“Jangan sela omonganku. Sekarang aku lagi jelasin hal penting ke kamu.”Yuna hanya mengangkat bahunya menanggapi perkataan itu. Dia tidak begitu peduli dengan sikap Moses terhadapnya. Dia juga tahu wabah ini bukanlah masalah kecil, dan tidak ada salahnya lebih berhati-hati. Setelah berusaha menahan keinginan untuk menguap ketika sedang mendengarkan ocehan dari Moses, sampai selesai akhirnya Yuna bisa mengganti pakaian.Saat ini Yuna ingin tahu sudah sejauh mana penelitian yang dilakukan oleh departemen ini terhadap wabah yang sedang terjadi, dan seberapa jauh perbedaannya dengan yang dia sendiri ketahui. Terlebih lagi, Yuna ingin tahu cara menangani yang mereka sebut-sebut ini sudah sampai sejauh mana.Setelah mengganti pakaian dan melakukan disinfeksi, Yuna pikir di dalam sana adalah sebuah tempat penelitian yang sangat luas, tapi ternyata hanya sebuah lorong yang kosong melompong. Moses berjalan di depan dan Yuna mengikutinya di belakang, sampai mereka tiba di depan lift yang sangat
Liman berbalik dan meminta Yuna untuk mengikutinya. Jari jemarinya bergerak dengan lincah di atas keyboard, menampilkan angka-angka yang terpampang di monitor, dan Yuna pun mengamatinya dengan saksama.“Kami berharap kamu bisa memberikan pendapat yang berbeda berdasarkan sudut pandang pengobatan tradisional, biar kita bersama-sama memikirkan cara untuk melawan virus ini,” kata Liman.“Aku boleh lihat data dari semua penelitian yang sebelumnya?” tanya Yuna. “Khususnya sampel dan statistik yang berkaitan dengan virus ini.”“Sejujurnya, statistiknya nggak begitu sempurna. Situasi wabah di negara kita ini masih belum terlalu besar karena kita berhasil mengendalikannya sebelum tersebar luas. Kalau dilihat dari sampel yang ada sekarang, mungkin nggak begitu berarti.”“Kenapa nggak berarti?”Asalkan ada sampelnya, baik dari jalur persebaran mana pun, pastinya akan berguna untuk kemajuan penelitian mereka.“Begini … dari penelitian kami belakangan ini menunjukkan kalau mutasi virus ini sangat
Mereka masuk ke dalam lift, tapi lift yang ini berbeda dengan yang Yuna naiki sebelumnya. Begitu masuk ke dalam, lift bergerak ke bawah secara perlahan. Hal ini membuat Yuna cukup terkejut. Awalnya dia kira lab itu sudah berada di lantai yang paling bawah, tapi ternyata masih ada lagi.Tak lama kemudian akhirnya lift berhenti. Liman keluar terlebih dahulu, kemudian Yuna, setelah itu barulah Moses di paling belakang.Lantai itu sangat terasa sangat hampa. Tidak banyak orang ataupun peralatan yang ada. Udara yang terasa di dalam ruangan itu juga membuat orang merasa tidak nyaman.Maju beberapa langkah ke depan, Yuna dengan samar dapat mendengar suara raungan yang samar, seolah suara itu hanyalah halusinasi. Namun setelah Yuna maju ke area yang lebih dalam, dia yakin kalau itu bukanlah halusinasi!Tak hanya suara raungan, tapi ada juga suara tangisan yang tertahan, serta suara batuk dan sesak napas. Semua suara itu tidak hanya satu saja, satu semua bercampur menjadi satu, membuat siapa pu
“Tapi kamu lagi hamil!” kata Moses.“Hah?!” seru Liman terkejut, dan tanpa sadar langsung melirik ke arah perut Yuna. Namun karena sudah mengenakan pakaian pelindung, perut Yuna yang sudah membesar tidak terlihat begitu jelas.Liman baru bertemu dengan Yuna dua kali, dan setiap kali mereka selalu mengenakan pakaian pelindung, jadi wajar jika Liman tidak tahu Yna sedang hamil. Juan juga tidak pernah mengungkit soal itu sebelumnya.“Memangnya kenapa kalau hamil? Ibu hamil juga tetap manusia. Justru karena lagi hamil, aku jadi lebih mengerti kalau virus ini nggak segera diatasi, bahayanya nggak cuma sekarang saja, tapi juga sampai ke generasi berikutnya.”“Nggak bisa!” kali ini Liman-lah yang dengan tegas menolak. “Aku nggak membahayakan kamu.”“Kalau aku nggak boleh, masa kalian semua boleh? Kita berjuang bukan untuk satu orang saja, tapi satu negara. Setiap orang juga punya keluarga, saudara, dan teman. Tentu kita nggak mau mereka yang terkena bahaya. Berhubung aku juga sudah di sini, a
Liman tak banyak bicara dan hanya mengamati Yuna dengan tenang. Setelah Yuna meraba nadi pasien itu, dia berdiri dan membersihkan tangannya dengan alkohol, lalu keluar tanpa berbicara sepatah kata pun.Moses menatap Yuna keheranan, mengira Yuna akan mengatakan sesuatu, tapi nyatanya tidak begitu. Dia kemudian melirik ke arah Liman yang tampaknya juga tidak ada intensi untuk bertanya. Maka dari itu, dia pun tetap tutup mulut dan mendatangi kamar yang berikutnya.Satu per satu setiap kamar didatangi. Pasiennya bermacam-macam, ada yang tua, dan ada juga yang masih muda perkasa. Sampai kurang lebih belasan pasien didatangi, akhirnya Yuna mulai sedikit kelelahan.Melihat raut wajah Yuna yang tampak letih, Liman bertanya dengan penuh perhatian, “Mau istirahat sebentar? Hari ini cukup sampai di sini saja.”“Nggak apa-apa, aku masih bisa lanjut,” jawab Yuna.Yuna ingin lebih banyak bertemu dengan kasus yang berbeda, memadukan berbagai macam gejala yang berbeda agar dia bisa mengambil kesimpula
Beberapa detik kemudian, Yuna mengangkat jarinya dari tangan gadis tersebut. Sementara itu, gadis itu hanya mengamati Yuna dengan tenang, tanpa merengek ataupun menangis.Yuna perlahan berdiri, sama seperti sebelumnya, tidak mengatakan apa-apa. Liman yang juga menyadari ekspresi sedih dari wajah Yuna tidak banyak bertanya dan hanya berkata, “Mau istirahat sebentar?”Namun sebelum Yuna menjawab, tiba-tiba gadis itu bertanya dengan penuh rasa takut, “Apa aku bakal mati?”“Jangan ngomong sembarangan, kamu nggak bakal mati!” jawab Moses. Lalu dia memakaikan selimut gadis itu kembali dan menaruh mainan di tangannya. “Kamu cuma lagi batuk demam, sebentar lagi juga sembuh.”“Tapi … mamaku saja sudah mati,” ujarnya. Suaranya yang gemetar menunjukkan kalau dia sudah berusaha untuk menahan emosinya, tapi namanya juga anak kecil, air mata sudah terlihat membasahi pipinya.Spontan Yuna langsung menoleh ke arah Liman, tapi Liman yang sejak awal terlihat datar kini memalingkan wajahnya. Itu membukti
“Kasus yang itu agak spesial,” kata Liman dengan hati yang berat pula. Siapa yang tidak sedih melihat seorang gadis kecil yang lemah harus mengalami penderitaan akibat serangan virus.“Spesial kenapa? Di dalam sana banyak pasien yang umurnya sudah 60 sampai 70-an tahun, sedangkan mamanya pasti umur 30-an, ‘kan? Kenapa bisa mati?”“Itu karena dari awal mamanya memang mengidap kanker?” jawab Moses.Yuna, “….”“Mamanya anak itu menderita kanker stadium akhir, dan kebetulan terinfeksi virus ini juga. Kemungkinan tubuhnya memang sudah sangat lemah, makanya persebaran virusnya cepat. Nggak sampai dua hari sejak terinfeksi, dia langsung meninggal. Anak itu terus tinggal bareng sama mamanya, makanya dia juga terinfeksi. Tapi gejalanya lebih ringan seperti demam biasa. Sampai sekarang dia masih menjalani terapi,” jelas Liman. “Kalau kita bisa secepat mungkin menemukan antibodi untuk melawan virus ini, nggak cuma untuk anak itu saja, tapi semua pasien di sini, bahkan semua orang yang masih sehat
Ketika Shane baru saja kembali, kebetulan dia berpapasan dengan Rainie yang baru saja mau pergi. Rainie jadi kesal setiap kali bertemu dengan Shane semenjak pertemuan terakhir mereka. Ketika mereka saling melewati satu sama lain, tiba-tiba Rainie menghentikan Shane dan bertanya padanya, “Bos yang nyuruh kamu ketemu sama Yuna?”“Kenapa kamu nggak tanya langsung saja samadia?” balas Shane sinis.“Jangan kira aku nggak tahu apa yang kamu rencanakan. Kalian pikir dengan mengajak Yuna ke sini, kalian bisa menggantikan aku? Posisiku di lab ini nggak tergantikan sama siapa pun!”Dari sekolah sampai kerja, entah dalam bidang apa pun, Rainie selalu menjadi yang terbaik. Makanya dalam hati dia memandang rendah Yuna yang hanya seorang peracik parfum yang baru naik daun. Kalaupun dia juga mengerti tentang pengobatan tradisional dan benar belajar dari Juan, memangnya kenapa? Rainie sendiri ikut serta dalam penelitian virus ini dan kini virus tersebut telah menyebar ke seluruh dunia. Tentu saja Rain
“Nggak ada apa-apa. Di sini tenan-tenang saja. Gimana anakku?”Seketika itu Rainie terdiam sesaat. Bahkan ketika di bawah pengaruh hipnotis pun Shane masih tidak bisa melupakan anaknya. Kalau Rainie memberi tahu kalau anaknya sudah mati, dia pasti akan menggila dan bisa jadi terlepas dari pengaruhnya.“Aku masih cari cara, tapi kamu tahu sendiri aku nggak bisa keluar dengan bebas. Aku nggak bisa ke Yuraria. Kalaupun aku mau menolong, aku nggak bisa. Waktu itu kamu ada bilang soal obat yang bisa bikin menghilang. Itu gimana?”“Aku nggak ngerti. Maksudnya apa?”“Kamu pernah bilang mereka menemukan komposisi obat itu, terus mereka teliti, bukan? Hasilnya gimana?”Meskipun Rainie merasa itu tidak masuk akal, Shane tidak punya alasan untuk membohonginya. Dan karena Shane sudah bilang begitu, mungkinkah memang ada kemungkinan? Rainie tidak berhasil meneliti obat tersebut, tetapi jika mereka mendapat kemajuan, siapa tahu itu bisa menjadi inspirasi untuk Rainie, dan dia bisa memanfaatkan Shane
“Tapi gimana kalau gagal?” tanya Rainie.Berdasarkan histori dan data-data yang Rainie lihat di lab, dia tidak yakin eksperimen Fred akan berhasil. Akan tetapi dia tidak berani berkata jujur karena Fred tidak pernah mau menerima yang namanya kegagalan. Membuat Fred kecewa tidak akan memberikan hal baik, tetapi … Rainie sendiri sesungguhnya berharap eksperimen itu gagal.Jika berhasil, Fred akan senang, tetapi itu tidak ada untungnya bagi Rainie. Jika gagal, Fred pasti akan mencobanya lagi, dan di saat itu dia mau tidak mau akan bergantung kepada Rainie.“Kerja yang benar, nanti pasti kuberi imbalan yang sesuai!” kata Fred. “Terus awasi Ross, sama si Shane itu juga. Oh ya, akhir-akhir ini apa Shane ada mencari anaknya lagi?”“Ada, sih. Dia bahkan sudah tahu anaknya ada di istana kerajaan Yuraria, tapi dia nggak bisa apa-apa juga,” balas Rainie.“Ya, dia nggak akan berani macam-macam! Berhubung kamu juga sudah berhasil mengendalikan pikiran dia, kasih tahu dia kalau anaknya sudah mati. B
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti