Sebelumnya Monica menyuruh Hanny untuk kembali ke Kediaman Yukardi. Sekarang Monica malah menyuruhnya untuk pergi ke perusahaan. Kenapa Monica bisa berubah pikiran dalam secepat ini?“Bagus kalau bukan! Ingat, kamu dihidupi oleh aku. Kamu hanya perlu melakukan semua perintahku. Kamu itu cuma bayanganku saja!” Monica menegaskan sekali lagi. Entah sudah berapa kali Monica mengulangi ucapan ini. Sepertinya dia ingin Hanny ingat dengan identitasnya.“Baik, aku sudah ingat! Aku cuma bayanganmu, aku bisa hidup juga berkat kamu,” ulang Hanny sekali lagi. Sikap penurut Hanny mulai meredakan emosi di hati Monica. Dia pun berbicara dengan puas, “Ada dokumen yang perlu ditangani. Nanti Rossa akan beri tahu kamu untuk tanda tangan di sebelah mana. Kamu jangan berbicara terlalu banyak. Segera kembali setelah selesai. Kamu seharusnya sudah mengerti, ‘kan? Kamu juga bukan pertama kali.”“Aku mengerti!” Setelah mengangguk, Monica mengibaskan tangannya mengisyaratkan Hanny untuk pergi. Kemudian, dia k
Orang tua mereka tidaklah berbakat dalam soal seni bela diri, hanya saja mereka sangat berbakat dalam dunia bisnis. Bisnis Keluarga Yukardi memang tidak tergolong sangat besar, tetapi tergolong cukup stabil. Kantor cabang di Kota Kanita juga baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini. Mereka juga berencana mengekspansi bisnis mereka di sini. Itulah sebabnya meski Monica tidak suka berbisnis, dia juga harus mengelolanya.Sebenarnya Hanny lebih memahami bisnis keluarganya dibanding dengan Monica. Terkadang dia memang akan mewakili Monica untuk menandatangani dokumen. Hanya saja, setiap kalinya Hanny akan membaca isi dokumen dengan saksama, bukan hanya sekadar tanda tangan saja. Dia akan membaca setiap halaman dokumen, bahkan menunjukkan kesalahan dari isinya.Hanya saja, Monica tidak mengizinkan Hanny untuk menghadiri rapat penting. Dia takut para eksekutif akan menyadari perbedaan mereka.Setelah menuruni mobil, raut wajah Hanny langsung berubah menjadi dingin dan begitu pula de
Hanya saat kakaknya membutuhkannya saja, Hanny baru bisa keluar untuk menghirup udara segar. Terkadang Hanny sungguh berharap Monica sibuk tidak memiliki waktu luang.Sekarang Hanny sungguh gembira lantaran memiliki waktu bebas di dalam kantor. Mengenai masa depannya, Hanny juga tidak pernah memikirkannya. Mungkin dia juga tidak memiliki masa depan.“Tut ….” Telepon kantor berbunyi. Terdengar suara Rossa. “Bu Monica, Tuan Setiawan datang untuk bertamu. Tapi dia tidak melakukan janji sebelumnya. Dia ….”Tuan Setiawan?Jantung Hanny seketika berdegup kencang. Terlintas wajah lelaki itu di benak Hanny. Namun, dia berusaha untuk menyadarkan dirinya. Tidak! Sebelumnya Hanny sempat berharap kedatangan Steve, tak disangka orang yang bertamu ke rumah adalah Brandon. Lagi pula, ada banyak orang yang bermarga Setiawan di dunia ini.Tak peduli siapa pun lelaki itu, Hanny juga tidak berhak memutuskan untuk menemuinya atau tidak. Namun saat Hanny hendak menghubungi kakaknya, pintu ruangannya pun su
Hanny hanya berdiri di tempat. Dia menatap Steve dengan terdiam, tidak tahu apa yang sedang dipikirkan lelaki itu.Sikap Hanny saat ini membuat Steve tidak berani untuk bergerak. Dia menghentikan langkahnya, tidak berani berdiri terlalu dekat dengan wanita itu. Steve sudah cukup trauma dikasari calon istrinya.Steve kembali mengangkat kepalanya untuk melihat ekspresi Monica. Monica yang bersolek itu tidak kelihatan sepucat sebelumnya lagi, sepertinya kondisinya sudah membaik.“Monica, kamu baik-baik saja, ‘kan? Apa lukamu sudah membaik?” tanya Steve dengan penuh hati-hati. Sepertinya Steve tidak salah bicara, ‘kan? Seharusnya dia tidak akan marah, ‘kan?Namun, ternyata dugaan Steve salah!Sebenarnya hati Hanny merasa bergejolak ketika melihat kedatangan Steve. Dia sudah beberapa hari tidak bertemu dengan Steve. Sejak kakaknya tinggal di kediaman Setiawan, Hanny pun tidak berkesempatan untuk bertemu dengannya. Hanny sungguh merindukannya.Sebelumnya Hanny tidak pernah merindukan seseora
Steve memandang ke arah pintu. Hmm, tidak tergolong jauh! Jika Monica benar-benar hendak mengasarinya, Steve bisa langsung berdiri dan melarikan diri.Nanti Steve juga bisa menyiram kopi di tangannya untuk mengulur sedikit waktu. Kepikiran hal ini, dia tidak lagi mencicipi kopinya. Menyadari Steve duduk begitu jauh, suasana hati Hanny semakin buruk lagi. Dia berkata dengan sinis, “Apa kamu begitu membenciku?”“Ahh? Ahh ….” Pertanyaan yang sangat mendadak itu sungguh mengagetkan Steve. Dia segera menggeleng, “Nggak! Kenapa aku mesti membencimu? Aku malah suka sama kamu. Kenapa … kenapa kamu bertanya seperti ini? Aku khawatir dengan kondisi tubuhmu. Jadi, aku datang untuk menjengukmu. Apa … kamu masih merasa nggak enak badan? Jadi … kamu, kamu, kamu ….”Tiba-tiba Steve menjadi terbata-bata lantaran melihat wanita mengerikan itu berjalan mendekatinya.Dia … dia … dia! Apa dia mau turun tangan? Sebenarnya kesalahan apa yang sudah diperbuatnya? Steve sungguh tidak mengerti!“Aku … tiba-tib
Ketika dicium oleh Steve, awalnya Hanny merasa bingung. Namun setelah tersadar dari bengongnya, Hanny juga tidak mendorongnya. Sepertinya Hanny juga mendambakannya.Hanny sungguh merindukan lelaki ini. Dia ingin bersama dengan Steve. Jadi ketika Steve menciumnya, dia tidak menolak, malah mulai membalas ciumannya.Ketika merasakan ada balasan dari Hanny, Steve semakin gembira lagi. Wanita ini tidak bersikap kasar seperti sebelumnya, dia malah menunjukkan sikap malunya.Seketika rasa takut di hati Steve sudah sirna. Dia langsung menggendong Hanny, lalu menindihnya di atas sofa.Hanny merasa kepalanya agak pusing. Perasaan ini sangatlah indah. Dia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Seketika Hanny tidak ingat lagi dengan hal-hal yang membuatnya sakit kepala. Dia membiarkan Steve mengecup bibirnya, wajahnya, lehernya, bahkan membiarkan Steve memasukkan tangannya ke dalam kemeja ….Saat jari tangan Steve menyentuh kulitnya, Hanny seketika tersadar dan langsung mendorongn
“Mulai sekarang, jangan panggil aku Monica lagi!” ucap Hanny dengan terus terang.“Jangan panggil? Kenapa? Kamu nggak suka? Jadi, aku panggil apa?” tanya Steve dengan bingung.Namun, Hanny tidak menjawab. Dia hanya melihat Steve saja, seakan-akan sedang memberinya ujian saja.Steve berpikir dengan teliti, tiba-tiba dia kepikiran dengan apa yang dikatakan Monica sebelumnya. “Ni … Nini?”“Emm.” Ketika mendengar nama itu dari mulut lelaki tercintanya, akhirnya ekspresi Hanny tidak sedingin tadi lagi. Dia sungguh menyukai nama itu, lebih enak didengar daripada nama Monica.Kepikiran hal ini, Hanny tiba-tiba bertanya, “Apa sebelumnya kamu pernah memanggilku seperti itu?”“Sebelumnya? Maksudmu?” Steve semakin bingung lagi.Sebelumnya Steve pernah memanggilnya dengan sebutan itu atau tidak, kenapa dia bisa tidak tahu? Kenapa dia malah bertanya pada Steve?“Maksudku, beberapa hari lalu sewaktu aku tinggal di rumahmu, aku lupa apa kamu pernah memanggilku seperti itu atau nggak.” Hanny berpikir
Steve mengendarai mobil. Hanny yang duduk di sampingnya juga tidak tidur. Dia terus memandang ke luar jendela, memandang pemandangan indah di luar sana.Sementara, Steve terus fokus dalam mengendarai mobilnya. Sesekali dia kepalanya untuk melirik Monica sekilas. Tampak Monica terus melihat ke luar jendela. Steve juga tidak tahu apa bagusnya pemandangan di luar sana. Sosok Monica saat ini sungguh mirip dengan anak kecil yang tidak pernah melihat dunia luar saja.Tentu saja Steve tidak tahu Hanny sangat menghargai setiap detik melihat pemandangan di luar sana.Setiap kalinya, Hanny akan keluar dengan membawa misi. Setelah misi selesai, dia pun harus segera pulang. Jadi, tidaklah mungkin bagi Hanny untuk bisa jalan-jalan di luar.Namun, selama bersama Steve, Hanny bisa jalan-jalan, membeli aksesori, menindik cuping telinganya, berpelukan, dan bahkan berciuman ….Semuanya terasa baru dan indah bagi Hanny. Semuanya itu adalah hal yang sangat didambakan Hanny. Dia tidak berani memejamkan mat