Stella segera pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Setelah itu, dia melihat pantulan dirinya di cermin. Ternyata penampilannya benar-benar berantakan.Rambutnya yang sempat dijambak Sharon terlihat acak-acakan. Stella merapikan rambut dengan jari-jarinya, ternyata rambutnya banyak yang rontok. Sharon benar-benar kejam.Akan tetapi, kondisi Sharon tidak lebih baik darinya. Stella juga berhasil menarik banyak rambut perempuan itu. Selain itu, pukulannya barusan mengenai wajah Sharon dengan kuat. Hal itu membuatnya berpuas diri. Terlebih lagi, Sharon sangat jelas saingan cinta Yuna. Jadi tidak apa-apa dia memberi pelajaran kepada saingan temannya.Setelah berpikir seperti itu, Stella seketika merasa dia sangat setia kawan dan hebat. Dia pun merapikan rambutnya di depan cermin, lalu membasuh wajah dan lehernya. Kemudian, dia baru keluar dari kamar mandi.“Duduk.” Frans menunjuk kursi di depannya.Stella mengerutkan bibir, lalu berkata, “Nggak usah, deh. Hanya luka kecil, kok.”“Luka meman
“Memangnya kenapa? Bosmu nggak sepadan dengan harga segitu?” Stella mendengus pelan dan balik bertanya.Frans, “....”Frans tidak berani mengatakan hal itu. Dia pun memilih diam saja. Selesai mengoleskan obat, Frans melihat sekilas ada selembar kertas di sela sofa. Dia membungkuk untuk mengambil kertas itu. Ternyata itu adalah cek dari Sharon yang belum sempat diisi angkanya. Setelah berpikir sejenak, Frans memasukkan cek itu ke dalam sakunya.“Untuk apa kamu ambil cek itu?” Stella juga melihat jelas apa itu. Dia pun bertanya dengan penasaran, “Jangan-jangan kamu mau minta harga sama dia juga?”Sudut mata Frans spontan berkedut. Untuk apa dia melakukan hal itu?!“Nggak apa-apa. Disimpan dulu, siapa tahu nanti berguna,” ujarnya dengan santai.“Oh.” Stella mengangguk lalu pergi mengambil ponselnya, “Aku mau telepon dulu.”Begitu melihat Stella berjalan menuju kamar tidur, Frans pun berpikir sejenak. Sepertinya dia juga harus menelepon. Setelah membuat keributan seperti ini, entah Sharon
Yuna ragu-ragu apakah akan bertanya pada Brandon lalu bagaimana menanyakannya. Saat Yuna tengah bimbang, Brandon berjalan ke arahnya, sambil mengangkat telepon beberapa kali lalu mematikan Bluetooth ponselnya. Kemudian, pria itu bertanya, “Kamu sudah dengar soal Sharon, kan?”Yuna spontan terkejut. Dalam hati bertanya, apakah Brandon harus begitu terus terang seperti ini?“Aku hanya dengar ada orang yang bernama Sharon. Tapi aku nggak tahu siapa dia.” Yuna mengangguk dan menjawab dengan terus terang juga.Brandon melambaikan tangan pada Yuna, lalu membawa Yuna untuk duduk bersamanya. Setelah itu, dia baru memberi tahu Yuna dengan blak-blakan, “Namanya Sharon Kusnadi, adiknya Calvin. Calvin yang panjat tembok rumah kita waktu itu, yang juga numpang makan di rumah.”“Oh yang itu!” Setelah mendengar penjelasan Brandon, Yuna baru teringat dengan sosok perempuan itu.Akan tetapi, kedua kakak beradik itu lucu juga. Yang satu memanjat tembok dan tersetrum, tapi dengan tidak tahunya masih mau
“Untung sih untung, tapi ....” Yuna masih menempelkan tangannya di pipi Brandon. Kemudian, dia memiringkan kepala dan melihat kiri dan kanan wajah Brandon. Tidak peduli dilihat dari sudut mana pun, wajah pria itu benar-benar sempurna. “Benar-benar nggak ada perempuan yang menggila dan melemparkan dirinya padamu?”Pertanyaan itu muncul di benak Yuna, tapi mulutnya mengucapkannya tanpa sadar.Sorot mata Brandon seketika menjadi dalam. Kemudian, dia meraih tangan Yuna yang tidak bisa tenang, lalu dia berbalik menindih Yuna di bawahnya dan berkata, “Kamu kira semua perempuan sama beraninya seperti kamu?”Benar, Brandon memang sangat menarik dengan kualifikasinya itu. Namun, sejak dia mengambil alih perusahaan keluarganya dan mengamankan jabatannya saat ini, hanya dia sendiri yang tahu berapa banyak yang telah dia lalui. Dalam keadaan seperti itu, Brandon sama sekali tidak memiliki niat untuk memikirkan hal lain.Terlebih lagi ada Sharon yang tidak pernah lelah mengusir semua perempuan yang
Cecilia yang baru selesai berbelanja kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, dia hanya melihat ibunya. Dia pun tahu kalau ibunya memang sedang menunggunya.“Ma.” Cecilia memanggil ibunya sambil tersenyum. Kemudian, dia berjalan cepat ke arah sang ibu dan meletakkan kantong belanjaan di tangannya, “Aku beli syal baru untuk papa. Aku lihat model baru ini lumayan bagus, jadi aku belikan dua untuk Mama. Coba Mama lihat suka, nggak.”Sambil berkata, tangan Cecilia sibuk membuka kantong belanjanya dan hendak mengeluarkan syal yang dia beli.“Nanti saja, simpan saja dulu di sana.” Tania berkata, “Cecilia, kamu ke sini dulu.”Tania melambaikan tangan agar Cecilia duduk di sampingnya. Kemudian, dia menyuruh seseorang untuk pergi ke dapur dan mengambil sarang burung walet yang sudah dimasak. Setelah itu, dia menyuruh yang lainnya untuk pergi. Sehingga hanya tersisa mereka berdua di sana.“Ma, ada yang mau Mama katakan padaku?” ujar Cecilia sambil tersenyum, lalu melihat ke kiri dan ke kanan.Tan
“Cecilia, kamu tahu kalau kamu punya adik laki-laki ....”“Aku nggak punya adik!” Cecilia menyela, lalu berkata dengan tegas, “Ma, Mama dan papa hanya punya satu anak. Mama lupa? Aku nggak punya adik!”Tania menghela napas, raut wajahnya terlihat lelah, “Iya, kamu nggak mengakuinya, aku juga nggak mau mengakuinya. Tapi papa kamu bersikeras ingin membawa anak itu kembali. Bagaimana, dong?”“Sudah bertahun-tahun lamanya. Papa mau bawa dia kembali ke keluarga ini juga bukan masalah sehari dua hari lagi. Kalau memang semudah itu, papa nggak akan terus minta pendapat Mama. Ma, Mama masih sangat penting di keluarga ini.” Cecilia menoleh dan berkata dengan serius.Tentu saja Tania tahu kalau dirinya masih penting di keluarga ini. Kalau bukan karena hal itu, Daniel pasti sudah lama menceraikannya dan menikahi perempuan j*lang itu.Selama ini Tania berusaha menutup sebelah mata karena tidak ingin terlalu kejam. Ada berapa pria yang tidak memiliki simpanan di luar sana? Selama suaminya tidak ket
Kata-kata Cecilia seketika membuat pikiran Tania menjadi menjadi lebih terbuka. Dia pun bisa berpikir dengan lebih jernih.Benar juga, mengapa juga Tania harus menghentikan suaminya? Daniel ingin membawa anak dan perempuan itu kembali, biarkan saja mereka datang. Akan tetapi, mereka bisa masuk ke rumah ini dengan lancar atau tidak masih belum pasti. Terlebih lagi, sekalipun mereka telah masuk ke rumah ini, apakah mereka pasti bisa hidup dengan tenang?“Mama coba pikir, kalau mereka benar-benar datang ke sini, mereka harus hidup di bawah pengawasan Mama. Mereka pasti nggak akan bisa hidup dengan tenang. Apalagi di dunia yang penuh dengan rintangan ini, siapa juga yang bisa mencapai keinginannya dengan mulus? Semua orang pasti akan berjaga-jaga, kan.” Cecilia mengungkapkan semua yang ada di pikirannya.Tania yang awalnya masih bimbang dan kebingungan, kini seperti mendapat pencerahan. Pikirannya seketika menjadi jernih. Pada dasarnya Tania adalah orang yang cerdas. Dia hanya perlu pencer
Meski sudah siap secara mental, Yuna tetap terkejut ketika melihat kondisi Stella secara langsung.Ada beberapa bekas luka di wajah Stella. Meski sudah dikasih obat, luka-luka itu masih terlihat sedikit bengkak dan kemerahan.“Bukannya kamu bilang kamu hajar dia?” Bagaimanapun, Stella terlihat seperti orang yang kena hajar.Stella tetap berbangga diri, “Iya, dong! Kamu nggak lihat aku pukul dia habis-habisan. Aduh, dia menangis sampai mukanya jelek banget.”Stella merasa penuh kemenangan. Begitu dia mendapati tatapan curiga dari Yuna, dia spontan mengangkat tangan dan menyentuh pipinya sendiri. Dia langsung mendesis ketika jarinya menyentuh lukanya, lalu berkata, “Luka kecil saja ini, nggak sengaja tercakar kukunya. Kamu tahu, kan. Yang namanya kelahi pasti ada balas membalas, sulit dihindari untuk nggak terluka. Tapi dia jauh lebih parah dari aku. Jadi, aku yang hajar dia.”Stella tidak boleh kehilangan wajah. Sekalipun terluka, itu juga sesuatu yang bisa dia banggakan.Sementara itu,
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi