“Pengacara sudah menyiapkan laporan ke kantor polisi atas tindakan pencemaran nama baik yang dilakukan Azalea, Pak,” ujar Jefri, menginformasikan. “Bagus. Lalu, Azalea sendiri masih di Hotel itu?” Barra tersenyum samar, seperti sedang memikirkan sesuatu yang menyenangkan. “Masih, Pak. Dia belum ada keluar sama sekali dari hotel itu sampai jam segini. Mungkin dia malu bertemu banyak orang, atau bingung mau kemana karena rumahnya juga sudah tidak ada lagi.” “Bukankah dia akan diberikan sebuah apartemen mewah?” Barra mengernyit heran. “Mungkin Om Sayang meninggalkannya karena tujuan mereka gagal, sehingga hadiah apartemen dan mobil mewah hanya tinggal wacana saja,” Jefri menahan senyum, tetap bersikap serius. Barra menaikkan sebelah alis, miris sekali jika benar seperti yang Jefri perkirakan. “Jef, ikuti terus dia. Aku yakin, sebentar lagi dia pasti akan menemui orang yang sudah membantunya menjebakku. Aku benar-benar penasaran siapa orang itu. Kalau kita sudah mengetahuinya,
“Kamu langsung ke kantor apa ke rumah Paman Rawless dulu, Manda?” Syafira mengamati Amanda yang sedang merapikan penampilannya di depan cermin. Ibu kandung menantunya itu masih begitu awet muda dengan usianya yang sudah memasuki empat puluh enam tahun, cantik dengan tubuhnya yang tinggi langsing. “Aku pulang ke rumah Papa dulu, Fir. Papa udah ngomel-ngomel nyuruh aku pulang. Barra dan Oliv juga disuruh ke sana sekarang,” Amanda terkekeh mengingat tingkah ayahnya tersebut. “Pasti Paman penasaran banget sama kabar hari ini kan?” Syafira ikut tertawa. “Hu'um. Papa itu penasaran kenapa ada video asli Barra yang dijebak Azalea, bisa tersebar,” Jawab Amanda, merapikan rambutnya. Sudah selesai. “Ternyata Paman sama dengan kita, penasaran siapa yang udah menyebarkan video itu. Kalau Paman gak tau siapa yang udah merekam kejadian di kamar itu, artinya memang bukan beliau ya orang yang melakukannya...” Syafira masih belum bisa menebak. “Hem, ya,” angguk Amanda. Syafira masih saja belum sa
“Stt, jangan kencang-kencang ngomongnya,” bisik Amal, mengedarkan pandangan ke arah Barra dan yang lain. “Diiih, lepasin!” Syifa menepis tangan Amal yang seenaknya menyentuhnya. “Maaf,” Amal jadi tak enak hati. “Kenapa kamu ada di penginapan waktu itu? Kamu sengaja mengikuti Pak Barra?” tanya Syifa, masih dengan tatapan menyelidik. Amal terdiam. Ketahuan sudah. Mau berkilah bagaimana lagi? “Ibu Amanda yang suruh?” tanya Syifa lagi. “Hem, ya. Tapi bukan karena Ibu ingin mencurigai Pak Barra. lbu cuma ingin memastikan Pak Barra gak diganggu Azalea,” Amal terpaksa jujur. “Lalu, kamu disuruh apa? Berjaga-jaga kalau-kalau Azalea mendatangi Pak Barra ke penginapan itu? Kalau ya, kenapa Azalea masih juga bisa masuk ke dalam kamar? Kamu kenapa gak mengusirnya sejak awal?” Syifa mendesak penjelasan dari Amal. Amal yang tak bisa lagi membantah, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Kok kamu bingung gitu? Aku kasi tau Pak Barra sekarang!” Syifa hendak berbalik kepada Bar
“Baguslah masalah cepat selesai. Kakek cuma ingin hubungan kamu dan Barra baik-baik saja, tidak terpengaruh dengan apa yang terjadi kemarin. Yang Kakek mau, kalian berdua selalu kuat dan saling percaya satu sama lain,” pinta Tuan Rawless. Ujian cinta sepasang suami-istri itu pasti akan selalu ada, namun jangan sampai membuat keduanya terpisah lagi. “InsyaAllah kami berdua kuat, Kek. Oliv percaya Mas Barra sepenuhnya,” ungkap Olivia, meyakinkan sang Kakek. Tin tin... Suara klakson mobil terdengar di luar gerbang rumah, tampak security berbicara pada pemilik mobil yang ingin masuk. “Siapa, Pa?” Amanda menyipitkan mata melihat ke arah mobil di depan pos penjaga. “Papa juga gak tau,” Tuan Rawless mengangkat kedua bahunya. Olivia mengerutkan alis, itu seperti mobil seseorang yang ia kenal. Tampak Security setengah berlari menghampiri ketiganya. “Tuan, ada tamu yang ingin bertemu,” ucap Security memberitahukan. “Siapa?” Tuan Rawless tak merasa ada janji temu dengan seseorang. “Nam
“Oh iya, titip salam sama Haris ya. Saya ke dalam dulu,” Tuan Rawless tanpa basa basi untuk mengantarkan Elgard sampai ke mobil, justru masuk ke dalam rumah. Tak ada tawaran untuk Elgard agar masuk dulu ke dalam rumah, disuguhkan minuman, atau mengobrol layaknya memperlakukan seorang tamu. Elgard termangu sendirian. Perlakuan keluarga Rawless sangat dingin. Tidak memarahinya berlebihan ataupun menghujat karena perbuatannya dulu, tapi tidak pula beramah tamah. Ini lebih menyakitkan sebenarnya. la dengan langkah gontai, kembali ke mobil. Pendekatan yang direncanakan, gagal. Sedang Olivia tak sedikitpun mau berlama-lama bertatap muka dengannya. Olivia semakin lama semakin jauh, sulit digapai. Ini pasti karena larangan Barra. “Oliv...” lirihnya saat telah duduk di dalam mobil. “Semakin kamu bersikap cuek seperti ini, semakin kuat juga keinginan aku untuk memiliki kamu. Aku gak pernah merasakan rasa cinta yang menggebu-gebu seperti ini sebelumnya, perasaan yang sudah terlalu besar untu
“Baiklah. Kamu akan saya lindungi dari kasus pencemaran nama baik ini. Mobil dan apartemen juga akan saya siapkan. Uang bulanan akan selalu saya transfer ke rekening kamu!” Haris menahan gemuruh emosi di dada. Azalea seketika mengembangkan senyum senang. Akhirnya ia memiliki ATM berjalan sekarang. “Thank's, Om sayang...” bisiknya di telinga Haris yang langsung menjauhkan kepalanya dari wajah Azalea. “Awas saja kalau kamu sampai membawa-bawa nama saya. Habis kamu, Azalea!!” Haris memperingatkan dengan serius. “Sure. Aku sebenarnya senang bekerjasama dengan Om. Om memang baik banget aslinya_” Azalea mengelus lembut paha Haris, hingga ke bagian dalam pahanya. “Singkirkan tangan menjijikkan kamu itu, Betina!!” Haris murka. Perutnya seketika mual, jijik akan sentuhan Azalea. “Om munafik. Bilang aja Om suka tapi takut istri, kan?” ledek Azalea. “Kalau Om mau, kita bisa ke hotel tempat aku menginap. Aku puasin Om karena udah baik banget sama aku! Gimana?” “Jalang!” bentak Haris Nugroho
“Munafik! Om itu suka sama aku, tapi di depan anak Om, Om bilang jijik sama aku. Muna!” teriak Azalea pada Haris, mengejutkan pria itu. “Kamu?” Haris melotot pada Azalea. “Apa? Emang benar kan kalau aku ini simpanan Om. Kita sering ketemuan diam-diam tanpa ada orang yang tau. Om suka minta ketemuan, kalau gak di hotel, di rumah aku, atau di villa milik keluarga Om!” Azalea membalas, mengeluarkan kebenciannya dengan mengarang cerita. “Apa yang kamu bicarakan? Kamu mau menfitnah saya_” Haris kaget. Tak menyangka Azalea bisa sebejat ini. “Hei, kamu!” tunjuk Azalea pada Clarissa yang tengah menahan emosi memuncak di ubun-ubunnya, “Papa kamu ini memang berselingkuh sama aku. Dia selalu mendapatkan kepuasan dari tubuh aku, dari pelayanan aku di atas ranjang. Dia selalu mengeluh kalau dia gak bisa terpuaskan dari Mama kamu yang udah gak muda lagi itu. Udah menopause katanya, gak gurih lagi! Dia merasa hampa karena kebutuhan biologisnya kurang terpenuhi dari Mama kamu, sehingga dengan keh
Barra mengamati video dari ponsel Jefri dengan seksama. la mengerutkan kening melihat bagaimana agresifnya Azalea mencumbu bibir Haris di restaurant. Perut Barra bagai diaduk-aduk, seketika merasa mual, Azalea benar-benar murahan. Bagaimana bisa dulu dirinya menikahi perempuan seperti ini, bahkan selalu menunggu kembalinya wanita itu dalam hidupnya setelah perceraian mereka, dua tahun lamanya. Bodohnya, ia sanggup mengajak Olivia menikah dengan sebuah kesepakatan akan mengakhiri pernikahan mereka jika Azalea kembali. Barra begitu merutuki kebodohannya tersebut. Hampir saja dirinya benar-benar kehilangan Olivia selamanya, hanya karena seorang Azalea yang tak pantas ditunggu apalagi diperjuangkan. “Bagaimana, Pak? Apa kita sebar sekarang videonya?” Jefri menunggu perintah. “Tahan dulu, Jef. Tadinya aku memang ingin video ini segera kita sebar sebagai balasan dari apa yang sudah mereka lakukan terhadapku. Tetapi setelah video pertengkaran Haris dan Putrinya viral, ditambah amukannya
“Nona,” panggil Jefri saat mereka sudah keluar dari pintu lobby. “Eh, ma-maaf. Aku gak sadar. Maaf ya.” Clarissa melepaskan tangan Jefri, jadi malu sendiri. “Tidak apa-apa.” Jefri tersenyum tipis. “Wuaah... Kamu senyum barusan? Manis banget, Jefri,” Clarissa terpukau-pukau. Suka melihat senyuman Jefri yang baru ini bisa ia lihat secara langsung. Jefri lagi-lagi terhenyak, kembali salah tingkah dengan pujian Clarissa. Wanita di dekatnya ini ekspresif ternyata. Berbeda dengan dirinya yang cukup calm. “Oh, iya. Sebelumnya maaf ya. Aku pengen traktir kamu, tapi untuk kali ini, aku traktir makannya di tempat biasa aja ya. Uang aku pas-pasan,” jelas Clarissa, berterus-terang di awal. Jefri terperangah. Seorang Clarissa Nugroho hanya memiliki uang pas-pasan? “Kamu gak keberatan kan kalau kita makan di tempat yang murah meriah?” Clarissa memastikan dulu. “Oh, saya tidak mempermasalahkan soal itu. Yang penting bisa makan, sudah cukup,” balas Jefri, penasaran dengan apa yang sebenarnya
Olivia tersadar. Ucapannya barusan malah membuat Barra merasa bersalah. “Eh, kok minta maaf, Mas? Aku gak bermaksud mengungkit yang buruk-buruk. Aku cuma nostalgia ke pertama kalinya kita bicara empat mata. Maaf udah bikin Mas gak enak hati,” Olivia mengusap-usap lengan Barra yang memeluk dadanya, mengecup tangan kekar suaminya itu. Barra balikkan tubuh Olivia agar menghadap langsung padanya. “Itu keputusan yang sangat Mas sesali dalam hidup. Kalau saja waktu itu Mas ajak kamu menikah bukan karena sebuah kesepakatan, mungkin masalah besar yang sempat memisahkan kita, tidak akan pernah terjadi,” Ungkapnya dengan sorot mata penuh penyesalan. “Hu'um. Dan kita mungkin aja gak akan pernah menikah sampai mau punya anak seperti sekarang,” Olivia tersenyum, melirik ke bawah pada perutnya. “Karena mustahil Mas ajak aku nikah, Mas gak kenal aku, apalagi mencintai aku. Mungkin memang seperti itu cara Allah menyatukan kita, dengan Mas mengajak aku nikah supaya gak dijodohkan sama Dokter Syahna
