“Jadi sekarang gimana keadaannya?” tanya Yuna. “Kamu tahu Rainie sudah mati?”“Iya … aku sudah dengar,” angguk Bella.“Terus apa tanggapan papa kamu?”“Hari itu dia baru saja pulang. Dia langsung mengamuk dan mengurung diri di kamar. Nggak ada seorang pun yang boleh masuk dan aku bisa dengar suara barang-barang yang dirusak dari dalam kamarnya. Habis itu … para pelayan rumah masuk untuk bersih-bersih, tapi papaku kelihatan tenang banget seolah nggak terjadi apa-apa setelah dia melampiaskan amarahnya.”“Selain merusak barang-barang, ada apa lagi yang aneh darinya? Rainie mengendalikan papamu dengan obat. Sekarang Rainie sudah mati dan obat itu juga sudah nggak ada lagi. Apa papamu … menunjukkan tanda-tanda kembali normal?”“Nggak! Dia masih sama seperti biasa, nggak ada yang berbeda.”“Gimana perlakuan dia ke kamu? Waktu itu kamu dikurung di kamar dan nggak diizinkan menghubungi siapa pun ….”“HP-ku masih disita dan aku masih nggak diizinkan keluar, tapi pengawasannya sudah nggak seketa
“Tapi papaku lagi nggak mau ketemu siapa pun! Dia bahkan nggak mau ketemu aku, makanya aku bawa kalian masuk diam-diam.”“Justru karena itu kita harus ketemu dia secepatnya. Kan kamu juga yang mau dia bisa sembuh secepatnya. Kalau aku nggak ketemu dia, gimana caranya aku bisa tahu obat apa yang dulu Rainie pakai untuk mengendalikan dia?”“Oke, ayo ikut aku!” ujar Bella.Begitu Bella membuka pintu kamarnya, mereka disambut oleh suasana rumah yang sunyi senyap. Bahkan saking sunyinya sampai membuat mereka semua merasa gelisah. Mereka lalu turun ke lantai bawah sampai ke depan ruang kerjanya Edgar.“Akhir-akhir ini papaku selalu di ruangan ini selama seharian penuh. Dia nggak mau diganggu siapa pun, bahkan kadang-kadang sampai nggak makan …,” tutur Bella dengan suara yang sangat pelan. Bisa dilihat betapa khawatirnya dia terhadap kondisi ayahnya, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menolongnya. Tiba-tiba mereka mendengar suara yang lantang berasal dari dalam ruangan tersebut.“Siap
“Pak Edgar pasti merasa kesakitan setiap kali gejalanya kambuh. Tapi sekarang Pak Edgar sudah terbebas dari rasa sakit itu. Bukankah ini adalah sesuatu yang harus dirayakan?” kata Yuna. Dia tetap bersikap tenang tanpa ada maksud bercanda sedikit pun, yang mana justru membuat orang lain kebingungan.“Siapa yang bilang aku sakit? Aku baik-baik saja!” bantah Edgar.Selain tubuh dan wajahnya yang terlihat sedikit lebih kurus, Edgar tidak menunjukkan tanda-tanda sedang sakit, apalagi tatapan matanya. Dari tadi Yuna terus memperhatikan sorot mata Edgar yang menunjukkan ekspresi tidak sabaran, tapi tidak terlihat adanya tanda-tanda gangguan kejiwaan. Apabila kesadarannya masih dikendalikan oleh efek obat itu, tatapan mata menjadi tanda yang paling akurat.“Oh ya?”Yuna tiba-tiba mengangkat tangan dan menepuk bahu Edgar. Edgar kaget dan spontan menghindar seraya menepis tangan Yuna. Namun itu hanyalah tipu muslihat. Yuna segera menarik kembali tangan dan memukul bagian tulang rusuk Edgar denga
Yuna tiba-tiba berhenti ketika dia meraba belakang kepala Edgar. Di antara kedua jarinya Yuna merasakan ada sesuatu yang memancarkan cahaya terang. Jika bukan karena pantulan dari lampu, Yuna tidak akan menyadarinya kecuali dia benar-benar memperhatikannya.“Apa itu?!” ujar Bella terkejut saat dia melihat Yuna meraba sesuatu dari belakang kepala ayahnya.Hampir di saat yang bersamaan, sekujur tubuh Edgar menegak dan matanya terbelalak, lalu dari mulutnya keluar suara gumam yang tidak begitu jelas, dan kemudian dia pun tersungkur. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga,dan mungkin dia sudah terjatuh apabila Bella tidak segera memapahnya.“Papa … Papa ….”Bella terus memanggil, tapi Edgar tidak memberikan reaksi apa pun. Matanya menutup dan kepalanya tertunduk. Sekeras apa pun Bella memanggil, Edgar seperti tidak dapat mendengarnya.“Kak Yuna, papaku kenapa?”Brandon yang melihat Yuna sedang mengambil jarum panjang berkata, “Itu jarum yang biasa dipakai untuk akupunktur, ‘kan?”“Ya,” jawab Y
“Terus jarum itu ….”“Jarum akupunktur itu aku tusuk ke titik yang ada di bagian belakang kepala papamu. Kalau dugaanku benar, Rainie juga memakai akupunktur yang ditambahkan efek virus untuk mengendalikan papamu. Teknik yang Rainie pakai itu ada tercatat di kitab-kitab kuno, tapi di zaman itu cuma memakai jarum saja. Papa kamu sekilas kelihatan masih punya kesadarannya sendiri dan nggak berbeda jauh dengan orang normal. Gejala ini nggak ada catatannya dalam kitab kuno, jadi kupikir mungkin ini efek karena ditambahkan obat.”“Jadi … papaku masih bisa kembali normal kayak dulu?” tanya Bella.Itulah yang menjadi kekhawatiran Bella yang utama. Dia tidak peduli baik itu akupunktur ataupun obat-obatan, selama ayahnya bisa kembali menjadi sosok ayah yang mencintainya seperti dulu, yang mau menemaninya, apa pun tidak masalah.“Kalau itu … aku juga nggak bisa memastikan.”Yuna ingin memberi kepastian kepada Bella bahwa dia bisa, tapi dia tidak bisa menjamin karena bagaimanapun, situasi yang me
“Nggak. Aku cuma berpikir sewaktu kamu bilang Rainie sudah mati, akan repot mencari sumbernya. Tapi kalau misalkan ternyata Rainie belum mati, apakah tugas kamu akan jadi lebih mudah?”“Rainie belum mati?”“Aku cuma berandai saja …. Kematiannya yang mendadak itu menurutku terlalu aneh, seakan-akan dia memang sengaja memberi kesan kalau dia sudah nggak ada lagi.”“Iya, aku juga berpikir begitu! Aku sempat beberapa kali berinteraksi sama dia. Dia itu tipe orang yang dingin dan nggak berperasaan. Dia punya prestasi akademik yang bagus di luar negeri dan memenangkan banyak penghargaan. Jumlah eksperimen yang pernah dia kerjakan juga nggak kalah banyak dariku, rasanya aneh saja kalau dia tiba-tiba mati dalam kecelakaan separah itu. Kalaupun benar itu kecelakaan, aku rasa setidaknya dia masih bisa melarikan diri.”Yuna mendapat kabar dari pihak kepolisian bahwa jasad Rainie dibawa keluar oleh tandu dengan kondisi tubuh yang sudah terbakar sepenuhnya. Namun hal itu justru mengundang kecurigaa
Namun demikian, Yuna tidak melihat adanya tanda-tanda kebahagiaan yang terlihat dari raut wajah Brandon, bahkan dia malah terlihat serius.“Kira-kira setengah bulan yang lalu aku dapat kabarnya, tapi waktu itu kamu masih sibuk banget, jadi aku nggak kasih tahu kamu. Sekarang dia sudah aman.”“Baguslah kalau begitu, syukurlah!” seru Yuna. Dia pun teringat dengan sesuatu dan langsung mengeluarkan ponselnya.“Kamu mau ngapain?” tanya Brandon.“Aku mau kasih tahu kabar baik ini ke Stella! Oh ya, waktu kamu dapat kabar tentang Frans, apa orang itu juga kasih tahu Stella?”“Nggak perlu, Stella sudah tahu,” ujar Brandon seraya menahan tangan Yuna mencegah dia untuk menghubungi Stella. Di saat itu Yuna baru menyadari ada yang aneh dengan tingkah laku Brandon. Bukannya senang atau tidak sabar untuk bertemu, kenapa dia malah terlihat tidak senang? Mengapa?“Hmmm, apa terjadi sesuatu sama dia?” tanya Yuna. Seketika pertanyaan itu terucap dari mulutnya, Yuna sudah memikirkan berbagai macam skenari
Perjalanan tidak begitu jauh, dan tak lama mereka pun tiba di bawah apartemen tempat Stella tinggal. Ini bukan pertama kali Yuna datang kemari, tapi begitu turun dari mobil, dia bertanya kepada Brandon, “Apa perlu kita telepon Stella dulu kasih tahu kalau kita sudah sampai?”“Kalau kamu telepon dia sekarang, mungkin kita nggak akan bisa ketemu mereka.”“Kenapa?!”“Aku juga nggak tahu alasannya, karena itu kita harus tanyakan langsung!”Mereka berdua pun turun dari mobil tanpa ditemani oleh pengawal. Mereka langsung naik dan langsung menuju pintu kamar unitnya Stella. Yuna masih tidak mengerti apa maksud dari perkataan Brandon tadi. Selain itu, belakangan ini Stella juga sudah jarang sekali menghubungi Yuna. Bahkan ada dua kali Stella menghubungi Yuna hanya dengan e-mail, yang mana itu tidak pernah dia lakukan sebelumnya.Saat mereka menekan bel, terdengar ada suara dari dalam yang menandakan ada orang di dalam, tapi pintu tak kunjung dibukakan. Setelah Yuna menekan bel lagi sebanyak d
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi