“Tapi ....”Tanpa menunggu Calvin menyelesaikan kalimatnya, Brandon memanggil nama pria itu lagi, “Calvin Kusnadi....”Calvin, “Kenapa?”Brandon memanggilnya dengan nama lengkap, kesannya sangat menakutkan. Rasanya seperti pada detik berikutnya, Brandon akan memakan orang.“Lain kali jangan video call aku lagi,” kata Brandon.“Ke-kenapa?” Pikiran bawah sadar merasa tidak akan ada jawaban baik, tapi mulutnya tetap saja tidak tahan untuk bertanya.“Jelek.” Brandon hanya mengucapkan satu kata, lalu menutup telepon dan percakapan berakhir.Calvin, “....”Yuna tertegun selama dua detik. Setelah itu, dia tertawa terbahak-bahak. Apakah tidak apa-apa Brandon memberikan pukulan seperti itu kepada Calvin? Mulutnya begitu tajam, Brandon pasti punya banyak musuh, kan? Namun bagaimanapun, pria itu tidak takut punya musuh.Setelah melihat Brandon melakukan dua panggilan telepon membuat Yuna merasa seperti habis menonton film komedi. Masalahnya, Yuna tidak bisa tertawa sampai keluar suara. Barusan di
Yuna pertama kalinya melihat suaminya marah. Selain itu, marah untuk waktu yang cukup lama. Sepanjang malam, Brandon tidak mengatakan sepatah kata pun. Meskipun dia tidak melampiaskan amarahnya atau melakukan hal lain, Yuna tetap bisa merasakan kalau pria itu sangat kesal.Yuna cemburu, Brandon tidak senang. Sudah cemburu, tetap saja tidak senang?Sebenarnya Yuna tidak memiliki banyak pengalaman dalam berkencan. Sewaktu dia menjalin hubungan dengan Logan dulu, dia juga tidak memiliki pengalaman merasa cemburu. Bagaimanapun, di mata Yuna saat itu, mereka berjuang dan bekerja keras bersama demi masa depan. Pada saat itu, Yuna juga menganggap Valerie adalah temannya dan Logan. Yuna sama sekali tidak berpikir akan terjadi sesuatu di antara mereka.Setelah itu, perselingkuhan mereka terungkap. Yuna juga merasa dikhianati, dimanfaatkan dan ditipu. Dia sangat marah, juga sangat sedih.Sekarang kalau dipikir kembali, kemarahannya lebih besar dari kesedihan. Kalau soal cemburu, sepertinya tidak
Siapa juga yang tahu!Penampilan Yuna saat memutar matanya justru terlihat sangat imut. Brandon spontan tertawa, kegembiraan terpancar dari kedua matanya, lalu perlahan-lahan menyebar ke seluruh wajahnya.“Sudah, yang sudah berlalu biarlah berlalu, nggak perlu diungkit-ungkit lagi.” Brandon mengulurkan tangannya dan mengusap rambut Yuna sambil berkata, “Siapa yang telepon?”Yuna memanyunkan bibir, lalu menggosok kepalanya sendiri. Apa maksudnya yang sudah berlalu biarlah berlalu? Seolah-olah Yuna yang marah kemarin. Sekarang sudah selesai, tidak perlu diungkit-ungkit lagi. Sikap Brandon membuatnya semakin bingung.Namun, untungnya Brandon dalam suasana hati baik. Karena itu, Yuna juga tidak ingin perhitungan dengannya lagi. Dia pun menjawab, “Lisa yang telepon. Dia bilang dia ingin ajak aku makan bersama. Aku harus pergi.”“Oh, begitu ....”“Hari ini kamu ada rencana lain, nggak? Kalau nggak ada, aku akan pergi menemuinya.”“Nggak apa-apa, kamu pergi saja,” ujar Brandon sambil tersenyu
Setibanya Yuna di tempat dia tujuan, dia baru tahu kalau tempat itu adalah sebuah klub pribadi yang sangat mewah. Semua ini jelas sudah diatur dengan hati-hati. Setelah menyebutkan namanya, seseorang membawa Yuna ke atas.Tempat Yuna berada saat ini bukan ruang pribadi. Hanya saja, seluruh lantai dua itu kosong. Terdapat sebuah restoran kaca yang menyuguhkan pemandangan 360 derajat, unik dan romantis. Selain itu, ada orang yang memainkan biola. Musik merdu mengalun, membuat orang yang berada di sana merasa rileks.“Yuna!” Lisa memanggil Yuna sembari melambaikan tangan.Sebenarnya, meski Lisa tidak memanggilnya, Yuna juga telah melihat perempuan itu. Karena selain para pelayan, Lisa satu-satunya orang yang berada di situ.“Lisa.” Yuna berjalan ke arah Lisa dan memeluknya. Pada saat Yuna melepaskan pelukannya, Lisa langsung menjelaskan sambil tersenyum, “Pak Shane masih ada urusan, dia akan datang nanti. Dia minta aku sampaikan permintaan maaf padamu.”“Nggak apa-apa.” Yuna tersenyum, “S
Namun, Lisa justru menggelengkan kepalanya. Bibirnya tiba-tiba melengkung, “Sejak awal mereka nggak pernah menikah, bagaimana mereka bisa cerai.”“Hah ...,” seru Yuna kaget. Yuna spontan berpikir apakah di luar negeri benar-benar terbuka begini? Tidak menikah, tapi anak sudah sebesar itu?“Sebenarnya, Nathan hasil dari rencana yang dibuat Helen,” Lisa berkata pelan sambil menghela napas.Lisa melihat ke luar jendela, seolah-olah dia tenggelam dalam ingatannya sendiri. Sebenarnya dia bisa mengetahui hal-hal ini karena saat itu dia menganggap Helen sebagai temannya. Bahkan, dia juga bersimpati pada Helen.“Rencana? Anak itu bukan punya dia?”“Bukan, Nathan memang anaknya. Helen dari dulu sangat menyukai Shane. Dia mencintai Shane sampai menggila. Dia bahkan bersumpah harus nikah dengan Shane. Tapi Shane sama sekali nggak tertarik padanya. Kemudian, Helen pakai trik sedikit, akhirnya dia pun hamil. Pada awalnya dia kira, begitu punya anak, Shane pasti akan nikahi dia. Tapi siapa sangka, S
Begitu Shane muncul, dia pun mendengar percakapan mereka dan langsung ikut menimpali.“Pak Shane.” Yuna langsung berdiri dan menyapa ketika melihat Shane datang. Shane melambaikan tangan sebagai isyarat agar mereka duduk. Tangannya yang lain sedang menggandeng seorang anak kecil.“Hai, Tante,” sapa Nathan dengan sopan. Suaranya yang renyah sangat enak didengar.“Hai, Nathan.” Lisa menanggapi sambil tersenyum, dia seharusnya sudah lebih akrab dengan anak itu.Yuna juga mengangguk dan membalas sapaannya, “Hai.”Anak itu memegang sebuah kotak yang dikemas dengan indah. Dia melepaskan tangan ayahnya, lalu berjalan ke arah Yuna. Setelah itu, dia menyerahkan kotak itu kepada Yuna, “Tante, Papa bilang, Tante yang sudah menyelamatkan aku. Aku nggak bisa balas kebaikan Tante. Ini hadiah kecil dari aku, mohon diterima.”Terlepas dari usianya yang masih kecil, anak itu berbicara dengan sopan. Kalau hadiah itu dari Shane, Yuna mungkin akan menolaknya. Namun, karena itu pemberian Nathan, Yuna pikir
Yuna melihat Shane tidak seperti sedang omong kosong. Kemudian, dia melihat wajah Nathan yang putih dan menggemaskan. Namun, kulit putihnya terlihat lemah dan tidak sehat, membuat orang merasa kasihan padanya.“Kenapa bisa begitu?”“Katanya kemungkinan karena keturunan, tapi masih belum pasti. Dunia begitu besar, ada banyak penyakit yang nggak bisa disembuhkan, sudah nggak heran.” Shane terlihat sangat tenang ketika mengatakan hal itu. Dia sama sekali tidak menghela napas, seolah-olah itu hanyalah sebuah penyakit biasa.Yuna melihat Nathan lagi. Anak itu begitu pendiam, persis seperti Shane yang bersikap tenang.Tiba-tiba Nathan menyadari Yuna sedang melihatnya. Mungkin dia bisa merasa tatapan Yuna penuh dengan belas kasihan. Anak itu justru berkata, “Tante, aku nggak sakit. Aku sudah terbiasa, nggak apa-apa.”“....”Semakin Nathan berkata seperti itu, Yuna semakin merasa tidak nyaman. Bagaimanapun, Nathan hanya seorang anak kecil. Di usianya yang begitu muda dia harus mengalami pender
“Tambatan hati?” Lisa tampak bingung, “Seingatku kamu nggak punya keluarga. Kamu punya pacar?”Yuna tersenyum tipis. Dia tidak menjawab pertanyaan soal pacarnya secara langsung, melainkan berkata, “Aku hanya jarang kontak dengan keluargaku, bukan berarti aku nggak punya keluarga.”“Bu Yuna begitu hebat, pasti punya pacar,” goda Shane.Namun, Lisa mengibaskan tangannya, “Kamu nggak tahu. Jangan lihat Yuna begitu hebat, tapi Yuna hanya fokus pada karirnya. Kalau bukan karena Lo ... apa sih namanya ....”Lisa mengerutkan kening. Setelah sekian lama berpikir, dia tetap tidak bisa mengingat nama itu. Sehingga dia langsung melewatkan nama itu dan kembali berkata, “Pokoknya kalau bukan karena dia terus dekati kamu, aku rasa sampai sekarang kamu masih jomblo ... oops, maaf.”Lisa tiba-tiba teringat Yuna dan pria itu sudah putus. Karena itu, dia segera berhenti bicara. Sebenarnya, Lisa juga tidak tahu banyak tentang Yuna belakangan ini. Kalau bukan karena kompetisi kali ini, dia bahkan tidak me
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti
Namun Yuna masih sangat lemah meski jantungnya sudah kembali berdenyut. Dia kelihatan sangat lesu seperti orang yang sedang mengalami depresi berat. Fred pun menyadari itu, dan dia langsung memberi perintah kepada para dokternya, “Hey, cepat periksa dia!”Para dokter itu pun berbondong-bondong datang dan melakukan berbagai macam pemeriksaan, lalu mereka menyimpulkan, “Pak Fred, untuk saat ini dia baik-baik saja. Nggak ada kondisi yang membahayakan, tapi dia masih sangat lemah dan butuh waktu istirahat.”“Perlu berapa lama? Apa dia masih bisa pulih seperti semula?”“Itu … kurang lebih minimal setengah bulan.”“Setengah bulan? Lama banget!”Setengah bulan terlalu lama dan malah mengganggu pekerjaannya. Fred tidak punya cukup kesabaran untuk menunggu selama itu. Namun sekarang tidak ada jalan lain yang lebih baik, mau tidak mau dia harus bersabar. Dia lantas berbalik dan melihat ke arah Juan. Dia mendekatinya dan menarik kerah bajunya seraya berkata, “Hey, tua banga, aku menganggap kamu s
Anak buahnya yang berjaga di luar ruangan juga langsung masuk dan menghentikan Juan begitu mereka mendapat arahan dari Fred. Fred sendiri juga langsung berlari ke kamar itu secepat mungkin, tetapi sayang dia terlambat.Monitor ICU mengeluarkan bunyi nyaring dan garis detak jantung Yuna juga sudah menjadi garis lurus.“Nggak, nggak!” Fred langsung berlari memegang bahu Yuna dan menggoyangkan tubuhnya.“Kamu belum boleh mati! Kamu nggak boleh mati tanpa perintah dariku!”Fred berteriak-teriak seperti orang gila, dan tim medisnya juga masuk melakukan resusitasi jantung, tetapi garis horizontal di monitor ICU tetap tidak berubah, yang berarti Yuna sudah mati.“Nggak mungkin ….”Fred berbalik menatap Juan yang sudah ditahan oleh pengawal dan membentaknya, “Kenapa? Kenapa?! Dia itu muridmu, murid kesayanganmu! Kamu datang ke sini untuk menolong dia, bukan membunuh dia!”Di tengah gempuran emosi yang dahsyat, Fred melayangkan pukulan telak di wajah Juan sampai Juan mengeluarkan darah segar da
Juan meletakkan jarinya di atas bagian pergelangan tangan Yuna dan menekannya sedikit. Kedua matanya sedikit tertutup seperti orang yang hendak tidur, tetapi dia hanya sedang menenangkan diri agar bisa fokus merasakan setiap dentuman pembuluh darah yang melewati tangan.Tak lama berselang, Juan mengangkat tangannya dan mendekat untuk menatap wajah Yuna lebih dekat, kemudian menaruh jarinya di leher Yuna.Semua itu Fred amati melalui tampilan kamera pengawas. Dia menundukan kepala dengan dagu bertopang di tangannya. Dia sedang berpikir keras. Si tua itu kelihatannya seperti sedang memeriksa Yuna, tetapi di sisi lain juga tidak dan lebih terlihat seperti sedang sok pintar saja.Dokter-dokter yang ada di sini setiap kali memeriksa pasien selalu menggunakan peralatan canggih dan bisa dilihat apa hasil diagnosisnya melalui angka dan data yang pasti. Namun pengobatan tradisional tidak demikian. Mereka hanya meraba nadi untuk melihat penyakitnya, atau menanyakan beberapa pertanyaan ke pasien
Mana mungkin Fred akan membiarkan itu terjadi! Kalau Yuna mati, usahanya selama ini akan sia-sia, dan tahap akhir dari R10 tidak akan bisa berjalan.“Pak Fred ….”Para dokter tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Masuk-masuk mereka hanya berusaha untuk memasangkan kabelnya kembali. Mereka masih bingung bagaimana kabel yang terpasang dengan baik bisa lepas, atau memang ada orang yang mencabutnya.“Pak Fred ….”“Keluar!”Para dokter itu pun ta berani banyak bicara dan langsung kelar. Sekarang ruangan itu kembali seperti sebelumnya, hanya ada tiga orang saja.“Kamu juga keluar!” kata Fred kepada pengawalnya.Pengawal itu awalnya sempat bingung, tetapi dia menuruti saja apa pun perintah yang diberikan. Maka tanpa banyak protes dia pun undur diri. Juan yang tak lagi dikekang oleh si pengawal kembali mendekati Yuna dan memeriksa nadinya. Fred pernah melihat cara pemeriksaan itu dan mengakui kehebatannya. Meski dari sudut pandang kedokteran modern itu agak sulit untuk dipahami, sudah begitu