Pagi harinya Salsa pun pergi bersama dengan Oma Mala dan Sinta. Mereka menuju mall untuk membeli berbagai perlengkapan bayi. Hanya saja Salsa yang merasa terkejut dengan harga-harga barang yang dipilihkan oleh Sinta dan juga Oma Mala. "1 juta?" Salsa tak menyangka satu baju harganya sampai satu juta rupiah. Kemudian dia pun mengukur seberapa lebar baju tersebut. "Kamu kenapa?" tanya Sinta saat melihat Salsa begitu fokus pada satu baju bayi di tangannya. Salsa pun mulai disadarkan bahwa ada orang lain di sampingnya. Dia pun tersenyum malu karena bingung harus bagaimana mengatakan isi pikirannya saat ini. Tapi Sinta pun masih menunggu jawabannya. "Ini, Ma. Harganya emang segini?" tanya Salsa. "Iya, memangnya kenapa?" Salsa pun tersenyum kecut sambil menggaruk kepalanya. "Nggak papa, tapi ini mahal sekali," ucap Salsa dengan suara pelan. "Mahal?" ini cinta yang balik bertanya karena dia sudah terbiasa berbelanja di mall jadi menurutnya itu adalah harga
"Kamu mau bawa Salsa kemana?" tanya Oma Mala setelah mereka selesai berbelanja. "Terserah mau dibawa kemana saja, Raka kan suaminya," jawab Raka. "Dasar kamu ya! Nggak ada sopannya sama sekali!" Oma Mala pun tampak kesal. Dia memegang tangannya pada pinggangnya karena sangat kesal pada sang cucu. "Oma, Salsa sama Abang aja ya," pinta Salsa. Sebenarnya Salsa juga rindu pada suaminya, satu malam memang tidak lama. Tapi, untuk berjauhan dengan Raka meskipun satu malam saja cukup membuatnya rindu juga. "Baiklah, karena kamu yang meminta. Tapi, kalau sampai yang tadi malam kejadian lagi, habis kamu!" ancam Oma Mala. "CK!" Raka pun berdecak kesal mendengar ucapan sang Oma. "Baiklah, Oma sama Mama pulang duluan," Sinta pun segera pergi bersama dengan Oma Mala. "Sayang, kangen," Raka pun langsung saja memeluk Salsa. "Abang, malu kalau diluar orang," Salsa pun mendorong dada Raka agar menjauh darinya. "Hehe, makanya ayo cari hotel," kata Raka lagi. "Ish," Salsa yang g
"Semangat, mau wisuda kan?" kata Raka.Raka terus saja menatap wajah istrinya dengan penuh cinta.Karena cinta yang ada hanya untuk Salsa seorang, sekarang nanti dan selamanya tidak akan pernah berubah.Sekalipun rambut mulai memutih dan waktu pun sudah berganti jauh dari hari ini. "Iya," Salsa pun kembali menata senyuman karena ada hal yang juga cukup membahagiakan dibalik semua kesedihan.Tak disangka ternyata dirinya berhasil menyelamatkan kuliahnya meskipun dalam keadaan yang terbilang cukup menyedihkan.Bahkan saat dirinya sudah kehilangan harapan untuk bisa menjadi seorang sarjana. "Makanya semangat, nanti kalau sudah selesai wisuda mau apa? Mau buka bisnis, atau bagaimana?" Raka pun ingin mengalihkan kesedihan yang dirasakan oleh Salsa. Baginya hal yang kecil jika untuk membuka bisnis untuk Salsa. Bukan menuntut untuk bekerja, hanya saja untuk membuat Salsa memiliki kesibukan sendiri hingga tak lagi larut dalam kesedihannya.Bahagia bersama dengan dirinya, serta membesa
"Jenis kelamin perempuan," ucap sang dokter. Degh! Jantung Salsa mulai berdegup kencang mendengar ucapan sang dokter. Apakah ada yang salah dengan pendengarannya? Salsa berharap dia salah mendengar karena keadaannya yang saat ini mungkin kurang fokus. "Dokter bilang apa?" tanya Salsa dengan memberanikan diri. Meskipun perasaannya kini begitu was-was menunggu jawaban dari sang dokter. "Jenis kelaminnya perempuan, saya ucapkan selamat," ucap sang dokter. Degh! Lagi, Jantung Salsa semakin berdetak kencang karena mendengar ucapan sang dokter untuk yang kedua kalinya. Artinya apa yang dia dengar sebelumnya menang benar. "Perempuan, Dok?" kali ini suara Salsa tampak bergetar, dia mulai merasa takut dengan segala kemungkinan yang terjadi. "Iya," lagi-lagi sang dokter pun membenarkan apa yang dia katakan. Entah bagaimana caranya untuk bisa menjadi lebih baik setelah ini. Bahkan langkah kakinya terasa berat untuk melangkah membawa tubuhnya. Bahkan di dalam mobil p
