“Bohong! Kamu pembohong! Bahkan kamu juga masih punya sesuatu yang kamu peduli, apalagi Yuna! Nggak … ini nggak mungkin terjadi. Dia pasti akan menyesal!”Pria pendek itu sudah sering kali mengamuk dan melakukan hal-hal gila yang di luar akal sehat, tetapi kali ini lebih parah lagi. Dia benar-benar dibuat marah sejadi-jadinya, dan kali ini bukan karena kekurangan fisik ataupun suaranya, melainkan karena sesuatu yang ada jauh di lubuk hatinya.Ya, selama ini dia selalu merasa superior meski memiliki banyak kekurangan fisik berkat kepintaran yang dia miliki. Dengan caranya sendiri, dia bisa terus menanjak sampai ke posisi dia saat ini dan berhasil memegang kuasa atas nyawa orang lain dengan tangannya. Akan tetapi hari ini, kata-kata Yuna berhasil membuka titik lemahnya. Tanpa ada bantuan orang yang berada di belakang layar, dia bukanlah siapa-siapa.Perkataan itu mengenai tetap sasaran ke titik terlemah, membuat dia mau tidak mau harus menghadapi kenyataan yang pahit. Tidak. Tidak seharu
Selepas dari ruang kantor, Shane terus mengejar Yuna sampai ke lantai bawah.“Yuna, Yuna …. Yang tadi kamu bilang itu, kamu serius?”“Apanya?”“Itu ….”“Aku nggak peduli terhadap apa pun? Jelas nggak, lah. Di dunia ini mana mungkin ada orang yang nggak peduli sama orang yang mereka sayangi, entah itu pacar, keluarga, atau teman. Tapi aku tadi serius, sebagai orang tua, aku tentu berharap bisa melindungi ana sendiri. Tapi memang terkadang ada waktunya aku nggak dapat yang aku mau biarpun sudah berusaha maksimal,” kata Yuna seraya menatap langit dengan raut wajah sedih.“Kalaupun harus mengorbankan nyawa, aku rela asal Nathan selamat!” kata Shane.“Terus?” tanya Yuna.“Terus apa?”“Dengan mengorbankan nyawa sendiri, apa itu berarti kamu bisa melindungi Nathan selamanya?”“.…”Seketika itu Shane tak bisa menjawab pertanyaan Yuna. Memang itu bukan sesuatu yang bisa dia pastikan. Setiap orang yang hidup di dunia ini pasti akan menghadapi berbagai macam masalah dan bahaya. Meski sudah berusa
“Mungkin kamu salah?” tanya Yuna.“Hmmm?” ”Kenapa kamu harus pusing mikirin dulu ditaruh di mana sekarang ditaruh di mana? Mungkin saja dulu memang dia selalu bawa, atau bisa juga ditaruh di tempat lain, tapi sekarang belum tentu.”“Benar juga, tapi aku merasa ini bukan gaya dia melakukan sesuatu. Jadi maksud kamu sekarang itu apa?”“Masih sama seperti rencana awal kita, sesuai yang kamu jelaskan waktu itu.”“Oke, kalau begitu sampai besok siang.”Yuna mengangguk, dan memegang tangan Shane dengan maksud memberi isyarat supaya Shane tidak perlu berbicara lebih jauh lagi mengenai rencana mereka. Sebelum mereka berdua berpisah, tiba-tiba mereka mendengar suara cibiran yang berasal dari belakang, “Nggak kusangka ternyata kalian berdua akrab juga. Apa Brandon tahu tentang hubungan kalian?”“Aku yakin orang-orang di luar sana pasti masih pada penasaran dengan kematian kamu yang mencurigakan,” ujar Shane menanggapi cibiran dari Rainie.“Kalian kira dengan aku muncul di depan kalian berdua,
Tidak ingin melihat Rainie lebih lama lagi, Yuna langsung membalikkan badannya dan pergi.“Yuna!” sahut Rainie.Namun dari kejauhan Rainie mendengar balasan Yuna, “Jangan lupa untuk datang kerjain eksperimennya tepat waktu, ya, asistenku!”Saking kesalnya Rainie mendengar itu sampai wajahnya berubah. Seumur hidup ini dia tidak pernah merasa begitu terhina, tetapi apa boleh buat, di tempat ini dia mau tidak mau harus menuruti perintah bosnya. Maka itu sekarang Rainie hanya bisa menahan diri.Melihat Shane masih di sana dengan ekspresi terhibur, Rainie jadi tambah kesal lagi. “Shane, kamu pasti senang karena dapat teman di sini, ‘kan?”Mendengar itu, Shane hanya mengangkat kedua bahunya, mengatakan kalau tidak bermaksud seperti itu.“Kamu tahu, nggak, kenapa selama ini kamu nggak pernah dipercaya dengan inti dari eksperimen yang selama ini kita kerjakan?” tanya Rainie dengan wajah culas.“Aku nggak peduli. Yang aku pedulikancuma anakku.”“Hah … itu karena kamu nggak tahu apa rahasia sebe
Tidak ada suara sedikit pun, bahkan langkah kaki juga tidak terdengar, tetapi Yuna yakin dia mendengar sesuatu barusan. Pendengarannya sangat sensitif dan terlatih, jadi meski sedang hamil sekalipun, Yuna tetap memiliki indra pendengaran yang tajam.“Siapa?!” tanya Yuna sekali lagi, tetapi dia masih tak mendapat respons. Maka itu Yuna menempelkan telinganya ke pintu, dan kemudian memutuskan untuk membukakan pintunya. Akan tetapi tidak ada siapa pun di lorong. Yuna melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan melihat sekelilingnya lagi untuk memastikan. Yakin tidak ada orang yang bersembunyi, dia pun masuk kembali.Sebelum masuk, Yuna menyadari ada kamera pengawas tak jauh dari tempatnya berdiri. Tempat ini dipenuhi dengan kamera pengawas di mana-mana. Meski sudah berusaha untuk menghindari semua orang yang ada di sini, Yuna tetap tidak akan bisa lepas dari pengawasan bosnya.Saat Yuna baru masuk ke kamarnya dan hendak menutup pintu, dia melihat di bawah ada selembar kertas yang sepertiny
Saat Brandon baru saja menutup telepon, dia mendapatkan panggilan masuk lagi dari nomor yang tak dikenal. Semula Brandon tidak mau mengangkatnya, tetapi tidak banyak orang yang mengetahui nomor pribadinya. Sempat ragu sesaat, Brandon akhirnya menerima panggilan itu.“Halo?”“Papa ….”“Kenzi?”“Papa, Kakek sakit.”“Eh? Kamu sekarang ada di mana? Ini telepon pake HP siapa? Sekarang Kakek di mana?”Menyadari ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi, Brandon langsung pergi ke pojok ruangan dan bertanya bertubi-tubi. Namun yang kemudian menjawab pertanyaannya sudah bukan lagi suara Kenzi.“Pak Brandon ….”Suara itu terdengar milik seorang pria yang tidak begitu asing di telinga, tetapi Brandon tidak bisa mengingat dengan pasti suara siapa itu.“Ini Chermiko. Ada sesuatu yang mau aku omongin.”“Ada apa?”“Ini … kurasa lebih baik Kenzi jangan dititip di sini untuk sementara waktu. Apa kamu bisa bawa dia pergi sebentar?”Baru saja beberapa waktu lalu Juan berjanji akan menjaga Kenzi agar
Kening Brandon mengerut kencang dan sekali lagi dia menghubungi nomor itu sambil mengetuk pintu tanpa henti. Ketika dia sudah bersiap untuk mengambil tindak kekerasan dengan cara mendobrak pintu, di saat itulah pintu tiba-tiba terbuka. Yang mengejutkan adalah, yang membukakan pintu itu adalah Chermiko sendiri, bukan pelayan rumahnya.Seketika pintu dibuka, dia melihat Brandon dan pasukan yang ada di belakangnya. Dengan senyuman yang terpaksa dia berkata, “Tunggu sebentar, aku panggilkan Kenzi.”Seusai berkata demikian, Chermiko langsung berbalik dan menutup pintu, tetapi Brandon bergerak lebih cepat dan menahan pintunya.“Apa yang terjadi di rumah ini?”“Ceritanya panjang,” jawab Chermiko, masih dengan jawaban yang ambigu. Tampaknya dia tidak mau menjawab pertanyaan itu.“Kalau begitu ayo masuk, jelaskan di dalam! Dan tadi kamu bilang Kakek Juan sakit? Aku mau jenguk dia sekalian.”“Jangan, kamu nggak boleh masuk!”Chermiko langsung mendorong Brandon ke luar, tetapi di saat yang sama d
“Virus yang ada di dalam badanku yang bikin mereka tertular.”Benar seperti dugaan, selama Brandon berjalan di dalam rumah itu, dia tidak melihat seorang pun berkeliaran. Halaman terasa jauh lebih sepi dibanding biasanya, dan udara di sini juga membuat dia merasa tidak nyaman. Brandon juga melihat semua tanaman yang ada di halaman layu tak terurus. Mungkin karena tidak ada lagi pelayan atau Juan yang merawat sehingga mereka terlihat lesu.Begitu memasuki kamar, Brandon merasakan hawa yang hangat. Dia mengenakan pakaian pelindung sederhana yang tidak terlalu tebal, jadi dia masih bisa merasakan hawa obat herbal yang sangat pekat. Juan yang sudah terbiasa menggodok obat selama bertahun-tahun saja hanya tercium aroma samar darinya, tetapi kali ini aromanya terasa jauh lebih pekat lagi.“Di mana Kenzi?”“Aku taruh dia di kamar anak. Sekarang cuma di sana saja yang paling aman. Setiap hari kamarnya disemprot disinfektan sehari sekali, untuk makanan juga disiapkan dengan seaman mungkin. Untu
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti
Namun Yuna masih sangat lemah meski jantungnya sudah kembali berdenyut. Dia kelihatan sangat lesu seperti orang yang sedang mengalami depresi berat. Fred pun menyadari itu, dan dia langsung memberi perintah kepada para dokternya, “Hey, cepat periksa dia!”Para dokter itu pun berbondong-bondong datang dan melakukan berbagai macam pemeriksaan, lalu mereka menyimpulkan, “Pak Fred, untuk saat ini dia baik-baik saja. Nggak ada kondisi yang membahayakan, tapi dia masih sangat lemah dan butuh waktu istirahat.”“Perlu berapa lama? Apa dia masih bisa pulih seperti semula?”“Itu … kurang lebih minimal setengah bulan.”“Setengah bulan? Lama banget!”Setengah bulan terlalu lama dan malah mengganggu pekerjaannya. Fred tidak punya cukup kesabaran untuk menunggu selama itu. Namun sekarang tidak ada jalan lain yang lebih baik, mau tidak mau dia harus bersabar. Dia lantas berbalik dan melihat ke arah Juan. Dia mendekatinya dan menarik kerah bajunya seraya berkata, “Hey, tua banga, aku menganggap kamu s
Anak buahnya yang berjaga di luar ruangan juga langsung masuk dan menghentikan Juan begitu mereka mendapat arahan dari Fred. Fred sendiri juga langsung berlari ke kamar itu secepat mungkin, tetapi sayang dia terlambat.Monitor ICU mengeluarkan bunyi nyaring dan garis detak jantung Yuna juga sudah menjadi garis lurus.“Nggak, nggak!” Fred langsung berlari memegang bahu Yuna dan menggoyangkan tubuhnya.“Kamu belum boleh mati! Kamu nggak boleh mati tanpa perintah dariku!”Fred berteriak-teriak seperti orang gila, dan tim medisnya juga masuk melakukan resusitasi jantung, tetapi garis horizontal di monitor ICU tetap tidak berubah, yang berarti Yuna sudah mati.“Nggak mungkin ….”Fred berbalik menatap Juan yang sudah ditahan oleh pengawal dan membentaknya, “Kenapa? Kenapa?! Dia itu muridmu, murid kesayanganmu! Kamu datang ke sini untuk menolong dia, bukan membunuh dia!”Di tengah gempuran emosi yang dahsyat, Fred melayangkan pukulan telak di wajah Juan sampai Juan mengeluarkan darah segar da