Mobil yang membawa Olivia menuju UD Entertainment, sudah hampir tiba.Olivia tersenyum. Suaminya sejak tadi menanyakan sudah di mana posisinya. Barra cerewet sekali jika sudah menyangkut istrinya.Drrt... Drrt...Suara getar ponsel membuat Olivia cepat-cepat melihat siapa yang menelepon. Sudah pasti suaminya.Olivia terheran. Ini bukan nomor suaminya, tetapi nomor baru yang belum tersimpan di kontak telepon. ‘Siapa, ya?’ batinnya.“Assalamu'alaikum?” jawabnya, menerima panggilan masuk tersebut.“MasyaAllah, Kak Risa?” Olivia seketika excited, ternyata dari Clarissa.Jefri yang duduk di depan, di samping supir, sontak merasa penasaran saat mendengar nama perempuan yang terakhir kali bertemu dengannya satu minggu lalu. Clarissa kala itu tengah di bawah pengaruh alkohol, meninggalkan memori tak terlupakan.Malam itu, Putri Haris Nugroho tersebut mengatakan suka padanya dan mengajaknya menikah.Jantung Jefri berdebar setiap kali mengingat kejadian itu. Dan sekarang mendengar namanya saja,
“Wah, ini enak-enak semua, Nona. Eh, Nyonya maksudnya.” Bu Inun takjub dengan beberapa menu masakan yang telah Olivia siapkan untuk dibawa ke kantor Barra. “Alhamdulillah, senang banget bisa masakin suami makanan yang enak. Ni kesukaannya Mas Barra semua, Bu,” Ungkap Olivia puas. Dirinya dibantu Bu Inun menutup kotak-kotak bekal tersebut, dan memasukkannya ke dalam totebag. “Itu benar. Ada kepuasan tersendiri kalau bisa buatin makanan kesukaan suami. Pantesan aja Tuan Barra makin bucin, ya.” Bu Inun terkekeh, ia sudah tahu jika tuannya itu begitu tergila-gila pada Nyonya mudanya ini. Sedari tadi wanita paruh baya itu suka menatapi Olivia yang terlihat cantik dan modis dengan penampilannya. “Heem, suami bucinnya akuh, hee... ” Olivia menimpali, ikut nyengir. “Tapi emang banyakan gitu, Nyonya. Suami-suami yang kelihatan dingin dan arogan di depan orang lain, rata-rata bucin sama istrinya. Kalau udah sayang sama satu perempuan, biasanya mencintai secara ugal-ugalan,” Ungkap Bu In
“Pak, rapat dewan direksi akan dilangsungkan hari ini juga,” jelas sang Sekretaris. Haris melirik Asistennya yang sedari tadi mendampinginya di ruangan tersebut, “Membahas tentang video viral itu?” tanyanya setelah menarik napas dalam-dalam. “Tepatnya tentang Bu Clarissa yang sudah melakukan keributan di restaurant Emily Kitchen pekan lalu, Pak. Beberapa dewan direksi terusik dengan kelakuan Bu Clarissa yang dianggap tidak pantas sebagai seorang Presiden Direktur Nugroho Group. Mereka takut citra buruk Bu Clarissa itu membuat para investor atau relasi bisnis mundur dari kerjasama yang telah disepakati. Mereka tidak mau Pimpinan Nugroho group adalah orang bar-bar dan brutal sehingga membuat malu perusahaan. Begitu kata beberapa dari mereka yang melakukan protes,” ungkap Raisa. Haris mengepalkan tangannya. “Itu karena selama ini diantara mereka iri pada Putriku! Mereka ingin yang menjadi Presdir adalah mereka yang mustahil aku setujui. Kalau memang alasannya Clarissa bersikap bar-bar
Haris Nugroho memasuki lobi Perusahaannya dengan langkah berat. Ada juga pengacara dan asisten pribadi yang mengiringi langkahnya menuju ruang kerjanya. Biasanya, ia akan menyapa dan tersenyum ramah kepada para karyawan yang ditemui. Namun sekarang, tepatnya beberapa hari ini, wajahnya selalu dingin dan tak ada lagi senyum yang tersungging. Sorot matanya tajam dengan raut wajah menunjukkan banyaknya permasalahan dan kekecewaan yang mendalam. Karyawan yang biasa menyapa dengan sopan dan antusias, hanya bisa memberikan hormat dari kejauhan, hati-hati mengucapkan salam sembari berbisik-bisik setelah dirinya lewat. Mereka semua tahu tentang skandal yang menimpa bos mereka tersebut. Sebuah video yang memperlihatkan Haris Nugroho dilabrak putrinya karena ketahuan berselingkuh dengan Azalea Stevani di sebuah restoran mewah, telah viral dan masih menjadi topik panas selama satu minggu belakangan. Semua ini benar-benar sudah menghancurkan reputasi dan martabat seorang Haris Nugroho yang se
