Jarak antara Kanita ke Johar bisa dibilang cukup jauh, tapi untungnya waktu perjalanan bisa dipangkas jauh menggunakan pesawat. Pertama-tama mereka bergegas ke bandara, setelah itu barulah mereka menuju ke kediaman keluarga Tanoto.Sebelum naik pesawat, Yuna menyempatkan dirinya untuk menghubungi Clinton. Namun, Clinton sudah tahu Yuna pasti akan pulang dan malah mencegahnya, “Kamu nggak usah pulang. Fokus saja sama kerjaanmu sendiri.”“Clinton?! Di saat begini mana mungkin aku nggak pulang! Kemarin Kakek masih sehat-sehat saja, kenapa tiba-tiba bisa meninggal? Apa yang terjadi sama Kakek?”Kalau Yuna tidak menemui kakeknya waktu itu, mungkin dia masih bisa mengerti mengapa Clinton berkata seperti itu. Namun sekarang situasinya berbeda. Yuna sudah akur kembali dengan kakeknya, dan setelah mengetahui apa yang terjadi, mana mungkin Yuna tidak ingin menemui kakeknya untuk yang terakhir kali. Apalagi, Yuna mengira penyakit jantung yang kakeknya derita semestinya sudah sembuh.Setelah beber
Sejak saat itu, posisi kepala keluarga Tanoto diambil alih oleh Clinton. Pertanyaan Brandon ini … apakah berarti terjadi sebuah perubahan besar dalam keluarga Tanoto?!Perjalanan menggunakan pesawat membutuhkan waktu sekitar dua jam lebih. Brandon mengambil selimut dan memakaikannya untuk Yuna. Dia merasa begitu sedih melihat Yuna sedih sampai matanya memerah.“Sekarang nggak usah mikir yang macam-macam dulu. Toh, semuanya sudah terjadi. Sesedih apa pun, kamu tetap harus jaga diri. Ke depannya pasti masih banyak urusan yang harus kamu hadapi.”Yuna mengerti soal itu, tapi tetap saja … kesedihan yang begitu mendalam di hati tidak semudah itu dibendung. Sejak kedua orang tuanya meninggal, Yuna dirawat oleh kakeknya. Dulu Yuna merasa kalau kakeknya jahat. Kakeknya orang lain begitu ramah dan sering membelikan makanan untuk cucunya, bahkan ada juga yang membeli pakaian. Namun, Yuna tidak pernah merasakan pengalaman indah itu. Selain bersekolah, satu-satunya kegiatan yang Yuna lakukan hanya
“Kita sudah terlanjur di perjalanan juga. Anggap saja kita ke sini untuk melepas penat sesaat,” kata Cecilia dengan manja, “Lagian kita sebentar lagi kita sudah sampai.”Berhubung memang sudah tak jauh dari tempat tujuan, Tania pun tidak terlalu mempermasalahkannya lagi. Tak lama kemudian, mobil yang mereka naiki tiba di sebuah bangunan yang lokasinya sedikit terpisah dari gedung-gedung lain. Tania pun mengamati sekelilingnya dengan rasa penasaran dan bertanya, “Bukannya kita mau jalan-jalan? Ini tempat apa?”“Ini rumahku,” jawab Cecilia tersenyum, sembari menarik Tania keluar dari mobil.“Rumah kamu? Kapan kamu beli rumah ini? Kok, Mama nggak tahu? Papa kamu sudah tahu?”“Ma, apa pun yang aku lakukan, Papa pasti tahu semuanya. Papa juga kasih tahu, ‘kan, kalau dia punya istri dan anak lain di luar?”Ucapan itu sontak membuat Tania jadi marah, perasaan itu terlukis jelas melalui raut wajahnya.“Iya, aku salah ngomong. Mama jangan marah lagi. Mama percaya, deh, sama aku. Mama pasti baka
Merasa sulit untuk menerima semua fakta ini, Tania pun menenangkan dirinya dan bertanya kepada Cecilia.“Sebenarnya gampang saja, sih. Kebetulan waktu itu situasi Kak Logan juga lagi kurang bagus, makanya aku bisa ketemu sama dia. Mungkin karena kondisi Mama juga yang agak susah. Kalau nggak, mungkin Mama sudah dari dulu bisa ketemu Kak Logan. Waktu itu Kak Logan juga lagi susah, makanya itu aku nggak ngasih tahu Mama. Mama tahu sendiri, ‘kan, orang yang nyari Kak Logan waktu itu banyak banget. Sebisa mungkin aku nggak mau ambil risiko, jadi aku diam saja. Mama nggak marah, ‘kan?”Tania tentu saja tidak tega menyalahkan Cecilia setelah apa yang dia katakan itu. Bisa melihat anak laki-lakinya dalam keadaan selamat sudah merupakan sesuatu yang sangat melegakan. Dan lagi, apa yang Cecilia katakan ada benarnya. Saat itu, Logan memang sedang berada di situasi yang canggung, dan tidak ada salahnya mengurangi komunikasi yang tidak penting.“Mama nggak marah, kok. Kamu sendiri nggak marah sam
Tepat sekali! Jika Cecilia tidak segera mengambil langkah pencegahan, tak lama lagi justru dialah yang akan diusir dari rumah!Logan menatap kedua mata Cecilia sekilas, lalu dia duduk tepat di depan ibunya dan berkata, “Ma, selama ini Mama sudah berjasa besar bagi keluarga Kusumo. Apa pun yang Mama lakukan selalu demi kebaikan kita semua. Selama ini hubungan kita berdua harus disembunyikan dari orang lain demi cowok itu, bahkan Mama sampai pensiun dini dan jadi ibu rumah tangga. Tapi, apa hasilnya?”Kata-kata itu bagaikan pisau yang menancap tepat ke hati Tania. Alhasil, makin dipikir, Tania pun jadi makin kesal dan gusar. Begitulah kenyataannya! Selama ini dia tidak bisa terang-terangan menyatakan bahwa Logan adalah anaknya, dan dia juga sudah berkorban banyak untuk keluarga Kusumo, semuanya hanya karena Tania tidak bisa memberikan anak laki-laki bagi mereka. Lantas, atas dasar apa Daniel dengan teganya berniat mengusir Tania dari keluarga Kusumo?!“Ma, apa yang Papa lakukan nggak adi
“Tapi ….”“Apalagi semua sudah aku yang atur, aku yang kasih jalan biar Kak Logan bisa masuk, jadi Papa pasti nggak bakal curiga. Terus, si anak haram itu juga sekarang sudah masuk ke perusahaan, jadi Papa pasti bakal fokus ke dia. Mana mungkin Papa bakal peduli sama manajer baru.”Kedengarannya memang cukup meyakinkan, tapi entah mengapa Tania masih merasa sedikit khawatir terkait rencana itu.“Tapi, memangnya Logan bisa membuat perubahan apa kalau sudah masuk ke sana?”“Mama jangan salah! Kalau Kak Logan sudah masuk, aku jadi punya satu sekutu. Nggak bakal ada yang bisa ngalahin persatuan kakak beradik! Aku juga rencananya lagi mau tembusin satu proyek untuk bikin divisi baru. Aku sudah serahin proposalnya, dan aku yakin sebentar lagi pasti lewat. Nanti Kak Logan bakal jadi manajer di sana. Kalau semuanya berjalan lancar, kita nggak cuma bisa menguasai keuangan perusahaan, tapi juga bisa nendang anak haram itu keluar!”Cecilia sudah memikirkan semua rencana itu di kepalanya. Bahkan T
Kota Johar, bandara.Setelah pesawat mendarat dengan sempurna, di sana sudah ada mobil pribadi yang siap menjemput Brandon untuk langsung berangkat menuju kediaman keluarga Tanoto. Yuna sudah tertidur pulas selama perjalanan, jadi dia tidak bisa tidur lagi. Dia hanya melamun menatap jendela dengan hati yang penuh kekalutan.Ketika mobil sudah berkendara sampai setengah jalan, tiba-tiba Brandon mendapatkan sebuah panggilan, dan raut wajah Brandon langsung menegang seusai dia berbicara di telepon.“Soal keluarga Tanoto?” tanya Yuna.Dengan jarak duduk yang begitu dekat, sepertinya mustahil Yuna tidak mendengar pembicaraan itu. Dia pun tahu Brandon pasti curiga dan meminta anak buahnya untuk melakukan penyelidikan.“Selain Clinton, masih ada satu orang lagi … Dylan.”Nama Dylan bagaikan sebuah mantra yang membangkitkan ingatan Yuna yang telah tertimbun lama. Rasanya sudah lama sekali Yuna tidak mendengar nama itu. Dylan adalah nama dari om Yuna yang paling kecil. Dulu Gideon sangat menyuk
Jika memang Yuna yang menjadi incaran, berarti mereka sudah yakin bahwa Yuna yang melakukannya. Hanya saja, Yuna merasa semua kejadian ini sungguh konyol. Sebelum mendapatkan jawaban yang bisa dia raba dari ekspresi mata Brandon, Yuna sudah tertawa dan berkata, “Konyol banget! Untuk apa aku ngeracunin Kakek? Lagian, aku sudah juga berapa tahun nggak pulang. Paling lama juga cuma dua hari di sana waktu Kakek ulang tahun! Kakek baru meninggalnya kemarin, terus mereka anggap aku yang ngeracunin? Kapan dan alasannya apa aku ngeracunin Kakek?”“Semua petunjuk yang ada menunjukkan kalau ini cuma perangkap, jadi mereka nggak perlu alasan kenapa. Apalagi, kamu juga tahu kalau ini fitnah. Dari awal mereka memang punya niat jahat sama kamu.”Saat pertama kali mendengar hal itu, Brandon pun sangat syok dan marah, tapi untuk sekarang situasinya masih belum bisa dinyatakan dengan jelas. Kalau memang ini adalah fitnah, untuk apa mereka memfitnah Yuna, dan siapa yang akan diuntungkan dalam hal ini? C
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi