“Aku gak akan membuang waktu Om dengan percuma. Justru aku pengen ngasi tau Om sesuatu yang pasti bisa bikin Om senang,” Jelas Azalea. [Jangan bertele-tele!] “Ok, aku langsung masuk ke intinya. Jadi sebenarnya waktu Barra sedang mandi, aku udah aktifin kamera handphoneku di tempat yang gak diketahui Barra, tujuannya untuk merekam kebersamaan kami di sana. Seperti yang Om suruh, aku harus bisa membuat Barra bertekuk lutut sama aku dan kami akhirnya menghabiskan waktu berdua di kamar itu. Tadinya aku pikir aku pasti berhasil membuat Barra meniduri aku dan aku bisa hamil setelah kejadian itu. Dan rekaman hubungan intim kami bisa aku jadikan alat untuk mendesak Barra supaya bertanggung jawab atas kehamilan aku nanti. Tapi sayang, semua rencana gagal!” ujar Azalea. [Lalu kamu cerita kegagalan kamu itu untuk apa? Mau menunjukkan betapa tidak bergunanya kamu?] “Sebentar, Om. Jangan marah-marah terus, aku belum selesai,” Azalea mendengus kesal. Sakit hati akan ucapan Haris yang mengatakan
“Alhamdulillah. Selagi kamu percaya sama suami kamu, sebesar dan sebanyak apapun cobaan, cinta kalian berdua akan tetap kuat. Teruslah seperti ini ya, Nak...” Syafira bangga pada sang Menantu. “InsyaaAIIah. Sekarang Mas Barra gimana, Mom?” “Seharusnya jadwal penerbangannya ke Jakarta pukul tujuh malam nanti. Tapi karena masalah ini, dia mempercepat kepulangan ke sini. Setelah Azalea dibawa ke kantor polisi tadi, Barra dan Jefri langsung ke Bandara. Gak perlu berlama-lama di tempat itu, daripada muncul masalah baru nanti. Mungkin jam sembilan malam, dia udah tiba di Jakarta,” Jelas Syafira, seketika membuat Olivia senang. “Kamu udah rindu Mas Barra, hem?” Syafira menggoda Olivia. Olivia mesem-mesem, lalu mengangguk malu-malu. “Aah... Manis sekali kalian ini. Barra juga tadi ditelepon nanyain kamu terus. Dia gak sabar mau bersama istrinya lagi, rindu berat dia. Dasar si Bucin!” Syafira geleng-geleng kepala. Sementara di depan pintu, Amanda dan Virendra mendengar percakapan antara
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Langkah Barra yang cepat, seketika terhenti saat melihat kerumunan awak media sudah menunggu di pintu keluar Bandara. Dengan raut wajah terkejut, ia mengerutkan kening, keheranan dengan hadirnya para wartawan di sana. “Ada apa ini?” gumamnya dalam hati, perasaannya tak enak. Sementara Jefri dan petugas keamanan bergegas mendekat, langsung siaga memberikan penjagaan ketat pada Barra agar para media tersebut tetap menjaga jarak. Flash kamera yang diarahkan pada CEO UD Entertainment itu, begitu menyilaukan. Awak media berusaha mendekati posisi Barra dengan pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan tanpa jeda. “Bagaimana komentar Anda tentang video mesra anda yang beredar barusan, Pak Barra?” teriak salah satu wartawan, membuat Barra terlonjak kaget. Video mesra dirinya? Apa maksudnya? Jefri segera melangkah ke depan, mencoba menghalangi wartawan yang terus mendesak. Sementara Syifa yang berjalan di samping Barra, mencari informasi di ponselnya