Salsa masih saja diam, tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya. Bahkan ketika tiba di rumah pun dia tidak menyadarinya. Sampai akhirnya pintu mobil pun terbuka, tampak Raka yang membukakan pintu. Andai Raka tidak bersuara Salsa pasti belum juga tersadar dari lamunannya. "Sayang," panggil Raka. "Udah sampai ternyata." Salsa pun segera turun dari mobil kemudian segera masuk ke dalam rumah. Semetara Raka mengikuti dari belakang, dia semakin penasaran apa yang kini membuat Salsa menjadi seperti ini. "Cucu Oma," sapa Oma Mala saat melihat wajah Salsa. Dia pun sudah tahu jika Salsa sudah pulang dari dokter untuk memeriksakan kandungannya dari Rama. "Katanya tadi kamu ke dokter, kok nggak ngajak Oma," tanya Oma Mala. Salsa pun tercengang mendengar ucapan Oma Mala. Dia sangat menantikan apakah Oma Mala juga sudah tahu tentang jenis kelamin calon anaknya? Bagaimana dengan sikap mereka semua setelah ini. Apakah dirinya akan diusir? Dipaksa pergi dar
Punggung Salsa bergetar karena tak lagi sanggup menahan air matanya. Sebenarnya dia belum tertidur sejak tadi, dia hanya sedangkan berpura-pura tidur demi menghindari Raka. Sudah jelas tadi saat dia bertanya Raka tampak sangat antusias membahas tentang anak laki-laki. Membuatnya kian semakin merasa ketakutan yang begitu luar biasa. Kini dia pun mengusap air matanya dan mendudukkan tubuhnya, dia melihat wajah Raka yang terlelap di sampingnya. Pikirannya lagi-lagi tentang kemarahan Raka jika saja mengetahui bahwa dirinya hamil anak perempuan. Membuatnya pun segera turun dari ranjang dan keluar dari kamar. Rasa lapar pun tidak lagi dia rasakan, terakhir kali dia makan siang dengan Raka. Kemudian setelah itu sampai saat ini pagi hampir tiba dia belum memakan apapun, mungkin jika bukan karena Sinta yang mengantarkan segelas susu hangat untuk ibu hamil dia benar-benar tidak mengisi perutnya. Kini tujuan Salsa adalah kamar Indri, dia pun perlahan masuk dan ternyata mata Ind
Raka tak mengerti mengapa Salsa lebih agresif dari biasanya, entah apa yang terjadi hingga istrinya tersebut menjadi seperti ini. Tapi bukankah ini bagus? Tentu saja, bahkan Raka tampak sangat menikmati suasana ini. Membalas lumatan bibir Salsa dengan liarnya dibawah guyuran air shower yang terus saja membasahi tubuh keduanya. Dipagi hari ini sepertinya cukup memanas meskipun matahari belum menampakkan diri sepenuhnya. Tapi, gairah panasnya percintaan mereka berdua jelas terpancar. Tanpa jeda, tanpa penolakan, bahkan seakan ingin mendapatkan kepuasan tersendiri. "Abang," desah Salsa kala Raka pun mulai menyentuh bagian dadanya. Tak ingin menolak dan memilih untuk terus menikmati sebab dia yakin setelah ini mungkin tak ada yang seperti ini lagi. Hingga akhirnya Salsa pun berteriak keras saat Raka mulai memasukinya dengan tidak sabar. Pagi ini istrinya tersebut benar-benar membuatnya hampir gila, rasanya sulit untuk mengendalikan diri jika sudah seperti ini. "Ah...
Karena kelelahan Salsa pun tertidur pulas di atas ranjang. Mungkin juga karena semalaman tidak dapat tidur. Raka yang menatapnya pun bertanya-tanya apakah yang terjadi pada istrinya tersebut hingga seperti ini. Kemarin Salsa hanya diam seperti tidak memiliki gairah hidup, kemudian di hari ini tampak sangat agresif. Tapi, sesaat kemudian Raka pun merasa ini hanya karena istrinya itu sedang hamil, dia pernah membaca tentang wanita hamil yang memiliki suasana hati yang dapat berubah-ubah diwaktu bersamaan. "Sayang, Abang pergi ke kantor dulu ya," pamit Raka. Kemudian Raka pun menyambar kunci mobilnya yang tergeletak asal di atas meja nakas dan pergi tanpa mendengar jawaban dari sang istri karena masih tidur pulas. Raka pun kasihan jika harus membanggakan Salsa. ** Siang harinya Salsa pun terbangun karena mendengar suara ketukan pintu kamarnya. Tok tok tok. "Salsa," panggil Sinta. Karena tidak juga mendengar sambutan suara akhirnya Sinta pun memutuskan untuk segera
Salsa merasa sedih karena Indri telah memutuskan untuk pergi. Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya, meskipun telah berusaha untuk meyakinkan Indri tapi hasilnya tetap sia-sia. *** Kini Salsa telah menjadi istri satu-satunya, pernikahannya pun tak lagi menjadi rahasia, semua orang juga telah mengetahui bahwa Salsa lah istri Raka yang sah. Hingga beberapa bulan kemudian Salsa pun melahirkan seorang anak perempuan, keluarga besar Januartha sangat berbahagia menyambutnya. Salsa juga tidak lagi merasa takut, jelas terlihat semua anggota keluarga suaminya menerima anaknya penuh kehangatan. Salsa melahirkan anaknya secara normal, tapi Raka merasa kasihan terhadap istrinya tersebut karena menyaksikan sendiri bagaimana sebelumnya Salsa menahan sakit sendirian. Andai saja rasa sakit itu bisa dibagi dia mau mengurangi rasa sakitnya. "Terima kasih," ucap Raka sambil menggenggam tangan Salsa dengan sangat erat. Salsa pun tersenyum sebagai jawaban, dia merasa sempurna
"Kak Indri," ucap Salsa sambil berjalan masuk ke kamar Indri. Krang! Piring di tangannya seketika terjatuh dari tangganya, tak menyangka melihat Indri telah berdiri tegak. Dirinya seperti sedang dikejutkan dengan apa yang kini dia lihat. "Salsa," panggil Indri. Saat itu Salsa pun mulai tersadar dari keterkejutannya. Dia tak menyangka jika kini Indri bisa berdiri sendiri. "Salsa, ada apa?" tanya Sinta yang menyusul masuk setelah mendengar suara pecahan. Sinta takut jika saja Salsa yang terpeleset, bagaimana dengan keadaan janinnya? Bahkan Sinta juga sangat mengkhawatirkan keadaan Salsa. Semua pikiran buruknya benar-benar membuatnya panik bukan main. Tapi dia pun dibuat terkejut melihat Indri sudah bisa berdiri. Rasanya tak percaya dengan apa yang telah dia lihat saat ini. Ini seperti tidak mungkin, tapi itulah yang terjadi. "Indri?" Sinta menatap tidak percaya tapi inilah kenyataannya. Matanya membulat sempurna tanpa bisa berkedip sama sekali, sekarang dia men
Salsa pun tersenyum bahagia karena hari ini dirinya telah menjadi seorang sarjana, tidak ada yang menyangka bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan pendidikan. Bahkan dirinya sendiri sekalipun merasa ini adalah sebuah hal yang mengejutkan, siapa sangka ternyata disaat dirinya merasa terjatuh-sejatuh-jatuhnya ternyata ada setitik cahaya yang membawanya sampai di hari ini. Hari dirinya menjadi salah satu dari mereka yang menyelesaikan pendidikan seperti yang diinginkan oleh sang Nenek. Ya, air mata Salsa juga menetes haru seiring mengenang kembali wajah mending sang Nenek yang telah menghadap sang illahi. Semua ini juga tak lepas dari peran penting dalam proses pencapaian pendidikannya. Mendukungnya dalam segala hal, sayang kini Neneknya tak bisa mengucapkan selamat padanya. Padahal Salsa juga ingin mengucapkan selamat juga pada sang Nenek karena perjuangan Neneknya tidak sia-sia. Kini hasilnya dirinya telah seperti ini, bahagia rasanya tak dapat terucap oleh kata-kata.
