Darius dan Raditya tidak kuasa menahan tawanya lebih lama lagi, wajah mereka sudah memerah dengan jejak kecil air di mata.Keduanya keluar dari ruang tunggu rumah sakit hanya untuk meledakan tawa.Arkana mengabaikan kedua sahabat bangsulnya itu, saat ini ia lebih mengkhawatirkan Zara yang sedang mendapat perawatan medis di sebuah ruangan di rumah sakit sang grandpa. Narendra, Kama juga Kai menemani Arkana karena saat pada saat Arkana panik meminta seseorang memanggilkan ambulance—sekertaris Kama mendengarnya dan memberitau Kama yang masih berada di tempat acara.Ketiga pria itu kini menatap Arkana penuh tanya, bagaimana bisa Zara pingsan di saat malam pertamanya bersama Arkana.“Ada yang mau diceritain, Bang?” tanya Narendra dengan ekspresi menunggu.“Kana keburu napsu, Yah ...,” akunya jujur. Kana memang sudah tidak bisa menahan dirinya lagi, hasratnya sudah tidak terbendung.Kama dan Kai melipat bibirnya ke dalam. Para pria Gunadhya terkenal memiliki hasrat yang besar tapi membuat
“Ra,” panggil Arkana lembut. Istrinya masih terbaring lemah tapi Arkana tau jika Zara telah sadarkan diri bila dilihat dari bola mata yang bergerak di balik kelopaknya.“Gue tau lo udah sadar, maafin gue ya ...,” sambung Arkana lagi, pria itu memelas.Perlahan Zara membuka mata lalu menatap Arkana dengan sorot mata yang mengandung ribuan rasa jengkel.Dan pria itu malah memberikan senyum menawan penuh pesona.Zara mendelik tajam, tidak ingin lama-lama menatap Arkana karena bisa menyebabkan jantung berdebar juga memicu hasrat.Untuk pertama kalinya Zara mengalami pelepasan dan itu membuatnya ingin merasakan lagi tapi tanpa rasa sakit seperti sebelumnya.“Ra ... .” Arkana bergerak naik ke atas tempat tidur, merebahkan diri di samping Zara.Sang istri merubah posisi menjadi membelakanginya.“Sayaaaaang,” panggil Arkana lagi, selembut sutra.Melingkarkan tangan di pinggang Zara lalu menyelipkan satu kakinya di antara kakinya. Arkana sedang merayunya.Wajah Arkana tenggelam di tengkuk Zar
Zara membulatkan mata saat gerbang besar di depannya terbelah dua untuk memberi jalan pada mobil Arkana agar bisa masuk.Dua security bertubuh kekar berjaga di depan dan langsung melakukan sikap hormat saat mengetahui bila sang bos yang ada di dalam mobil tersebut.Kali ini mulut Zara menganga tatkala melihat bangunan bergaya romawi dengan banyak pilar besar menjulang angkuh di depannya.Arkana membelokan kemudi ke kanan mengitari kolam air mancur yang berada di tengah-tengah taman depan untuk sampai ke bagian depan bangunan itu.“I-ini rumah Kak Ar?” Zara bertanya dengan terbata.“Rumah kita,” balas Arkana menegaskan.Zara tercenung membayangkan bagaimana ia membersihkan rumah ini sendirian bila suatu saat para asisten rumah tangganya harus mudik.Bisa jadi jika Zara mulai menyapu bagian terasnya saat fajar, ia baru selesai menyapu hingga bagian belakang di saat petang.“Kenapa? Kok mukanya pucet gitu?” Arkana mengusap pipi Zara lembut setelah menghentikan kendaraannya di depan pintu
“Kalung ini aman, bahkan sangat canggih karena tersambung pada satelit ... sekalipun Zara hilang di tengah lautan atau di tengah hutan, lo pasti bisa nemuin dia ... dan udah gue sambungin ke hape, laptop sama Macbook ... hanya lo yang bisa mengaksesnya.” Darius mengembalikan kotak kecil berisi kalung pemberian Bianco.“Jadi tua bangka itu mengatakan yang sebenarnya?” Darius terkekeh geli. “Sepertinya Bianco memang ngecengin ibu mertua lo.” Arkana mendengus geli, menyandarkan tubuh pada kursi kebesarannya.Sore ini Darius sengaja mengunjungi rumah Arkana yang baru saja di renovasi besar-besaran.Rumah bergaya Eropa ini menghabiskan banyak rupiah karena Arkana memiliki keinginan yang rumit dan berkelas.Semua bahan-bahan dipilih yang paling berkualitas dan furniture-nya banyak diimpor dari luar Negri.Dan saat ini mereka sedang berada di ruang baca yang setiap dindingnya dilapisi rak buku.Furniture di ruangan itu berbahan kayu jati bernuansa coklat kemerahan senada dengan lantainya y
