Tepat ketika Askara berpindah di pelukan Sinar, bayi itu hanya merengek sebentar sebelum dia kembali tenang. Sinar bahkan belum mengeluarkan ‘senjata’ terakhirnya yang bisa membuat Askara diam. Namun, bayi itu tampaknya memang lebih nyaman berada di pelukan Sinar dibandingkan di pelukan Talita.Terlalu menyakitkan untuk Talita ketika melihat adegan di depannya. Hanya dalam waktu sembilan bulan, Sinar sudah berhasil mengambil semuanya darinya. Dia bahkan sudah bersama dengan Praba hampir 4 tahun dan dia tidak berhasil membuat Praba mencintainya.Kesal tidak bisa dibendung, amarah tak bisa dicegah. Sinar, sudah membuat Talita tersingkir dari tempatnya.“Aku akan tinggal di sini untuk mendekatkan diri dengan Askara.” Sebuah keputusan diambil dengan cepat setelah berpikir beberapa saat. Tidak ada kekalahan dalam kamus Talita, sehingga dia harus mampu menyingkirkan Sinar dari hidupnya.Tidak ada yang menjawab, bahkan Sinar tampak tidak terkejut. Praba? Dia mengernyit menatap Talita, seolah
“Lancang sekali kamu!” teriak Talita. Wajahnya sudah merah padam dikuasai amarah.Jika sudah berani mengusik tentang hubungannya dengan Praba, itu artinya Sinar sudah paham tentang hubungan buruk yang terjadi dengan Talita dan juga suaminya. Sebanyak apa Sinar mengetahui tentang itu, itulah yang tidak Talita ketahui.“Jangan pernah ikut campur urusan saya dengan Mas Praba. Kamu hanya orang luar,” peringat Talita dengan rahang mengetat.“Saya tidak ikut campur. Kata-kata saya yang mana yang menyatakan kalau saya ikut campur dengan urusan Ibu? Saya hanya kasihan sama Ibu. Sekeras apa pun Ibu mencoba untuk menarik perhatian Bapak, bahkan tidak cukup mampu membuat Bapak mencintai Ibu.”Sinar diam setelah itu karena Praba sudah keluar dari kamar dan berjalan ke ruang makan. Duduk di ujung meja, sebelum menyeruput minuman pagi yang sudah disediakan. Tatapannya mengarah pada dua istrinya bergantian dan dia tahu baru saja ada sebuah perdebatan di antara keduanya.Talita begitu menunjukkan eks
Dalam kisahnya, sebenarnya peran apa yang sedang dilakonkan oleh Sinar sekarang? Dia sebenarnya adalah gadis baik yang tengah berjuang untuk adiknya. Kemudian dengan tanpa sengaja ada seseorang yang mau membantunya menanggung beban yang dia miliki.Sayangnya, takdir berkata lain sehingga dia harus terlibat lebih jauh dengan suami dari seseorang yang membantunya tersebut. Hal itu juga yang harus membuatnya kehilangan satu-satunya keluarga yang dimiliki. Lantas, dendam itu muncul dan membuatnya menjadi gadis jahat dengan mempertahankan lelaki beristri itu di dalam hidupnya.Sinar tidak peduli ada yang menganggap dirinya jahat, yang penting baginya adalah segala amarah yang dia miliki terpenuhi.“Apa ini Mas?” Talita melemparkan map di atas meja sofa dengan keras di depan Praba.Praba yang tengah menunduk membaca dokumen itu segera mendongak dan mendapati Talita sudah tampak dipenuhi amarah. Di ruangan itu bukan hanya Praba, tetapi ada staf yang tengah meeting dengannya.Perlakuan kasar
“Dante!”Praba keluar dari kamar Sinar melangkah dengan tegap ke arah asisten pribadinya. Talita sudah tidak ada di rumah tersebut, sedangkan Dante dan kedua Bibi sudah mulai membersihkan kekacauan yang dilakukan oleh Talita.“Siap, Pak!” Dante yang tadinya berjongkok untuk memunguti bunga hias yang sudah keluar dari lubang vas bunga itu berdiri.“Kamu urus yang di sini. Pastikan semuanya beres dan ganti apa pun yang perlu diganti. Kamu tanyakan kepada Sinar apa yang dia butuhkan. Saya akan mengurus hal lain.”Praba tidak bisa tinggal diam dengan semua sikap buruk yang Talita lakukan. Mengacaukan rumah orang lain merupakan hal yang sudah keterlaluan. Tabiat buruk itu tidak bisa dibiarkan atau perempuan itu akan membuat segalanya menjadi rumit.Praba mencari keberadaan Talita di rumah mereka, tetapi dia tidak menemukan perempuan itu di mana pun.“Ibu tidak pulang beberapa hari ini, Pak.” Begitu kata Bibi memberi tahu.Praba mendesah panjang mendengar informasi tersebut. Ekpresi dingin
“Biarkan istriku yang mengambil keputusan. Apakah dia bersedia bertemu dengan Papa atau tidak.”Praba tidak akan bertindak gegabah atau bahkan mengambil keputusan sendiri agar Sinar menemui orang tuanya. Baik dia atau bahkan Sinar, mereka sama-sama tahu jika yang mereka lakukan sekarang ini semata hanya untuk membalas Talita. Mereka memiliki misi yang sama sehingga bekerja sama.Begitulah kira-kira yang ada di dalam pikiran mereka masing-masing. Jadi, segala tindakan mereka harus benar-benar dipikirkan dengan matang.“Aku pergi dulu,” pamit Praba kepada orang tuanya karena merasa tidak ada hal yang perlu dibicarakan lagi.Dia sudah menjelaskan semuanya tanpa ada yang tersisa. Bahkan dia tak menutupi kejadian tentang pengobatan Surya yang ditanggung oleh Talita. Dia sudah mengungkapkan segalanya. Mungkin saja pikiran orang tua Praba sekarang tetap pada pendirian mereka jika Praba tidak bisa bercerai. Namun, Praba tidak akan peduli dengan apa pun karena keputusannya sudah jelas. Talit
Sinar tampak tenang tanpa merasa terusik dengan keberadaan Talita dan orang tua Praba di rumahnya. Setelah beberapa hari lalu membuat janji temu, akhirnya mereka hari ini bisa bertatap muka.Menyadari tiga orang tersebut menatapnya dengan tatapan menilai, tidak senang, sinis, dan berbagai macam bentuk tatapan diberikan kepadanya, Sinar sama sekali tidak terusik. Belum juga mereka mulai bicara, tetapi ketegangan sudah terasa.“Pa, Ma, jadi dia yang namanya Sinar. Dia istri keduaku dan kami menikah atas persetujuan Talita.” Praba mengawali pembicaraan lebih dulu.“Lalu, di mana anakmu?” tanya Dimas tanpa peduli dengan keberadaan Sinar.“Dia ada di kamar dan sedang tidur. Nanti akan aku bawa dia ke sini. Jadi, mari selesaikan dulu apa yang perlu kita selesaikan.”Praba bertindak tegas meskipun dia sekarang tengah berbicara dengan kedua orang tuanya. Keberadaan orang tua praba di sana seperti sebuah perisai yang digunakan oleh Talita untuk menyembunyikan sikap buruknya yang selalu dilakuk
Sinar tidak menjawab dan membuat teka-teki baru untuk kedua orang tua Praba. Membiarkan mereka berasumsi dengan pikiran mereka sendiri apa yang sebenarnya diinginkan oleh Sinar. Sinar tidak peduli dengan reputasinya.“Papa sedang bertanya sama kamu, Sinar. Kamu tidak dengar itu?” Talita geram karena kebungkaman Sinar. “Atau jangan-jangan memang kamu bersedia tetap bersama dengan Mas Praba karena uang. Astaga, Sinar. Kamu benar-benar tidak tahu malu!”“Siapa yang tidak tahu malu, Talita?” Sinar membuang panggilan ‘Bu’ di depan nama Talita karena sudah terlewat kesal. “Aku atau kamu?”Talita merah padam mendengar betapa tidak sopannya Sinar kepadanya. Apa yang dia miliki sampai dia bisa bersikap seperti itu?“Kamu juga bukan perempuan suci yang tidak melakukan kejahatan demi mendapatkan Pak Praba. Ingatlah segala dosa yang sudah kamu perbuat kepada orang-orang yang sudah kamu sakiti. Kamu bahkan tidak punya malu ketika memberikan perangsang kepada Pak Praba.”“Hentikan! Sialan kamu, Sin
“Di mana Askara!”Talita yang baru saja keluar dari dapur itu terkejut mendengar suara Praba. Tak hanya itu, lelaki itu muncul dengan wajah biru-biru di beberapa bagian. Aura permusuhan itu kental luar biasa dan tampak akan menghabis semua orang.“Di mana Askara!” Praba berteriak membentak Talita yang sejak tadi hanya menatapnya tanpa bicara. Rasa kesal dan lelah bercampur menjadi satu menjadikan Praba tidak bisa mengendalikan dirinya.Ini untuk pertama kalinya lelaki itu meninggikan suaranya di depan Talita. Jika biasanya dia bisa menahan diri, maka sekarang tentu beda lagi. Ini sudah menyangkut anaknya dan itu sudah melewati batasnya.Praba naik ke lantai atas dan mencari Askara di kamarnya. Namun, keberadaan bayi itu tidak ada.“Mas, dia ada di kamar Mama.” Talita mencekal tangan Praba yang sejak tadi mondar-mandir kesana-kemari.“Kenapa tidak bicara dari tadi!” Praba lagi-lagi membentak Talita dengan kasar tak peduli jika perempuan itu tampak terkejut luar biasa.“Kok kamu jadi ka