Sharon spontan berpikir dalam hati. Selama jumlah yang Stella minta masih dalam kisaran yang dia mampu berikan, maka dia akan menyetujui permintaan perempuan itu. Kemudian, Sharon akan mengusirnya secepat mungkin.Ya, lebih baik Sharon juga memintanya untuk menulis bukti kalau dia menyerah dan pergi secara sukarela. Dengan begitu, ada bukti bukan Sharon yang memaksanya pergi, melainkan Stella mengambil uang darinya dan bersedia pergi. Dengan itu pula Sharon bisa membuat Brandon melihat dengan jelas perempuan seperti apa Stella.“Aku yang buka harga?” Stella seketika mengerutkan kening, seperti sedang sangat bimbang. Dia pun berpikir sambil bergumam pelan, “Dua, tiga, empat, lima, enam .... Paling nggak kasih aku 50 atau 60 triliun, deh.”Sharon benar-benar hampir muntah darah dibuatnya. Seandainya dia tidak mendengarnya dengan telinganya sendiri, dia benar-benar tidak akan percaya kalau perempuan itu berani meminta uang sebanyak itu.Enam puluh triliun?! Apakah Stella mengira Sharon me
“Sshh ....” Tergores kuku yang tajam benar-benar menyakitkan. Stella meringis kesakitan. Amarah seketika meluap di dalam hatinya. Terlebih lagi, dia sudah berdiri dengan stabil. Bagaimana mungkin dia membiarkan dirinya merugi begitu saja.Hanya berkelahi saja, siapa takut! Stella pun menggulung lengan bajunya dan mulai menyerang. Dia melihat celah di antara tangan Sharon yang terus mencakar, lalu dia menjambak rambut Sharon dan menariknya dengan kuat.Sharon yang tidak menyangka Stella akan menarik rambutnya langsung berteriak keras. Air mata pun hendak mengalir keluar. Dia pun membentak Stella, “Berani-beraninya kamu tarik rambut aku?!”Jangankan orang lain, orang tuanya saja tidak tega menyakitinya. Dari kecil sampai sekarang, Sharon selalu diperlakukan seperti tuan putri yang selalu dimanjakan.Karena punya latar belakang keluarga yang bagus, sekaligus ada kakak yang selalu melindunginya, tidak ada yang berani mengganggu Sharon sewaktu dia sekolah maupun kuliah. Setelah itu, banyak
Frans dengan curiga mengikuti arah pandang Stella. Pada detik dia melihat wajah perempuan itu, dia langsung terkejut bukan main, “Bu Sharon?!”“Hah? Kamu kenal?” tanya Stella sambil menyisir rambutnya yang agak berantakan dengan tangannya.Frans juga tidak tahu bagaimana Sharon bisa ada di sini, bahkan berkelahi dengan Stella. Kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan. Akan tetapi, sekarang bukan waktunya untuk bertanya. Dia segera berjongkok dan membantu Sharon berdiri.“Bu Sharon, bagaimana kamu bisa ada di sini?” Frans yang melihat keadaan Sharon yang begitu kacau. Seketika dia tidak tahu harus berkata apa.Kemunculan Sharon di sini benar-benar mendadak. Masalahnya sekarang perempuan itu dipukul sampai menjadi seperti ini. Bagaimana caranya Frans menjelaskan apa yang terjadi? Frans hanya merasa kepalanya mengembang.“Hu ....” Sharon masih menangis. Dia merasa sangat teraniaya. Ditambah lagi suasana hatinya yang memang sudah buruk akhir-akhir ini, semua tekanan yang dia rasakan telah menu
Frans sama sekali tidak mengerti dengan situasi saat ini. Dia juga tidak berani bicara sembarangan, karena takut salah bicara atau tidak sengaja mengatakan yang tidak boleh dikatakan.“Kalau kamu nggak tahu, kenapa kamu datang ke sini dan jaga dia? Bukannya Brandon yang suruh kamu?” tanya Sharon sambil menunjuk Stella.“Memang Pak Brandon yang suruh. Tapi ....”Frans baru saja ingin menjelaskan situasinya, tiba-tiba Stella memotong dan berkata, “Kamu dengar sendiri, kan? Brandon yang suruh dia datang untuk jaga aku. Dia juga yang suruh aku tinggal di sini. Nggak peduli seberapa kamu cemburu, seberapa kamu ingin pisahkan kami, nggak ada gunanya. Kamu nggak akan bisa!”Sambil berkata, Stella mengulurkan jari telunjuknya dan mengayunkannya kepada Sharon. Kemudian dia memutar pergelangan tangannya dan mengacungkan jempol ke bawah.Tindakan Stella hampir membuat Sharon meledak. Dia mendengus sinis lalu hendak menyerang ke arah Stella. Namun, Frans cepat-cepat menahannya.“Bu Sharon, jangan
Stella segera pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Setelah itu, dia melihat pantulan dirinya di cermin. Ternyata penampilannya benar-benar berantakan.Rambutnya yang sempat dijambak Sharon terlihat acak-acakan. Stella merapikan rambut dengan jari-jarinya, ternyata rambutnya banyak yang rontok. Sharon benar-benar kejam.Akan tetapi, kondisi Sharon tidak lebih baik darinya. Stella juga berhasil menarik banyak rambut perempuan itu. Selain itu, pukulannya barusan mengenai wajah Sharon dengan kuat. Hal itu membuatnya berpuas diri. Terlebih lagi, Sharon sangat jelas saingan cinta Yuna. Jadi tidak apa-apa dia memberi pelajaran kepada saingan temannya.Setelah berpikir seperti itu, Stella seketika merasa dia sangat setia kawan dan hebat. Dia pun merapikan rambutnya di depan cermin, lalu membasuh wajah dan lehernya. Kemudian, dia baru keluar dari kamar mandi.“Duduk.” Frans menunjuk kursi di depannya.Stella mengerutkan bibir, lalu berkata, “Nggak usah, deh. Hanya luka kecil, kok.”“Luka meman
“Memangnya kenapa? Bosmu nggak sepadan dengan harga segitu?” Stella mendengus pelan dan balik bertanya.Frans, “....”Frans tidak berani mengatakan hal itu. Dia pun memilih diam saja. Selesai mengoleskan obat, Frans melihat sekilas ada selembar kertas di sela sofa. Dia membungkuk untuk mengambil kertas itu. Ternyata itu adalah cek dari Sharon yang belum sempat diisi angkanya. Setelah berpikir sejenak, Frans memasukkan cek itu ke dalam sakunya.“Untuk apa kamu ambil cek itu?” Stella juga melihat jelas apa itu. Dia pun bertanya dengan penasaran, “Jangan-jangan kamu mau minta harga sama dia juga?”Sudut mata Frans spontan berkedut. Untuk apa dia melakukan hal itu?!“Nggak apa-apa. Disimpan dulu, siapa tahu nanti berguna,” ujarnya dengan santai.“Oh.” Stella mengangguk lalu pergi mengambil ponselnya, “Aku mau telepon dulu.”Begitu melihat Stella berjalan menuju kamar tidur, Frans pun berpikir sejenak. Sepertinya dia juga harus menelepon. Setelah membuat keributan seperti ini, entah Sharon
Yuna ragu-ragu apakah akan bertanya pada Brandon lalu bagaimana menanyakannya. Saat Yuna tengah bimbang, Brandon berjalan ke arahnya, sambil mengangkat telepon beberapa kali lalu mematikan Bluetooth ponselnya. Kemudian, pria itu bertanya, “Kamu sudah dengar soal Sharon, kan?”Yuna spontan terkejut. Dalam hati bertanya, apakah Brandon harus begitu terus terang seperti ini?“Aku hanya dengar ada orang yang bernama Sharon. Tapi aku nggak tahu siapa dia.” Yuna mengangguk dan menjawab dengan terus terang juga.Brandon melambaikan tangan pada Yuna, lalu membawa Yuna untuk duduk bersamanya. Setelah itu, dia baru memberi tahu Yuna dengan blak-blakan, “Namanya Sharon Kusnadi, adiknya Calvin. Calvin yang panjat tembok rumah kita waktu itu, yang juga numpang makan di rumah.”“Oh yang itu!” Setelah mendengar penjelasan Brandon, Yuna baru teringat dengan sosok perempuan itu.Akan tetapi, kedua kakak beradik itu lucu juga. Yang satu memanjat tembok dan tersetrum, tapi dengan tidak tahunya masih mau
“Untung sih untung, tapi ....” Yuna masih menempelkan tangannya di pipi Brandon. Kemudian, dia memiringkan kepala dan melihat kiri dan kanan wajah Brandon. Tidak peduli dilihat dari sudut mana pun, wajah pria itu benar-benar sempurna. “Benar-benar nggak ada perempuan yang menggila dan melemparkan dirinya padamu?”Pertanyaan itu muncul di benak Yuna, tapi mulutnya mengucapkannya tanpa sadar.Sorot mata Brandon seketika menjadi dalam. Kemudian, dia meraih tangan Yuna yang tidak bisa tenang, lalu dia berbalik menindih Yuna di bawahnya dan berkata, “Kamu kira semua perempuan sama beraninya seperti kamu?”Benar, Brandon memang sangat menarik dengan kualifikasinya itu. Namun, sejak dia mengambil alih perusahaan keluarganya dan mengamankan jabatannya saat ini, hanya dia sendiri yang tahu berapa banyak yang telah dia lalui. Dalam keadaan seperti itu, Brandon sama sekali tidak memiliki niat untuk memikirkan hal lain.Terlebih lagi ada Sharon yang tidak pernah lelah mengusir semua perempuan yang