Tapi pasti ada alasan lain, pikir Airin lagi. Dia menatap Sakha yang kemudian melangkah menghampiri meja rias. Jantung Airin berdetak semakin tidak karuan dibuatnya, mengingat apa yang dulu juga pernah mereka lakukan di sana. Apakah Sakha ingin menggunakan gaya aneh itu lagi?
“Apa yang hendak Tuan lakukan?” tanya Airin kemudian, suaranya terdengar gugup. Ini pertanyaan yang entah sudah keberapa kali.
Sakha menarik kursi dan menatap Airin. “Duduk di sini, Airin!”
Airin mengernyit. “Untuk apa?”
Sakha menghela napas sabar. “Duduklah dulu.”
Dengan langkah yang sedikit terseok dan ragu-ragu, Airin pun duduk di kursi riasnya itu. Sakha berputar lalu berdiri di belakangnya, menatap Airin melalui cermin oval di hadapannya. Kening Sakha tampak berkenyit pelan.
“Wajahmu ….”
“Kenapa?” tanya Airin bingung.
“Tampak lebih tirus dari biasanya. Apa Ga
Di titik ini ... Asia ngerasa jomblo sekali! :)
Sakha terkejut. Benar-benar tidak menduga Airin akan melakukannya.Sejenak, Sakha hanya mematung, tidak membalas ciuman Airin karena mendadak respon tubuhnya membeku. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena kelembutan dan kehangatan serta godaan-godaan yang diberikan Airin segera membakarnya.Airin, jelas adalah seorang amatiran di awal. Juga nyaris kehilangan kepercayaan dirinya dalam ciuman itu ketika Sakha butuh beberapa detik lamanya untuk merespon. Namun ketika Sakha bergerak dengan tiba-tiba, berlutut di lantai dan mendorong Airin ke kursi; memperdalam ciuman mereka, Airin tidak butuh untuk tahu cara melakukannya dengan benar, karena Sakha adalah seorang pencium yang ulung, yang dalam sekejap langsung bisa membuat Airin melupakan banyak hal selain diri mereka berdua, di sana, bersama getaran-getaran yang menggoda setiap syaraf dalam tubuh.Tangan Sakha tenggelam dalam helai rambut Airin yang hitam legam, menggenggamnya pelan dan menariknya dengan lembut ke
Sakha malam itu pun pergi dari paviliun dengan mood yang buruk. Ketika dia hendak masuk ke dalam kamarnya, dia teringat bahwa dia seharusnya berada di kamar istri keduanya. Tapi apa yang dia lakukan tadi? Mengunjungi Airin tanpa pikir panjang dan memberikannya hadiah cincin. Benda itu seharusnya Sakha berikan pada saat jadwal Airin seminggu ke depan, seperti rencananya di awal. Tapi saat melihat Airin tadi, dia tidak kuasa untuk menahan dirinya. Dan siapa sangka respon gadis itu akan seperti itu. Sakha dibuat kelimpungan. Dan sekarang kepalanya berdenyut sakit. Dia berbelok dari lorong kamarnya, menuju ruang kerja. Ruang kerjanya didesain seperti tipikal ruang kerja pada umumnya, diisi dengan satu lemari buku, satu meja kerja dan kursi, serta sofa untuk dia menerima tamu. Namun semuanya tampak monoton, kecuali sebuah lukisan di dinding yang menampilkan pemandangan indah desa Telaga Waru pada pagi hari. Sakha ingat membeli karya seni itu dari seniman l
Berinisiatif untuk memecah keheningan di antara mereka, Airin pun berdeham. “Ngomong-ngomong,” ucapnya memulai, “pria tadi siapa, ya?”Sontak Ria langsung menoleh padanya. “Aku pikir kalian saling kenal? Gani bilang kamu mantan pembantunya ‘kan?”Airin merasakan dirinya ingin sekali meremas atau meninju sesuatu saat itu juga. “Aku lupa-lupa inget sebenarnya, itu udah lama banget.”“Oh, jadi bener kamu pernah jadi pembantu, Rin?”Airin tidak menjawab celetukan Nia itu.“Tapi aku nggak kaget sih. Kamu emang … punya penampilan yang kadang begitu. Jangan tersinggung, ya.”“Hm,” sahut Airin dingin. Sekalipun yang dikatakan Gani kebohongan dan yang dipercayai Ria, Tia, dan Nia, bahkan Sakha, adalah salah, Airin tidak mencoba untuk memperbaiki apa pun. Tapi dia juga tidak pernah mengiyakan.Rasanya percuma, pikir Airin dengan le
Bab 58 – Kehilangan Cincin“Galih, kamu sekarang sudah ganti atasan?”Galih langsung menjauhkan ponselnya dari telinga dan mengerut putus asa saat mendengar pertanyaan yang diucapkan dengan nada dingin tersebut.“Nggak lah, Bos. Bos Sakha satu-satunya.”“Saya nggak butuh kata-kata tanpa aksi yang nyata.”Galih lagi-lagi hanya bisa meringis. Tuannya benar-benar terdengar tidak senang. Tapi siapa yang bisa disalahkan? Selama ini Galih mendapat kesan bahwa Airin telah menjadi istri kesayangan Sakha. Tuannya tersebut bahkan meminta Galih untuk menjaga Airin saat dia sedang tidak ada. Jadi Galih berpikir, perintah Airin juga adalah ‘setengah’ perintah tuannya.Siapa yang bisa menyalahkan Galih dalam hal ini?“Ma-maaf, Bos. Tadi Ririn soalnya kasian banget, Bos. Dia bilang Bos lagi marah besar sama dia. Saya jadi nggak tega,” ungkap Galih, berharap dengan itu Sakha a
Bab 59 – Permintaan MaafSepanjang perjalanan menuju rumah persinggahan, Sakha tidak lagi bersuara, pun juga Airin. Galih hanya mengekori dua majikannya itu di belakang.Lalu ketika mereka sampai, Sakha berbalik pada Galih, berkata dengan nada dingin yang mencekam, “Kamu pulang. Ambilkan istri saya pakaian yang layak!”Tanpa berani menatap wajah tuannya, Galih mengangguk, lalu segera berlalu pergi.Setelah itu, Sakha tidak mengatakan apa pun lagi. Dia bahkan tidak menatap Airin sedikit pun. Namun genggaman tangannya pada tangan sang istri mengerat. Airin menggigit bibirnya kuat dan samar merasakan kasarnya lumpur di lidah.Sakha membawa Airin ke samping rumah persinggahan di mana di sana ada sebuah sumur yang airnya melimpah. Barulah setelah itu Sakha melepaskan tangan Airin untuk menimbar air.Airin menatap tangannya yang putih dan lumpur di sana hilang berpindah ke tangan Sakha. Pergelangan tanga
“Aku ….” Sakha menatap Airin, kehabisan kata-kata.“Lihat? Tuan bahkan tidak bisa menjawab,” sahut Airin, tapi suaranya terdengar tenang dan terkontrol, seolah jawaban Sakha sama sekali tidak mempengaruhinya. Padahal itu sangat menyakiti Airin di dalam.Tapi ini adalah sebuah resiko yang dia ambil sejak awal. Sakha tidak bisa dia salahkan. Kalau Airin tidak siap menghadapi semua ini, dia tidak akan berada di sini sekarang? Sejak awal Airin mengatakan ini pada dirinya sendiri, bahwa karena dia sanggup lah maka dia harus menikah dengan Sakha. Kalau yang sekarang ada di tempatnya adalah Mawar atau Melati, mereka tidak akan bertahan lama. Adik-adiknya itu akan hancur dengan kekecewaan yang sangat dalam.Airin tidak tahu mengapa percakapan mereka bisa sampai sini. Menyuruh Sakha untuk menceraikan ketiga istrinya? Itu adalah permintaan yang sangat tidak tahu diri.Kalau memang ada yang harus diceraikan dalam rumah t
Napas Airin berangsur ringan dan tenang, seperti hujan di luar sana yang juga mereda dan hanya menyisakan rintik-rintik ringan air.Sakha masih memeluknya erat dan kini telah membawanya ke ranjang di mana di sana dia berbaring setelah bersandar di dada suaminya.Sedari tadi, Sakha tidak mengatakan apa pun atau menjawab pertanyaan apa pun yang Airin lontarkan. Dia takut apa yang akan dikatakannya malah justru semakin menyakiti gadis ini. Jadi diam, bagi Sakha, adalah pilihan terbaik.Mendengar tangisan Airin sudah cukup membuatnya berantakan di dalam.Tubuh Airin sendiri terasa lemas setelah luapan emosi itu. Menangis memang selalu membuatnya kelelahan dan pusing. Dia bahkan tidak punya cukup tenaga untuk menyingkirkan tubuh Sakha sehingga dia bisa berdiri di atas kakinya sendiri.Rasanya Airin ingin pergi ke suatu tempat di mana dia bisa melupakan semua ini sejenak. Tempat di mana dia bisa menjadi dirinya sendiri sepenuhnya dan melepas semua persoa
Sesaat setelah itu, Airin merasa seperti sebuah gurun yang diguyur hujan dalam semalam, atau seseorang yang sudah lama tidak meresakan tetesan air. Dia kehausan, panas, dingin, semuanya menjadi satu. Dan yang mampu mengobati semua itu hanyalah Sakha, suaminya, dengan ciuman dan sentuhan-sentuhan menggoda yang pria itu demonstrasikan ke tubuhnya yang telah sangat mendamba.Sakha menggeram, lalu memosisikan dirinya di atas Airin. Saat dirasanya itu tidak cukup, dia merapatkan tubuh mereka sehingga tidak ada lagi jarak. Sakha menggigit bibir istrinya, mengulumnya keras, dan menyeruakkan lidahnya ke dalam, berkelindan mesra dengan lidah Airin.Suara basah dari ciuman yang panas itu terdengar menguasai indera pendengaran mereka. Dan tidak ada hal lain lagi yang lebih penting dari diri mereka berdua dan apa yang tengah mereka lakukan.Sakha menurunkan kecupannya ke bawah, menyusuri dagu Airin, turun ke bawah sampai ke denyut cepat nadi Airin di lehernya , Sakha suka b