Salsa langsung mengambil ponselnya dia tidak lagi menggunakan ponsel lamanya, karena kata Raka sudah butut. Lagi pula ponsel seharga 1 m nya juga harus digunakan, sebab dia sudah membayarnya mahal tadi malam. Tentu saja mahal karena dirinya harus bergoyang seperti orang gila, ah sudahlah. Salsa pun tidak lagi bisa berkata-kata. Dan ketika panggilan telepon tersambung dia langsung saja berbicara. "Abang, Salsa mau kasih tahu hal yang penting," ucap Salsa dengan cepat. "Kamu sakit? Mau melahirkan?" tanya Raka panik. Dia takut terjadi sesuatu pada istrinya tersebut. "Kok melahirkan? Hamil juga masih 6 bulan," gerutunya. "Jadi berapa bulan baru bisa melahirkan?" tanya Raka dengan bodohnya. Inilah Raka jika sudah berbicara dengan Salsa otaknya tak akan bisa bekerja dengan baik lagi. "Sembilan bulan, Abang!" kesal Salsa. "Oh iya, lupa," ucap Raka sambil menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung kenapa bisa bodoh seperti ini, tapi sudahlah saat ini dia ingin berbicar
Salsa pun tersenyum sambil melangkahkan kakinya, dia tak dapat menahan kebahagiaan yang tengah dia rasakan. Bahkan tidak menyangka jika hari ini keluarga suaminya begitu menyayangi dirinya. Hingga akhirnya langkah kakinya pun terhenti saat melihat Indri tengah berjemur di halaman. Segera Salsa pun melangkah mendekati Indri.Dia ingin melihat bagaimana keadaan Indri, semoga saja ada kemajuan. "Nyonya Indri, apa kabar?" tanya Salsa. Sebab, kemarin tidak bertemu dengan Indri sama sekali. Rasanya ada banyak hal yang harus dia tanyakan, terutama apakah sudah ada kemajuan.Meskipun sadar Indri tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak apa yang terpenting adalah kesehatan Indri baik. "Sa, aku ke toilet bentar ya," kata Mayang yang bertugas membantu Indri untuk melakukan segala sesuatunya. Termasuk berjemur juga. "Iya, nggak papa aku juga pengen berjemur dulu. Kamu istirahat dulu aja sekalian, nanti kalau ada sesuatu aku panggil kamu ya," jawab Salsa. "Siap, makasih Nyonya
Pagi ini rasanya sangat melelahkan karena malam panjang yang terlalu panas. Namun, meskipun sedemikian Salsa juga harus bangun pagi-pagi karena perutnya terasa lapar. Tentunya setelah dia mandi pagi. "Lho, kamu sudah sarapan pagi?" tanya Sinta ketika melihat Salsa sudah selesai sarapan. Padahal dirinya baru saja bangun dan sarapan pun tengah disiapkan oleh para Art. Sepertinya Salsa membuat sarapannya sendiri dan untuk dirinya sendiri saja agar lebih cepat prosesnya. "Iya, Ma. Maaf ya, Salsa sarapan duluan. Soalnya laper banget," ucap Salsa dengan perasaan tidak enak karena biasanya sarapan pagi bersama. "Tidak masalah, bahkan itu sangat bagus karena cucu Mama butuh nutrisi juga," balas Sinta. Kemudian dia pun segera duduk di samping Salsa Tentu saja karena ingin memegang perut buncit Salsa. "Cucu, Oma," katanya dengan senyuman penuh kebahagiaan. "Ma," panggil Salsa dengan ragu, dia ingin tahu apakah benar Sinta sudah tahu jenis kelamin calon anaknya seperti yan
Dengan terpaksa Salsa pun harus menuruti keinginan Raka. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia harus memenuhi janji yang telah dia ucapkan sendiri dengan penuh kesadaran. Jika mungkin waktu bisa diputar kembali maka dia akan menarik ucapannya. Sayangnya itu tidak mungkin. Karena kenyataan kini Raka terus menagih janjinya. Malu rasanya tidak terkira dan tidak dapat terucapkan oleh kata-kata. Lihatlah kini dirinya harus memakai lingerie, warnanya begitu kontras dengan warna kulitnya. Dan membuat Raka semakin bersemangat untuk melihatnya. "Mana goyangannya?" pinta Raka sekaligus menggoda Salsa. Semakin Salsa merasa malu maka semakin membuatnya merasa gemas. "Aku tidak bisa gerak," ucap Salsa memberi alasan. "Benarkah?" tanya Raka lagi. "Hu'um," Salsa pun mengangguk cepat. Berharap Raka memintanya untuk segera menghentikan semua kekonyolan ini. "Coba dulu," ucap Raka. Ah! Batinnya pun mendesah pasrah karena ternyata Raka tidak memintanya untuk menghentikan semu
"Salsa." "Ya, Oma," jawab Salsa. Salsa pun merasa bahagia karena kedatangan Oma Mala cukup membantunya. Artinya dia bisa lolos dari Raka. "Ini Oma bawakan rujak, barusan Oma dan yang lainnya ngerujak," Oma Mala pun tersenyum sambil berjalan ke arah Salsa. "Wah terima kasih, Oma. Melihatnya saja udah ngiler," kata Salsa. Bertempat dengan Raka yang keluar dari kamar mandi, tentunya setelah menyelesaikan mandinya. "Kalau gitu Oma keluar dulu," pamit Oma Mala. "Lho, kok buru-buru?" tanya Salsa dengan panik. Padahal sebelumnya sudah begitu bersemangat karena merasa mendapatkan bantuan. Sayangnya tidak. "Memangnya kenapa?" Oma Mala terlihat bingung dengan pertanyaan Salsa. Salsa pun tersenyum kecut sambil menatap wajah Raka dengan horor. Padahal pria tampan itu hanya diam saja menyaksikan dirinya dan Oma Mala tengah berbicara. Tapi kenapa dia merasa bulu kuduknya berdiri? "Oma, jadikan ngajakin Salsa masak?" tanya Salsa tiba-tiba. Membuat sang Oma pun bingung
Perlahan Salsa pun mulai tersadar dari ingatannya, dia pun mengedarkan pandangannya untuk mencari ponsel yang telah dia jatuhkan. Hingga akhirnya menemukan ponsel tersebut. Kakinya pun kembali melangkah dan tangannya pun bergerak untuk meraih ponsel tersebut. Namun, karena perutnya yang sudah begitu membuncit membuatnya kesulitan untuk berjongkok. Raka yang dari tadi hanya berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan seperti apa reaksi Salsa pun kini mulai melangkah lebih maju. Dengan cepat membantu Salsa untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi Salsa yang dibuat sok bukan main, bukan karena takut pada Raka. Namun, ada ingatan yang membuatnya menjadi sulit untuk bernafas sekalipun. Bahkan untuk menerima ponsel yang diberikan Raka padanya pun sulit rasanya untuk menerimanya. "Ambil," kata Raka sambil menggerakkan ponsel di tangannya. Glek! Salsa dibuat meneguk saliva dengan begitu pahitnya, padahal Raka tidak marah, apa lagi suka memukulnya. Namun, tetap sa