Zana pulang ke rumah untuk mandi. Dia yakin Ebrahim sudah pergi ke kantor dan benar saja, pria itu sudah tak ada di rumah. Setelah mandi, Zana kembali keluar. Dia akan mengurus stand bazar. Zana mencek persiapan bazar yang akan dilaksanakan tiga hari lagi. Sekitar jam tiga sore, pekerjaannya selesai dan Zana berniat pulang. Akan tetapi juniornya menghubunginya lalu memohon supaya Zana datang ke ulangtahunnya. Zana ingin menolak tetapi Dirga dan Marchel juga mengajaknya ke sana. Pada akhirnya Zana ke sana, tetapi sebelumnya dia membeli hadiah untuk si junior. "Selamat ulang tahun, Austin," ucap Zana pada pemuda yang masih berusia sembilan belas tahun tersebut. Tak lupa dia memberikan hadiah pada pemuda tampan dan putih tersebut. Austin terlihat senang, idolanya datang ke acara ulangtahunnya dan bahkan memberikan hadiah padanya. "Terimakasih, Kak Zan. Ucapan ulang tahunmu adalah yang paling kunanti," ucap Austin, diakhiri cengiran lebar pada Zana. Dia terlihat malu-malu secara b
Pada akhirnya Kanza kalah dan memilih menebalkan wajah, tak mengganti uang Zana yang keluar untuknya. Karena Zana bersikeras untuk tak menerima uang ganti. Setelah mereka tiba di rumah sakit, lagi-lagi Kanza dibuat meringis. Zana membayar biaya berobat Kanza dan seniornya tersebut juga mengantarnya pulang. Kanza benar-benar tak enak hati dan sangat berterimakasih pada pertolongan Zana. Sedangkan Zana, entah kenapa dia merasa ada hubungan dengan Kanza. Dia merasa harus menolong juniornya tersebut. *** Akhirnya Zana tiba di rumah, sekitar tengah delapan malam. Terlihat mobil Ebrahim sudah di rumah, artinya pria itu sudah pulang. Zana mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan Ebrahim. Dia berusaha bersikap tenang dan bersikap seolah malam kemarin–saat dia effort menyiapkan ulang tahun Ebrahim, itu tak pernah terjadi. "Nyonya, syukurlah anda sudah pulang." Kepala maid terlihat khawatir. "Tu-Tuan marah karena Nyonya menghilang dari tadi pagi dan pulang terlambat." "Kak Ebrah
Zana terbangun dengan tubuh yang terasa sakit dan remuk. Dia memejamkan mata ketika mengingat kejadian tadi malam. Ebrahim merampas kesuciannya, bahkan melakukannya berulang kali. Bodohnya Zana tak melakukan perlawan sedikit pun. Zana bangkit dari ranjang secara hati-hati. Ebrahim masih tidur dan terlihat sangat nyenyak. Meskipun rasanya sangat sakit dibawah sana, akan tetapi Zana menahan. Dia berusaha mengabaikannya. Dia harus cepat-cepat membersihkan diri dan pergi dari sini. Zana ingin menghindari Ebrahim. Setelah menyegarkan diri dan berpakaian serba tertutup, Zana mengendap keluar dari kamar. "Nyonya Zana, anda ingin kemana?" tanya Kepala maid yang memang bangun lebih awal untuk menyiapkan segala keperluan rumah. "Aku ke kampus untuk menyiapkan stand bazar," jawab Zana pelan kemudian berjalan terburu-buru keluar dari rumah.
"Jadi selama ini … aku tidak pernah alergi. Tapi …-" Zana terdiam sembari mengingat kembali kapan terakhir dia terkena alergi aneh tersebut. Tiba-tiba Zana tersenyum malu-malu, akan tetapi karena merasa bodoh dengan diri sendiri Zana langsung menampar wajahnya. "Astaga, kok aku senyum?" Zana menggerutu sendiri berlari ke arah ranjang lalu membanting tubuh ke atas kasur. Zana meraih guling kemudian memeluknya erat. Zana tak bisa pingkiri ia senang karena tubuhnya ternyata menggoda lawan jenis, dalam artian dia tak separah yang Revano katakan–tak ada satu laki-laaki pun yang tertarik pada Zana. See? Sekelas Ebrahim saja ternyata tidak mampu menahan godaan oleh tubuh Zana. "Agk!" Zana menjerit tertahan, tak menyangka selama ini Ebrahim diam-diam suka mencumbunya. Pasti karena tubuhnya se menggoda itu. "Apa aku masuk dunia model saja yah? Kan tubuh ku bagus," gumam Zana yang mulai kepedean. Dia bangkit lalu kembali berdiri di depan cermin meja rias. "Ah, masuk master chef saja deh
Ebrahim mendongak, begitu juga dengan Zana yang seketika menatap ke arah perempuan itu. Zana sedikit memicingkan mata, berusaha mengenali sosok perempuan tersebut. Dia rasa dia tak asing dengan perempuan ini, tetapi dia juga yakin jika dia dan perempuan ini baru pertama kali bertemu. "Kebetulan kita bertemu di sini, Ebrahim," ucap perempuan itu lembut, tak lupa memberikan senyuman manis pada Ebrahim. Tatapan matanya berbinar terang, menatap penuh harap dan keterpesonaan secara bersamaan pada sosok pria di depannya. Siapa yang tak terpesona? Ebrahim bukan hanya memiliki wajah tampan, pria ini juga seksi dan panas secara bersamaan. Dia CEO yang dinobatkan sebagai pria tampan dan terpanas tiga tahun terakhir ini. Wanita diluaran sana memuja pria ini, bahkan rela melakukan apapun supaya bisa bersanding dengan Ebrahim. Namun, pria yang dijuluki the lady killer ini, sama sekali tak pernah bertahan dengan satu wanita pun dalam jangka waktu lebih dari seminggu. Akan tetapi, Tamara
"Ebrahim, aku …-" "Ini sudah jam setengah sepuluh malam. Aku tidak punya waktu untuk berbicara denganmu," ucap Ebrahim, masuk dalam toko untuk mengganti es krim istrinya. "Ta-tapi … hanya sebentar. Aku hanya ingin meminta maaf padamu mengenai Handphone." Ebrahim sama sekali tidak mendengarkan ucapan Tamara. Setelah pesanannya selesai, dia segera mengambilnya lalu langsung pergi dari sana. "Ebrahim, kenapa sikapmu begitu dingin padaku? Aku tahu aku salah, tetapi aku ingin memin …-" Ebrahim tak peduli, masuk dalam mobil dengan segera menyerahkan eskrim pada Zana. Mereka langsung beranjak dari sana, meninggalkan Tamara yang meradang dan terlihat kesal. Tamara mengeluarkan HP, menghubungi seseorang. "Cari tahu siapa gadis bernama Zana di keluarga Mahendra. Dan jika memang dia bukan berasal dari keluarga Mahendra, lakukan sesuatu untuk menyingkirkannya dari dekat Ebrahim." 'Baik, Tamara.' Tamara tersenyum tipis, merasa karena dia bisa menyingkirkan gadis bernama Zan
'Menantu?' batin Tamara yang sudah membeku di tempat, menatap Zana yang sedang berpelukan dengan Lea-mommy dari Ebrahim. "Wajah menantuku yang super cantik ini kenapa terlihat letih? Zana habis dari mana, Sayang?" tanya Lea, menangkup wajah Zana sembari memperhatikan raut muka menantunya yang terlihat letih. "Zana habis ...-" Zana ingin menjawab akan tetapi Ebrahim tiba-tiba muncul dan langsung memotong ucapannya. "Aku langsung menjemput Zana dari kampus, Mom. Zana mengikuti bazar di kampusnya," ucap Ebrahim, mendekati mommynya dan istrinya. Setelah menyalam sang mommy, dia dengan enteng melingkarkan tangan di pinggang Zana. "Zana cukup aktif dengan kegiatan kampus," lanjut Ebrahim. Lea memperhatikan putranya dan menantunya secara lekat. Sepertinya ada peningkatan dalam hubungan putranya dan Zana, terlihat keduanya semakin dekat. Ah, Lea merasa lega untuk hal itu. "Pantas saja wajah cantik Zana terlihat sayu." Lea tersenyum lembut, "Alana, tolong antar kakak iparmu ke atas.
Alana cukup kaget saat Zana tahu apa yang dia maksud. "Kamu tahu?" Zana menganggukkan kepala. "Kemarin kami ketemu di toko eskrim. Dia sepertinya ada hubungan dengan Kak Ebrahim karena beberapa kali dia mencoba mengajak Kak Ebra mengobrol." "Dia mantannya Kak Ebra. Putus beberapa minggu sebelum kamu dan Kak Ebra nikah. Makanya pas Kak Ebra bilang dia mau melamar kamu, Mommy sempat kaget. Tapi senang banget dong. Kita semua sudah kenal Tamara karena beberapa kali datang ke rumah. Mommy sempat ngira eh ... malah bahkan pernah taruhan sama Daddy soal hubungan Tamara dan Kak Ebra. Daddy bilang jika hubungan mereka akan kandas dan Mommy bilang sepertinya akan bertahan sampai ke pelaminan. Dan yang terjadi mereka putus, Daddy yang menang taruhan." Zana tepuk tangan mendengar ucapan Alana. Tak disangka orang tua Ebrahim taruhan untuk kelanjutan hubungan Ebrahim dan Tamara. Ah, mommy mertuanya memang lucu dan menggemaskan. Apalagi nasi gorengnya. Sungguh diluar prediksi BMKG! "Mereka pu
"Seru nggak tadi mainnya sama Kak Kendrick?" tanya Zana pada putranya, mendapat anggukan dari putranya tersebut. "Selu." Abizard menjawab dengan cepat, "tapi sekalang Abi mengantuk, Mom. Abi ingin tidul." Abizard memeluk leher mommynya lalu menyenderkan kepala ke pundak sang mommy. "Hu'um. Kita sudah di rumah dan bentar lagi kita sampai ke kamar," ucap Zana, menggendong putranya. Dia tersenyum lembut, mengingat masa indah saat mengandung putranya. Ebrahim– suaminya, dulu sering muntah-muntah saat Zana mengandung Abizard. Saat melahirkan, Ebrahim menangis karena terharu. Suaminya begitu bahagia, terus mengungkapkan kata cinta pada Zana. Senyuman Zana lebih lebar saat mengingat kebaikan suaminya yang bersedia ikut menjaga Abizard. Meskipun Ebrahim sudah lelah dari kantor, malam butuh tidur, tetapi semisal Abizard terbangun di malam hari, Ebrahim bersedia menjaga putra mereka. Ebrahim bukan hanya suami yang baik, tetapi dia juga ayah yang sangat baik. Yah, walau suaminya itu semakin
---Empat tahun kemudian--- "Weiiih, itu anak siapa? Tampan sekali. Ya ampun!!" pekik seorang perempuan, berlari kecil ke arah Alana untuk menghampiri anak laki-laki yang terlihat tampan dan menggemaskan tersebut. Ketika anak itu tersenyum manis padanya, perempuan cantik itu semakin dibuat meleleh. "Aaaa … tampan sekali, dan … sangat manis. Murah senyum yah," ucap Kanza, mengusap pucuk kepala anak kecil yang ia tebak berusia tiga tahun atau empat tahun tersebut. "Alan, ini anak siapa?" tanyanya kembali. Mereka semua habis foto keluarga, kemudian acara lanjut dengan makan bersama–kediaman Azam. Tadi, anak ini tak ada. Oleh sebab itu Kanza terus bertanya-tanya siapa anak kecil tampan yang menggemaskan ini. "Abizard Mahendra, putranya Kak Ebrahim dan …-" jawab Alana tetapi dipotong cepat oleh Kanza. "Hah? Kak Ebrahim sudah menikah? I--ini anak dia?" kaget Kanza yang tak tahu jika Ebrahim, kakak dari sahabatnya ini telah menikah. Kanza adalah istri Razie dan mereka sudah punya
Hari ini adalah hari kelulusan Zeeshan. Akan tetapi karena orangtuanya sudah kembali ke Paris–setelah sehabis pesta ulang tahun pernikahan Gabriel dan Satiya, maka Zana dan Ebrahim lah yang menjadi perwakilan untuk menghadiri acara perpisahan tersebut. Ebrahim sebenarnya tak ingin Zana keluar rumah karena takut Zana bertemu dengan Jaki–sepupu jauh Zana yang suka pada Zana, saat di pesta ulang tahun pernikahan Gabriel. Ebrahim semakin posesif pada istrinya, dia sangat menggilai Zana. Namun, ini adalah hari penting adik istrinya, mau tak mau Ebrahim harus mengizinkan. "Awas saja jika matamu jelalatan," peringat Ebrahim, menggandeng erat tangan istinya. Mereka berjalan menuju aula, tempat kelulusan dilaksanakan. Zana menatap suaminya cemberut, mendengkus setelahnya. 'Setelah pulang dari pesta, Kak Ebrahim semakin galak. Dia sangat suka mengurungku dan lebih pengekang. Ck, nggak asik sekali.' batin Zana, menganggukkan kepala lesu secara pelan. Setelah sampai di tempat, Zana dan Ebrah
"Lah." Zana menganga kaget, syok melihat Ebrahim ada di sana. Dia mengerjapkan mata kemudian segera bangkit, menghampiri suaminya. Namun, tindakannya tersebut ia urungkan karena banyak sepupunya yang laki-laki ada di sana. Sejujurnya Zana sedikit tak suka bertemu para keluarganya. "Kenapa tidak jadi menemui Kak Ebra?" tanya Kina, sudah berada di sebelah putrinya–ikut menatap kemana arah mata putrinya melihat. Kina dan Zayyan baru pulang dari Paris. Ada dua alasan yang membuat mereka segera pulang. Pertama, kehamilan Zana dan yang kedua ulang tahun pernikahan mertua Kina. "Aih, ada banyak abang-abang speak om-om di sana, Mom. Zana tak suka," celetuk Zana pelan, cukup kaget ketika mommynya berada tepat di sebelahnya. Kina berdecak pelan, menepuk pundak Zana lalu menarik putrinya untuk beranjak dari sana. "Mommy itu sebenarnya ingin marah sama kamu. Suami kamu kan sakit, kenapa masih dibawa kemar
"Tu-Tuan Zayyan." Tamara berdiri, menutup hidung yang mungkin patah akibat pukulan Zana. Dia menundukkan kepala pada sang Tuan Azam yang terkenal dengan rumor dark. Tamara sering mendengar rumor mengerikan tentang Zayyan LavRoy Azam, sosok dingin yang katanya mudah melenyapkan seseorang yang mengusiknya. Zayyan juga mudah marah dan tak terkendalikan, mereka bilang hanya sosok Reigha serta istri Zayyan sendiri yang bisa menenangkan Zayyan apabila marah.Sekarang sosok itu ada di hadapan Tamara. Meski sudah berumur, tak bisa Tamara pungkiri jika dia terpesona. Sosok itu luar biasa sangat tampan, berkarisma dan berwibawa. Ah iya, Zayyan LavRoy Azam memang dikenal sebagai Azam tertampan. Akan tetapi, katanya tak ada wanita yang berani mendendekati pria ini–saking banyaknya rumor mengerikan tentang Zayyan. "Tuan, perempuan ini memukulku dan hidungku …-" Tamara ingin mengadu agar Zana dimarahi oleh sosok mengerikan itu. Namun, tiba-tiba, sosok itu mengangkat tangan sehingga Tarama berhe
"Jika Mas Ebra masih merasa mual, Mas Ebra sebaiknya tak usah datang. Mas Ebrahim istirahat saja di rumah, aku saja yang ke sana," ucap Zana lemah lembut, mengusap pucuk surai lebat Ebrahim. Suaminya tengah berbaring di ranjang, berbantalkan paha Zana. Dia sesekali menelusup ke perut Zana, mencium dengan rakus aroma istrinya. Seperti biasa, Zana wangi dan segar. Ah yah, ada bayi miliknya yang berkembang dalam perut Zana. Bisakah Ebrahim berbangga diri? Karena bukan hanya menaklukan putri Azam yang terkenal tukang onar ini, tetapi dia juga bisa membuatnya mengandung benihnya. "Ck." Ebrahim berdecak pelan. Bagaimana bisa dia membiarkan Zana pergi sendiri tanpa dirinya? Walaupun ke kediaman Azam–untuk merayakan ulangtahun pernikahan kakek neneknya, tetapi Ebrahim tak bisa membiarkan Zana. Namun, kondisi Ebrahim beberapa hari ini semakin parah. Dia semakin sering mual dan demamnya jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Apa karena bakso bakar? "Aku ikut." Ebrahim berucap serak
"Humm?" Ebrahim mengerutkan kening, menatap tak percaya pada Zana. Istrinya tadi memanggilnya …- "Ahahaha … katanya Zana tak mau," ucap Lea dengan nada meledek. Zana yang menyadari panggilannya pada Ebrahim langsung melebarkan mata. Dia menatap Ebarhim cepat dan segera menggelengkan kepala. "Aku-- aku bisa jelasin, Kak," panik Zana. Lea dan Haiden terkekeh geli karena mendengar ucapan Zana. Menantu mereka sangat lucu. "Tak ada yang harus kamu jelaskan, Zana," geli Haiden pada sang menantu. "Aku salah …." Zana menutup wajah dengan tangan, "panggil," lanjutnya, menahan senyuman geli. Ebrahim tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Zana, dia juga mencubit gemas pipi istrinya. Makhluk satu ini sangat lucu. "Tidak apa-apa kau memanggil Kakak dengan sebutan mas. Dengan begitu kakak juga akan memanggilmu Dek." "Elleh." Alana memutar bola mata jengah mendengar ucapan kakannya. Maklum, Alana jomblo dan dia sedikit mual dengan hal berbau romantis. "Muka seram sok manis," lanjut Alana
"Kak." Panggil seseorang yang tengah Nindi dan Zana bahas. Keduanya langsung menoleh, Zana dengan tatapan penuh interogasi dan Nindi dengan muka panik serta pucat. Matilah Nindi jika sampai Zeeshan melihat gelang ini! Tunggu! Zeeshan memanggil perempuan ini dengan sebutan apa? Sayang, Kak atau apa? Saking gugupnya dia, Nindi tak ingat betul. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Zana, memicingkan mata pada adiknya. Setelah itu melirik tipis pada gadis di samping Zeeshan, setelah itu dia senyum jahil. Zeeshan yang paham dengan lirikan kakaknya, segera menoleh pada sosok di sebelahnya–di mana gadis di sebelahnya langsung menutup wajah menggunakan novel. "Aku diminta oleh Kak Ebra untuk menyusulmu. Dia takut Kakak kenapa-napa," jelas Zeeshan. "Kak Zan sudah selesai?" "Belum." Zana menjawab santai, "aku masih ingin mencari komik kesukaanku." "Aku punya." Zeeshan menjawab cepat, langsung menggandeng tangan kakaknya–menariknya supaya beranjak dari sana. "Dek, duluan yah," pamit Zana
Zana berhenti sejenak di toko buku, dia ingin membelikan Alana buku. Ada sebuah novel yang menjadi incaran Alana, sudah keluar, dan Zana ingin menbelikannya pada Alana. "Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri karya CacaCici," gumam Zana, mengingat-ingat novel yang ingin ia cari tersebut. Tak lama, Zana menemukan buku itu. Dia membaca sinopsis dan dia menjadi tertarik. "Kisah seorang suami yang tiga tahun mendiami istrinya karena salah paham, dan ketika istrinya lelah barulah dia sadar akan cinta yang dia miliki pada istrinya. Dia mengejar cinta istrinya dan berupaya menjadi suami yang baik juga. Wah … menarik sekali novel ini. Penulisnya pasti keren. Ckckck …." Zana mengambil dua buku karena dia juga menginginkannya. "Permisi, Kak." Zana yang ingin beranjak dari sana untuk membayar buku yang dia ambil, seketika beranjak. Dia menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Ada hal yang aneh, perempuan itu terlihat terkejut saat melihat Zana. Sedangkan Zana, dia merasa tak pernah mengenali