Zara terbangun dari tidurnya yang nyenyak, belum pernah ia merasakan tidur senikmat ini.Telapak tangannya mengusap sprei lembut berbahan sutra yang melapisi ranjang, apa karena sepreinya? Atau ranjangnya yang sangat empuk?Mata Zara lantas terbuka, kemudian membelalak dan refleks menegakan tubuh saat tidak menemukan suaminya. Seingatnya tadi malam ia berjanji akan melanjutkan mengulum habis lolipop milik Arkana setelah pria itu menemui Raditya tapi kemana perginya suaminya?Zara melirik jam kecil dengan bentuk klasik di atas meja kecil samping tempat tidur.Jarum pendeknya menunjukan angka sembilan lalu menengok ke arah jendela dan ia melihat cahaya terang nyaris menembus tirai.“Ya ampun!” Zara menempelkan telapak tangannya di kening.Kenapa ia bisa ketiduran tadi malam? Kenapa juga ia bisa bangun kesiangan?Zara melirik banyak obat resep dokter yang tergeletak di atas meja rias.“Ini pasti karena obat itu,” gumam Zara pada dirinya sendiri.Zara menurunkan kakinya, menarik nightr
Suara kecupan menggema di apartemen Angga, Bunga duduk di atas pangkuannya tanpa atasan begitu juga dengan Angga, menggoda bunga dengan ototnya yang liat.Pria itu memagut mesra bibir Bunga, lembut tanpa terburu-buru meski Bunga tau betapa besar hasrat Angga padanya.Kedua tangan Angga merayap dari pinggang ke punggung Bunga menambah gelora hasrat sang wanita.Bunga menekan bokongnya hingga terasa milik Angga yang telah mengeras karena rok seragam susternya telah tersibak ke atas tinggal kain berenda tipis yang melapisi bagian intinya.“Ngaaa.” Angga menggeram frustasi, melepaskan mulutnya dari bagian ujung di dada Bunga yang telah mengeras.Bunga sengaja menempelkan keningnya di kening Angga, menetap lekat mata yang terbalut gelora hasrat, nafas keduanya memburu terlihat dari dada mereka yang naik turun.Tapi bukannya melanjutkan cummbuan, Angga akan selalu menghentikan kegiatan panas ini sebelum memasuki tahap selanjutnya.“Angga ... bawa gue ke kamar,” bisik Bunga di depan wajah An
Arkana bergerak gelisah, ia tidak merasakan lagi kenyamanan dalam tidurnya.Seharusnya ada sesuatu yang ia peluk dan aroma tubuh Zara yang memanjakan indera penciumannya tapi ia tidak merasakan kehadiran Zara.Arkana membuka mata, ia tidak menemukan Zara di atas ranjangnya.Keadaan kamar sangat gelap, hanya cahaya lampu dari walk in closet yang menjadi penerang satu-satunya.Alarm dalam tubuhnya menyala, Arkana dalam mode waspada.Tangannya bergerak perlahan ke bawah ranjang mencari pistol yang ia sembunyikan di sana.Seperti ninja, turun dari tempat tidur dan melangkah menuju walk in closet tanpa suara.Mengintip ke dalam dan menemukan sang istri sedang tampak berpikir memindai weardrobe berisi kumpulan kemeja dan jas miliknya.“Emm ... bagusnya, hari ini Kak Ar pake yang mana ya?” gumam Zara pada diri sendiri.Arkana tersenyum, ia pikir ada yang menerobos masuk rumah dan menculik Zara.Ternyata istrinya sedang mempersiapkan pakaian untuk ia pakai ke kantor.Memangnya jam berapa seka
“Ayo sayang, lo udah cantik banget ... ngapain ngaca terus?” Arkana berjalan mendekati Zara yang mematung di depan cermin.Dresscode acara reuni adalah pakaian formal jadi Zara menggunakan gaun malam dan Arkana menggunakan stelan jas tanpa dasi.Kenapa sih suaminya tidak pernah sekali saja tidak terlihat tampan, Zara malas harus menghempaskan para gadis yang mencoba menggoda suaminya.“Enggak pede, Kak! Aku di rumah aja deh.” Arkana berdecak lidah. Sang istri insecure-nya berlebihan, mengatakan tidak percaya diri padahal cantiknya mengalahkan para dewi kahayangan.Gaun indah dan polesan makeup natural dari peralatan makeup merk ternama dunia yang telah ia siapkan untuk Zara membuat penampilan sang istri terlihat elegan.“Lo harus ikut, gue mau kenalin sama seluruh angkatan kalau lo istri gue.” “Ih ... Kak malu, donk! Biasa aja, enggak usah pamer segala.” Zara memutar tubuhnya menghadap Arkana. “Banyak dari mereka itu taunya kita musuhan, kalau sekarang malah nikah ... nanti kita di
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S