Azalea berjalan gontai diiringi oleh petugas sipir lapas, memasuki lorong panjang, melewati sel-sel yang sesak dan pengap. Rambutnya yang kusut dan wajahnya yang pucat, mencerminkan keputusasaan yang mendalam. Saat Pintu besi berderit tertutup, dia merasakan seolah seluruh dunia telah meninggalkannya. Di dalam sel, beberapa tahanan wanita yang sudah lebih dulu berada di sana, menatapnya dengan sinis. Bisikan dan tawa kecil terdengar, menghujam hatinya yang sudah remuk. Azalea mencoba untuk tidak menangis, namun air matanya lolos terus tanpa bisa dibendung. Setelah putusan sidang yang dijalani, dirinya dinyatakan bersalah dan akhirnya sekarang dipindahkan ke tempat mengerikan ini. Tak ada pembelaan dari pengacara handal seperti yang dijanjikan Haris Nugroho beberapa hari lalu. Haris Nugroho lepas tangan. Bahkan saat di persidangan, malah balik menyerangnya dengan mengatakan dirinya mengadu domba pria itu dengan Barra Malik Virendra. Haris juga mengaku telah dijebak olehnya yang
Pukul 19.00 wib— “Pa, Mama gak mau dengerin penjelasan Elgard,” Elgard jadi frustasi. Ayuma-sang ibu masih marah besar pada Haris Nugroho. “Mama masih ngunci kamar?” Haris melemas, rumah tangganya sebelumnya tak pernah seperti ini. Selalu harmonis, berdua istrinya itu. “Masih. Elgard aja disuruh keluar tadi. Kata Mbak, dari siang tadi Mama gak makan sampai malam ini. Elgard takut Mama sakit, Pa,” Elgard khawatir. Haris mengusap kasar wajahnya. Dirinya tak diizinkan masuk kamar oleh Ayuma. Wanita itu sudah marah besar. Biasanya tak pernah bersikap seperti ini. “Aarh! Ini ulah Clarissa. Dia mempermalukan keluarga!” “Pa, udahlah. Kenapa malah nyalahin Kakak? Papa juga ngapain mau dirayu si Azalea? Pake ciuman segala di tempat umum,” Elgard menatap kecewa pada Haris. “Kamu, Elgard. Percaya kamu kalau Papa begituan sama si Jalang itu? Papa aja gak nyangka dia melakukan itu. Semua terlalu mendadak dan di saat bersamaan, Kakak kamu melihat sampai akhirnya salah paham,” Jelas Haris, ke
Ceklek Barra membuka pintu kamar, masuk ke dalam dengan menutup kembali pintunya. “Assalamu'alaikum, Sayang,” seru Barra lembut. Olivia yang baru saja menyelesaikan tilawahnya, seketika menoleh pada Barra. Senyumnya merekah melihat Barra tersenyum mendekatinya yang duduk di sofa dekat jendela kamar. “Wa'alaikumussalam warahmatullah, Mas,” Jawab Olivia sembari meletakkan Mushaf di atas meja. “Sudah selesai mengaji?” Barra mengambil duduk di samping Olivia. la selalu kagum melihat istrinya itu ta'at beribadah, menentramkan hati memandangnya, teduh, menyejukkan jiwa. “Udah, Alhamdulillah.” Olivia mencium tangan Barra, seperti biasa saat suaminya pergi dan pulang. “Anak Ayah bagaimana? Habis dingajiin Ibu, ya?” Barra mengelus-ngelus perut Olivia, tak lupa menciumi babybump sang istri. Ada anaknya di dalam sana yang selalu berkembang dengan baik dan sehat. Bangganya Barra. “Iya, Ayah. Dari dalam kandungan, selalu dengerin ayat-ayat Allah supaya kalau gede nanti, mudah ngapalin Qur'