Alana cukup kaget saat Zana tahu apa yang dia maksud. "Kamu tahu?" Zana menganggukkan kepala. "Kemarin kami ketemu di toko eskrim. Dia sepertinya ada hubungan dengan Kak Ebrahim karena beberapa kali dia mencoba mengajak Kak Ebra mengobrol." "Dia mantannya Kak Ebra. Putus beberapa minggu sebelum kamu dan Kak Ebra nikah. Makanya pas Kak Ebra bilang dia mau melamar kamu, Mommy sempat kaget. Tapi senang banget dong. Kita semua sudah kenal Tamara karena beberapa kali datang ke rumah. Mommy sempat ngira eh ... malah bahkan pernah taruhan sama Daddy soal hubungan Tamara dan Kak Ebra. Daddy bilang jika hubungan mereka akan kandas dan Mommy bilang sepertinya akan bertahan sampai ke pelaminan. Dan yang terjadi mereka putus, Daddy yang menang taruhan." Zana tepuk tangan mendengar ucapan Alana. Tak disangka orang tua Ebrahim taruhan untuk kelanjutan hubungan Ebrahim dan Tamara. Ah, mommy mertuanya memang lucu dan menggemaskan. Apalagi nasi gorengnya. Sungguh diluar prediksi BMKG! "Mereka pu
"Au ah. Gelap!" bete Sasya. Setelah dari sana, mereka pindah tempat. Kali ini ke sebuah pohon besar. Namun mereka cukup sial dan kapok karena seorang dukun berjaga di sana. Mungkin sedang melakukan ritual. Tempat itu cukup sepi dan sebenarnya sedikit jauh dari perkotaan. Setelah ketahuan mencuri sesajen, dukun tersebut mengejar mereka. "Anak-anak nakal! Kalian akan mendapat mala petaka!" teriak duduk tersebut. "Kejar! Kejar kami kalau bisa!" tediak Zana, malah ketagihan dan senang dikejar oleh dukun tersebut. "Saksikanlah! Aku akan memperlihatkan jurusku!" Dukun tersebut tiba-tiba berhenti lalu duduk di tanah. Dia mengambil posisi seperti bersemedi dengan mulut komat-kamit. Zana dan yang lainnya berhenti, menunggu apa yang akan terjadi. Entah kenapa mereka cukup penasaran. Sekitar lima menit menunggu, tiba-tiba saja ...-Piuuuuuut'Suara kentut berbunyi seperti petasan. "Oik, apa nih?!" Zana langsung menatap berang ke arah Dirga-menutup hidung kuat-kuat. Begitu juga dengan Ma
Ebrahim mengacak pucuk kepala istrinya dengan penuh kasih sayang, tersenyum lembut pada gadis itu. "Kali ini, Kakak tidak marah. Tetapi lain kali, jangan ulangi," ucap Ebrahim, mendapat anggukkan kepala dari Zana. Setelah itu Zana membersihkan diri kemudian langsung tidur, sesuai perkataan Ebrahim sebelumnya. Pria itu sendiri, menghilang entah kemana. Akan tetapi, Zana tiba-tiba terbangun saat tubuhnya merasa ketindihan. Dia kira dia sungguh ketindihan karena habis dari kuburan, akan tetapi …- memang benar ketindihan namun bukan ketindihan makhluk halus. Melainkan makhluk kasar, raksasa dan berbadan kekar. Zana mengeluh pelan, mendorong pundak pria yang berada di atas tubuhnya dengan sekuat tenaga. Sialnya, dia tak bertenaga. Mungkin efek tidur sebentar lalu bangun secara mendadak. 'Jadi gini cara kerjanya … dia membuat tanda itu di tubuh ku selama ini? Saat aku tidur?' batin Zana, masih berusaha mendorong Ebrahim dari atas tubuhnya. Sedangkan Ebrahim, dia tak peduli jika Za
Namun, ada satu hal yang dipertanyakan oleh Tamara dalam hati. Siapa Zana sehingga Ebrahim bersedia dijodohkan dengan gadis nakal itu?! Zana menatap lukisan tersebut lalu mendengus pelan. Dia langsung mengeluarkan HP, kebetulan berdering. Zana segera menjauh dari sana, izin untuk mengangkat telepon dari juniornya. 'Lapor, Kak, lukisan Kakak yang khusus pajangan stand kita, dibeli oleh selebgram. Kita sudah bilang kalau lukisan itu milik ketua kami dan tak dijual, tetapi dia ngotot beli. Dia mengancam kalau dia bisa membuat nama kampus kita buruk kalau lukisan itu tak kami serahkan, Kak. Tadi dia sempat berdebat dengan Kanza tapi Kanza kalah. Dan akhirnya … kami kasih, takut stand kita diacak-acak, Kak.' "Tahu kok." Zana berucap malas, "lukisannya ada dirumah sepupu dan kebetulan aku di sini. Kalian sudah buka stand yah? Rajin amat padahal masih ujan." 'Di sini nggak hujan, Kak. Gerimis dikit,' jawab Dimas, salah satu junior Zana yang merupakan anggota bazar–satu tim denganhya. '
Setelah empat hari mengikuti bazar, akhirnya pemenang diumumkan. Stand bazar Zana menang dalam empat kategori. Kemenangan tersebut adalah juara dua stand paling ramai, juara favorit stand terbersih, juara pertama stand bazar paling unik dan indah, dan juara pertama dalam kategori keseluruhan. Sebelum pulang, Zana dan teman-temannya berkumpul di cafe depan kampus. Mereka memilih outdoor supaya lebih luas dan leluasa bercanda gurau. Kali ini Zana mengabaikan hari yang sudah mulai gelap, karena keasyikan merayakan kemenangan bersama teman-temannya. "Guys, kemarin Kak Zan dipanggil sayang oleh seseorang saat kami menelponnya. Cieee … siapa tuh, Kak?" ucap Dimas, masih mengingat kejadian itu– di mana saat dia menelpon Zana, seseorang tiba-tiba memanggil Zana dengan sebutan sweetheart. "Cieee … Zana." Dirga tak tinggal diam, menaik turunkan alis untuk menggoda sahabatnya tersebut. "Yang kemarin yah? Yang tiba-tiba datang menjemputmu pas kita lagi berburu ayam?""Udah move on nih ceritany
Zana berada di walk in closet, tengah mondar mandir karena bingung harus mengenakan baju apa. Tadi Ebrahim menyuruh Zana untuk mandi lalu bersiap-siap, tetapi Zana tidak tahu dia bersiap untuk apa. Oleh sebab itu dia bingung harus mengenakan baju apa. Tiba-tiba pintu terbuka, memperlihatkan Haiden dengan tampang muka dingin. Zana yang hanya mengenakan tank top dan celana pendek seketika menyilangkan tangan di depan dada. Dulu, Zana memang biasa saja ketika Ebrahim melihatnya seperti ini. Karena dia berpikir Ebrahim tidak menyukai dirinya dan tak tertarik pada perempuan muda sepertinya. Tetapi setelah pria itu merenggut kesuciannya, Zana merasa harus menjaga penampilan di depan Ebrahim. Meskipun pria ini suaminya. "Kenapa masih tidak mengenakan baju, Adik kecil?" Ebrahim berjalan mendekati istrinya, membuat perempuan itu mundur beberapa langkah karena gugup. "Aku tidak tahu kita akan kemana, jadi aku bingung harus memakai baju apa?" ucap Zana pelan, terus meringsut di sudut rua
*** Zana dan Ebrahim telah tiba di pesta pernikahan teman Ebrahim–diadakan di sebuah hotel mewah. Ebrahim sepertinya orang yang ditunggu karena saat dia datang, yang punya acara langsung menghampiri Ebyahim. Bukankah seharusnya Ebrahim yang menghampiri? Namun, Zana tak terlalu kaget. Tentu saja, Ebrahim adalah pewaris utama kekayaan Mahendra–CEO dari JVM Elektronik. Di negara ini keluarga Mahendra salah satu keluarga yang dihormati dan disegani, sama seperti keluarga Azam. Melihat situasi ini–di mana orang-orang datang menghampiri Ebrahim, entah kenapa Zana merasa bangga sebagai istri dari pria ini. Orang-orang di pesta ini begitu menghormati serta segan pada suaminya, membuat Zana semakin merasa kagum pada sosok Ebrahim. Pria ini orang yang dihormati dan disanjung tinggi. Akan tetapi di rumah pria ini adalah suami yang lembut bahkan saat dia marah. "Pak Ebrahim," sapa pria yang merupakan pemilik pesta sekaligus teman Ebrahim. "Senang sekali rasanya kau datang ke pestaku,"
Zana begitu bingung dengan sikap Ebrahim. Setelah pulang dari pesta tersebut, pria itu langsung menyeretnya ke kamar dan membantingnya ke atas kasur. Ebrahim tidak terlihat marah tetapi dia seperti memaksa agar Zana melayaninya. Zana tidak paham kenapa Ebrahim begitu, seingatnya dia tak melakukan kesalahan. Selama di pesta, Zana juga bersikap baik. Bahkan ketika Tamara bersuara memancing, Zana tetap diam. "Ka-Kak Ebrahim," cicit Zana, mendorong agar Ebrahim menjauh dari atas tubuhnya. Pria ini seperti kesurupan. "Kak Ebra kenapa?" tanya Zana saat pria itu mendongak ke arahnya. Tatapan pria ini begitu berat, berkabut gairah dan nafsu. Ditambah senyuman tipis penuh makna yang menyungging di bibirnya, itu semakin membuat Zana merinding. Sepertinya Zana terlalu positif thinking terhadap Ebrahim selama ini. Kenyataannya pria yang ia anggap sopan dan hero ini, ternyata tertarik pada tubuhnya. "Aku menginginkan istri kecilku," jawab Ebrahim, mengelus bibir Zana dengan gerakan erot