“Ini ….”Seketika itu Stella baru merasakan ada sesuatu yang janggal.“Hari ini cuacanya tiba-tiba dingin. Ini ada jaket dan selimut, terus ada juga beberapa makanan kecil. Tolong kasih dia,” kata Frans menyerahkan kantung itu kepada Stella, tapi Stella hanya diam saja, jadi Frans menggantungkan kantung itu di tangan Stella dan langsung pergi. Yang penting tugasnya sudah selesai, tidak masalah juga jika tidak bertemu langsung dengan Yuna.“Eh, ini ….”Stella langsung memanggil Frans ketika dia tersadar dari lamunannya, tapi langkah kaki Frans yang besar sudah membawanya masuk ke dalam lift.Dengan raut wajah kebingungan, Stella membawa kedua kantung itu ke lab, dan di sana dia melihat Yuna masih fokus mengerjakan sampelnya.“Pesanan sudah sampai,” seru Stella.Yuna yang mendengar itu membalikkan kepalanya dan terkejut ketika melihat Stella membawa dua kantung besar di tangannya.“Bukannya tadi kamu cuci muka? Kenapa jadi bawa makanan?”Mana ada toko yang mengantarkan makanan secepat it
“Ya sudahlah, kamu pasti juga lapar, kan? Ayo makan.”Melihat makanan yang masih hangat serta perut yang sudah kelaparan, mereka pun langsung menyantap makanannya bersama. Yuna sudah tidak memikirkan apa yang mereka bicarakan lagi barusan, tapi tampaknya Stella masih cukup terganggu dengan ucapan Yuna yang bilang kalau matanya bermasalah.“Menurutmu, kata-kata apa yang kurang pas tadi?”“Hmmm. Oke, coba kamu jelasin apa yang kamu rasa aneh dari tingkah lakunya?”Yuna rasa bicara soal tampang, setiap orang pasti punya persepsi yang berbeda, tapi jika bicara soal gaya atau tingkah lakunya, sepertinya apa yang dikatakan oleh Stella kurang tepat untuk menggambarkan sikap Brandon.“Tadi aku tanya siapa dia. Ngapain dia kemari, tapi dia diam cukup lama dan cuma jawab karyawan di sini. Coba pikir, deh. Aku belum lama di sini, tapi aku sudah cukup kenal sama karyawan yang ada. Cuma lihat sekilas saja, aku yakin kalau dia bukan karyawan di sini. Cuma begitu saja dia sampai harus bohong, kalau b
Pertanyaan ini sontak membuat Stella terkejut.“Sebentar! Kamu punya berapa pacar?”Tatapan mata membunuh yang dilancarkan Yuna membuat Stella seketika terdiam.“Kalau yang kita ngomongin ini ternyata beda orang, jadi yang tadi bawain makanan itu bukan pacar kamu? Nggak mungkin! Malam-malam begini bawa banyak barang pribadi pula ….”Seiring mendengar perkataan Stella, Yuna mulai bisa meraba kira-kira siapa yang sebenarnya dimaksud oleh Stella.“Tunggu sebentar!” ujarnya. Yuna mengeluarkan ponselnya untuk mencari foto Frans, tapi tentu saja dia tidak punya. Bahkan cari di internet juga tidak ketemu. Lantas, dia membuka percakapannya dengan Brandon dan berkata, “Kasih aku fotonya Frans.”Jika dugaan Yuna benar, orang yang dimaksud oleh Stella tadi bukanlah Brandon, melainkan Frans. Semua ini cukup masuk akal. Tidak mungkin Brandon menitipkan barang yang dia bawa kepada Stella.“Tunggu,” kata Yuna. Dia masih menanti balasan dari Brandon. Seharusnya dia masih belum tidur karena baru saja m
“Bukan dia,” bantah Yuna.Yuna menghela napas dan kembali menikmati makanannya. Jika dipikir-pikir lagi, bodoh juga Yuna bisa-bisanya membandingkan pria yang dijelaskan oleh Stella dengan Brandon. Namun, dilihat dari kecepatan membalas dan latar dari foto yang barusan dikirimkan, jelas sekali kalau foto itu diambil langsung di mobil tadi. Apakah Brandon ….Selagi Yuna masih sibuk memikirkan hal itu, lagi-lagi dia mendapat sebuah pesan dari Brandon.“Masih mau?”Mendapati dua kata yang singkat sebagai pertanyaan, Yuna berasumsi yang dimaksud Brandon itu adalah fotonya Frans, lantas dia pun menjawab, “Ngga usah, cukup.”Untuk apa juga Yuna menyimpan banyak foto Frans. Toh, dia hanya butuh foto itu untuk memastikannya dengan Stella.“Yakin nggak mau? Fotoku?”“Ukh … uhuk-uhuk ….”Yuna terbatuk ketika melihat kata-kata terakhir di pesan tersebut.“Ya ampun, makan sampai keselak begitu, kamu nggak apa-apa? Tanya Stella sambil menepuk punggung Yuna. Lalu dengan penuh rasa penasaran dia berta
Stella masih berusaha mengingat siapa itu Brandon. Namanya memang tidak terdengar asing di telinga, jadi seharusnya Stella juga mengenalinya, tapi entah mengapa tiba-tiba ingatan itu seolah lenyap dari isi kepalanya.“Dia itu CEO-nya Uniasia,” kata Yuna.“Oh … iya, iya! Kamu ngomong begitu aku baru ingat, CEO-nya Uni ….”Kata-kata terakhir seolah tersangkut di tenggorokan Stella, dan tatapan matanya saat melihat Yuna pun diisi dengan rasa tidak percaya. Namun Yuna sudah menduga Stella pasti akan memberikan reaksi seperti ini.Sejujurnya, sampai detik ini Yuna masih tidak sepenuhnya paham mengapa Brandon mau membantu dan memanjakan dirinya. Namun yang pasti, identitasnya sebagai istri Brandon bukanlah sesuatu yang dibuat-buat.“CEO-nya Uniasia?!”Akhirnya Stella bisa menyelesaikan ucapannya setelah berhenti sejenak untuk menelan ludah. Dia tidak bisa menggambarkan betapa terkejutnya ketika mengetahui Yuna adalah istri Brandon. Dia hanya tahu kalau Yuna sudah punya pacar baru, tapi dia t
Stella yang sudah kenal dengan Yuna sejak lama saja memberikan reaksi yang begitu heboh. Entah apa yang akan terjadi kalau sampai orang lain yang mengetahuinya. Namun ini juga semakin membuktikan jangan sampai hubungan antara Yuna dengan diketahui publik.“Bukan begitu! Dengar dulu penjelasanku. Kamu tahu sendiri sepenting apa dia. Dengan jabatan yang aku punya sekarang, bisa kamu bayangin apa reaksi orang lain kalau sampai mereka tahu. Lihat, deh, kamu sendiri saja susah buat nerimanya, apalagi orang lain. Kalau orang lain sampai tahu, aku nggak bakal sanggup menghadapi gosip-gosip yang bertebaran, mana mungkin aku masih kuat buat fokus ke kerjaan kita.”“Aku bukannya susah buat nerima hubungan kalian, aku cuma nggak nyangka ….”Stella tentu saja menerima hubungan mereka berdua dengan senang hati. Toh jika Yuna bisa bahagia, dia sendiri juga yang ikut berbahagia.“Aku ngerti, aku ngerti apa maksud kamu … tapi orang lain nggak mikir kayak kamu,” sela Yuna, “Aku yakin kamu pasti tahu ap
Namun Yuna tidak menjawab karena dia melihat ada sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari mereka di seberang. Mobil tersebut tampak sangat mencolok karena berhenti di tengah jalan di malam selarut ini. Terlebih lagi, pintu belakang juga sudah terbuka, dan pria yang turun dari mobil itu berjalan menghampiri mereka.“Kak Yuna?” sahut Stella yang tak kunjung mendapatkan jawaban.Terlepas dari gelapnya pencahayaan di malam hari, sosok tampan pria yang perlahan berjalan ke arah mereka terlihat sangat jelas di bawah sorotan lampu jalanan.Pria itu jelas hanyalah orang biasa, tapi sekujur tubuhnya seolah dikelilingi oleh cahaya terang yang membuat perhatian orang lain spontan tertuju kepadanya. Tanpa perlu dikenalkan sekalipun, dilihat dari reaksi dan cara Yuna memandang pria itu, Stella sudah bisa menebak siapa pria itu.“Ternyata kamu datang juga,” kata Yuna.Dari kecepatan Brandon membalas pesan serta latar belakang foto wajah Frans yang dia ambil, Yuna sudah menduga Brandon pasti berada
Tidak heran mengapa dia yang datang membawakan pakaian dan makanan, dan tidak heran pula Stella salah paham tentang semua ini. Frans adalah sopirnya Brandon, jadi masuk akal jika dia yang membawakan barangnya. Stella-lah yang salah paham mengira kalau Frans adalah pacarnya Yuna.“Tadi makasih, ya, Frans!” kata Yuna.Barusan Yuna memang tidak bertemu dengan Frans secara langsung, tapi bagaimanapun juga, ucapan terima kasih tetap harus disampaikan karena Frans sudah repot-repot membawakan barang untuknya di tengah malam.“Nggak perlu sungkan, Bu Yuna,” jawab Frans. Setelah menatap Stella sekilas, Frans kembali menghadap ke depan dan menaruh kedua tangannya di tas setir mobil.“Oh ya, ini teman baik sekaligus asistenku, Stella. Stel, ini asistennya Brandon, namanya Frans,” ucap Yuna.Stella mengangguk dan menyadari Frans masih menatapnya lurus, dia pun tiba-tiba berkata, “Maaf, ya!”“Maaf kenapa?” tanya Frans.“Tadi … aku nggak tahu kamu siapa. Aku kira kamu mata-mata dari perusahaan komp
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi
“Gimana caranya aku bisa memastikan kalau anak-anak yang suamiku terima itu benar-benar anakku?”“Hmm? Mau beralasan apa lagi kamu?”“Nggak, aku cuma mau memastikan kalau mereka itu benar anakku, bukan anak orang lain yang dijadikan pengganti.”Sebelumnya Yuna juga sudah berpikir adanya kemungkinan ini terjadi, tetapi ketika melihat Brandon membawa kotak itu dan memeriksa napas anak-anaknya, dia hampir meneteskan air mata. Brandon dikenal sebagai orang yang sangat dingin, tetapi Yuna bisa melihat sewaktu Brandon melakukan itu, jarinya sampai gemetar. Kelihatan sekali selama beberapa hari ini dia juga sangat menderita.Semenjak memutuskan untuk masuk ke tempat ini, Yuna tidak mengira akan terperangkap di sini untuk waktu yang sangat lama, bahkan sampai anak-anaknya lahir. Sudah sebulan penuh sejak kelahiran mereka, tetapi Yuna masih bisa bisa keluar. Bahkan ada kemungkinan dia akan terperangkap di sini untuk seumur hidup.Hidup atau mati sering kali terjadi hanya dalam sekejap mata dan
“Yang perlu kita curigai sekarang adalah kalau anak-anak ini bukan punyaku, berarti mereka siapa? Dan dari mana datangnya mereka? Tapi kalau benar mereka anakku … apa mau mereka?”“Apa mungkin mereka mau menggunakan anak-anakmu untuk mengancammu?” kata Shane. “Atau ….”“Atau apa?”“Nggak, nggak apa-apa! Aku cuma asal ngomong saja.”Mendengar Shane bilang begitu, Brandon juga tidak bertanya lagi lebih dalam. Brandom mengamati raut wajah Chermiko kelihatannya kurang begitu baik. Dia tampak sangat serius dengan kening yang mengerut.“Apa pun keadaannya, anak-anak ini sudah ada di tangan kita. Kita tetap harus merawat mereka dengan baik. Kalian berdua tidur saja dulu, biar aku yang jaga mereka.”“Jangan, kamu sudah kelelahan dari beberapa hari belakangan. Banyak hal yang perlu kamu ambil keputusan langsung, jadi kamu saja yang tidur, biar aku yang jaga!” kata Shane.“Kalian berdua tidur saja. Aku dokter, biar aku yang jaga!” ucap Chermiko.“Sudah, sudah, jangan diperdebatkan lagi! Kemungki
Kotaknya sangat berat, bisa dipastikan isi kotak itu adalah sesuatu yang cukup besar. Napas Brandon mau berhenti rasanya membawa kotak itu, dia lantas membuka tutupnya dengan sangat pelan dan hati-hati ….Benar saja, di dalam kotak itu ada dua orang bayi yang terbungkus rapi dengan selimut. Kedua anak itu tertidur dengan sangat lelap. Brandon merasa sedikit lega melihat kedua anak itu, tetapi masih ada satu hal yang perlu dia pastikan. Dia mendekatkan jarinya ke hidung ke dua anak it untuk memastikan apakah mereka masih hidup. Dan ternyata ya, kedua anak itu memang sedang tertidur lelap dan masih bernapas.“Isinya benar anak-anak!” seru Brandon.Shane nyaris saja meneteskan air mata mendengar itu. Dia bahkan terlihat lebih bahagia daripada Brandon karena apa yang terjadi pada Nathan membuat dia memiliki empati yang kuat, seolah kedua anak di dalam kotak itu adalah anaknya sendiri. Selama kedua anak itu dapat mereka selamatkan, Shane masih punya harapan kalau suatu saat Nathan juga past
Hari perlahan mulai gelap sementara Brandon menunggu di lokasi yang dijanjikan. Sesuai dengan isi pesan tersebut, Brandon menunggu di jalan Tangkira dan berdiri di bawah pohon urutan keenam. Orang yang diutus oleh Edgar juga sudah bersiaga di perimeter. Begitu mereka melihat ada seseorang yang melakukan transaksi dengan Brandon, mereka akan langsung mengamankannya. Semuanya sudah berjalan sesuai rencana, tetapi Brandon masih merasa sedikit cemas meski tidak begitu tampak dari luar.Tidak pernah dia merasa setegang ini sebelumnya, bahkan ketika waktu dia pertama kali mengambil alih Setiawan Group. Membayangkan sebentar lagi dia akan bertemu dengan anak kandung yang belum pernah dia temui sebelumnya membuat detak jantung Brandon berdegup kencang, apalagi saat memikirkan kalau ini hanyalah perangkap.Bagaimana kabar Yuna dan anak-anaknya di sana? Dokter itu juga tidak pernah muncul lagi setelah dia menawarkan diri untuk menjadi mata-mata. Brandon curiga dia mungkin sudah tertangkap oleh F