“Bukannya nggak mau ngomong, tapi aku sendiri juga masih belum terlalu yakin. Kamu sudah lihat sendiri bagian yang terdalam dari lab ini. Sebenarnya ada beberapa proyek yang dijalankan bersamaan, tapi semuanya menemui kendala yang sama. Masalah yang harus kamu selesaikan nggak cuma satu proyek saja. Tapi Bos pernah bilang kalau waktunya nggak cukup, kamu utamakan R10 dulu.”Setelah begitu lama mendengar penjelasan Shane, akhirnya Yuna kembali bersemangat ketika dia mendengar sesuatu yang penting, “R10?”“Ya! Semua proyek di tempat ini diurutkan dengan nomor. Seharusnya kamu juga sudah lihat sewaktu membaca berkas mereka. R10 ini adalah proyek yang paling penting.”“Jadi, R10 itu eksperimen yang lagi aku kerjakan sekarang?”“Bukan. Yang kamu kerjakan sekarang ini R13!”“R13? Jadi eksperimennya nggak dijalankan berdasarkan urutan? R10 belum berhasil tapi sudah lanjut ke R13?”Shane mengangguk. Sebenarnya pada saat baru sampai ke tempat ini, dia juga memberikan reaksi yang sama dengan Yun
“Kamu ….”Fahrel sudah ingin marah, tetapi dia menahan diri saat melihat rona wajah istrinya yang tidak begitu baik. Dibandingkan beberapa hari yang lalu, rona wajah Susan hari ini bisa dikatakan yang terbaik.“Kamu dengar, nggak, apa yang aku bilang?” tanya Fahrel.“Iya. Edgar sudah sadar,” jawab Susan. Kemudian dia meletakkan alat makan dan menyeka mulutnya, kemudian menatap Fahrel dan bertanya, “Terus kenapa?”“Sekarang dia sudah nggak menuruti kita lagi, sama kayak dulu! Kalau dia sampai mengambil proyek vaksin itu dari aku, habislah nasib kita!”Dulu mungkin Susan akan langsung menangis membayangkan nasibnya akan kembali seperti yang dulu, tetapi kali ini dia mala terlihat biasa saja dan menjawab Fahrel dengan sikap yang begitu tenang, “Nggak akan.”“Kamu tahu dari mana dia nggak akan merebut proyek vaksin itu dariku?”“Kamu bodoh, ya? Proyek ini cuma dari awal memang cuma main-main saja. Kalau dia mau ambil, ya ambil! Kalau dia mau ganti orang, ya ganti orang! Kamu sudah terima p
Seketika itu Fahrel tak bisa berkata-kata. Ya, itu memang benar. Tidak ada yang salah dari ucapan susan, tapi entah bagaimana Fahrel tetap merasa ada sesuatu yang tidak beres darinya. Baru saja dua hari yang lalu Susan masih bersedih seakan sudah tidak mau melanjutkan hidupnya lagi, lalu … kenapa tiba-tiba dia berubah secepat ini?“Aku tentu saja senang kamu sudah normal, tapi … aku cuma bingung kenapa kamu bisa tiba-tiba begitu?”“Aku juga nggak tahu, mungkin memang sudah takdir yang nggak mau aku bersedih terus! Aish, ngapain, sih, kamu banyak nanya begin? Kamu sendiri juga senang kan aku sudah balik normal lagi. Apa kamu lebih senang kalau aku terus bersedih dan ikut mati bersama Rainie?”“Sembarangan saja kamu ngomongnya!”“Sudahlah. Aku sudah bilang jangan halangi aku. Aku mau pergi belanja!”Kali ini Fahrel tidak lagi berupaya mencegah istrinya dan ikut keluar. Dia masih curiga melihat istrinya masuk ke mobil dengan wajah tenang. Sementara itu Susan yang sudah di dalam mobil tak
Susan membuka pintu ruangan tersebut dengan hati yang berdebar, tetapi begitu pintu terbuka, dia mendapati ternyata ruangan itu kosong melompong, tidak ada orang satu pun di dalam sana.Spontan dia terkejut dan mengitari ruangan itu. Setelah memastikan bahwa tidak ada jalan rahasia atau semacamnya, dia langsung membuka ponselnya dan mengirimkan pesan, “Aku sudah sampai, kamu di mana?”Dengan cepat dia membalas, “Di atas meja ada tas, buka tasnya.”Susan mencari tas itu dan benar saja, di pojokan terdapat sebuah meja dan tas berwarna hitam. Dia membuka tasnya dan melihat di dalam ada plastik yang berisikan dua botol kecil. Entah apa isi botol itu, tetapi ketika Susan baru mau membuka, ponsenya berbunyi.“Jangan buka isinya. Bawa pulang, simpan yang benar. Jangan sampai ada orang lain yang tahu.”Untung saja Susan masih belum membuka isi botol itu, tetapi harus diakui dia sangat penasaran. Selagi dia berusaha melawan rasa penasaran untuk tidak membuka botol tersebut, lagi-lagi dia mendap
“Rainie” mengatakan kepada Susan untuk tidak memberi tahu ayahnya, atau siapa pun. Sekarang Susan selalu menuruti apa pun yang anaknya katakan, selama itu bisa membuat dia kembali ke sisinya. Maka berdasarkan instruksi yang diberikan, Susan datang ke tempat itu dengan pikiran awal mengira dia akhirnya bisa bertemu Rainie, tetapi kenyataannya tidak. Di sini tidak ada seorang pun, yang ada hanya sebuah tas saja.Di tengah kekecewaannya itu, ponsel Susan berdering mendapat sebuah pesan yang tertulis, “Simpan barangnya, tunggu aku pulang.”Cukup dengan kata-kata yang singkat itu memberikan Susan energi yang tidak terbatas jumlahnya.“Tunggu aku pulang,” katanya. Itu Rainie, sudah pasti itu adalah Rainie!Saking girangnya Susan, dia memegang ponselnya dengan erat dan menaruh di dekat dadanya seolah ponsel itu adalah benda kesayangannya.Di saat itu pula datang lagi pesan kedua, “Aku sudah pesan tempat ini selama empat jam. Kamu bisa istirahat sebentar baru pergi supaya orang nggak curiga. S
“Dewa atau bukan aku nggak peduli, tapi karena kamu sudah ada di sini, kamu harus menunjukkan kontribusi. Atau ….”“Atau kamu bakal menggunakan keluarga untuk mengancamku? Apa kamu nggak punya cara lain selain itu? Di luar sana kalian boleh saja bersiap sombong, tapi di sini bukanlah tempat di mana kalian bisa berbuat sesuka hati.”“Memangnya kenapa? Toh semuanya sudah berada di dalam kendaliku! Seisi gedung ini, semua orang yang ada di sini, sebentar lagi akan jadi pengikut setiaku!”Melihat sikap dan tawanya yang gila itu membuat Yuna tidak sabar ingin menendangnya keluar melalui kaca hingga terjatuh ke bawah, dan mengakhiri semua kegilaan ini. Namun Yuna tidak bisa karena dia harus mencari akar dari semua eksperimen ini. Sampai sekarang Yuna masih belum mendapatkan apa-apa terkait R10 yang mereka bicarakan.Menarik napas panjang untuk menenangkan diri, Yuna berkata, “Oh ya? Belum tentu karena eksperimennya masih belum berhasil. Kalau aku saja nggak bisa, bukankah berarti usaha kalia
Seiring dengan ucapan Yuna, bola mata pria itu bergerak makin cepat ke kiri dan ke kanan. Entah apa yang dia pikirkan, tetapi dadanya berdebar sangat cepat dan justru malah terlihat lucu dengan tubuhnya yang kerdil itu.“Ya, aku mau berhasil, makanya sebelum itu terwujud, aku nggak akan mati. Tapi … kalau kamu nggak menurut perintahku, maka kita semua akan mati!”Setelah tertawa sesaat, dia kembali ke kursinya dan duduk dengan satu kaki terangkat. Dia menyesap tehnya perlahan dan berkata, “Sudah, nggak perlu banyak omong kosong. Aku tahu kamu sudah ngobrol banyak sama Shane, tapi kusarankan jangan berpikir yang macam-macam. Kalian berdua nggak akan bisa menang melawan kami.”“Kalian?”“Kenapa, kaget? Bukannya dari awal kamu sudah tahu kalau kami ini satu organisasi yang besar, bukan cuma satu orang saja. Yuna, cepat kasih tahu aku, gimana perkembangannya?”Kedua tangan bertopang di dagu, tubuh sedikit mengarah ke depan dan lengan bersandar di atas meja. Tatapan matanya yang semula suda
Suara sepatu hak tinggi yang nyaring dan rambut ikal yang bergoyang mengikuti pergerakan tubuh, serta riasan mata yang begitu mencolok membuatnya sangat mudah untuk dikenali.“Rainie? Ternyata benar itu kamu!” seru Yuna.Sejak pertemuan mereka di lab tempo hari, Yuna sudah menyadarinya. Bentuk tubuh, nada bicara, dan gelagatnya yang khas benar-benar mirip dengan Rainie. Dan juga sejak awal Yuna sudah curiga bahwa Rainie belum mati. Pertemuan mereka di sini membuktikan bahwa dugaan Yuna selama ini benar. Shane juga menatap Rainie dengan sangat fokus hingga keningnya mengerut.“Sudah pasti aku, siapa lagi,” balas Rainie dengan nadanya yang angkuh seperti biasa. “Aku punya visi yang sama dengan Bos. Sebelum eksperimen ini selesai, aku mana mungkin mati?”“Jadi mayat itu ….”“Aku cari mayat pengganti. Nggak susah, kok, bagiku untuk memanipulasi hasil tes DNA,” kata Rainie dengan santainya seolah itu urusan orang lain, bukan dia sendiri yang terlibat langsung.“Kamu merasa pintar berhasil m