Frans dengan curiga mengikuti arah pandang Stella. Pada detik dia melihat wajah perempuan itu, dia langsung terkejut bukan main, “Bu Sharon?!”“Hah? Kamu kenal?” tanya Stella sambil menyisir rambutnya yang agak berantakan dengan tangannya.Frans juga tidak tahu bagaimana Sharon bisa ada di sini, bahkan berkelahi dengan Stella. Kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan. Akan tetapi, sekarang bukan waktunya untuk bertanya. Dia segera berjongkok dan membantu Sharon berdiri.“Bu Sharon, bagaimana kamu bisa ada di sini?” Frans yang melihat keadaan Sharon yang begitu kacau. Seketika dia tidak tahu harus berkata apa.Kemunculan Sharon di sini benar-benar mendadak. Masalahnya sekarang perempuan itu dipukul sampai menjadi seperti ini. Bagaimana caranya Frans menjelaskan apa yang terjadi? Frans hanya merasa kepalanya mengembang.“Hu ....” Sharon masih menangis. Dia merasa sangat teraniaya. Ditambah lagi suasana hatinya yang memang sudah buruk akhir-akhir ini, semua tekanan yang dia rasakan telah menu
Frans sama sekali tidak mengerti dengan situasi saat ini. Dia juga tidak berani bicara sembarangan, karena takut salah bicara atau tidak sengaja mengatakan yang tidak boleh dikatakan.“Kalau kamu nggak tahu, kenapa kamu datang ke sini dan jaga dia? Bukannya Brandon yang suruh kamu?” tanya Sharon sambil menunjuk Stella.“Memang Pak Brandon yang suruh. Tapi ....”Frans baru saja ingin menjelaskan situasinya, tiba-tiba Stella memotong dan berkata, “Kamu dengar sendiri, kan? Brandon yang suruh dia datang untuk jaga aku. Dia juga yang suruh aku tinggal di sini. Nggak peduli seberapa kamu cemburu, seberapa kamu ingin pisahkan kami, nggak ada gunanya. Kamu nggak akan bisa!”Sambil berkata, Stella mengulurkan jari telunjuknya dan mengayunkannya kepada Sharon. Kemudian dia memutar pergelangan tangannya dan mengacungkan jempol ke bawah.Tindakan Stella hampir membuat Sharon meledak. Dia mendengus sinis lalu hendak menyerang ke arah Stella. Namun, Frans cepat-cepat menahannya.“Bu Sharon, jangan
Stella segera pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Setelah itu, dia melihat pantulan dirinya di cermin. Ternyata penampilannya benar-benar berantakan.Rambutnya yang sempat dijambak Sharon terlihat acak-acakan. Stella merapikan rambut dengan jari-jarinya, ternyata rambutnya banyak yang rontok. Sharon benar-benar kejam.Akan tetapi, kondisi Sharon tidak lebih baik darinya. Stella juga berhasil menarik banyak rambut perempuan itu. Selain itu, pukulannya barusan mengenai wajah Sharon dengan kuat. Hal itu membuatnya berpuas diri. Terlebih lagi, Sharon sangat jelas saingan cinta Yuna. Jadi tidak apa-apa dia memberi pelajaran kepada saingan temannya.Setelah berpikir seperti itu, Stella seketika merasa dia sangat setia kawan dan hebat. Dia pun merapikan rambutnya di depan cermin, lalu membasuh wajah dan lehernya. Kemudian, dia baru keluar dari kamar mandi.“Duduk.” Frans menunjuk kursi di depannya.Stella mengerutkan bibir, lalu berkata, “Nggak usah, deh. Hanya luka kecil, kok.”“Luka meman
“Memangnya kenapa? Bosmu nggak sepadan dengan harga segitu?” Stella mendengus pelan dan balik bertanya.Frans, “....”Frans tidak berani mengatakan hal itu. Dia pun memilih diam saja. Selesai mengoleskan obat, Frans melihat sekilas ada selembar kertas di sela sofa. Dia membungkuk untuk mengambil kertas itu. Ternyata itu adalah cek dari Sharon yang belum sempat diisi angkanya. Setelah berpikir sejenak, Frans memasukkan cek itu ke dalam sakunya.“Untuk apa kamu ambil cek itu?” Stella juga melihat jelas apa itu. Dia pun bertanya dengan penasaran, “Jangan-jangan kamu mau minta harga sama dia juga?”Sudut mata Frans spontan berkedut. Untuk apa dia melakukan hal itu?!“Nggak apa-apa. Disimpan dulu, siapa tahu nanti berguna,” ujarnya dengan santai.“Oh.” Stella mengangguk lalu pergi mengambil ponselnya, “Aku mau telepon dulu.”Begitu melihat Stella berjalan menuju kamar tidur, Frans pun berpikir sejenak. Sepertinya dia juga harus menelepon. Setelah membuat keributan seperti ini, entah Sharon
Yuna ragu-ragu apakah akan bertanya pada Brandon lalu bagaimana menanyakannya. Saat Yuna tengah bimbang, Brandon berjalan ke arahnya, sambil mengangkat telepon beberapa kali lalu mematikan Bluetooth ponselnya. Kemudian, pria itu bertanya, “Kamu sudah dengar soal Sharon, kan?”Yuna spontan terkejut. Dalam hati bertanya, apakah Brandon harus begitu terus terang seperti ini?“Aku hanya dengar ada orang yang bernama Sharon. Tapi aku nggak tahu siapa dia.” Yuna mengangguk dan menjawab dengan terus terang juga.Brandon melambaikan tangan pada Yuna, lalu membawa Yuna untuk duduk bersamanya. Setelah itu, dia baru memberi tahu Yuna dengan blak-blakan, “Namanya Sharon Kusnadi, adiknya Calvin. Calvin yang panjat tembok rumah kita waktu itu, yang juga numpang makan di rumah.”“Oh yang itu!” Setelah mendengar penjelasan Brandon, Yuna baru teringat dengan sosok perempuan itu.Akan tetapi, kedua kakak beradik itu lucu juga. Yang satu memanjat tembok dan tersetrum, tapi dengan tidak tahunya masih mau
“Untung sih untung, tapi ....” Yuna masih menempelkan tangannya di pipi Brandon. Kemudian, dia memiringkan kepala dan melihat kiri dan kanan wajah Brandon. Tidak peduli dilihat dari sudut mana pun, wajah pria itu benar-benar sempurna. “Benar-benar nggak ada perempuan yang menggila dan melemparkan dirinya padamu?”Pertanyaan itu muncul di benak Yuna, tapi mulutnya mengucapkannya tanpa sadar.Sorot mata Brandon seketika menjadi dalam. Kemudian, dia meraih tangan Yuna yang tidak bisa tenang, lalu dia berbalik menindih Yuna di bawahnya dan berkata, “Kamu kira semua perempuan sama beraninya seperti kamu?”Benar, Brandon memang sangat menarik dengan kualifikasinya itu. Namun, sejak dia mengambil alih perusahaan keluarganya dan mengamankan jabatannya saat ini, hanya dia sendiri yang tahu berapa banyak yang telah dia lalui. Dalam keadaan seperti itu, Brandon sama sekali tidak memiliki niat untuk memikirkan hal lain.Terlebih lagi ada Sharon yang tidak pernah lelah mengusir semua perempuan yang
Cecilia yang baru selesai berbelanja kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, dia hanya melihat ibunya. Dia pun tahu kalau ibunya memang sedang menunggunya.“Ma.” Cecilia memanggil ibunya sambil tersenyum. Kemudian, dia berjalan cepat ke arah sang ibu dan meletakkan kantong belanjaan di tangannya, “Aku beli syal baru untuk papa. Aku lihat model baru ini lumayan bagus, jadi aku belikan dua untuk Mama. Coba Mama lihat suka, nggak.”Sambil berkata, tangan Cecilia sibuk membuka kantong belanjanya dan hendak mengeluarkan syal yang dia beli.“Nanti saja, simpan saja dulu di sana.” Tania berkata, “Cecilia, kamu ke sini dulu.”Tania melambaikan tangan agar Cecilia duduk di sampingnya. Kemudian, dia menyuruh seseorang untuk pergi ke dapur dan mengambil sarang burung walet yang sudah dimasak. Setelah itu, dia menyuruh yang lainnya untuk pergi. Sehingga hanya tersisa mereka berdua di sana.“Ma, ada yang mau Mama katakan padaku?” ujar Cecilia sambil tersenyum, lalu melihat ke kiri dan ke kanan.Tan
“Cecilia, kamu tahu kalau kamu punya adik laki-laki ....”“Aku nggak punya adik!” Cecilia menyela, lalu berkata dengan tegas, “Ma, Mama dan papa hanya punya satu anak. Mama lupa? Aku nggak punya adik!”Tania menghela napas, raut wajahnya terlihat lelah, “Iya, kamu nggak mengakuinya, aku juga nggak mau mengakuinya. Tapi papa kamu bersikeras ingin membawa anak itu kembali. Bagaimana, dong?”“Sudah bertahun-tahun lamanya. Papa mau bawa dia kembali ke keluarga ini juga bukan masalah sehari dua hari lagi. Kalau memang semudah itu, papa nggak akan terus minta pendapat Mama. Ma, Mama masih sangat penting di keluarga ini.” Cecilia menoleh dan berkata dengan serius.Tentu saja Tania tahu kalau dirinya masih penting di keluarga ini. Kalau bukan karena hal itu, Daniel pasti sudah lama menceraikannya dan menikahi perempuan j*lang itu.Selama ini Tania berusaha menutup sebelah mata karena tidak ingin terlalu kejam. Ada berapa pria yang tidak memiliki simpanan di luar sana? Selama suaminya tidak ket