Yang datang itu ternyata adalah Shane. Di sampingnya juga ada orang lain yang mengenakan jubah putih dan masker sehingga wajahnya tidak terlihat jelas, tapi dia membawa sebuah jarum suntik dan obat. Dia memegang lengan Chermiko dan menusukkan jarum yang dia pegang itu ke dalam tubuh Chermiko.Terasa sakit menyengat seperti digigit nyamuk, Chermiko meronta-ronta, tapi dia tidak bisa bergerak karena sekujur tubuhnya terasa lemas tak bertenaga.“Aaah … aaah ….”Chermiko berusaha sekuat tenaga membuka mulutnya, tapi tidak ada suara sedikit pun yang keluar. Pria berjubah putih itu selesai menusukkan jarum yang berisi entah cairan obat apa ke dalam tubuh Chermiko dan langsung mencabutnya. Setelah itu dia pun keluar, sementara Shane masih berada di dalam mengamati Chermiko dengan sunyi.Chermiko ingin berteriak dan bertanya benda apa yang baru saja dimasukkan ke dalam tubuhnya, dan sebenarnya apa yang sedang mereka lakukan padanya sampai dia merasa berat seperti ada batu besar yang menekan ke
“Ternyata kamu nggak sebodoh itu, ya!” kata Shane.“Kalian memakai manusia yang masih hidup sebagai bahan eksperimen?!”Suara Chermiko sampai habis sakit syoknya dia mendengar pernyataan itu langsung dari Shane. Walau sejak awal sudah menduganya, Chermiko masih tidak bisa percaya itu benar-benar terjadi padanya.Dalam beberapa tahun terakhir ini, hampir tidak ada lagi orang yang mendengar manusia yang masih hidup dijadikan bahan eksperimen. Eksperimen terhadap manusia yang masih hidup adalah kejahatan besar yang bahkan dikecam oleh organisasi internasional di luar sana. Bahkan dalam dunia medis pun, entah penelitian atau penemuan baru tidak pernah menggunakan manusia hidup sebagai bahan percobaan.Lantas, siapakah mereka sebenarnya? Chermiko yang sudah bekerja cukup lama dengan mereka saja masih tidak tahu apa-apa.Shane tidak menjawab pertanyaan Chermiko dan hanya menatapnya dengan ekspresi dingin. Tatapan yang terpancar dari balik lensa kacamatanya begitu dalam dan misterius, membuat
Tampaknya dia tidak begitu puas dengan jawaban shane.“Aku cuma bisa menyampaikan informasi yang lebih umum. Kamu tahu sendiri ini bukan bidangku, jadi aku juga nggak bisa menjelaskan secara detail. Sebenarnya, hal semacam ini lebih cocok untuk Rainie.”“Jadi kamu mau protes aku nggak minta Rainie yang kerjain?” tanya pria itu balik dengan nada sinis.“Nggak, bukan itu maksudku. Aku cuma bilang ini bukan bidang keahlianku, jadi informasi apa pun yang aku dapat mungkin nggak tercatat dengan sempurna, dan juga mungkin kurang objektif. Makanya … aku khawatir ini justru malah menghambat kemajuan dari penelitian ini.”“Hmm … Rainie lagi mengerjakan eksperimen lain yang lebih penting, jadi aku nggak mau perhatiannya terpecah. Sekarang kita memang lagi kekurangan orang. Kalau nggak, aku juga nggak akan nyuruh kamu yang kerjain.”Mendengar itu, Shane hanya bisa terdiam membisu.“Aku tahu kamu pasti keberatan karena kamu masih punya hati nurani. Kamu pasti nggak tega ngelihat Chermiko seperti i
Bagaimanapun juga, tempat penelitian mereka baru saja digeledah oleh pihak kepolisian. Walau mereka tidak berhasil menemukan apa pun, tempat itu telah menjadi pusat perhatian mereka. Apalagi mereka berada di ibu kota, bisa menemukan ruang bawah tanah rahasia di rumah sakit tua bukanlah hal yang mudah. Hanya di sinilah mereka bisa bersembunyi tanpa ketahuan oleh siapa pun.“Sulit apanya! Aku lihat memang kamu saja yang nggak mau berusaha! Kalau kamu nggak mau carikan tempat yang lebih layak, anakmu ….”“Ini nggak ada hubungannya dengan anakku! Membunuh dia ngga akan mengubah apa pun. Aku sudah berusaha sebisaku, apalagi eksperimen kita sudah sampai di tahap akhir. Ini sudah tempat yang paling pas untuk bersembunyi. Kalau kita pindah tempat lagi cuma bakal menghambat eksperimen kita!”Shane menjawab dengan lugas karena khawatir pria itu akan menyakiti anaknya. Shane sudah berutang banyak kepada anaknya, dan dia tidak ingin anaknya harus terus menderita lebih jauh lagi. Sebaliknya, pria i
Melihat Brandon yang terbaring lelap di atas kasur membuat Yuna mengerutkan keningnya dengan erat. Dia memeriksa denyut nadi Brandon dan sesekali melihat rona wajahnya.Begitu Yuna selesai memeriksa, Hanson bertanya, “Gimana keadaannya?”“Mungkin virusnya bermutasi.”“Kok bisa?!”“Dia nggak bisa terus di sini. Aku harus bawa dia pergi ke tempat lain,” kata Yuna.“Nggak, nggak bisa. Brandon bilang dia nggak mau pergi dari tempat ini sampai dia sembuh total, atau dia bakal nularin penyakitnya.”“Memang benar bakal menular, tapi kalau di sini terus malah akan membahayakan nyawa dia sendiri. Virus ini sudah mulai bermutasi. Kalau nggak dikontrol dengan baik, entah bakal jadi apa nantinya. Siapa yang tahu virusnya nanti bakal bermutasi lagi jadi lebih berbahaya. Peralatan yang kubawa ke sini juga nggak lengkap, jadi aku harus pindahin dia ke tempat yang lebih memadai untuk bisa kuobati!”Sikap tegas yang Yuna ambil bukan atas dasar keinginan sesaat, karena kondisi yang harus dia hadapi saat
Selama perjalanan, semua orang selalu siap siaga, karena bagaimanapun juga mereka masih tidak mengerti bagaimana virus itu bekerja. Mereka hanya mendengar di dalam negeri ada seorang spesialis yang meneliti tentang virus tersebut, bahkan vaksinnya juga sedang dikembangkan, tapi untuk sementara masih tidak diproduksi.Alasan mereka memilih rumah sakit kecil yang berada di sudut kota adalah karena khawatir banyak orang yang akan tertular jika Brandon di bawa ke rumah sakit pusat kota. Alasan kedua adalah karena dengan kuasa yang dimiliki keluarga Setiawan, rumah sakit kecil pun tak jadi masalah karena mereka tetap bisa mengerahkan tenaga medis dan perlengkapan yang dibutuhkan.Semua dikerjakan dengan sangat ketat tanpa ada kemungkinan untuk terjadi kebocoran informasi. Bahan orang yang dipilih untuk mengantar Brandon ke rumah sakit juga adalah pengawal yang setia padanya. Selama perjalanan, gejala yang dialami Brandon masih cukup stabil. Dia hanya mengalami demam tinggi dan tak sadarkan
“Lihat, deh. Mama bikin semua masakan kesukaan kamu waktu kecil. Ada iga sapi, ikan masak kecap, sama sup sayur bening.”Raut wajah Rainie langsung berubah ketika topik beralih ke masa kecilnya. Susan yang menyadari perubahan ekspresi anaknya pun langsung mengganti pembicaraan, “Mama nggak tahu kamu masih suka yang mana. Kalau kamu nggak mau makan, kasih tahu Mama saja kamu mau makan apa, nanti Mama suruh pembantu yang masak!”“Nggak usah, makan juga cuma untuk mengisi perut doang!” balas Rainie dengan nada yang terdengar sangat tidak antusias.Reaksi dingin dari anaknya membuat Susan yang semula begitu bersemangat langsung padam seketika. Dengan raut wajah canggungnya itu dia menatap sang suami. Fahrel menatap balik Susan seolah sedang memberi isyarat kepada Susan dan berkata dalam hatinya, “Untuk apa mengungkit masa kecilnya? Jelas-jelas Rainie tidak suka itu!”Sejak mereka pulang dari rumah Edgar hari itu, mereka bertiga mengobrol cukup dalam. Fahrel dan Susan baru tahu bahwa ternya
Seketika itu juga Fahrel langsung membisu, karena dia tidak berani dan tidak akan bisa menanggung itu semua! Kalau sampai proyek yang diberikan Edgar itu menghilang, lebih baik dia mati saja daripada harus hidup dalam kesulitan!“Rainie, bukan itu maksud Papa. Papa cuma khawatir sama keselamatan kamu,” ujar Fahrel.“Keselamatan? Waktu aku baru umur empat tahun, aku dan Bella sama-sama jatuh ke kolam, tapi kalian malah nolongin Bella duluan. Apa waktu itu Papa peduli sama keselamatanku?”Susan menjawab, “Waktu itu bukannya mau mementingkan Bella daripada kamu, tapi Bella posisinya lebih dekat, jadi pasti dia yang ditolong duluan. Bukannya bermaksud mengabaikan kamu, tapi ….”“Cukup. Aku nggak bermaksud apa-apa, toh aku masih hidup sekarang,” jawab Rainie ketus. “Aku sudah kenyang! Oh ya, satu lagi. Aku bikin perjanjian sama Edgar demi kepentinganku sendiri, bukan kalian. Jadi kalian nggak perlu berterima kasih! Dan juga … jangan kira hubungan kita membaik cuma karena apa yang terjadi ke
