“Oh … jadi kamu sudah nyelidikin siapa aku?”“Iya, tapi kamu nggak perlu takut, aku nggak bakal apa-apain kamu. Gimanapun juga, kita berdua berdiri di kapal yang sama. Kamu untung, aku juga untung, betul, ‘kan?”“Jadi apa mau kamu? Terserah kamu mau apa, asal bukan jadi juara satu di kompetisi nanti. Aku nggak bisa ngabulin itu.”“Kata siapa nggak bisa! Aku dengar di kompetisi region Eropa tahun lalu, semua orang sudah yakin kalau yang menang itu orang lain, tapi malah kamu yang jadi juara satu. Memang ada kecurigaan kalau kamu berbuat curang, tapi mereka nggak punya bukti apa-apa. Aku percaya kamu pasti bisa. Aku nggak tahu trik apa lagi yang bakal kamu pakai, tapi kayak yang kamu bilang, ini wilayah kekuasaan kamu, jadi kamu pasti punya cara kamu sendiri, ‘kan? Sebenarnya ini dibilang gampang juga nggak, tapi susah juga nggak. Yang namanya kompetisi, asal dari awal sudah tahu apa konteksnya, nggak bakal susah-susah banget buat dihadapi.”Valerie tahu betul seberapa jauh kemampuan yan
“Apa maksud kamu?” tanya Lawson.“Bukannya kamu punya sesuatu yang bisa menghibur diri sendiri? Keluarin saja barang itu dan kasih ke Yuna biar dia senang. Kalau dia sudah coba, aku jamin dia nggak bakal mau lepas sama kamu.”Seketika itu Lawson langsung sadar apa yang dimaksud oleh Valerie. Dia pun menepuk bahu Valerie sambil berkata, “Haha, ternyata kamu ini memang busuk! Gimana kalau kamu juga coba dikit? Kita bersenang-senanglah sedikit!”“Aku ngomong serius, tapi kamu malah bercanda! Itu kan mahal, mending kamu simpan buat Yuna saja.”Mendengar itu, Lawson tidak lagi meledek Valerie, tapi berkat itu Lawson mendapat sebuah ide baru.“Jadi, gimana rencana kita?” tanya Lawson dengan raut wajah serius. ***Pagi-pagi Brandon terbangun oleh suara dering ponselnya. Dia meraih ponselnya dan mendekatkannya ke telinga, “Halo?”“Kak Brandon, ini aku? Kakak sudah bangun? Aku bawain sarapan, nih. Bukain pintunya, dong!”Brandon, “….”Sekarang bahkan pukul tujuh pagi saja belum, dan kemarin Fr
“Gimana kalau kamu ikut saja ke kantor?”Brandon yakin Sharon tidak akan mau ikut karena dia membawa mobilnya sendiri ke sini, tapi tak disangka Sharon malah dengan senang hati menerima ajakan itu dan langsung naik ke kursi penumpang.“Boleh, boleh!”“..., terus mobil kamu gimana?”“Bodo amat! Taruh di sini saja dulu! Nanti malam baru aku bawa pulang.”“Nanti mobil kamu bisa diderek, lho, kalau cuma ditaruh di sini sampai malam,” kata Brandon.“Derek saja, ngga apa-apa. Nanti aku minta orang rumah bawa balik mobilnya. Kak Brandon suka makan apa? Aku nggak tahu selera makan Kakak masih sama atau nggak, jadi aku ada beli beberapa, tinggal pilih saja suka yang mana,” ujar Sharon sembari menyodorkan kantung makanan ke depan Brandon.Di dalam mobil Brandon juga baru menyadar di kursi penumpang depan masih tersisa satu botol aromaterapi yang Yuna taruh di mobil untuk wewangian.“Sharon, kamu turun dulu, duduk di belakang saja,” kata Brandon.“Kenapa?!”“Duduk depan nggak aman! Lagian kamu ba
Sayangnya imajinasi Sharon yang indah tidak berlangsung lama. Brandon makan dengan terburu-buru, bukan dengan santai sambil mengobrol seperti yang dia bayangkan. Brandon hanya mengambil sebuah sandwich dan satu gelas kopi, lalu pindah ke meja kerjanya dan menyalakan komputer. Bisa dibilang sejak mengambil sarapannya, mata Brandon tidak pernah lepas dari monitor.Akhirnya, Sharon sudah kuat lagi menahan perasaannya dan melempar makanan yang ada di tangannya. Dia berjalan ke depan Brandon dan berkata, “Kak Brandon nggak suka sama aku?!”Brandon hanya meliriknya sekilas dan kembali menatap layar, “Kenapa?”“Kamu benci sama aku?!”“Nggak.”“Terus kenapa aku dicuekin?!”“Aku lagi kerja.”“Bohong! Kamu memang nggak peduli sama aku. Aku nggak percaya kerjaan kamu sesibuk itu sampai waktu buat sarapan saja nggak ada!”“... jangan ganggu!” kata Brandon sembari memasukkan semua sandwich yang masih tersisa di tangan ke dalam mulutnya, “Sarapannya sudah habis, waktunya kamu pulang. Coba aku lihat
“Aku sibuk, lagian sebentar lagi aku harus pergi,” jawab Brandon singkat.“Apa-apaan! Mentang-mentang sibuk, adikku dibiarin begitu saja?!” bentak Calvin.“Kamu tahu sendiri dia itu adik kamu!” balas Brandon. “Sharon sudah bukan anak kecil lagi, jangan biarin dia terus-terusan datang ke tempatku sampai orang lain bilang aku jahat sama dia. Bukannya dia ada shooting film? Kenapa masih ada waktu buat gangguin aku?”“Kamu nggak suka sama adikku?! Brandon, kamu tahu sendiri kalau Sharon suka sama kamu. Papa mamaku juga nggak keberatan, jadi apa salahnya. Jujur sama aku, kamu tertarik sama cewek lain?”“... dia itu adikku juga. Sudah, aku harus berangkat dulu. Kamu cari dia.”Brandon langsung menutup panggilan dengan Calvin dan menghubungi nomor lain, “Pesanin satu tiket ke Prancis, cari jadwal paling pagi.”Baru pertama kalinya Brandon merasa pekerjaannya terasa membosankan. Hari-hari tanpa Yuna menemani terasa begitu menyiksa baginya. ***Fragrance Competition baru akan dimulai siang har
Sebenarnya perlombaan percobaan parfum ini bukan termasuk acara yang formal. Hanya ada maksud tersembunyi untuk memilih orang-orang baru yang berpotensi. Oleh karena itu, selain mengundang perwakilan perusahaan, ada juga orang baru yang terlihat berprestasi selama dua tahun terakhir.Untuk orang-orang baru yang diundang secara khusus mendapat perlakuan yang lebih spesial. Mereka tidak perlu ikut dalam perlombaan tahap pertama. Sehingga peserta di perlombaan pertama jauh lebih sedikit.Yuna yang menjadi peserta perwakilan perusahaan tentu saja tidak bisa menghindari perlombaan tahap pertama. Sebenarnya yang diperlombakan juga sangat mudah. Setiap peserta diberikan lima botol parfum dan para peserta diminta untuk menentukan bahan baku dari parfum tersebut hanya berdasarkan indera penciuman mereka saja.Selain itu mereka diminta untuk menentukan aroma dasar yang menjadi wangi parfum tersebut. Hal ini merupakan sebuah tugas yang sangat mudah bagi Yuna. Dulu waktu Edith mempersulit dirinya,
Yuna sengaja melewatinya dan melangkah cepat ke arah pintu masuk. Tidak ada yang tahu apa yang sedang direncanakan oleh Valerie. Kalau ada sesuatu maka dia bisa gawat.Ketika dia baru saja keluar, terlihat Reni langsung melangkah lebar untuk menghampirinya. Perempuan itu terlihat bahagia dan dari ekspresinya terlihat antusias sekali, tetapi masih berusaha keras untuk ditutupi olehnya.“Selamat, Bu Yuna!”Berita tentang orang-orang yang lolos tes tahap dua sudah disampaikan di detik yang sama. Hanya saja mereka harus menunggu di dalam terlebih dahulu baru boleh keluar. Yuna melihat ekspresi bahagia perempuan itu dan merasa lucu. Dia mencubit pipi Reni dengan gemas.“Aku kasih saran.”“Hah?”“Lain kali jangan panggil aku Bu Yuna lagi,” kata Yuna yang merasa aneh karena jarang sekali ada orang yang memanggilnya seperti itu.Reni terdiam sesaat dan bertanya, “Pa-panggil apa dong?”“Panggil nama?”Reni mengerjapkan matanya kemudian berkata, “Yuna?”“Pintar!” sahut Yuna sambil menepuk kepala
Meski Reni berpikiran sedikit lebih panjang, apa yang perempuan itu katakan juga masuk akal. Bukannya mempedulikan ucapan orang-orang. Akan tetapi kondisi saat ini sedikit lebih sensitif dan khusus. Kalau mereka bertemu secara pribadi, kemungkinan besar akan mendapatkan pembicaraan dari orang-orang. Walaupun dia tidak peduli, tetapi tidak baik bagi Lisa dan juga ayahnya.Oleh karena itu Yuna menoleh ke arah lelaki asing tersebut dan berkata, “Begini saja, aku telepon Lisa. Kita bicara di telepon saja.”Orang tersebut tidak berkata apa pun. Yuna melihat orang tersebut sambil mengeluarkan ponsel dan menghubungi Lisa. Akan tetapi telepon tersebut tidak tersambung sama sekali.“Dia ada alasan tersendiri yang nggak bisa disampaikan. Mohon pengertian Bu Yuna,” ujar lelaki itu.Awalnya Yuna ingin sekali menolak, tetapi telepon yang tidak bisa tersambung itu ditambah dengan lelaki itu ada barang milik Lisa di tangannya membuat Yuna khawatir perempuan itu ada dalam bahaya. Atau mungkin Lisa men