“Itu yang belum saya ketahui. Saya akan mencari tau. Parahnya, Azalea akan segera kembali ke Jakarta. Dia sudah berada di Bandara kota itu,” sambung Jefri geleng-geleng kepala. “Kita terkecoh. Kita pikir dengan dia ditahan, masalah akan selesai. Ternyata dia masih juga berulah. Perempuan itu benar-benar gila!” Syifa menggerutu. “Ada seseorang yang kuat berada di belakangnya!” sahut Barra, wajahnya dingin menahan kemarahan. Ada yang coba-coba cari masalah dengannya. Jefri dan Syifa sontak menatap Barra, benar juga apa yang dikatakan Bos mereka itu. Penjamin Azalea pasti bukan sembarang orang. “Cari tau siapa orang itu, Jef! Meskipun kita membuat laporan tentang masalah ini, Azalea tidak akan tersentuh karena dia dilindungi seseorang yang kuat. Kita lihat, sekuat apa orang itu setelah Barra Malik Virendra mengambil tindakan keras!” Barra mengeraskan rahang, masih berusaha kuat mengontrol emosi. “Baik, Pak. Akan saya selidiki!” Jefri menegaskan. “Dan Azalea, Pak?” Syifa masih tak p
Tak buang waktu lagi, Barra berlari menaiki anak tangga. Secepatnya menemui sang istri. Amanda mengikuti di belakang Barra. Menantunya itu benar-benar tampak kacau. la yakin Olivia tak akan percaya pada apa yang akan dijelaskan Barra nantinya, karena pria itu tak ada bukti sama sekali selain ucapan semata. Akan ia bantu Barra agar membuat Olivia tidak salah paham dan mau mempercayai suaminya sendiri. Mungkin dengan menunjukkan video asli yang ia miliki dari Amal, misalnya. Amanda belum ada menceritakan pada Putrinya maupun pada Virendra dan Syafira tentang dirinya yang memiliki bukti jika Barra memang dijebak Azalea, mengingat Olivia baru saja sadar dari pingsannya. Sebenarnya, Amanda pun tak ada keinginan untuk mengatakan jika ia memiliki rekaman video kejadian sebenarnya, karena hanya akan membuat semua orang kaget mengetahui jika dirinya sudah mengikuti dan memantau kegiatan Barra selama di desa itu. Ini hanya akan menunjukkan jika dirinya masih belum sepenuhnya mempercayai men
Pukul 21.OO wib Elgard masuk ke dalam ruang kerja Haris Nugroho dengan senyum sumringah. “Pa...” serunya begitu senang. Dengan tergesa-gesa, Putra satu-satunya Haris itu mendekati sang Ayah yang sedang duduk di kursi kerjanya. Haris membuka kacamata, menatap Elgard yang langsung mengambil duduk di depannya. la ikut berseri, sudah tahu jika putranya itu sedang berbahagia. “Papa keren! Bagaimana bisa Papa punya ide menyebar video berdurasi enam detik. Kayak video-video syur artis yang tersebar beberapa detik aja, tapi ini lebih membuat penasaran karena nanggung, hahaha...” Elgard tertawa lepas, senangnya ia dengan keberhasilan rencana B sang Ayah. “ltu ide Azalea. Dia meminta pendapat Papa untuk melakukan ide briliannya ini. Papa langsung setuju dan malam ini juga video itu diunggah ke media sosial. Heboh semua orang, bukan?” Haris ikut tertawa. Rencana kali ini memang berhasil sesuai dengan harapannya. “Ya, Pa. Semua orang heboh sekarang. Barra Malik Virendra ketahuan beneran ber
Olivia menyiapkan baju tidur Barra di atas tempat tidur. Suaminya masih di kamar mandi, membersihkan badan setelah pulang dari luar kota tadi. Tak berselang lama, Barra pun keluar dari kamar mandi dengan jubah handuknya. Tubuh pria itu terasa segar, pikirannya tenang dan ringan. Perasaannya begitu bahagia, juga lega setelah mendapatkan dukungan dari seluruh keluarga besarnya, terutama Olivia sang istri. Olivia yang sudah mengenakan sleepdress satin dengan tali halus menggantung di bahu mulusnya, melihat Barra yang juga terkesima menatapnya. Tampak jelas sorot mata penuh damba dan kerinduan dari tatapan pria itu, Olivianya cantik sekali malam ini. Saat Olivia mempercayai dirinya atas apa yang terjadi, rasa cinta dan kagumnya pada wanita itu semakin membahana. Semakin cinta, semakin tampak cantik dan mengg-airahkan pula istrinya itu di matanya. Tak membuang waktu, Barra berjalan mendekati tempat tidur, pada Olivia yang tersenyum lembut, tengah berdiri di sana. “Ini piyaman
Azalea melangkah penuh percaya diri di sepanjang terminal Bandara. Dua pengawal pribadi yang diutus oleh Haris Nugroho untuk melindunginya dari kemungkinan serangan para anak buah Barra, mengikuti dari belakang dengan waspada. “Azalea...” “Azalea Stevani...” Langkah Azalea terhenti. Mendadak dirinya dikerumuni para awak media saat hendak memasuki mobilnya yang telah disiapkan oleh Haris Nugroho untuk menjemputnya di Bandara tersebut. Dua bodyguard sigap melindungi Azalea dari kerumunan media yang memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. “Ya, ya... Satu-satu kalau mau bertanya,” ucap Azalea ramah, meladeni. “Bagaimana tanggapan anda tentang video enam detik anda dan Barra Malik Virendra yang tersebar?” tanya salah seorang wartawan. “Ya Tuhan... Aku bahkan gak tau sama sekali tentang video itu. Aku kena masalah waktu di desa, tepatnya di penginapan. Jadi handphone aku ada yang membajak!” ungkap Azalea dengan wajahnya yang dibuat seakan merasa malu pada apa yang terjadi. “Jadi
“Baguslah masalah cepat selesai. Kakek cuma ingin hubungan kamu dan Barra baik-baik saja, tidak terpengaruh dengan apa yang terjadi kemarin. Yang Kakek mau, kalian berdua selalu kuat dan saling percaya satu sama lain,” pinta Tuan Rawless. Ujian cinta sepasang suami-istri itu pasti akan selalu ada, namun jangan sampai membuat keduanya terpisah lagi. “InsyaAllah kami berdua kuat, Kek. Oliv percaya Mas Barra sepenuhnya,” ungkap Olivia, meyakinkan sang Kakek. Tin tin... Suara klakson mobil terdengar di luar gerbang rumah, tampak security berbicara pada pemilik mobil yang ingin masuk. “Siapa, Pa?” Amanda menyipitkan mata melihat ke arah mobil di depan pos penjaga. “Papa juga gak tau,” Tuan Rawless mengangkat kedua bahunya. Olivia mengerutkan alis, itu seperti mobil seseorang yang ia kenal. Tampak Security setengah berlari menghampiri ketiganya. “Tuan, ada tamu yang ingin bertemu,” ucap Security memberitahukan. “Siapa?” Tuan Rawless tak merasa ada janji temu dengan seseorang. “Nam
“Stt, jangan kencang-kencang ngomongnya,” bisik Amal, mengedarkan pandangan ke arah Barra dan yang lain. “Diiih, lepasin!” Syifa menepis tangan Amal yang seenaknya menyentuhnya. “Maaf,” Amal jadi tak enak hati. “Kenapa kamu ada di penginapan waktu itu? Kamu sengaja mengikuti Pak Barra?” tanya Syifa, masih dengan tatapan menyelidik. Amal terdiam. Ketahuan sudah. Mau berkilah bagaimana lagi? “Ibu Amanda yang suruh?” tanya Syifa lagi. “Hem, ya. Tapi bukan karena Ibu ingin mencurigai Pak Barra. lbu cuma ingin memastikan Pak Barra gak diganggu Azalea,” Amal terpaksa jujur. “Lalu, kamu disuruh apa? Berjaga-jaga kalau-kalau Azalea mendatangi Pak Barra ke penginapan itu? Kalau ya, kenapa Azalea masih juga bisa masuk ke dalam kamar? Kamu kenapa gak mengusirnya sejak awal?” Syifa mendesak penjelasan dari Amal. Amal yang tak bisa lagi membantah, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Kok kamu bingung gitu? Aku kasi tau Pak Barra sekarang!” Syifa hendak berbalik kepada Bar
“Kamu langsung ke kantor apa ke rumah Paman Rawless dulu, Manda?” Syafira mengamati Amanda yang sedang merapikan penampilannya di depan cermin. Ibu kandung menantunya itu masih begitu awet muda dengan usianya yang sudah memasuki empat puluh enam tahun, cantik dengan tubuhnya yang tinggi langsing. “Aku pulang ke rumah Papa dulu, Fir. Papa udah ngomel-ngomel nyuruh aku pulang. Barra dan Oliv juga disuruh ke sana sekarang,” Amanda terkekeh mengingat tingkah ayahnya tersebut. “Pasti Paman penasaran banget sama kabar hari ini kan?” Syafira ikut tertawa. “Hu'um. Papa itu penasaran kenapa ada video asli Barra yang dijebak Azalea, bisa tersebar,” Jawab Amanda, merapikan rambutnya. Sudah selesai. “Ternyata Paman sama dengan kita, penasaran siapa yang udah menyebarkan video itu. Kalau Paman gak tau siapa yang udah merekam kejadian di kamar itu, artinya memang bukan beliau ya orang yang melakukannya...” Syafira masih belum bisa menebak. “Hem, ya,” angguk Amanda. Syafira masih saja belum sa
“Pengacara sudah menyiapkan laporan ke kantor polisi atas tindakan pencemaran nama baik yang dilakukan Azalea, Pak,” ujar Jefri, menginformasikan. “Bagus. Lalu, Azalea sendiri masih di Hotel itu?” Barra tersenyum samar, seperti sedang memikirkan sesuatu yang menyenangkan. “Masih, Pak. Dia belum ada keluar sama sekali dari hotel itu sampai jam segini. Mungkin dia malu bertemu banyak orang, atau bingung mau kemana karena rumahnya juga sudah tidak ada lagi.” “Bukankah dia akan diberikan sebuah apartemen mewah?” Barra mengernyit heran. “Mungkin Om Sayang meninggalkannya karena tujuan mereka gagal, sehingga hadiah apartemen dan mobil mewah hanya tinggal wacana saja,” Jefri menahan senyum, tetap bersikap serius. Barra menaikkan sebelah alis, miris sekali jika benar seperti yang Jefri perkirakan. “Jef, ikuti terus dia. Aku yakin, sebentar lagi dia pasti akan menemui orang yang sudah membantunya menjebakku. Aku benar-benar penasaran siapa orang itu. Kalau kita sudah mengetahuinya,
“Jadi kita gagal Iagi nih, Pa?” Elgard kesal bukan kepalang. “Sia-sia saja semuanya! Papa pikir kita sudah berhasil, ternyata Barra di sana punya video aslinya,” Haris membuang napas kasar. Tangannya memijit pelipisnya yang berdenyut, sedang punggungnya bersandar lemas tak bersemangat pada sandaran kursi kerja miliknya di kediaman keluarga besarnya itu. “Papa yakin Barra pemilik video itu? Dari video yang Elgard lihat, Barra justru nampak kaget juga dengan kehadiran Azalea yang diam-diam sudah ada saja di kamarnya. Kayaknya dia juga gak tau tentang rekaman video asli itu, pa.” “Lalu kalau bukan dia, siapa lagi?” “Banyak orang-orang hebat di sekitar Barra. Bisa aja keluarga Rawless,” Tebak Elgard. “Kalau udah begini, gawat! Dari kabar yang Papa dengar, Barra tetap akan membawa masalah ini ke jalur hukum. Azalea akan dilaporkan dan bisa aja perempuan itu buka mulut kalau ini adalah rencana Papa awalnya!” Haris mulai panik. “Jangan sampai dia melakukan itu, Pa. Bungkam mulutny
“Uunch... Suami aku sweet banget!!!” Olivia memeluk manja pinggang Barra. Pria ini kenapa jadi super romantis sekarang? Sejak kapan dia bisa merangkai kata-kata manis seperti barusan? Cinta memang bisa membuat seorang pria kulkas seperti Barra, menjadi budak cinta. “Sekarang kita turun ya. Semua pasti sudah menunggu kita untuk sarapan pagi. Anak Ayah pasti juga sudah lapar, kan?” Barra mencium perut Olivia, tak ingin istri dan calon bayinya terlambat makan. “Hem, iya. Ayok!” Olivia bangkit dari duduknya, akan turun ke bawah untuk sarapan pagi. Barra genggam tangan Olivia, keduanya berjalan keluar kamar dengan wajah dihiasi senyum cerah. Hari ini memang lebih baik dari kemarin. “Ya Allah... Engkau ijabah secepat ini do'aku... Putraku akhirnya terbukti tidak berbuat macam-macam sama si Azalea itu! Kebenaran akhirnya terungkap juga. Terimakasih karena Engkau telah mengirimkan malaikat penolong untuk membersihkan nama baik anakku. Rasanya aku ingin bertemu dengannya dan membalas
Keesokan paginya... Olivia mencium dengan takzim punggung tangan Barra. Keduanya baru saja selesai menunaikan sholat subuh berjamaah. Barra mengusap lembut ubun-ubun Olivia, lalu menangkup wajah istri cantiknya itu dengan kedua telapak tangannya. la kecup dalam-dalam kening Olivia, lanjut kecupan singkat di bibir. Keduanya saling tersenyum, Barra meletakkan kepalanya di paha Olivia. “Assalamu'alaikum anak Ayah...” ucapnya sembari menciumi babybump Olivia. Olivia senyum-senyum. Barra mengajak calon bayi mereka mengobrol. “Ayah mau bacakan do'a untuk kamu. lkuti ya, Nak...” Barra mengambil sebuah buku berukuran kecil berisi bacaan Dzikir pagi, akan ia bacakan untuk istri dan anaknya. Olivia tak bisa menghentikan senyum, bahagia melihat perkembangan suaminya dalam berhijrah. la mengikuti bacaan Barra, sama-sama berdzikir di pagi ini. Syafira dan Amanda yang tadinya hendak mengunjungi anak-anak mereka di kamar itu, terpaksa mengurungkan niat saat di depan pintu terdengar la
Azalea melangkah penuh percaya diri di sepanjang terminal Bandara. Dua pengawal pribadi yang diutus oleh Haris Nugroho untuk melindunginya dari kemungkinan serangan para anak buah Barra, mengikuti dari belakang dengan waspada. “Azalea...” “Azalea Stevani...” Langkah Azalea terhenti. Mendadak dirinya dikerumuni para awak media saat hendak memasuki mobilnya yang telah disiapkan oleh Haris Nugroho untuk menjemputnya di Bandara tersebut. Dua bodyguard sigap melindungi Azalea dari kerumunan media yang memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. “Ya, ya... Satu-satu kalau mau bertanya,” ucap Azalea ramah, meladeni. “Bagaimana tanggapan anda tentang video enam detik anda dan Barra Malik Virendra yang tersebar?” tanya salah seorang wartawan. “Ya Tuhan... Aku bahkan gak tau sama sekali tentang video itu. Aku kena masalah waktu di desa, tepatnya di penginapan. Jadi handphone aku ada yang membajak!” ungkap Azalea dengan wajahnya yang dibuat seakan merasa malu pada apa yang terjadi. “Jadi
Olivia menyiapkan baju tidur Barra di atas tempat tidur. Suaminya masih di kamar mandi, membersihkan badan setelah pulang dari luar kota tadi. Tak berselang lama, Barra pun keluar dari kamar mandi dengan jubah handuknya. Tubuh pria itu terasa segar, pikirannya tenang dan ringan. Perasaannya begitu bahagia, juga lega setelah mendapatkan dukungan dari seluruh keluarga besarnya, terutama Olivia sang istri. Olivia yang sudah mengenakan sleepdress satin dengan tali halus menggantung di bahu mulusnya, melihat Barra yang juga terkesima menatapnya. Tampak jelas sorot mata penuh damba dan kerinduan dari tatapan pria itu, Olivianya cantik sekali malam ini. Saat Olivia mempercayai dirinya atas apa yang terjadi, rasa cinta dan kagumnya pada wanita itu semakin membahana. Semakin cinta, semakin tampak cantik dan mengg-airahkan pula istrinya itu di matanya. Tak membuang waktu, Barra berjalan mendekati tempat tidur, pada Olivia yang tersenyum lembut, tengah berdiri di sana. “Ini piyaman