“Terus gimana kalau dia sudah nggak berguna lagi?” tanya Chermiko.“.…”Seketika mereka langsung terdiam. Tidak ada yang thau pasti apa yang mereka lakukan, dan perasaan itu amat sangat membuat mereka tidak nyaman. ***Terlihat sekali betapa terburu-burunya Fred menanti Yuna bisa pilih kembali. Setiap hari dia meminta dokternya untuk memeriksa Yuna dan memberikannya berbagai macam obat yang sesungguhnya tidak diperlukan. Yuna tidak masalah dengan itu. Dia membiarkan mereka memasukkan berbagai macam vitamin dan obat ke tubuhnya. Namun satu-satunya permintaan dia adalah Juan harus tetap berada di sekitarnya. Dengan kata lain, Juan harus tetap berada di satu kamar yang sama. Karena hanya dengan begitulah dia bisa memastikan keamanan Juan.Karena takut Yuna akan melakukan percobaan bunuh diri untuk yang kedua kalinya, meski protes, Fred tetap memenuhi kemauannya karena dia tidak mau terjadi masalah lagi. Sudah cukup lama Yuna tidak berkesempatan untuk berdua saja dengan Juan di dalam satu
Setelah pembicaraan berakhir, Shane langsung mengetuk kamar Brandon dan Chermiko.“Dia mau resep obat itu,” katanya kepada mereka.Mereka berdua saling bertukar pandang sesaat, dan Chermiko berkata, “Mimpi.”“Dia benar-benar tamak juga ya ternyata,” timpal Brandon.“Jadi kita sebaiknya gimana?” tanya Shane.“Obat itu sejak awal memang nggak ada. Kalau kamu tanya kita harus gimana, apa kita perlu kasih obat palsu?” sahut Chermiko.Obat itu hanyalah karangan dan tidak pernah ada secara nyata, mau bagaimana caranya mereka memberikannya kepada Rainie? Namun di saat itu Brandon bilang kepada mereka, “Kurasa … bisa saja.”“Eh?”“Sekarang aku kasih kamu satu resep, aku bilang ini resep obat untuk bisa menghilang. Apa kamu bisa tahu kalau resep itu palsu?” tanya Brandon.“Nggak akan bisa, kecuali aku tes langsung melalui eksperimen,” jawab Chermiko. Dia tahu apa yang Brandon maksud, tetapi dia menepisnya, “Nggak bisa begitu! Dia pasti langsung tahu begitu aku selesai bereksperimen.”“Tapi pali
“Nggak ada apa-apa. Di sini tenan-tenang saja. Gimana anakku?”Seketika itu Rainie terdiam sesaat. Bahkan ketika di bawah pengaruh hipnotis pun Shane masih tidak bisa melupakan anaknya. Kalau Rainie memberi tahu kalau anaknya sudah mati, dia pasti akan menggila dan bisa jadi terlepas dari pengaruhnya.“Aku masih cari cara, tapi kamu tahu sendiri aku nggak bisa keluar dengan bebas. Aku nggak bisa ke Yuraria. Kalaupun aku mau menolong, aku nggak bisa. Waktu itu kamu ada bilang soal obat yang bisa bikin menghilang. Itu gimana?”“Aku nggak ngerti. Maksudnya apa?”“Kamu pernah bilang mereka menemukan komposisi obat itu, terus mereka teliti, bukan? Hasilnya gimana?”Meskipun Rainie merasa itu tidak masuk akal, Shane tidak punya alasan untuk membohonginya. Dan karena Shane sudah bilang begitu, mungkinkah memang ada kemungkinan? Rainie tidak berhasil meneliti obat tersebut, tetapi jika mereka mendapat kemajuan, siapa tahu itu bisa menjadi inspirasi untuk Rainie, dan dia bisa memanfaatkan Shane
“Tapi gimana kalau gagal?” tanya Rainie.Berdasarkan histori dan data-data yang Rainie lihat di lab, dia tidak yakin eksperimen Fred akan berhasil. Akan tetapi dia tidak berani berkata jujur karena Fred tidak pernah mau menerima yang namanya kegagalan. Membuat Fred kecewa tidak akan memberikan hal baik, tetapi … Rainie sendiri sesungguhnya berharap eksperimen itu gagal.Jika berhasil, Fred akan senang, tetapi itu tidak ada untungnya bagi Rainie. Jika gagal, Fred pasti akan mencobanya lagi, dan di saat itu dia mau tidak mau akan bergantung kepada Rainie.“Kerja yang benar, nanti pasti kuberi imbalan yang sesuai!” kata Fred. “Terus awasi Ross, sama si Shane itu juga. Oh ya, akhir-akhir ini apa Shane ada mencari anaknya lagi?”“Ada, sih. Dia bahkan sudah tahu anaknya ada di istana kerajaan Yuraria, tapi dia nggak bisa apa-apa juga,” balas Rainie.“Ya, dia nggak akan berani macam-macam! Berhubung kamu juga sudah berhasil mengendalikan pikiran dia, kasih tahu dia kalau anaknya sudah mati. B
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us