Setelah menikah Wati tetap tinggal bersama ibunya, karena Rendra hanya pulang dua minggu sekali. Pernikahan Wati terlihat baik-baik saja, sampai Wati menyadari satu hal. Rendra tidak pernah menafkahinya, Rendra tidak memberikan satu sen pun uang penghasilannya. Wati mulai gelisah. Bukan karena uangnya, tapi karena itu adalah kewajiban Rendra sebagai suaminya. Sudah tiga bulan sejak pernikahannya Rendra belum juga menafkahinya."Wati, ada apa nak?" Tanya ibunya saat Wati melamun."Ngga ada apa-apa Bu.""Tidak biasanya kamu melamun. Ada masalah dengan suami kamu?""Bukan begitu Bu. Hanya masalah dikerjaan saja." Jawab Wati berbohong."Suamimu kapan pulang?""Besok Bu.""Kalau begitu besok Ibu menginap di tempat abangmu ya.""Kenapa begitu Bu?"
Ibu Lastri pulang dari menginap di rumah bang Rahman. Setiap Rendra datang ibu akan menginap di sana, agar tidak membuat menantunya canggung.Ibu menyiapkan makan siang yang dibawa beliau dari rumah Rahman. Semua hidangan sudah tertata rapi di meja. Wati dan Rendra masih berada di dalam kamar. Kedua kelopak mata Wati bengkak karena terus-terusan menangis. Dia tidak mau keluar kamar karena ibunya pasti akan bertanya."Wati, Rendra, makan siang sudah siap!!!" Teriak ibu dari depan pintu kamar Wati. Kemudian ibu kembali ke meja makan, menunggu putri dan menantunya. Ternyata hanya Rendra yang keluar dari kamar. "Lho, Watinya mana Nak?" Tanya ibu."Ada di kamar Bu. Kita makan di kamar saja ya Bu. Biar Rendra suapin Wati." Jawab Rendra manis."Tapi Wati ngga sakitkan?""Ngga kok Bu. Cuma kelelahan karena Rendra ajak begadang tadi malam."
Mamah dan Papah Rendra mengajak Wati dan Rendra ke sebuah perumahan. Mereka menunjukkan salah satu rumah berwarna serba putih hingga pagarnya pun berwarna putih."Rendra, ini hadiah pernikahan dari papah dan mamah." Ucap papahnya."Serius Pah?" Tanya Rendra terkejut. Wati pun ikut terkejut."Tapi, ada tapinya nih. Bulanannya kamu yang cicil ya! Cicilannya selama sepuluh tahun.""Apa pah? Jadi rumah ini masih nyicil?""Cuma tujuh ratus ribu kok Rendra. Gajimu kan sepuluh juta sebulan. Kalian juga belum punya anak. Masa iya kamu ngga sanggup bayar." Ledek mamahnya. Wati menatap tajam ke arah Rendra, dia tidak tahu kalau gaji suaminya sebesar itu."I.. Iya mah." Jawab Rendra."Ayo masuk!" Papah membuka pintu rumah. "Perabotnya belum ada ya, jadi kalian cicil sendiri! Papah harap
Wati pergi ke dokter kandungan langganannya tanpa sepengetahuan ibu dan suaminya. Dia izin ke ibunya mau ke rumah Rini sahabatnya, karena tidak ingin ibunya mengira dia sedang hamil atau ada masalah dengan rahimnya."Ibu saya resepkan obat untuk membersihkan rahim ibu. Semoga nanti bisa secepatnya hamil lagi ya bu." Ucap dokter kandungan."Aamiin... Terima kasih banyak dok." Wati beranjak dari ruangan dokter kandunga. Di luar ruangan dia bertemu Rini sahabatnya bersama suami dan anaknya."Wati?" Sapa Rini terkejut."Rin, kamu periksa kandungan?" Tanya Wati menutupi keterkejutannya. Memang Rinilah yang mereferensikan dokter kandungan ini buat Wati."Iya Wati. Ternyata aku hamil anak kedua." Jawab Rini penuh bahagia. "Kamu ke sini apa sedang hamil juga?""Bukan... Nanti aku ceritakan." Jawab Wati dengan nada sed
Rendra melihat ke sekeliling rumah. Dia geleng-geleng kepala melihat semua berwarna putih. Wati terlihat cuek saja melihat tingkah suaminya."Suka-sukamulah Wati. Toh aku jarang di rumah." Ucap Rendra. Wati pun tersenyum. Akhirnya bisa juga suaminya mengalah. "Siapin diri kamu, aku pengen bercinta!!!" Ucap Rendra, kemudian masuk ke kamar mandi."Tetap saja aku jadi pemuas seksnya. Berapa ronde lagi malam ini?" Gumam Wati. Mood Wati sedang bagus. Jadi dia dengan senang hati menyiapkan dirinya. Dia mengenakan lingerie berwarna hitam yang baru saja dibelinya di pasar. Disemprotkannya parfum di lehernya di pergelangan tangannya dan di pahanya.Rendra masuk ke dalam kamar. Dilihatnya Wati sedang berdiri di depan cermin menyisir rambut panjangnya. Rendra langsug memeluknya dari belakang. "Cantik sekali kamu malam ini sayang. Seksi sekali. Wangimu semerbak sayang." Rendra terpesona.
Rendra pulang ke rumahnya. Dilihatnya mobil inova orang tuanya parkir di halaman rumahnya."Ada apa?" Batin Rendra."Datang juga yang ditunggu" Ucap bu Linda sumringah menyambut kedatangan Rendra."Ada apa kok pada kumpul di rumah Rendra?" Rendra bingung."Duduk dulu Rendra!" Suruh papahnya."Iya, ada apa?" Rendra penasaran."Wati hamil Rendra. Selamat ya, anak papah jadi ayah.""Apa?" Rendra terkejut. Dia langsung menatap tajam Wati. Wati tersenyum penuh kemenangan."Awas ya Rendra, kamu harus jaga baik-baik istrimu! Mamah ngga mau cucu mamah kenapa-kenapa." Ancam bu Linda."Iya Mah." Jawab Rendra singkat menutupi ketidak senangannya."Satu lagi, Wati ngga boleh kamu bikin capek ya!" Perintah bu
Kehamilan Wati sudah memasuki hari-hari melahirkan. Rendra disuruh mamahnya mengambil cuti agar bisa menemani Wati melahirkan."Mas, perutku mules." Wati membangunkan Rendra yang sedang tertidur."Mules kenapa?" Tanya Rendra masih mengantuk."Ngga tau.""Kita bercinta saja ya biar mulesnya hilang!""Mas Rendra apa-apaan sih. Yang ada semakin mules Mas.""Kata temen-teman mas, kalau sudah mau lahiran harus sering diperkosa, hahahahaha..." Goda Rendra."Mas ini menyebalkan. Lihat nih perutku sudah besar banget mas!""Mas serius Wati. Teman-teman mas yang ngomong gitu. Istri-istrinya diperkosa pas mau dekat lahiran biar cepet katanya prosesnya.""Ngga mau ah mas, yang ada tambah mules.""Yang namany
Rendra belum juga selesai cuti. Sudah sebulan dia ada di rumah. Wati jadi bingung."Mas, cutimu berapa lama?" Tanya Wati."Selamanya." Jawab Rendra cuek."Maksud mas bagaimana?" Wati terkejut."Iya, selamanya. Aku sudah tidak bekerja lagi Wati.""A... Apa mas?" Wati terhenyak. "Kenapa kamu tidak cerita Mas? Kamu berhenti atau diberhentikan Mas? Lalu bagaimana dengan hutangmu di Bank? Lalu bagaimana dengan bayar rumah ini Mas? Apa orang tuamu tau? Apa..." Wati membrondong Rendra dengan pertanyaan, belum selesai dia bicara Rendra memotongnya."Cukup Wati!!!" Potong Rendra."Jawab Mas!""Aku diberhentikan dari perusahaan.""Kenapa? Kinerjamu tidak baik?""Akhir-akhir ini aku terlalu lelah karena ser
Tiga bulan berlalu setelah kepergian Rendra. Wati sekarang sudah resmi menjadi istri Jaka secara hukum negara. Jaka sudah mendaftarkan pernikahannya melalui sidang isbat nikah di pengadilan agama. Jaka memutuskan untuk berhenti bekerja di Berau dan fokus kembali ke usaha toko phone cellnya bersama ibunya. Di samping itu Jaka juga membuka jasa service electronic , dia mempekerjakan dua karyawan. Sementara Wati, memulai kembali usaha cateringnya. Jaka mengajak Wati dan anak-anak tinggal di rumah yang pernah didiami Jaka bersama Lintang. Lintang bekerja di sebuah cafe di mall sebagai waitress. Humaira dititip dengan bu Gita yang membuka kios kecil-kecilan di depan kontrakannya. Beliau mendapat modal usaha dari Wati. Wati ingin Humaira tumbuh seperti anak-anaknya yang lain. "Bunda..." Teriak Humaira berlari ke arah Wati yang sore ini datang bersama Habibi dan Ad
Lintang datang ke rumah bu Lastri untuk menjemput Humaira. "Lintang, Aku harap Kamu bisa jaga baik-baik perasaan Humaira! Dia masih terlalu kecil untuk mengetahui permasalahan orang tuanya." Pinta Wati. "Iya. Apa mas Jaka sudah kembali ke Berau?" "Dia masih di sini, di rumah ibunya. Dia masih larut dalam emosi. Dia masih belum bisa terima kenyataan." Jawab Wati sedih. "Tolong sampaikan ma'afku pada mas Jaka." "Tentu, nanti akan Aku sampaikan." "Aku juga minta ma'af Wati, karena sudah menyakitimu." Ucap Lintang sambil menunduk. Wati mendekati Lintang. Kemudian memeluknya. "Lintang, Aku sudah lama mema'afkanmu. Sedikit pun Aku tidak membencimu. Sekarang, mulai lah hidupmu dengan baik! Hargai dirimu baik-baik! Jaga Humaira baik-baik! Sebenarnya Aku sangat ingin dia bersamaku. Dia pelengkap di keluarga kecil kami." Ucap Wati sambil tersenyum.
Seorang laki-laki terkulai lemas di atas tempat tidur pasien Rumah Sakit. Keadaan tubuhnya hanya tulang yang berbalut kulit putih pucat. Bu Lastri masuk ke dalam ruangan tersebut. Seketika mata beliau basah melihat keadaan laki-laki di hadapan beliau. Laki-laki yang beliau kenal dengan sosok tampan berbadan tinggi dan tegap. Bu Lastri hampir tidak mengenali mantan suami dari anaknya. Beliau tak bisa berkata-kata, hanya diam di hadapan Rendra. "Wati dan Aditya mana Bu?" Tanya Rendra dengan suara yang parau. "Aditya ada di luar. Wati... " Bu Lastri menghentikan ucapannya. Air mata beliau menetes. "Ma'af, Wati tidak bisa datang Rendra." "Rendra mengerti Bu kalau Wati tidak bisa mema'afkan Rendra." Ucap Rendra kecewa. "Bukan Rendra. Wati sudah mema'afkanmu. Wati bahkan sangat ingin membesukmu. Tapi... " Bu Lastri menghela nafas. "Suaminya tidak mengizinkan." "Apa Wati hi
Wati datang ke rumah bu Ratna. Bu Ratna bilang suaminya tidak mau makan dan hanya mengurung diri di kamar. Wati masuk ke dalam kamar tanpa mengetok terlebih dahulu. Dilihatnya suaminya sedang melamun menatap ke luar jendela. "Assalamu'alaikum." Ucap Wati. Jaka hanya diam. Dia sedang asyik dengan lamunannya.Wati mendekat. "Assalamu'alaikum." Ucap Wati lagi, sambil meraih tangan suaminya kemudian menciumnya. "Wa'alaikumsalam." Jaka langsung memeluk Wati. "Kenapa Abang harus mengalami ini Wati?" "Bang, berhentilah larut dalam kesedihan! Berhenti dikuasai oleh amarah! Anak-anak perlu Abang." "Abang belum siap bertemu anak-anak dalam keadaan begini Wati. Abang tidak mau mereka melihat Abang sedang rapuh." "Sampai kapan Abang mau seperti ini? Sebentar lagi cuti Abang habis." "Sakit sekali rasanya. Memang Abang tidak punya perasaan cinta terhadap Lintang, tapi sejak d
Lintang dan bu Gita selesai mengemasi barangnya. Lintang mendekati Jaka untuk meminta ma'af dan berpamitan. "Jangan mendekat Lintang!!! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi!" Bentak Jaka yang masih berada dalam dekapan Wati. Wati memberi isyarat pada Lintang supaya menuruti kata-kata Jaka. Bu Gita mengurungkan niatnya ingin berpamitan dengan Jaka. Bu Gita dan Lintang mendekati bu Ratna. Mereka bersimpuh di hadapan bu Ratna sambil menangis. "Ma'af kan kami Bu." Ucap Lintang sambil menangis. "Berdirilah!!!" Ibu menyuruh mereka bangkit. "Saya sudah mema'afkan kalian." "Terima kasih atas segala kebaikan Bu Ratna." Ucap bu Gita. Bu Ratna memeluk bu Gita. "Sekarang Ibu mau tinggal di mana?" Tanya bu Ratna. "Sementara di tempat tantenya Lintang saja Bu. Adik Lintang kan Saya titip di sana." "Syukurlah kalau Ibu punya tujuan. Ma'afkan atas
Jaka mengantar Wati dan anak-anak ke rumah ibu Wati. Jaka juga menitip Humaira. Bu Lastri nampak bingung karena mereka tidak jadi berangkat. Jaka lagi-lagi tidak banyak bicara, membuat Wati cemas. "Ada apa Wati?" Tanya bu Lastri bingung. "Wati tidak tau Bu. Sepertinya tadi bang Jaka dapat pesan WA dari seseorang Bu. Tiba-tiba dia membatalkan penerbangan kami. Bahkan bang Jaka sampai membentak Wati." "Ibu jadi khawatir Wati." "Wati juga Bu." "Cepat kamu hubungi mertuamu! Kalau Jaka tidak kesana bisa dipastikan dia ketempat Lintang." "Apa mungkin Bu pesan itu dari orang yang sama yang mengirimi bu Ratna? Dari Dito. Wati jadi takut Bu." "Cepatlah!!! Biar bu Ratna bisa ambil tindakan." Wati menghubungi bu Ratna dan menceritakan semuanya. Bu Ratna sangat terkejut. Dia berusaha menutupi semuanya, tapi secepat ini akhirnya Jaka mengetahui semuanya. "Ibu akan minta temani Desi ke tempat Lintang. Sebaik
Bu Ratna menemui Lintang di rumah berlantai dua milik Jaka. Kali ini bu Ratna tidak datang sendiri, tapi ditemani Desi. Bu Ratna tidak ingin hal buruk terjadi lagi padanya. Lintang terkejut melihat kedatangan bu Ratna dengan keadaan segar bugar. Mata Lintang hampir melompat saat bu Ratna berdiri ketika Lintang menemuinya di ruang tamu. "Kenapa Lintang? Kamu terkejut?" Ucap bu Ratna. "Sudah syukur aku tidak membocorkan perselingkuhanmu dengan laki-laki itu. Lalu kenapa kamu mempersulit perceraianmu dengan Jaka? Apa yang kamu inginkan kali ini Lintang?" Tanya ibu penuh emosi. "Aku hanya ingin mas Jaka Bu. Aku sudah lama mengakhiri hubunganku dengan Dito." Jawab Lintang tak tau diri. "Kamu pikir aku percaya Lintang? Di otakmu itu hanya uang dan uang. Kamu mau rumah ini? Ambil!!! Ambil Lintang!!!" Ibu melempar sertifikat rumah ke arah Li
Jaka dan Lintang duduk di ruang Pengadilan Agama. Jaka sangat berharap Lintang tidak mempersulit proses perceraiannya. Ibu Ratna masih memilih menyembunyikan kesembuhannya dari semuanya. Hanya Desi yang mengetahui. Bagi bu Ratna, Jaka bisa lepas dari Lintang itu sudah cukup. Karena bu Ratna memikirkan perasaan bu Gita dan Himaira kalau sampai Jaka memenjarakan Lintang. Hari ini sidang pertama, adalah sidang mediasi. Di ruang sidang Lintang bersikeras tidak ingin bercerai. "Saya tau suami Saya sudah menikah lagi tanpa seizin Saya. Dia lebih mencintai istri keduanya Pak. Makanya dia ingin menceraikan Saya. Bahkan dia tega memukul Saya." Ucap Lintang sambil berderai air mata untuk mendapatkan simpati dari Hakim. "Apa benar itu Pak Jaka?" Tanya Hakim. "Iya itu benar Pak. Saya memukulnya karena refleks Pak. Dia selalu menghina istri muda
Jaka tiba di Rumah Sakit. Dilihatnya Wati masih terbaring lemas. Wajahnya lebam. Jaka mengecup Wajah istrinya. "Apa Lintang yang melakukannya?" Tanya Jaka. "Sudah lah Mas, yang penting aku baik-baik saja." "Bagaimana mungkin kamu bisa bilang baik-baik saja? Kamu tau betapa paniknya Abang mendengar kamu pingsan?" Jaka menggenggam erat tangan Wati. "Abang jangan marahi Lintang ya! Anggap saja tidak terjadi apa-apa." "Abang tidak janji Wati. Bagaimana mungkin Abang diam saja wanita yang Abang cintai disakiti." "Sebaiknya Abang cepat pulang ke rumah ibu Abang, lihat keadaan ibu." "Ibu kenapa? Desi tidak bicara apa-apa tentang ibu." Jaka terkejut. "Wati tidak tau karena Wati pingsan. Tapi Wati