“Kamu siapa, sih?” tanya Stella.Sharon tertawa, lalu langsung berjalan menuju sofa dan duduk dengan menyilangkan kakinya. Kemudian, dia mengangkat dagunya dan menatap Stella dengan angkuh, “Kamu nggak perlu tahu siapa aku. Aku datang hari ini cuma untuk ngelihat seperti apa siluman rubah yang bisa buat dia terpikat.”“Setelah aku lihat, ternyata biasa saja.” Sharon memperhatikan Stella dari atas hingga ke bawah, sama sekali tidak berniat menyembunyikan rasa tidak sukanya terhadap Stella.Stella, “....”Apa-apaan ini? Stella merasa semakin dia mendengarkan perkataan perempuan itu, dirinya menjadi semakin bingung.“Terus terang saja, aku sudah ketemu banyak perempuan seperti kamu. Nggak salah sih kalau kamu ingin menikah dengan orang kaya untuk mengubah nasibmu. Tapi salahnya kamu terlalu nggak tahu diri. Kamu benar-benar mengira setelah menikah dengannya, kamu akan jadi nyonya besar? Kamu tahu nggak seperti apa keluarga Setiawan? Kalau perempuan seperti kamu ke sana, kamu hanya akan di
“Sebutkan saja berapa yang aku mau ....” Stella seperti sedang berpikir dengan serius. Kemudian, dia tersenyum dan berkata, “Kalau begitu aku harus pikir baik-baik dulu.”Stella sengaja berlama-lama. Setelah melihat Sharon sudah tidak sabar lagi, dia baru berkata, “Aku juga nggak tahu. Bagaimana kalau kamu saja yang buka harga?”Sharon spontan menyipitkan mata. Sorot matanya jelas sedang memandang rendah Stella. Benar-benar perempuan materialistis. Sharon sungguh tidak mengerti bagaimana Brandon bisa jatuh cinta dengan perempuan seperti itu. Boleh dibilang Brandon sudah melihat banyak perempuan cantik. Kalau Brandon memilih perempuan dari keluarga ternama, setidaknya Sharon merasa rela.Namun, Brandon malah memilih perempuan seperti itu. Bagaimana mungkin Sharon bisa terima?“Satu harga, sepuluh miliar.” Sharon mengerutkan bibir, lalu menyebutkan harga yang dia tawarkan. Dia merasa harga itu sudah cukup untuk menakuti Stella.Seorang perempuan yang menyewa apartemen kecil dan bobrok, b
Sharon spontan berpikir dalam hati. Selama jumlah yang Stella minta masih dalam kisaran yang dia mampu berikan, maka dia akan menyetujui permintaan perempuan itu. Kemudian, Sharon akan mengusirnya secepat mungkin.Ya, lebih baik Sharon juga memintanya untuk menulis bukti kalau dia menyerah dan pergi secara sukarela. Dengan begitu, ada bukti bukan Sharon yang memaksanya pergi, melainkan Stella mengambil uang darinya dan bersedia pergi. Dengan itu pula Sharon bisa membuat Brandon melihat dengan jelas perempuan seperti apa Stella.“Aku yang buka harga?” Stella seketika mengerutkan kening, seperti sedang sangat bimbang. Dia pun berpikir sambil bergumam pelan, “Dua, tiga, empat, lima, enam .... Paling nggak kasih aku 50 atau 60 triliun, deh.”Sharon benar-benar hampir muntah darah dibuatnya. Seandainya dia tidak mendengarnya dengan telinganya sendiri, dia benar-benar tidak akan percaya kalau perempuan itu berani meminta uang sebanyak itu.Enam puluh triliun?! Apakah Stella mengira Sharon me
“Sshh ....” Tergores kuku yang tajam benar-benar menyakitkan. Stella meringis kesakitan. Amarah seketika meluap di dalam hatinya. Terlebih lagi, dia sudah berdiri dengan stabil. Bagaimana mungkin dia membiarkan dirinya merugi begitu saja.Hanya berkelahi saja, siapa takut! Stella pun menggulung lengan bajunya dan mulai menyerang. Dia melihat celah di antara tangan Sharon yang terus mencakar, lalu dia menjambak rambut Sharon dan menariknya dengan kuat.Sharon yang tidak menyangka Stella akan menarik rambutnya langsung berteriak keras. Air mata pun hendak mengalir keluar. Dia pun membentak Stella, “Berani-beraninya kamu tarik rambut aku?!”Jangankan orang lain, orang tuanya saja tidak tega menyakitinya. Dari kecil sampai sekarang, Sharon selalu diperlakukan seperti tuan putri yang selalu dimanjakan.Karena punya latar belakang keluarga yang bagus, sekaligus ada kakak yang selalu melindunginya, tidak ada yang berani mengganggu Sharon sewaktu dia sekolah maupun kuliah. Setelah itu, banyak
Frans dengan curiga mengikuti arah pandang Stella. Pada detik dia melihat wajah perempuan itu, dia langsung terkejut bukan main, “Bu Sharon?!”“Hah? Kamu kenal?” tanya Stella sambil menyisir rambutnya yang agak berantakan dengan tangannya.Frans juga tidak tahu bagaimana Sharon bisa ada di sini, bahkan berkelahi dengan Stella. Kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan. Akan tetapi, sekarang bukan waktunya untuk bertanya. Dia segera berjongkok dan membantu Sharon berdiri.“Bu Sharon, bagaimana kamu bisa ada di sini?” Frans yang melihat keadaan Sharon yang begitu kacau. Seketika dia tidak tahu harus berkata apa.Kemunculan Sharon di sini benar-benar mendadak. Masalahnya sekarang perempuan itu dipukul sampai menjadi seperti ini. Bagaimana caranya Frans menjelaskan apa yang terjadi? Frans hanya merasa kepalanya mengembang.“Hu ....” Sharon masih menangis. Dia merasa sangat teraniaya. Ditambah lagi suasana hatinya yang memang sudah buruk akhir-akhir ini, semua tekanan yang dia rasakan telah menu
Frans sama sekali tidak mengerti dengan situasi saat ini. Dia juga tidak berani bicara sembarangan, karena takut salah bicara atau tidak sengaja mengatakan yang tidak boleh dikatakan.“Kalau kamu nggak tahu, kenapa kamu datang ke sini dan jaga dia? Bukannya Brandon yang suruh kamu?” tanya Sharon sambil menunjuk Stella.“Memang Pak Brandon yang suruh. Tapi ....”Frans baru saja ingin menjelaskan situasinya, tiba-tiba Stella memotong dan berkata, “Kamu dengar sendiri, kan? Brandon yang suruh dia datang untuk jaga aku. Dia juga yang suruh aku tinggal di sini. Nggak peduli seberapa kamu cemburu, seberapa kamu ingin pisahkan kami, nggak ada gunanya. Kamu nggak akan bisa!”Sambil berkata, Stella mengulurkan jari telunjuknya dan mengayunkannya kepada Sharon. Kemudian dia memutar pergelangan tangannya dan mengacungkan jempol ke bawah.Tindakan Stella hampir membuat Sharon meledak. Dia mendengus sinis lalu hendak menyerang ke arah Stella. Namun, Frans cepat-cepat menahannya.“Bu Sharon, jangan
Stella segera pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Setelah itu, dia melihat pantulan dirinya di cermin. Ternyata penampilannya benar-benar berantakan.Rambutnya yang sempat dijambak Sharon terlihat acak-acakan. Stella merapikan rambut dengan jari-jarinya, ternyata rambutnya banyak yang rontok. Sharon benar-benar kejam.Akan tetapi, kondisi Sharon tidak lebih baik darinya. Stella juga berhasil menarik banyak rambut perempuan itu. Selain itu, pukulannya barusan mengenai wajah Sharon dengan kuat. Hal itu membuatnya berpuas diri. Terlebih lagi, Sharon sangat jelas saingan cinta Yuna. Jadi tidak apa-apa dia memberi pelajaran kepada saingan temannya.Setelah berpikir seperti itu, Stella seketika merasa dia sangat setia kawan dan hebat. Dia pun merapikan rambutnya di depan cermin, lalu membasuh wajah dan lehernya. Kemudian, dia baru keluar dari kamar mandi.“Duduk.” Frans menunjuk kursi di depannya.Stella mengerutkan bibir, lalu berkata, “Nggak usah, deh. Hanya luka kecil, kok.”“Luka meman
“Memangnya kenapa? Bosmu nggak sepadan dengan harga segitu?” Stella mendengus pelan dan balik bertanya.Frans, “....”Frans tidak berani mengatakan hal itu. Dia pun memilih diam saja. Selesai mengoleskan obat, Frans melihat sekilas ada selembar kertas di sela sofa. Dia membungkuk untuk mengambil kertas itu. Ternyata itu adalah cek dari Sharon yang belum sempat diisi angkanya. Setelah berpikir sejenak, Frans memasukkan cek itu ke dalam sakunya.“Untuk apa kamu ambil cek itu?” Stella juga melihat jelas apa itu. Dia pun bertanya dengan penasaran, “Jangan-jangan kamu mau minta harga sama dia juga?”Sudut mata Frans spontan berkedut. Untuk apa dia melakukan hal itu?!“Nggak apa-apa. Disimpan dulu, siapa tahu nanti berguna,” ujarnya dengan santai.“Oh.” Stella mengangguk lalu pergi mengambil ponselnya, “Aku mau telepon dulu.”Begitu melihat Stella berjalan menuju kamar tidur, Frans pun berpikir sejenak. Sepertinya dia juga harus menelepon. Setelah membuat keributan seperti ini, entah Sharon
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi