Valerie tampak kebingungan melihat Lawson mendadak malah menyalakan sebatang rokok dan melihat pemandangan di luar dari balkon kamarnya. Valerie masih tidak mengerti untuk apa Lawson memanggilnya kemari dan membuat dia menyaksikan semua itu.Ketika melihat tampak samping wajah Lawson, Valerie kembali teringat dengan adegan yang membuatnya merinding barusan. Dia hanya berdiam di tempat dengan baju yang setengah terbuka tanpa mengatakan sepatah kata pun.Setelah mengisap separuh rokoknya, Lawson membalikkan badan dan menatap Valerie dari ujung kepala sampai ujung kaki. Valerie tidak tahu apakah di saat seperti ini dia harus merasa senang atau sedih. Ketertarikan Lawson terhadap tubuhnya sudah menghilang, lantas apakah itu berarti akhirnya Valerie bisa bebas dari siksaan ini dan memperoleh kebebasan, tapi di saat yang sama kerja sama di antara mereka berdua berakhir? Jika memang begitu, bagaimana caranya Valerie bisa mendapatkan apa yang dia mau?Valerie spontan memeluk Lawson dan membena
“Oh? Kamu kenal orangnya?” tanya Lawson penasaran.“Kamu pernah ketemu sama dia! Kamu masih ingat sama yang namanya Yuna?””Saingan cintamu?”Bayang-bayang wajah cantik Yuna seketika muncul di benak Lawson. Sejujurnya, pertemuan pertama Lawson dengan Yuna meninggalkan kesan yang begitu dalam bagi Lawson. Lawson memang ada niat untuk mendekatinya, tapi untuk sementara, kesempatan itu masih belum datang.“Saingan cinta? Haha! Dia nggak layak jadi saingan cintaku! Tapi kalau mau ganti selera, harusnya dia lumayan juga.”Lawson sedikit pun tidak tertarik dengan persaingan cinta antara perempuan, tapi dia cukup tertarik jika berkaitan dengan kepuasannya sendiri.“Dia memang lumayan, tapi setahuku, dia sudah bukan karyawan VL lagi. Sekarang kalian berdua kan musuhan. Kamu yakin bisa ngebujuk dia?”“Memangnya cara buat dapetin cewek cantik cuma ngebujuk? Kalau kamu memang mau dia, aku punya banyak cara.”“Tapi aku sudah bilang. Aku nggak suka maksa orang lain ….”“Lawson, tadi kamu sendiri ya
Awalnya Valerie tidak terlalu memperhatikan karena merasa gugup dan takut, tapi setelah diperhatikan baik-baik, dia baru menyadari tubuh Lawson terlalu kurus. Tentu Valerie sudah tahu alasan apa yang membuat dia seperti itu.Dengan menyentuh benda-benda seperti itu, Lawson sama saja sudah menginjakkan satu kakinya di kubagan lumpur. Valerie tidak tahu apakah suatu hari nanti terjadi sesuatu padanya, atau berapa lama lagi Lawson bisa bertahan di industri ini. Bergantung padanya pun bukan rencana yang bisa bertahan untuk jangka panjang.Dulu Valerie berpikir asal berhasil mendekati orang terkenal, semua urusannya pasti akan lancar selama hubungan itu tetap terjaga. Namun, kenyataan pahit memberikan sebuah tamparan baginya agar dia tersadar kalau itu tidak benar.Seorang manusia dewasa tidak bisa bergantung pada pohon yang sudah mati.Valerie sudah bertekad untuk tidak menaruh harapannya pada Logan seorang, jadi tentu saja dia juga tidak mungkin menaruh semua harapannya pada Lawson. Dia h
Logan segera memeluknya dari belakang dan meminta maaf, “Val, kamu jangan marah! Iya, ini salahku! Aku nggak sepantasnya marah-marah ke kamu. Aku nggak cuma sayang sama anak kita. Kamu sama anak kita sama pentingnya di hatiku,” jelas Logan sambil mencium belakang leher Valerie, “Kalau kamu nggak percaya, lihat saja!”Logan mengeluarkan sebuah kotak bermotif brokat. Sebenarnya dia ingin mengadakan lamaran yang lebih formal, tapi di saat seperti ini, tanpa banyak pikir dia langsung mengeluarkannya untuk menenangkan hati Valerie.Valerie menyaksikan langsung di hadapannya saat kotak itu terbuka. Di dalamnya berisi cincin berlian yang berkilauan. Seketika tetesan air matanya pun berhenti.Sambil memegangi kotak cincin itu, Logan berlutut di depan Valerie dan berkata padanya, “Val, aku tahu kamu sudah ngebantu aku banyak banget selama kita hidup bareng. Aku sadar itu bukan hal yang mudah. Makanya, tolong kasih aku kesempatan untuk jagain kamu dan anak kita. Biar aku yang manjain kamu seumur
Yuna sudah mengabari Brandon dari pagi karena hari ini dia akan lembur. Semula, Yuna berpikir Brandon tidak akan mengizinkannya, tapi ternyata, Brandon malah mengizinkan Yuna bekerja semalam di lab tanpa merasa keberatan. Yuna mengira dia salah dengar, tapi dia tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu dan langsung fokus ke pekerjaannya.Ketika produknya rampung malam ini, akhirnya Yuna bisa mengambil cuti beberapa hari untuk istirahat sekalian menemani Brandon. Oleh karena itu Yuna terus memeriksa setiap langkah agar tidak terjadi kesalahan.Stella merasa jauh lebih segar setelah membasuh wajahnya dengan air dingin. Ketika dia baru berjalan beberapa langkah keluar dari toilet, dia melihat bayangan seorang pria yang menenteng kantung besar di kedua tangannya. Tubuhnya yang tinggi besar itu sedang berlari ke arah … lab?!“Tunggu!” seru Stella sambil berlari mengejar pria tersebut dan berhasil menghadangnya. “Siapa kamu? Ada urusan apa kamu kemari?!”Perbedaan tinggi badan di antara merek
“Ini ….”Seketika itu Stella baru merasakan ada sesuatu yang janggal.“Hari ini cuacanya tiba-tiba dingin. Ini ada jaket dan selimut, terus ada juga beberapa makanan kecil. Tolong kasih dia,” kata Frans menyerahkan kantung itu kepada Stella, tapi Stella hanya diam saja, jadi Frans menggantungkan kantung itu di tangan Stella dan langsung pergi. Yang penting tugasnya sudah selesai, tidak masalah juga jika tidak bertemu langsung dengan Yuna.“Eh, ini ….”Stella langsung memanggil Frans ketika dia tersadar dari lamunannya, tapi langkah kaki Frans yang besar sudah membawanya masuk ke dalam lift.Dengan raut wajah kebingungan, Stella membawa kedua kantung itu ke lab, dan di sana dia melihat Yuna masih fokus mengerjakan sampelnya.“Pesanan sudah sampai,” seru Stella.Yuna yang mendengar itu membalikkan kepalanya dan terkejut ketika melihat Stella membawa dua kantung besar di tangannya.“Bukannya tadi kamu cuci muka? Kenapa jadi bawa makanan?”Mana ada toko yang mengantarkan makanan secepat it
“Ya sudahlah, kamu pasti juga lapar, kan? Ayo makan.”Melihat makanan yang masih hangat serta perut yang sudah kelaparan, mereka pun langsung menyantap makanannya bersama. Yuna sudah tidak memikirkan apa yang mereka bicarakan lagi barusan, tapi tampaknya Stella masih cukup terganggu dengan ucapan Yuna yang bilang kalau matanya bermasalah.“Menurutmu, kata-kata apa yang kurang pas tadi?”“Hmmm. Oke, coba kamu jelasin apa yang kamu rasa aneh dari tingkah lakunya?”Yuna rasa bicara soal tampang, setiap orang pasti punya persepsi yang berbeda, tapi jika bicara soal gaya atau tingkah lakunya, sepertinya apa yang dikatakan oleh Stella kurang tepat untuk menggambarkan sikap Brandon.“Tadi aku tanya siapa dia. Ngapain dia kemari, tapi dia diam cukup lama dan cuma jawab karyawan di sini. Coba pikir, deh. Aku belum lama di sini, tapi aku sudah cukup kenal sama karyawan yang ada. Cuma lihat sekilas saja, aku yakin kalau dia bukan karyawan di sini. Cuma begitu saja dia sampai harus bohong, kalau b
Pertanyaan ini sontak membuat Stella terkejut.“Sebentar! Kamu punya berapa pacar?”Tatapan mata membunuh yang dilancarkan Yuna membuat Stella seketika terdiam.“Kalau yang kita ngomongin ini ternyata beda orang, jadi yang tadi bawain makanan itu bukan pacar kamu? Nggak mungkin! Malam-malam begini bawa banyak barang pribadi pula ….”Seiring mendengar perkataan Stella, Yuna mulai bisa meraba kira-kira siapa yang sebenarnya dimaksud oleh Stella.“Tunggu sebentar!” ujarnya. Yuna mengeluarkan ponselnya untuk mencari foto Frans, tapi tentu saja dia tidak punya. Bahkan cari di internet juga tidak ketemu. Lantas, dia membuka percakapannya dengan Brandon dan berkata, “Kasih aku fotonya Frans.”Jika dugaan Yuna benar, orang yang dimaksud oleh Stella tadi bukanlah Brandon, melainkan Frans. Semua ini cukup masuk akal. Tidak mungkin Brandon menitipkan barang yang dia bawa kepada Stella.“Tunggu,” kata Yuna. Dia masih menanti balasan dari Brandon. Seharusnya dia masih belum tidur karena baru saja m
Sang Ratu terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu di kepalanya. Maka Yuna pun melanjutkan, “Ya benar aku memang belum setua itu dan ngga tahu gimana rasanya. Apa aku akan takut mati dan berusaha mati-matian untuk bisa terus hidup, aku nggak tahu. Tapi aku rasa apa pun yang terjadi, setiap orang harus punya batas. Seandainya aku mau terus hidup, nggak sepantasnya aku sampai mengorbankan nyawa orang lain. Anakku, temanku, saudaraku, kalau mereka sampai disakiti, aku juga pasti bakal sedih. Karena aku nggak mau orang lain memperlakukan aku dan orang terdekatku seperti itu, aku juga nggak melakukannya ke orang lain. Seperti yang orang sering bilang. Kalau nggak mau dijahati, jangan menjahati orang lain duluan.”“Aku capek,” kata Ratu seraya memejamkan matanya. “Kamu istirahat saja dulu.”“Ratu, aku harap kamu bisa mengerti. Sebenarnya kehidupan abadi ini nggak realistis. R10 cuma ilusi. Aku cuma membuatnya sesuai dengan resep yang mereka kasih. Masalah bisa berhasil atau nggak … aku bena
Selama ini Fred selalu memperlakukan Yuna dengan sangat buruk karena berpikir toh cepat atau lambat Yuna juga akan mati dijadikan tubuh pengganti Ratu. Fred masih tetap akan merawat Yuna dengan baik dengan memberikan makan yang layak, tetapi jangan harap dia akan membebaskan Yuna.“Kamu nggak percaya aku? Kalau nggak percaya, aku bisa ….”Yuna langsung menyela sebelum sang Ratu selesai bicara, “Nggak. Justru sebaliknya. Aku percaya sama kamu! Kamu adalah ratu, sudah pasti kamu akan memegang kata-katamu. Kalau dari awal kamu nggak berniat membebaskan aku dan mau aku mati di sini, kamu nggak perlu menipuku segala. Tapi karena sekarang kamu bilang begini, berarti kamu berniat untuk membebaskan aku. Justru aku yang seharusnya berterima kasih karena masih diampuni!”Memang rasanya sedikit canggung untuk dikatakan, tetapi kata-kata itu tulus keluar dari lubuk hati Yuna. Ratu bisa dengan mudah membunuh Yuna kapan saja dia mau, tetapi dia lebih memilih untuk repot sedikit mencari tubuh yang ba
“Kamu nggak takut mati karena kamu masih muda. Kamu masih belum sampai di umurku,” kata sang Ratu lirih. “Dulu aku juga mengira aku nggak takut mati. Aku nggak takut apa pun. Aku bisa menghadapi semuanya tanpa ada rasa takut. Aku bisa keluar sebagai pemenang menghadapi kesulitan apa pun. Tapi, sejak beberapa tahun terakhir aku mulai sadar, kalau sebenarnya masih ada banyak banget masalah yang nggak bisa aku selesaikan. Di situ aku baru sadar. Aku nggak mau mati!”Tiba-tiba sang Ratu embali menatap Yuna dengan tegas, tetapi ada juga sedikit kepasrahan dalam dirinya.“Aku benar-benar nggak mau mati. Masih banyak hal yang belum aku selesaikan. Masih ada banyak hal penting yang harus aku kerjakan. Apa kamu bisa mengerti perasaanku ini? Kamu tahu seperti apa rasanya diburu-buru tanpa waktu yang cukup?”“Aku mengerti!” jawab Yuna.“Nggak. Kamu nggak akan mengerti!” bantah sang Ratu. “Kamu mana mungkin bisa mengerti? Kamu masih muda, cantik, dan penuh energi! Kamu juga pintar, punya keluarga
Hanya saja meski sang Ratu dengan nada yang penuh perhatian menyuruh Rainie untuk beristirahat, mataya masih tak lepas dari Yuna. Rainie pun ikut melirik ke arah Yuna. Yuna sedikit pun tidak melihat Rainie, bahkan di sudut matanya pun tidak.Hal itu membuat Rainie merasa tersinggung, dia seperti diabaikan. Sejak kecil, Rainie paling tidak suka diabaikan oleh orang lain. Dengan kerja kerasnya dia ingin orang-orang melihat pencapaiannya, tetapi sekarang perasana diabaikan itu malah selalu mengikutinya ke mana pun dia pergi. Di mana pun Yuna berada, di situlah Rainie akan terus hidup dengan perasaan itu. Dia bagaikan sebuah bayangannya Yuna yang selalu ada di sana tetapi tidak pernah dianggap.“Hari ini adalah waktu yang paling pas untuk menjalankan eksperimennya. Yang Mulia harus memanfaatkan kesempatan ini dengan baik!” kata Rainie berusaha untuk membujuk sang Ratu sebisa mungkin. Hanya dengan itu, eksperimennya akan bisa berjalan di hari itu juga, dan semuanya akan berubah.“Aku sudah
“Yang kamu bilang itu benar juga!” kata Ratu seraya menatap Rainie dan tersenyum puas.Rainie merasakan ketenangan batin melihat sang Ratu tersenyum padanya. Setidaknya itu mengartikan bahwa apa yang dia katakan itu sejalan dengan pemikiran sang Ratu. Ucapannya berhasil menarik hati Ratu dan mungkin saja Ratu bersedia mendengarkannya.“Ratu, kalau kamu masih bersikeras, aku nggak mau lagi. Aku mundur,” kata Yuna. Sudah terlanjur sampai sejauh ini, Yuna terpaksa mogok kerja untuk mendesaknya. “Aku nggak mau melakukan eksperimen yang jelas akan gagal.”Namun seketika Ratu baru mengerutkan keningnya sebentar, Rainie dengan tidak sabarnya berkata, “Kalau kamu nggak mau, biar aku saja!”“Rainie, kamu ….”“Yang Mulia, sejujurnya aku juga bisa diandalkan. Aku nggak berani mengklaim kalau aku lebih hebat dari Yuna, tapi minimal aku sudah dapat banyak penghargaan internasional. Aku mengaku waktu mengembangkan R10, aku nggak sebaik Yuna karena itu memang bukan bidang yang aku dalami. Tapi kalau
Seraya menarik napas panjang, Yuna berkata kepada sang Ratu, “Ya! Benar aku memang mau menolong anak itu, tapi apa yang aku bilang juga nggak salah! Eksperimen ini punya tingkat risiko yang tinggi, dan kamu tahu sendiri itu. Sebelumnya kita pernah membahas soal ini, bukan sekarang aku baru mengungkitnya. Kamu pasti masih ingat.”Dengan adanya Rainie yang mencoba untuk mengacaukan situasi, Yuna hana bisa menggunakan pembahasan dia dengan Ratu sebelumnya untuk membujuk dia, dengan harapan dia akan percaya dan mau berubah pikiran.Sang Ratu langsung terdiam mendengar itu, dan dia juga terlihat sedang berpikir mengingat kembali apa yang dia dan Yuna bicarakan.Melihat sang Ratu mulai terhasut, Rainie kembali berkata, “Yang Mulia, jangan percaya sama dia! Eksperimen ini memang berisiko dan persentase untuk berhasil rendah, tapi apa pun yang dia bilang tujuannya cuma untuk menolong anak itu! Jangan percaya, atau Anda yang bakal terkena tipu muslihatnya!”Di saat itu Yuna sudah meledak. Dia m
“Yang Mulia, jangan dengarkan dia. Dia penipu!”Tiba-tiba ada suara yang datang memecah situasi yang tegang itu. Yuna spontan kaget mendengarnya. Sedikit lagi dia hampir berhasil membujuk sang Ratu. Tatapan mata Ratu tampak goyah saat dia mendengar tawaran Yuna, tetapi teriakan itu justru malah membuat Ratu tersadar kembali.Ratu dan Yuna sama-sama menoleh ke asal suara itu berasal. Di sana mereka melihat Rainie yang bersembunyi di pojokan sedang berjalan mendekat ke posisi sang Ratu berada. Saat Rainie baru melangkahkan kakinya, dia dicegat oleh penjaga. Di situ dia pun berhenti dan menatap sang Ratu dengan penuh pengharapan. Sang Ratu meminta anak buahnya untuk membiarkan Rainie mendatanginya. Maka Rainie pun maju dan berdiri persis di hadapan sang Ratu, membungkuk dan berkata, “Yang Mulia, Yuna bilang begitu karena dia cuma mau menolong anak kecil itu. Sebenarnya ini nggak terburu-buru, itu cuma alasan dia saja.”“Kamu siapa?” tanya sang Ratu.“Namaku Rainie. Aku juga pernah bekerj
“Kamu nggak mau mati, tapi mereka juga sama!” kata Yuna seraya menunjuk ke meja operasi. “Apa kamu pernah berpikir kalau Nathan itu cuma anak kecil yang nggak berdosa? Dia masih muda. Kamu juga seorang ibu yang punya anak cucu. Apa kamu nggak pernah mikir kalau suatu hari mereka yang jadi korban ….”“Itu sudah nasib mereka!” kata sang Ratu menyela dengan lantang.“.…”“Yang kuat memakan yang lemah, itu sudah hukum alam. Cuma yang kuat yang layak untuk terus hidup. Bukankah begitu? Kalau negara kalian nggak cukup kuat, aku nggak perlu khawatir tentang bagaimana pendapat kalian dan menjalin relasi secara diplomatis. Kalau Yuraria kuat, aku nggak perlu berpikir apa pendapat negara lain tentang negaraku. Sama, kamu juga begitu. Kalau kamu lemah, kamu sudah mati dari dulu dan nggak akan ada di sini untuk mempertanyakan aku!”Ratu tidak merasa ada yang salah dengan dirinya. Selama ini dia begitu gigih dan berjuang mati-matian hanya untuk menjadi yang terkuat. Tanpa kekuatan, dia akan terelim
Di antara mereka justru Nathan yang begitu tidak berisik. Dia tidak menangis atau merengek, dan dengan patuhnya dituntun menuju meja operasi.Yuna merasa sakit dan sedih melihat Nathan yang masih sangat muda harus melalui semua ini. Dia hanyalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa tentang apa yang akan dia hadapi, dan tidak sadar bahwa selama ini dia hanya dianggap sebagai bahan percobaan oleh orang dewasa yang tidak bertanggung jawab.Tanpa alasan yang jelas dia dirampas dari kedua orang tuanya untuk waktu yang lama. Bukan hanya tidak bisa pulang lagi ke rumahnya, dia bahkan harus menerima kematian dengan cara yang tragis.“Ratu, jangan!” kata Yuna kepada Ratu dengan suara lantang. “Kamu tahu seberapa besar risiko eksperimen ini. Mana mungkin kita biarkan eksperimennya tetap dijalankan. Cepat hentikan eksperimen ini sekarang juga!”Fred yang sudah berada di atas meja operasi juga mengangguk. Baru kali ini dia memiliki pendapat yang sama dengan Yuna. Dia berkata, “Benar! Benar! Eksperim