Ketika matanya terbuka, wajah Alister lah yang pertama kali muncul tepat di depannya. Naomi spontan menatap sekelilingnya, ternyata ia masih berada di kamar Arkana. Entah kapan Alister menyusul ke sini. Sebab, ia pindah kamar secara sembunyi-sembunyi setelah lelaki itu tidur. Awalnya Naomi memang menuruti Alister yang memintanya tidur di tempat biasa. Namun, menjelang tengah malam Arkana terbangun dan menangis. Akhirnya, setelah menyusui bayinya, Naomi mengajak sang putra pindah ke kamar ini. Naomi tidak tahu sejak kapan Aliater ikut pindah ke kamar ini. Mungkin karena dirinya terlalu nyenyak dan Arkana jiga belum terbangun lagi. Meski ranjang di kamar ini tak sebesar di kamar Alister, tetap masih cukup untuk ditempati mereka bertiga. “Oek! Oek!”Pandangan Naomi teralih karena tangis putranya. Naomi menunduk dan menatap Arkana yang meraung. Tak langsung menggendong, ia mengecek popok anaknya terlebih dahulu. “Ssstt ... Arka haus lagi? Atau popoknya sudah penuh?” Ternyata popok Ark
“Aku tidak tahu. Jangan pedulikan dia.” Alister langsung berbalik dan beranjak pergi setelah menjawab dengan nada ketus. Entah hanya perasaan Naomi saja atau bagaimana, tetapi ekspresi suaminya itu terlihat seperti sedang menahan kesal. Padahal ia hanya bertanya seperti itu. “Apa aku salah bicara? Suasana hatinya berubah sangat cepat,” gumam Naomi heran. Setelah Naomi ingat-ingat lagi, Alister memang selalu tampak berbeda jika dirinya membahas tentang Amara. Padahal Naomi merasa tak pernah bertanya terlalu jauh apalagi bermaksud menyinggung. Namun, respon Alister nyaris selalu buruk dan sekarang yang paling parah. “Apa karena waktu itu mereka bertengkar?” monolog Naomi yang masih bertanya-tanya. Jika memang Alister kesal karena pertengkaran itu, seharusnya Alister tidak perlu memperlihatkan kekesalan di depannya. Sebab, Naomi tidak mengetahui permasalahan mereka. Sekali pun jika permasalahan itu ada kaitannya dengan dirinya. “Oek! Oek!” Tangis Arkana membuyarkan lamunan Na
Pertanyaan Naomi kian menyulut ketegangan yang melingkupi dapur. Naomi menatap satu per satu orang yang berada di sana. Ia yakin pasti mereka lebih tahu banyak hal dibanding dirinya yang baru datang. Namun, tidak ada satu pun yang bersuara lagi setelah itu. “Apa itu sering terjadi?” Naomi mengulang pertanyaannya pada sang pelayan yang barusan berceloteh panjang lebar padanya. Menyadari telah salah berbicara, pelayan muda itu tampak berkeringat dingin. Wajahnya memucat hingga kedua tangannya pun gemetar. “Maaf, Nyonya. Sepertinya saya terlalu banyak bicara. Abaikan saja. Saya hanya bercanda. Saya permisi dulu.” Pelayan itu langsung menunduk dan melangkah pergi dari dapur. Ketika Naomi mengalihkan pandangan, tampak jelas jika seluruh pelayan menghindari bertemu pandang dengannya. Padahal awalnya mereka yang menggosipkan dirinya, namun sekarang semuanya menghindar. “Tolong antar sarapanku ke kamar,” ucap Naomi seraya melangkah pergi dari sana sembari membawa segelas susu hangat yan
“Dia yang menabrak adikmu.”Ucapan terakhir Amara membuat langkah Naomi benar-benar terhenti. Namun, wanita itu tidak berbalik. Di balik ekspresinya yang tetap tenang, tubuhnya mulai gemetar. “Tidak mungkin,” gumamnya dengan suara yang nyaris menghilang. Tak pernah terpikir dalam benak Naomi jika suaminya sendiri lah yang membuat adiknya sekarat. Ia memang tidak mengetahui kronologi kecelakaan itu secara detail karena baru tiba setelah adiknya celaka. Naomi hanya mengetahui kronologi kecelakaan tersebut dari cerita Amara dan orang-orang sekitar. Dan selama ini, Naomi mempercayai cerita itu. Tak pernah menaruh curiga sama sekali pada siapa pun. Ia hanya bisa pasrah saat orang-orang mengatakan penabrak adiknya telah melarikan diri. Bahkan, pihak kepolisian yang membantu pun tak dapat melacak mobil tersebut. Naomi yang kala itu memang tidak memiliki biaya untuk mengusut lebih jauh memilih menutup kasus tersebut. Karena baginya, yang terpenting adalah pengobatan Attar. Adiknya harus se
“Selangkah kamu keluar dari rumah ini, selamanya kamu tidak akan pernah bisa menemui Arkana lagi!”Ancaman Alister membuat langkah Naomi kontan terhenti, namun tidak berbalik. Padahal tinggal selangkah lagi wanita itu mencapai pintu. Ia mencengkram tali tas besar yang tersampir di bahunya dengan mata berkaca-kaca. Kemudian, ia menyadari sesuatu. “Itu sudah pasti, Tuan. Bukannya sejak awal Tuan memang ingin memisahkan kami?” sahut Naomi setelah berdeham pelan. Tak suaranya terdengar serak. Cepat atau lambat, Naomi memang harus meninggalkan anaknya. Ia sudah mendapat waktu dua bulan bersama anaknya, itu sudah cukup. Tak ada lagi yang perlu dipertahankan. Ia tidak bisa hidup bersama orang yang hampir menghabisi nyawa adiknya. Bukan itu saja, Alister juga telah menipunya habis-habisan. Bahkan, sengaja menyusun rencana dan mengarang cerita demi memanipulasinya. Menjebaknya hingga sejauh ini dan membuatnya dibenci banyak orang karena dianggap orang ketiga, perebut, perusak.Sebelum Naomi
“Tidak ada orang ketiga. Kami sudah bercerai.”“Uhuk! Uhuk!” Naomi yang sedari tadi tampak tak peduli dengan pemberitaan tentang Alister tiba-tiba tersedak saat menyesap tehnya. Naomi menajamkan indra pendengarannya sembari menatap ke layar televisi. Benar-benar tak menyangka Alister akan berkata seperti itu pada wartawan. Yang artinya, Alister memang mengatakan fakta, bukan sekadar omong kosong belaka karena itu akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Pasangan yang selama ini dikabarkan selalu harmonis dan mesra di setiap kesempatan, tiba-tiba berpisah. Naomi pun tidak mengetahui sejak kapan rumor renggangnya hubungan Alister dan Amara tersebar. Sebab, mereka tampak masih bersikap normal jika di depan kamera. “Kami tidak cocok sejak lama dan memilih berpisah baik-baik,” jawab Alister setelah dicerca oleh wartawan dengan berbagai pertanyaan. Usai mengatakan itu, Alister dan orang-orang di sekitar lelaki itu berjalan lebih cepat. Beberapa bodyguard lelaki itu menghadang para war
“Keluarga? Sejak kapan kita menjadi keluarga? Kurasa, aku tidak mengenal kalian,” jawab Naomi dengan nada lembut. Namun, setiap katanya sangat menusuk. Dinda yang sedang berlutut dan berusaha meraih tangan Naomi kontan mengangkat kepalanya. Tak menyangka Naomi akan memberi jawaban yang sangat menusuk seperti itu. Sebab, suaminya mengatakan jika anak tirinya ini memiliki hati yang lembut. “Bangunlah, Tante. Aku bukan tuhan yang perlu disembah sampai berlutut seperti ini,” ucap Naomi dengan nada dan ekspresi datar. Sudah bertahun-tahun berlalu sejak ayahnya mengkhianati ibumu. Namun, tak pernah sekali pun ibu tirinya datang. Bahkan, ketika ibunya meninggal dunia pun tidak ada yang datang. Dan sekarang, ketika mereka yang membutuhkan bantuan, mereka tiba-tiba mendekatinya. “Aku juga tidak bisa membantu. Hukum akan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Kalau Tante ingin meminta keringanan, mintalah pada orang yang bersangkutan. Tante salah alamat kalau memohon di sini,” imbuh Naomi ser
“Saya hanya membantunya memperbaiki kran air yang rusak,” jawab Kelvin tenang. Meskipun Alister menatapnya seperti baru saja memergoki dirinya berselingkuh dengan Naomi. “Aku pulang dulu ya. Terima kasih kopinya. Aku minum di rumah saja. Nanti gelasnya kukembalikan, sampai jumpa,” pamit Kelvin pada Naomi. “Saya permisi, Tuan.”Setelah Kelvin pergi, hanya tersisa Naomi dan Alister yang dilingkupi kecanggungan. Naomi menatap Arkana yang berada di gendongan Alister sekilas dan memilih mengalihkan pandangan. Tak ingin goyah dengan keputusannya. Walau sebenarnya ia sangat merindukan putranya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Naomi langsung melangkah mundur. Bersiap untuk kembali menutup pintu. Ia belum siap bertemu Alister, baik sekarang atau kapan pun itu. Beberapa hari ini dirinya sudah cukup tenang tanpa gangguan dari lelaki itu. “Tunggu Naomi! Kita harus bicara!” ucap Alister sembari menahan pintu yang hampir ditutup oleh Naomi dengan sebelah tangannya. Sedangkan satu tangan lagi,
Hawa dingin yang menerpa punggungnya membuat Naomi menggeliat pelan dan akhirnya terbangun. Seketika saja ia mengingat apa yang terjadi beberapa jam lalu. Wajahnya langsung bersemu. Namun, ranjang di sampingnya malah kosong. “Tidurlah, sekarang masih malam,” ucap Alister yang berdiri di sudut ruangan. Naomi spontan mengalihkan pandangan. Wanita itu mengira dirinya ditinggalkan di sini. Dalam cahaya remang-remang, ia dapat melihat siluet Alister di sudut kamar yang sedang menggendong Arkana. Mereka masih berada di kamar hotel Alister tadi. Naomi tidak tahu sejak kapan Arkana berada di sini. Ia tidak enak pada Attar jika adiknya yang membawa Arkana kemari. Ia telah mengganggu waktu istirahat pemuda itu dengan meminta dia menemani Arkana. Apalagi dirinya berjanji hanya pergi sebentar. Naomi tidak menyesal telah memaksakan jauh-jauh datang. Meskipun awalnya dibuat salah paham, setidaknya sekarang dirinya sudah lebih lega. Jika tidak begini, ia tidak akan tahu apa-apa. Walaupun masih b
Seharusnya, Naomi merasa baik-baik saja. Namun, entah ke mana matanya tiba-tiba memburam dan memanas. Kedua tangan yang berada di samping tubuhnya pun gemetar. Ia tidak tahu apa yang terjadi, namun otaknya seolah ingin menyimpulkan sendiri. Amara menatap Naomi dengan senyum miring, kemudian berjalan melewati wanita itu. Dengan sengaja Amara menyenggol Naomi hingga wanita itu nyaris terhuyung. Senyum miring Amara kian mengembang setelah melewati Naomi. Cukup lama Naomi membeku di tempat. Alister pun tampak terkejut melihat kedatangannya. Setelah tersadar dari lamunannya, Naomi lantas berbalik bersiap melangkah pergi dari sana. Namun, Alister bergerak lebih cepat dan menahannya. “Kenapa kamu ada di sini?” tanya Alister pada Naomi. Naomi berdecih sinis. “Bukannya Tuan yang menyuruhku datang?” Bisa-bisanya Alister bertanya seperti itu seolah tidak tahu apa-apa. Padahal sudah jelas-jelas lelaki itu sendiri yang memintanya datang. Ternyata, ia diminta datang hanya untuk menyaksikan Ali
Alister menunjukkan bukti perceraiannya dengan Amara satu tahun lalu pada awak media. Seluruh wartawan langsung memotret bukti perceraian tersebut dari dekat hingga seluruh keterangan yang tertera di sana benar-benar terlihat. Dan tanggal perceraian itu tepat seminggu setelah Alister menikah dengan Naomi. Naomi terkejut bukan main. Yang ia tahu Alister dan Amara bercerai baru-baru ini. Bahkan, sebelumnya pun mereka masih tinggal bersama. Naomi tidak menyangka jika sejak lama Alister dan Amara telah berpisah. Bahkan, sebelum dirinya hamil. “Kami sudah lama berpisah dan perpisahan ini tidak ada kaitannya dengan Naomi. Istriku yang sekarang. Dia salah satu karyawanku dan kami menikah karena saling mencintai. Sedangkan hubunganku dan Amara sudah selesai,” papar Alister di depan seluruh awak media. “Kuharap di antara kalian tidak ada lagi yang berpikir kalau Naomi yang menghancurkan hubunganku dengan Amara. Dan satu lagi, istriku tidak suka terekspos. Jadi, tolong jangan terlalu mengg
“Aku akan menyelesaikannya,” tutur Alister yang kini sudah duduk di samping Naomi. Naomi berjingkat kaget dan spontan menoleh ke samping. Ia tak menyadari sejak kapan Alister terbangun. Apalagi sampai sudah mengintip ponselnya juga. Ia berdecak kesal seraya mematikan ponselnya dan meletakkan benda tersebut di atas meja kecil di dekat ranjangnya. Seperti biasa, Alister selalu menghadapi masalah dengan santai. Seakan-akan yang terjadi saat ini bukanlah masalah besar. Padahal permasalahan ini dapat sangat berpengaruh pada lelaki itu. Berbanding terbalik dengan Naomi yang sedari tadi sudah panik. “Tidak semudah itu, Tuan! Semuanya sudah menyebar. Orang-orang tidak akan mudah percaya,” jawab Naomi agak kesal. “Oh ya, sekalian aku juga ingin mengingatkan kalau aku adalah putri dari seseorang yang pernah menipu Tuan habis-habisan. Harusnya Tuan menjauhiku sebelum aku menguras harta Tuan juga. Aku bisa melakukannya kapan pun aku mau,” lanjut Naomi. Naomi tidak habis pikir kenapa Alister
Naomi tidak pernah merasa syok dan malu separah ini sebelumnya. Sampai-sampai ia tidak tahu harus melakukan apa dan hanya bisa duduk kaku di tempat duduknya. Sebab, untuk beranjak pergi pun tak mungkin meski dirinya benar-benar merasa tak nyaman. Naomi berusaha memaklumi Alister yang tiba-tiba membawanya ke tempat ini tanpa penjelasan di awal. Namun, seakan tak puas membuatnya syok, lelaki itu kembali berulah dan kali ini sangat fatal. Seakan sengaja ingin membuatnya menjadi bulan-bulanan semua orang. Wanita itu memberi isyarat pada suaminya akan berhenti atau meralat kalimat sebelumnya. Namun, lelaki itu bersikap masa bodoh dan terus melanjutkan pidato tanpa memedulikan dirinya. Padahal atmosfer yang melingkupi ruangan ini sudah tidak bersahabat. “Naomi bukan penyebab berakhirnya hubunganku dengan Amara. Sudah sejak lama aku dan Amara tidak cocok. Makanya, akhirnya kami memilih berpisah. Tapi, perpisahan kami baru terekspos akhir-akhir ini. Perpisahan itu tidak ada sangkut pautnya
“Kamu belum siap-siap?” tanya Alister ketika melihat Naomi malah sudah berbaring di ranjang dengan Arkana menggunakan baju tidur. Bahkan, sekarang sudah sedikit terlambat dari waktu janjian mereka karena Alister terjebak kemacetan di jalan. Namun, setelah sampai di sini, Naomi malah belum siap-siap. Lebih tepatnya memang tidak akan bersiap-siap karena wanita itu tidak mau pergi dengan Alister. Kemarin-kemarin Naomi sudah memberi kelonggaran pada Alister untuk berbuat seenaknya. Sekarang tidak lagi. Seharusnya sekarang proses perceraian mereka sudah berjalan. Dan pasangan yang akan berpisah tidak mungkin masih pergi ke mana-mana bersama. “Aku sudah makan. Tuan berangkat sendiri saja,” jawab Naomi seraya memejamkan mata. Padahal belum mengantuk sama sekali.Sekarang baru jam tujuh malam. Biasanya Naomi masih beraktivitas jam segini. Tentu saja ia belum mengantuk. Namun, ia sengaja menyelesaikan pekerjaan rumahnya lebih awal agar bisa bersiap tidur lebih awal juga. Supaya tidak perlu
“Jangan kerja dulu hari ini. Tuan harus istirahat supaya benar-benar pulih. Tapi, kalau Tuan mau pulang sekarang, silakan. Tuan bisa meminta supir menjemput,” tutur Naomi setelah mengecek suhu tubuh Alister menggunakan punggung tangannya. “Sekarang Tuan makan dulu.” Naomi membantu Alister mengubah posisi menjadi bersandar di tembok dengan bantal menjadi menopang. Naomi sudah membuatkan bubur untuk Alister. Tadinya ia ingin membeli saja agar lebih praktis. Namun, Naomi ingat jika Alister agak sensitif terhadap makanan saat sakit. Daripada lelaki itu tidak mau makan, lebih baik ia yang membuatkan bubur. Meski belum tentu juga rasanya enak. Naomi menyadari seharusnya dirinya tidak perlu repot-repot melakukan ini. Namun, ia tidak bisa berpura-pura tak peduli. Apalagi melihat kondisi lelaki itu yang terlihat sangat mengkhawatirkan. Naomi semakin tidak bisa menutup mata dan diam saja. Alister menerima suapan yang Naomi berikan tanpa membuka suara. Walaupun demam yang lelaki itu alami
Naomi berdeham pelan, lalu tersenyum kaku. Wanita itu berkedip pelan, benar-benar tak menyangka mertuanya sudi menginjakkan kaki di rumah sempitnya ini. Meskipun ia juga belum mengetahui apa tujuan kedatangan Miranda sebenarnya. “Maaf, Nyonya. Aku hanya terkejut. Silakan masuk.” Naomi membuka pintu lebih lebar, membiarkan Alister masuk dan mempersilakan Miranda untuk masuk juga. Naomi menatap Alister, bertanya lewat isyarat kenapa lelaki itu mengajak Miranda kemari. Bukannya Naomi antipati terhadap mertuanya sendiri. Tetapi, seharusnya sebelumnya Alister mengatakan jika akan mengajak Miranda juga agar Naomi bisa mempersiapkan sesuatu. Naomi tidak memiliki hidangan yang bisa disuguhkan. Ia hanya memasak sedikit untuk makan malamnya dengan Attar nanti. Seandainya Alister terus terang, dirinya pasti membeli sesuatu untuk disuguhkan. Dan yang sekarang bisa ia suguhkan hanya secangkir teh hangat dan kopi. Justru, malah Miranda dan Alister yang membawakan banyak makanan. Itu malah membu
“Kamu ingin mengundurkan diri? Kenapa? Apa gaji yang aku tawarkan kurang? Maksudku, kita bisa berdiskusi lagi. Bahkan, kamu belum mendapat gaji pertamamu,” tanya Raga spontan bahkan sebelum membaca surat pengunduran diri yang Naomi berikan. “Bukan. Bukan karena itu. Ini murni karena keputusan pribadiku,” jawab Naomi sembari menggeleng. Belum genap satu bulan bekerja, Naomi memilih mengundurkan diri. Tentu saja alasannya karena sekarang Naomi harus mengasuh Arkana. Jika dirinya masih bekerja, ia tidak mungkin memiliki waktu penuh untuk mengasuh putranya. Sebenarnya Naomi juga tidak mau melepas pekerjaan yang sudah membuatnya nyaman ini. Namun, dengan kondisinya saat ini tak memungkinkan untuk dipaksakan bekerja. Ia tahu penyerahan Arkana padanya juga salah satu cara Alister untuk membuatnya berhenti bekerja. “Sekarang aku harus mengasuh anakku juga. Aku tidak akan bisa membagi waktu untuk bekerja. Aku benar-benar minta maaf karena ini sangat mendadak. Terima kasih sudah memberiku k