa berpura-pura kuat, apalagi di depanmu, aku lelah, Kinan,” tambah Ludwig lagi.“Kamu bukan lemah, Ludwig. Tidak apa-apa, begitulah dunia memang tempatnya lelah, manusia pasti merasakan bagaimana itu merasa lelah,” balas Kinan.“Lalu, apa yang harus aku lakukan? Kenapa aku begitu lemah begini, aku benar-benar sangat lelah bertarung dengan luka di masa laluku,” ucap Ludwig terdengar frustasi.“Ludwig, tidak apa-a
***Kinan duduk di depan meja rias dengan penuh konsentrasi, sementara Ludwig duduk santai di kursi di dekatnya, menatap dengan penuh kekaguman saat Kinan merias wajahnya.Kinan tersenyum puas melihat hasil kerjanya. "Selesai," ujarnya dengan bangga, memperhatikan wajah Ludwig yang terlihat sempurna dengan sentuhan make-up yang halus.Ludwig tersenyum lebar, matanya berbinar melihat istrinya dengan penuh kekaguman. "Terima kasih, sayang. Kamu selalu membuatku terlihat lebih baik dari yang seharusnya, aku selalu merepotkanmu jika mau pergi ke luar," ucapnya dengan suara lembut.Kinan juga tersenyum, “Aku senang melakukannya,” balasnya, lalu matanya dipenuhi dengan cinta saat dia menatap suaminya yang sangat tampan. Ludwig, dengan postur tinggi dan gagah, terlihat menawan dengan stelan jas yang me lekat di tubuhnya."Kenapa kamu tersenyum?" tanya Ludwig dengan penuh rasa ingin tahu.Kinan menjawab dengan malu-malu, "Karena suamiku
***Suasana hening saat Ludwig selesai berbicara, ia melihat ke arah Kinan dan terkejut mendapati Kinan seperti ada sesuatu yang tidak beres, lalu ia berjalan mendekati Kinan dan menyadari ketegangan yang terjadi. "Ada apa?" tanyanya dengan suara tegas, mencoba untuk mengetahui penyebab kehebohan tersebut."Maaf, Mr. Ludwig," jawab karyawan tersebut dengan gugup, "Ada seorang wanita asing yang bukan bagian dari perusahaan ini yang memotret Anda." Dia menunjukkan ponselnya yang ternyata adalah milik Kinan, istri Ludwig. Ia menatap Kinan dengan sinis.Ekspresi wajah Ludwig tetap tenang, tetapi matanya memancarkan keputusan yang jelas. "Kembalikan ponsel itu," perintahnya dengan tegas kepada karyawan tersebut.Karyawan itu terkejut dan tidak menyangka akan mendapat perintah seperti itu. "A-apa?" balasnya, kebingungan."Kembalikan ponsel itu pada istriku," Ludwig menegaskan sekali lagi, membuat semua yang menyaksikan kejadian itu terperangah.Ka
***Malam yang hening menyelimuti ruang bawah di kediaman Ludwig. Mereka duduk di sofa, menatap satu sama lain dengan tatapan penuh makna, mereka membaca buku dan sekaligus diskusi tentang agama. Setelah beberapa saat, Ludwig memutuskan untuk mengucapkan kata-katanya."Kinan, aku punya sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Ludwig dengan suara lembut, mencoba menembus keheningan yang menyelimuti mereka.Kinan menatap suaminya dengan rasa penasaran yang jelas terpancar dari matanya. "Ada apa, Ludwig?" tanyanya dengan nada cemas.Ludwig menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aku ingin kamu mengundurkan diri dari sekolah," ucapnya tiba-tiba.Ketika mendengar permintaan itu, Kinan terkejut. Matanya memperbesar, mencoba mencerna informasi yang baru saja didengarnya. "Mengundurkan diri? Tapi, mengapa, Ludwig?" tanyanya, mencoba mencari alasan di balik keputusan itu.Ludwig menatap Kinan dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin kamu di rumah saja bersamaku," jawabnya dengan l
***Saat jam istirahat tiba, Kinan mengetuk dan memberi salam pada Bu Endang, kepala sekolah. Dan Bu Endang mempersilakannya untuk masuk. Di ruang kepala sekolah yang tenang, Kinan duduk di hadapan Bu Endang, kepala sekolah yang selama ini selalu memperhatikannya dan menganggap ia seperti putrinya sendiri, Mata mereka bertatapan, mencerminkan perasaan kekhawatiran dan kepedulian.“Ada apa, Bu? Apakah ada masalah tentang anak-anak?” tanta Endang.Kinan menggelengkan kepalanya dan tersenyum, “Ini bukan tentang masalah anak-anak, Bu,” balasnya.”“Katakan saja, Bu Kinan. Jangan sungkan pada saya,” pinta Endang."Bu Endang, saya ingin mengatakan sesuatu," ucap Kinan dengan suara yang lembut, mencoba menemukan kata-kata yang tepat.Bu Endang mendengarkan dengan penuh perhatian, menunggu apa yang akan diucapkan oleh Kinan."Saya sangat berat sebenarnya membicarakan masalah ini, tapi saya harus
***Suasana ruang guru di Sekolah menjadi tegang ketika berita tentang Kinan, salah satu guru yang paling disukai anak-anak di sekolah itu, menyebar dengan cepat di antara rekan-rekannya. Mereka berkumpul di ruang guru, wajah-wajah mereka penuh dengan keheranan dan kekhawatiran."Apa benar Bu Kinan akan berhenti mengajar?" bisik seorang guru kepada yang lain, mencoba mencari konfirmasi atas gosip yang beredar."Gosipnya begitu," jawab guru lain dengan nada serius. "Katanya suaminya memaksa Kinan untuk pergi."Semua guru terkejut. Mereka tidak bisa membayangkan bahwa Kinan, yang begitu berbakat dan dicintai oleh semua murid, akan meninggalkan pekerjaannya."Tapi mengapa?" tanya seorang guru wanita dengan suara gemetar. "Dan siapa suaminya? Apa yang kita tahu tentang dia?"Seorang guru lain ikut campur dalam pembicaraan, menyampaikan apa yang dia dengar dari sumber yang tidak diketahui. "Katanya suaminya adalah pria yang kejam. Dia memaksa Kinan untuk pergi dan meninggalkan segalanya. K
***Kinan dan Tony duduk saling berhadapan, Kinan menatap ayahnya dengan perasaan yang rumit dan ia pun tersenyum, ia merindukan ayahnya yang dulu, ayahnya yang hangat dan selalu menggendongnya saat ia menunggu kepulangan sang ayah di depan pintu.“Ayah, waktu cepat berlalu. Aku masih merasa selalu jadi anak kecil di depanmu dan sudah lama kita berdua tidak bisa berbicara sesantai ini, tak lama lagi aku akan pergi, entah sampai kapan aku kembali ke sini karena Ludwig tidak memberitahukanku kapan pastinya,” ucap Kinan, ia menjeda ucapannya untuk mengumpulkan kekuatannya, “Ayah,” lanjutnya, “Aku minta maaf kalau selama ini selalu membuat Ayah kecewa dan bukan jadi seorang putri yang Ayah inginkan, aku manusia biasa, aku juga tidak bisa mengabulkan semua hal yang Ayah inginkan karena kemampuan manusia terbatas, aku selama ini sudah bekerja keras agar Ayah bisa bangga padaku, aku belajar terus menerus agar jadi nomor satu di sekolah hanya ingin mendengar kata, ‘Ayah bangga padamu, Nak’ h
***Lima bulan berlalu...Kinan sedang memangku bayi mungil di depan rumahnya. Rumah yang beberapa bulan ini ia tempati bersama suaminya, Arthur. Dan tentu saja Tony, ayahnya menemaninya. Ia merasa bahagia karena ayahnya Tony saat ini selalu ada bersamanya dan selalu membantunya mengurus sang buah hati.“Ayah,” ucap Kinan lembut, ia tidak melihat Tony setelah sholat subuh. “Apa Ayah ketiduran, ya?” gumammya.Kinan berjalan pelan menuju kamar ayahnya, pintu sedikit terbuka. Ia melihat Tony sedang dalam posisi sujud. Ia mengernyitkan kening dan tersenyum, melihat betapa khusyuk ayahnya dalam sholat. Tony memang dikenal sebagai sosok yang sangat taat beribadah beberapa bulan terakhir ini, dan Tony mengatakan selalu menemukan ketenangan dalam setiap doanya.Kinan memutuskan untuk duduk di dekat pintu, menunggu ayahnya selesai sholat. Ia membuka ponselnya, mengecek beberapa pesan, lalu memandang kembali ke arah Tony. Setengah jam berlalu, namun posisi Tony tidak berubah sedikit pun."Ayah,
***Waktu cepat berlalu dan sudah empat bulan usia kehamilan Kinan saat ini, dan kebahagiaan yang ia rasakan semakin bertambah saat dokter menyatakan bahwa ia sudah bisa bepergian dengan pesawat udara. Pagi itu, Kinan dengan semangat memberitahukannya pada adik iparnya, Vincent agar membantunya untuk membeli tiket pesawat ke Madinah esok hari, pria itu sangat senang dan ia langsung memesan dua tiket untuk kakak iparnya dan juga Tony. Lalu, Kinan juga mengabarkan berita baik ini kepada ayahnya, Tony."Ayah, dokter bilang aku sudah bisa bepergian dengan pesawat!" seru Kinan penuh antusias saat memasuki kamar ayahnya.Tony yang sedang sibuk membaca laporan kerja dari salah satu karyawannya di gerai mengangkat kepalanya dan tersenyum melihat putrinya yang berseri-seri. "Benarkah, sayang? Itu berita yang luar biasa, Nak!" jawabnya sambil berdiri dan memeluk Kinan."Aku ingin menyusul Ludwig ke Madinah, Ayah. Aku ingin memberinya kejutan. Dia tidak akan tahu bahwa aku akan datang, aku suda
***Ludwig dan Kinan duduk berdampingan di sofa, wajah mereka berseri-seri memandangi layar ponsel yang menampilkan wajah Patricia yang kelelahan namun bahagia. Di pelukannya, tampak seorang bayi perempuan yang mungil dan menggemaskan, masih dengan selimut rumah sakit membungkus tubuh kecilnya. Patricia tersenyum lebar, jelas bangga dan penuh kasih sayang terhadap putrinya yang baru lahir."Patricia, dia sangat cantik!" seru Kinan dengan suara penuh haru. "Selamat, kamu sudah menjadi ibu dua anak sekarang."Patricia tertawa lembut. "Terima kasih, Kinan. Aku merasa seperti hidupku baru saja dimulai. Lihatlah betapa mungilnya dia. Apalagi aku selalu mengharapkan menggendong bayi perempuan."Ludwig menatap bayi itu dengan mata berbinar. "Dia benar-benar anugerah, Patricia. Selamat sekali lagi. Kami sangat bahagia untukmu."Patricia mengangguk dengan wajah penuh kebahagiaan. "Terima kasih, Ludwig. Kami tidak sabar untuk kalian bertemu dengannya langsung."“Dan kami ada berita bagus untukm
***Ludwig berdiri di depan cermin besar, merapikan dasi hitamnya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Malam ini adalah malam istimewa yang telah ia rencanakan dengan seksama. Ia telah menyewa sebuah restoran mahal dan mewah secara privat hanya untuk makan malam romantis bersama sang istri, Kinan. Semuanya telah disiapkan, dari makanan terbaik hingga dekorasi yang indah, semua dirancang untuk membuat Kinan merasa sangat istimewa. Apalagi Kinan yang memintanya dan sang istri akhir-akhir berubah jadi istri yang manja dan mudah cemburuan, perubahan itu membuatnya terkejut, tapi ia sangat menyukainya karena Kinan semakin menggemaskan di matanya.Pintu kamar terbuka, dan Kinan muncul dengan gamis indah berwarna merah yang anggun. Mata Ludwig berbinar melihat kecantikan istrinya. "Sayangku, kamu terlihat menakjubkan," katanya dengan penuh kagum.Kinan tersenyum malu-malu. "Terima kasih, sayang. Suamiku juga terlihat sangat tampan. Apakah ka
***“Sayang, bagaimana sekarang? Kamu sudah tidak pusing lagi?” tanya Ludwig.Kinan menggelengkan kepalanya dan tersenyum, ia menatap suaminya dengan tatapan tak terbaca.Ludwig mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang tidak biasa dari diri Kinan, “Ada apa, sayang? Mau bicara sesuatu?” tanyanya.Kinan langsung memeluk suaminya dan hal itu tentu saja membuat Ludwig terkejut karena dari kemarin istrinya itu sangat manja, terlebih lagi Kinan bisa marah saat ia lupa memberi kabar karena kemarin sangat sibuk mengurus segala hal di keluarga Schlossberg.“Sayang, kalau ada salah aku minta maaf. Lebih baik kamu marah saja sama aku daripada mendiamkanku seperti ini. Aku nggak bisa kalau kamu mendiamkanku,” ucap Ludwig.Kinan melepaskan pelukannya dan tersenyum menatap suaminya, “Mana bisa aku marah sama suamiku, kalau sebal ya paling dikit,” balasnya.“Ada apa?” tanya Ludwig.“Bagaimana urusan kamu dengan Leo? Terus ke depannya, semua yang dimiliki keluarga Schlossberg bena-benar kamu le
***Leonardo duduk sendirian di dalam sel tahanan, tatapan kosongnya terpaku pada dinding dingin yang menyelimutinya. Wajahnya pucat dan lesu, air mata tak terbendung meluncur turun membasahi pipinya. Hati dan pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang tak terperi."Dulu, segala sesuatunya begitu indah," gumam Leonardo dalam diam, suaranya serak oleh rintihan tangisnya yang terdengar. "Keluarga, cinta, kebahagiaan. Semuanya hancur oleh rasa iri dan kebencianku."Ingatan akan masa lalu datang menghantamnya seperti gelombang yang ganas. Dia mengingat senyum kedua orang tua dan juga saudara-saudaranya, kehangatan keluarga yang pernah dirasakannya. Namun, kebencian dan niat jahatnya terhadap Ludwig telah mengubah segalanya."Dosaku terlalu besar," bisik Leonardo dengan suara tercekik oleh air mata. "Aku telah merusak segalanya dengan tangan sendiri. Bagaimana aku bisa begitu buta dan bodoh? Dia kakakku, tapi aku ingin menghancurkannya karena aku terlalu iri dan cemburu padanya."Vincent, adi
***“Kau memintaku meminta maaf padanya? Apa kau juga akan pergi meninggalkanku?” tanya Lenardo.“Aku sangat mencintai kalian dan juga menghormati kalian sebagai kakakku dan panutanku. Tapi, jika kau melakukan kejahatan, aku tidak bisa diam saja. Aku membencinya, aku tidak suka kalau kita menyakiti satu sama lainnya,” balas Vincent.Leonardo terdiam sejenak, pria itu masih terus memikirkan kegagalan rencananya. Dia merasa marah pada dirinya sendiri karena telah membiarkan Ludwig menghancurkan segalanya.“Aku tidak peduli, Vincent. Meski akua da ikatan darah dengannya, aku tidak akan membiarkan dia menghancurkanku,” tukas Leonardo."Apa yang kamu lakukan, Leo?" tanya Vincent agak khawatir.Leonardo menatap Vincent dengan sedikit ketegangan. "Aku hanya berusaha untuk melindungi apa yang milikku, Vincent. Kamu tidak akan mengerti. Selama ini, selama belasan tahun aku yang berjuang untuk keluarga ini, aku tidak mau dia mengambilnya dengan mudah!"Vincent menggeleng, ekspresinya penuh den
***Anne duduk di kursi dengan tubuh yang gemetar, tangisannya tak kunjung reda. Kendrick, suaminya, berdiri di hadapannya dengan ekspresi kecewa yang sulit untuk disembunyikan."Aku minta maaf, Kendrick," bisik Anne di antara tangisannya. "Aku tidak bermaksud melukaimu. Kejadian ini buka mauku, kamu harus percaya padauk."Kendrick hanya mengangguk, wajahnya tetap keras. "Apakah semua ini benar-benar karena ancaman dari Leonardo?" tanyanya, suaranya terdengar rapuh.Anne terkejut saat suaminya mengetahui semuanya, ia menundukkan kepala, "Ya, Kendrick. Aku tidak punya pilihan. Dia mengancam akan menghancurkan segalanya jika aku tidak melakukan apa yang dia katakan."Kendrick menghela napas panjang, mencoba meredakan kekecewaannya. "Jadi, semua ini karena ancaman dari pria itu?"Anne mengangguk, mencoba menatap mata suaminya, tapi ia tidak mampu. "Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar, Kendrick. Aku berharap kau bisa memaafkanku."Kendrick tetap diam, merenungkan semua yang telah t
***Ludwig menatap Kinan dengan perasaan bersalah, “Sayang, ,maafkan aku… ““Kenapa kamu meminta maaf?” Kinan bertanya balik.Ludwig duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap hampa ke luar jendela, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan penyesalannya. Kinan berdiri di dekatnya, menatap pria itu dengan tatapan lembut.“Masalah tadi,” balas pria itu, namun ia bingung bagaimana untuk memulainya, ia hanya takut membuat istrinya terluka."Ludwig," panggil Kinan, suaranya lembut dan penuh dengan kehangatan.Ludwig menoleh, ekspresinya terlihat tegang. "Aku benar-benar minta maaf, Kinan. Aku tidak sengaja melihat apa yang seharusnya tidak aku lihat. Aku tidak bermaksud..."Kinan segera mengangkat tangannya untuk membuat Ludwig diam. "Tidak perlu banyak bicara, Ludwig," ujarnya dengan lembut. "Aku mengerti bahwa itu adalah situasi yang sulit."Ludwig menarik napas lega, tetapi rasa bersalah masih menghantuinya. "Aku akan selalu menyesalinya. Aku tidak ingin menyakitimu, Anne… aku