“Bagus!” sahutnya, tetapi Yuna masih tidak melihat ada seorang pun di sana. Yang dia bisa lihat di arah ke mana Shane menatap hanyalah sebuah kursi direktur yang sangat besar. Namun dilihat dari belakang tidak terlihat seperti ada orang yang sedang mendudukinya.“Senang bertemu denganmu, Yuna!”Kursi itu berputar seiring dengan ucapan yang keluar, dan akhirnya Yuna melihat orang yang duduk di kursi itu. Betapa kagetnya Yuna melihat orang yang selama ini mengendalikan Shane hingga membuatnya tak tunduk dan melakukan begitu banyak hal buruk, ternyata memiliki tubuh yang sangat … kecil.Saat pertama kali melihatnya, reaksi pertama Yuna adalah berpikir jika orang itu berdiri tegak, tingginya mungkin tidak jauh berbeda dengan Kenzi. Orang itu memakai topeng, di bagian wajah yang tidak tertutup topeng terlihat ada bekas luka yang sangat mengerikan. Kedua matanya yang menatap Yuna juga seolah memancarkan cahaya yang mengerikan. Tanpa perlu melakukan apa-apa, dengan tatapan matanya itu saja su
“Bos ….”Seketika itu Shane sungguh kehabisan akal harus bagaimana lagi dia membela Yuna. Bosnya ini jelas mengalami kelainan, tidak hanya kelainan secara fisik, tetapi juga mentalnya. Karena itulah dia membuat begitu banyak keputusan yang membahayakan manusia. Namun Yuna malah dengan gamblang meledek kekurangannya. Bukankah ini sama saja dengan membuat masalah?“Apa kamu nggak sadar perbuatan kamu ini sama dengan cari mati?!“Tapi kamu nggak akan membunuhku. Setidaknya untuk sekarang, ‘kan?”“Oh, percaya diri sekali kamu?” Pria itu duduk kembali ke kursinya dan bertanya kepada Yuna dengan santai, seolah amarahnya menghilang begitu saja dalam sekejap.Shane tahu, Yuna bisa berkata seperti itu karena dia masih dibutuhkan. Bosnya tidak akan melakukan apa-apa yang bisa membahayakan Yuna, tetapi yang Yuna lakukan tetap saja sangatlah berbahaya. Apa dia tidak pernah berpikir apabila pekerjaannya sudah selesai, dia sendiri yang akan berada di situasi yang tidak menguntungkan? Kerusakan menta
Yuna tentu tahu apa risikonya menantang lawannya secara terang-terangan. Sekilas dia terlihat tenang sambil memegangi perutnya, tetapi tanpa sadar dia mengepalkan tangan bersiaga apabila sewaktu-waktu dia diracuni.Pria pendek itu tersenyum, dengan kedua matanya yang tajam itu dia menatap Yuna. Setelah beberapa detik berlalu, dia melepaskan tawa yang menusuk telinga, dan berkata, “Ya, apa yang kamu katakan nggak salah! Di dunia ini memang nggak ada sesuatu yang pasti! Nggak akan ada yang tahu apa yang terjadi besok. Jangankan besok, kita nggak akan tahu apa yang terjadi sedetik berikutnya! Tapi aku bisa kasih tahu kamu dengan pasti, kalau kamu macam-macam denganku di sini, aku akan membuat keluargamu celaka! Kalaupun aku mati duluan, akan ada orang lain yang menggantikan posisiku!”Andaikan situasi memungkinkan, Yuna sudah tidak sabar ingin berlari dan mencekik leher pria pendek itu dengan kedua tangannya, atau menggunakan ilmu bela diri yang Yuna kuasai untuk menyiksanya sampai mati,
Pria pendek itu tertawa menanggapi pertanyaan Yuna dan membalas, “Soal itu kamu nggak perlu khawatir. Bisa saja kamu atau aku, atau siapa pun yang cukup pintar, tapi yang pasti bukan sekumpulan manusia bodoh di luar sana.”“Jadi kamu merasa diri kamu sendiri pintar?” tanya Yuna tanpa menutupi kebencian yang terasa dari ucapannya.“Oh, jelas! Bukankah semua kejadian yang terjadi baru-baru ini menjadi bukti? Semua itu terjadi karena buah dari pemikiranku. Dunia ini jadi kacau balau karena rencanaku. Kalau bukan kamu yang datang mengacau, percayalah, rencanaku sudah terwujudkan sejak lama!”Dipikir-pikir memang sangat disayangkan, andaikan saja dari awal dia sudah mengajak Yuna untuk bekerja sama, mungkin semuanya akan berjalan lancar tanpa kendala. Hanya saja pada saat itu dia tidak menyangka Yuna begitu berpengaruh. Dengan perginya Yuna dari lab waktu itu, mereka kekurangan orang yang bisa menggabungkan wewangian dengan obat, alhasil rencana mereka jadi terhambat hingga sekarang. Yuna a
“Nggak bisa!” Yuna menolak tegas. “Aku masih punya pekerjaan, keluarga, dan teman di luar sana. Kalau aku serahkan HP-ku, gimana aku bisa menghubungi mereka nanti? Aku datang ke tempat ini untuk membantu kalian, bukan untuk menjadi tawanan. Lagi pula, HP itu adalah privasi setiap orang, mana mungkin aku serahkan ke orang lain, terutama kamu. Dan dari mana aku bisa tahu kalau kamu berjanji nggak akan menyakiti keluargaku. Aku harus tetap bisa memastikan keamanan mereka setiap saat!”“Nggak usah berpikir berlebihan,” kata pria itu. “Berhubung kamu sudah bersedia untuk bekerja sama dengan kami, sudah pasti kami akan memperlakukan kamu seperti rekan sendiri. Apa juga untungnya bagi kami dengan mempersulit kamu, dan kami juga nggak punya kepentingan untuk menyakiti keluargamu. Kami juga nggak mau terjadi masalah yang nggak perlu.”“Bercanda! Apa penduduk nggak bersalah yang kalian jadikan korban masih kurang banyak? Kalau kalian nggak percaya padaku, kenapa aku harus percaya pada kalian? Ka
Yuna dan Shane turun menggunakan lift lain. Awalnya Yuna pikir dia akan langsung dibawa ke laboratorium tempat dia akan bekerja nanti, tapi ternyata Shane membawanya ke ruang istirahat terlebih dahulu.Sepanjang perjalanan, Yuna mengamati banyak kamera pengawas yang ditempatkan di setiap sudut ruangan. Yang terlihat saja entah sudah berapa banyak, belum lagi kamera yang tersembunyi. Dengan kata lain, siapa pun yang bekerja di tempat ini akan terus diawasi dan hidup berada di bawah pengawasan mereka setiap saat.Shane hanya mengantar Yuna tanpa berbicara sepatah kata pun. Dalam situasi yang sunyi senyap itu mereka berpindah lantai, lalu naik dan tibalah di sebuah kamar. Sampai momen di mana Shane membukakan pintu kamar tersebut dengan sandi, barulah dia berbicara kepada Yuna menyuruhnya untuk masuk.Dengan sedikit keraguan, Yuna melihat apa saja yang ada di dalam kamar itu. Di dalam hanya ada beberapa perabotan yang tua dan sederhana tapi bersih. Semua yang dibutuhkan ada di sana. Yuna
“Aku sudah janji sama Brandon akan menjaga kamu. Aku nggak akan membiarkan kamu mati di tempat ini.”Shane mengucapkan janjinya kepada Brandon sekali lagi dengan tegas, walau begitu, Yuna tidak menganggap serius ucapannya itu. Yuna pun melihat sekelilingnya dan mendapati kamarnya memang tidak terlalu besar, tetapi masih lebih baik daripada kamar yang dia tempati sewatu bekerja di Departemen X. Tempat tidur dan segala kebutuhan lain sudah tersedia. Kemudian Yuna memeriksa kamar mandi untuk memastikan tidak ada kamera pengawas yang tersembunyi di sana.Setelah sekian lama berjalan, Yuna mulai merasa lelah. Dia duduk di kurs yang ada di dekatnya dan melihat Shane yang masih berdiri di sana dengan wajah murung.“Sudahlah, nggak perlu tegang begitu. Aku juga bertindak bukan berdasarkan dorongan emosi sesaat. Entah tadi aku ngomong begitu atau nggak, aku akan tetap dibunuh begitu aku nggak berguna lagi bagi mereka. Jadi untuk apa juga aku harus berhati-hati. Selama aku masih bisa berguna unt
Setelah Shane pergi, Yuna mengamati kamarnya dengan saksama dan baru mengerti mengapa Shane melakukan itu tadi. Kamar ini dilengkapi dengan sistem pengawasan yang terhubung langsung dengan ventilasi udara. Seluruh kamar, bahkan bisa dibilang seluruh gedung ini dilengkapi pula dengan sistem pengawasan serupa, sehingga tidak ada seorang pun yang luput dari pantauan mereka.Selain sistem pengawasan, pasti mereka juga sudah memasang kamera CCTV di setiap sudut. Hidup di tempat ini bahkan lebih mengerikan daripada hidup di penjara. Akan tetapi Yuna sudah memiliki persiapan untuk menghadapi situasi ini.Dia mengeluarkan ponsel dari saku lalu ada juga selembar kartu kecil, beberapa helai benang tipis, dan juga sebuah benda yang mirip dengan korek api berukuran kecil dari tasnya. Ketika beberapa benda itu digabung menjadi satu dan dicolok ke ponsel, Yuna langsung memberikan kabar kepada Brandon.Benda itu adalah sesuatu yang Brandon berikan, perangkat berteknologi tinggi yang dibuat oleh tim i
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi