Brandon naik ke lantai atas, lalu masuk ke dalam kamar. Saat ini, Amara sedang duduk bersandar di atas ranjang. Dia sudah tidak terlihat sepucat sebelumnya.Hanya saja, berhubung sudah tidak menyadarkan diri selama dua hari, Amara hanya bisa diberi asupan gizi dari infus vitamin saja. Jadi, dia masih kelihatan agak lemas.“Nek,” panggil Brandon, lalu berjalan ke dalam kamar. “Apa Nenek sudah merasa baikan?”Brandon berdiri di ujung ranjang berjarak agak jauh dari Amara. Mungkin Brandon sudah terbiasa seperti ini. Dia selalu menjaga jarak dan tidak berani terlalu dekat dengan neneknya.Amara menatap ke sisi Brandon dengan tatapan tajam. Dia sedang menatap cucu satu-satunya.Amara sudah melahirkan banyak anak, tetapi beberapa anaknya sudah meninggal. Sekarang putra yang paling dimanjakannya malah bukan anak kandungnya. Dia tidak memiliki hubungan darah dengan Steve. Sepertinya takdir sedang mempermainkannya.Setelah mengamati Brandon dengan saksama, wajahnya memang mirip dengan ibunya, t
Bagaimanapun, dia sudah membesarkan Steve selama puluhan tahun. Meski mereka tidak memiliki hubungan darah, akan sangat sulit bagi Amara untuk memutuskan hubungan dengan Steve.“Nek, sekarang semuanya bukan tergantung aku, melainkan tergantung dia. Sekarang dia tidak bersedia untuk pulang ke rumah. Setelah dia bersedia untuk pulang, kita baru bahas masalah ini lagi, ya?” Kemudian, Brandon melanjutkan, “Sudah siang, sudah saatnya aku ke perusahaan. Nenek istirahat dengan baik.”Ketika Brandon hendak keluar kamar, kebetulan Yuna datang dengan mengantar sarapan. Brandon pun berpesan, “Kamu jaga Nenek dulu.” Selesai berpesan, Brandon pun langsung berjalan pergi.Yuna tidak tahu apa yang sudah mereka katakan. Hanya saja, dia bisa menebaknya. “Nek, kamu pasti sudah lapar. Nenek makan dulu, ya. Ini ada bubur labu, bagus buat lambung. Nenek makannya yang pelan, ya!” Yuna meletakkan nampan di samping ranjang. Kemudian, dia mengambil mangkuk kecil dan sendok.Amara mengulurkan tangan hendak men
“Monica?” Amara mengatakan nama itu, lalu langsung menggeleng. “Tidak!”“Nek ….”“Meski aku sudah pikun, aku masih bisa menilai seseorang. Waktu itu aku bisa memilih dia juga karena latar belakang keluarganya adalah nilai plus bagi Steve. Selain itu, kemampuan Monica ….” Kepikiran masalah perebutan kekuasaan dengan mengandalkan Keluarga Yukardi, Amara pun tidak melanjutkan lagi.Nyaris! Hampir saja Amara menghancurkan Keluarga Setiawan. Jika benar seperti itu, sepertinya Amara tidak sanggup menjelaskan kepada suaminya ketika di akhirat nanti.“Mereka semua bisa bersama juga hanya karena saling mencari keuntungan saja. Sekarang Steve sudah seperti ini, Monica juga sudah tergolong baik karena tidak menjatuhkannya.”Awalnya Yuna ingin mengatakan ada pembantu yang melihat orang terakhir yang berbicara dengan Steve adalah Monica. Sebelum pergi, Monica bahkan mencium Steve. Seharusnya dia tidak akan menjatuhkan Steve.Setelah dipikir-pikir, masalah ini tidak ada hubungannya dengan Yuna. Dia
Berhubung tidak bisa menolak, Yuna terpaksa membiarkan Amara memegang tangannya, lalu memakaikan cincin ke jari tangannya. Jari tangan Yuna sangatlah kurus, tetapi cincin itu malah sangat pas di tangannya. Melihat jari yang dipasangkan cincin, Amara pun tersenyum. “Bagus! Sepertinya cincin ini memang ditakdirkan untuk menjadi milikmu.”“Terima kasih, Nek,” ucap Yuna dengan suara ringan. Dia merasa tangannya sangat berat.…Steve sedang tidur nyenyak di apartemen itu. Ketika dia bangun dari tidurnya, Steve pun sudah kembali bersemangat. Dia tidak putus asa seperti sebelumnya lagi. Hanya saja, rumah ini terlalu kosong, tidak ada makanan dan juga peralatan dapur. Jadi, Steve terpaksa memesan makanan.Sebelumnya Hanny sudah memberinya sedikit uang. Jadi, tidak masalah bagi Steve untuk memesan makanan. Steve melihat sisa saldo yang ditransfer Hanny, dia merasa sangat terhina. Jujur saja, Steve tidak menyangka dia mesti hidup dengan mengandalkan uang seorang wanita.Dulu kehidupan Steve bol
Vila memang terletak tidak jauh dari tempat tinggal Steve saat ini, apalagi dia juga memiliki uang. Steve langsung memanggil taksi segera melaju ke sana.Sekuriti di area kompleks vila itu mengenal Steve. Otomatis mereka tidak menghalangi Steve. Dia berhasil datang ke depan vila, lalu memastikan nomor vila.Sebenarnya ada banyak aset yang dibuat atas nama Steve. Terdapat beberapa apartemen dan vila di luar kota dan di Kota Kanita. Jadi, wajar kalau Steve tidak bisa mengingat dengan begitu jelas. Dia bisa mengingat vila ini juga karena vila ini baru dibeli 2 tahun silam.Cakupan bisnis Keluarga Setiawan cukup luas. Sejak dulu, mereka sudah mulai menggeluti dunia properti, contohnya lahan ini juga dibeli oleh Setiawan Group. Jadi setelah vila-vila ini dibangun, beberapa vila dengan letak terbagus pun disimpan untuk anggota Keluarga Setiawan.Dulu Steve tidak peduli dengan semua ini. Dia hanya peduli dengan perebutan kekuasaan saja. Namun berbeda dengan sekarang, sekarang rumah seperti in
Amara terdiam sejenak dan dia baru menyadari bahwa ponselnya benar-benar sedang berdering. Dia meraba ponsel dari atas nakas, lalu segera mengangkatnya, “Steve, apa benar kamu Steve? Steve, di mana kamu? Kenapa kamu masih belum pulang?”Steve terdiam. Dia sungguh tidak menyangka reaksi ibunya akan seperti ini. Dapat terdengar suara panik dari ujung telepon. Ternyata ibunya tidaklah sadis.Selain memanggil “Ma”, Steve juga tidak tahu harus berkata apa lagi.Hatinya terasa sangat kalut. Dia mencintai dan juga membenci ibunya. Padahal Steve sudah dimanjakan selama bertahun-tahun, sekarang dia malah dikhianati oleh ibu kandungnya sendiri.“Steve, Steve ….” Lantaran tidak mendapat jawaban dari Steve, Amara melembutkan suaranya, lalu bertanya, “Apa … kamu masih menyalahkan Mama?”“Kenapa kamu berbuat seperti itu?” Akhirnya Steve bertanya. Dia sudah bisa menahan amarahnya lagi. Salah satu tangannya menggenggam ponsel dengan erat, sedangkan tangannya yang satu lagi memegang pegangan sofa. Kedu
“Mana mungkin!” Steve tidak percaya.Semuanya sudah diperkirakan Steve dengan baik. Jika ada yang lalai, itu pun karena ibunya yang tiba-tiba mengkhianatinya. Jika ibunya tidak tiba-tiba berpihak pada Brandon, mana mungkin Steve akan kalah! Tidak mungkin! Pasti tidak mungkin!“Mungkin kamu tidak tahu, Brandon sudah mengetahui jati dirimu. Dia mengetahuinya lebih awal daripada aku. Hanya saja, dia tidak pernah mengungkitnya. Asal kamu tidak bersikap keterlaluan terhadap dia, dia juga tidak akan membocorkannya. Tapi kamu ….”Amara juga baru mengetahui bahwa Brandon telah mengetahui rahasia ini. Sebagai pemegang kuasa tertinggi di Keluarga Setiawan, tidak ada yang bisa ditutupi dari dirinya. Dia sudah menyadari kejanggalan dari awal. Hanya saja, dia mempertimbangkan perasaan Amara dan Steve. Yang paling penting adalah kakeknya telah merahasiakan masalah ini dari dulu. Terlebih, Steve juga dipilih langsung oleh Kakek untuk menjadi anaknya. Jadi, demi menghormati pilihan sang Kakek, Brandon
Setelah memukul hingga tak bertenaga, Steve baru menghentikan aksinya dengan napas terengah-engah.Saat melihat barang-barang di dalam rumah sudah hancur, tetiba terngiang-ngiang ucapan ibu tadi. “Semuanya tergantung Brandon. Dia adalah kepala keluarga. Dia adalah kepala keluarga. Dia adalah ….”“Haha …. Hahaha …. Hahaha …..”Steve tertawa lepas hingga tampak air mata menetes dari sudut matanya. Dia mengira ibunya sangat memanjakannya. Setelah mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung dari ibunya, ibunya malah langsung bersikap begitu sadis.Dulu semua yang dilakukan Amara adalah demi kebaikan Steve. Steve seharusnya menjadi pewaris keluarga, dialah yang seharusnya menjadi kepala keluarga. Bagaimana dengan sekarang?Sekarang Amara malah berpihak pada Brandon! Hubungan darah, kasih sayang, semua itu hanyalah omong kosong! Tanpa hubungan darah, Steve pun bukanlah apa-apa.Mereka bahkan pelit hingga mengambil kembali semua milik Steve. Jikalau seperti ini, Steve akan menghancurkannya. Po
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta