Zana terbangun dengan tubuh yang terasa sakit dan remuk. Dia memejamkan mata ketika mengingat kejadian tadi malam. Ebrahim merampas kesuciannya, bahkan melakukannya berulang kali. Bodohnya Zana tak melakukan perlawan sedikit pun. Zana bangkit dari ranjang secara hati-hati. Ebrahim masih tidur dan terlihat sangat nyenyak. Meskipun rasanya sangat sakit dibawah sana, akan tetapi Zana menahan. Dia berusaha mengabaikannya. Dia harus cepat-cepat membersihkan diri dan pergi dari sini. Zana ingin menghindari Ebrahim. Setelah menyegarkan diri dan berpakaian serba tertutup, Zana mengendap keluar dari kamar. "Nyonya Zana, anda ingin kemana?" tanya Kepala maid yang memang bangun lebih awal untuk menyiapkan segala keperluan rumah. "Aku ke kampus untuk menyiapkan stand bazar," jawab Zana pelan kemudian berjalan terburu-buru keluar dari rumah.
"Jadi selama ini … aku tidak pernah alergi. Tapi …-" Zana terdiam sembari mengingat kembali kapan terakhir dia terkena alergi aneh tersebut. Tiba-tiba Zana tersenyum malu-malu, akan tetapi karena merasa bodoh dengan diri sendiri Zana langsung menampar wajahnya. "Astaga, kok aku senyum?" Zana menggerutu sendiri berlari ke arah ranjang lalu membanting tubuh ke atas kasur. Zana meraih guling kemudian memeluknya erat. Zana tak bisa pingkiri ia senang karena tubuhnya ternyata menggoda lawan jenis, dalam artian dia tak separah yang Revano katakan–tak ada satu laki-laaki pun yang tertarik pada Zana. See? Sekelas Ebrahim saja ternyata tidak mampu menahan godaan oleh tubuh Zana. "Agk!" Zana menjerit tertahan, tak menyangka selama ini Ebrahim diam-diam suka mencumbunya. Pasti karena tubuhnya se menggoda itu. "Apa aku masuk dunia model saja yah? Kan tubuh ku bagus," gumam Zana yang mulai kepedean. Dia bangkit lalu kembali berdiri di depan cermin meja rias. "Ah, masuk master chef saja deh
Ebrahim mendongak, begitu juga dengan Zana yang seketika menatap ke arah perempuan itu. Zana sedikit memicingkan mata, berusaha mengenali sosok perempuan tersebut. Dia rasa dia tak asing dengan perempuan ini, tetapi dia juga yakin jika dia dan perempuan ini baru pertama kali bertemu. "Kebetulan kita bertemu di sini, Ebrahim," ucap perempuan itu lembut, tak lupa memberikan senyuman manis pada Ebrahim. Tatapan matanya berbinar terang, menatap penuh harap dan keterpesonaan secara bersamaan pada sosok pria di depannya. Siapa yang tak terpesona? Ebrahim bukan hanya memiliki wajah tampan, pria ini juga seksi dan panas secara bersamaan. Dia CEO yang dinobatkan sebagai pria tampan dan terpanas tiga tahun terakhir ini. Wanita diluaran sana memuja pria ini, bahkan rela melakukan apapun supaya bisa bersanding dengan Ebrahim. Namun, pria yang dijuluki the lady killer ini, sama sekali tak pernah bertahan dengan satu wanita pun dalam jangka waktu lebih dari seminggu. Akan tetapi, Tamara
"Ebrahim, aku …-" "Ini sudah jam setengah sepuluh malam. Aku tidak punya waktu untuk berbicara denganmu," ucap Ebrahim, masuk dalam toko untuk mengganti es krim istrinya. "Ta-tapi … hanya sebentar. Aku hanya ingin meminta maaf padamu mengenai Handphone." Ebrahim sama sekali tidak mendengarkan ucapan Tamara. Setelah pesanannya selesai, dia segera mengambilnya lalu langsung pergi dari sana. "Ebrahim, kenapa sikapmu begitu dingin padaku? Aku tahu aku salah, tetapi aku ingin memin …-" Ebrahim tak peduli, masuk dalam mobil dengan segera menyerahkan eskrim pada Zana. Mereka langsung beranjak dari sana, meninggalkan Tamara yang meradang dan terlihat kesal. Tamara mengeluarkan HP, menghubungi seseorang. "Cari tahu siapa gadis bernama Zana di keluarga Mahendra. Dan jika memang dia bukan berasal dari keluarga Mahendra, lakukan sesuatu untuk menyingkirkannya dari dekat Ebrahim." 'Baik, Tamara.' Tamara tersenyum tipis, merasa karena dia bisa menyingkirkan gadis bernama Zan
'Menantu?' batin Tamara yang sudah membeku di tempat, menatap Zana yang sedang berpelukan dengan Lea-mommy dari Ebrahim. "Wajah menantuku yang super cantik ini kenapa terlihat letih? Zana habis dari mana, Sayang?" tanya Lea, menangkup wajah Zana sembari memperhatikan raut muka menantunya yang terlihat letih. "Zana habis ...-" Zana ingin menjawab akan tetapi Ebrahim tiba-tiba muncul dan langsung memotong ucapannya. "Aku langsung menjemput Zana dari kampus, Mom. Zana mengikuti bazar di kampusnya," ucap Ebrahim, mendekati mommynya dan istrinya. Setelah menyalam sang mommy, dia dengan enteng melingkarkan tangan di pinggang Zana. "Zana cukup aktif dengan kegiatan kampus," lanjut Ebrahim. Lea memperhatikan putranya dan menantunya secara lekat. Sepertinya ada peningkatan dalam hubungan putranya dan Zana, terlihat keduanya semakin dekat. Ah, Lea merasa lega untuk hal itu. "Pantas saja wajah cantik Zana terlihat sayu." Lea tersenyum lembut, "Alana, tolong antar kakak iparmu ke atas.
Alana cukup kaget saat Zana tahu apa yang dia maksud. "Kamu tahu?" Zana menganggukkan kepala. "Kemarin kami ketemu di toko eskrim. Dia sepertinya ada hubungan dengan Kak Ebrahim karena beberapa kali dia mencoba mengajak Kak Ebra mengobrol." "Dia mantannya Kak Ebra. Putus beberapa minggu sebelum kamu dan Kak Ebra nikah. Makanya pas Kak Ebra bilang dia mau melamar kamu, Mommy sempat kaget. Tapi senang banget dong. Kita semua sudah kenal Tamara karena beberapa kali datang ke rumah. Mommy sempat ngira eh ... malah bahkan pernah taruhan sama Daddy soal hubungan Tamara dan Kak Ebra. Daddy bilang jika hubungan mereka akan kandas dan Mommy bilang sepertinya akan bertahan sampai ke pelaminan. Dan yang terjadi mereka putus, Daddy yang menang taruhan." Zana tepuk tangan mendengar ucapan Alana. Tak disangka orang tua Ebrahim taruhan untuk kelanjutan hubungan Ebrahim dan Tamara. Ah, mommy mertuanya memang lucu dan menggemaskan. Apalagi nasi gorengnya. Sungguh diluar prediksi BMKG! "Mereka pu
"Au ah. Gelap!" bete Sasya. Setelah dari sana, mereka pindah tempat. Kali ini ke sebuah pohon besar. Namun mereka cukup sial dan kapok karena seorang dukun berjaga di sana. Mungkin sedang melakukan ritual. Tempat itu cukup sepi dan sebenarnya sedikit jauh dari perkotaan. Setelah ketahuan mencuri sesajen, dukun tersebut mengejar mereka. "Anak-anak nakal! Kalian akan mendapat mala petaka!" teriak duduk tersebut. "Kejar! Kejar kami kalau bisa!" tediak Zana, malah ketagihan dan senang dikejar oleh dukun tersebut. "Saksikanlah! Aku akan memperlihatkan jurusku!" Dukun tersebut tiba-tiba berhenti lalu duduk di tanah. Dia mengambil posisi seperti bersemedi dengan mulut komat-kamit. Zana dan yang lainnya berhenti, menunggu apa yang akan terjadi. Entah kenapa mereka cukup penasaran. Sekitar lima menit menunggu, tiba-tiba saja ...-Piuuuuuut'Suara kentut berbunyi seperti petasan. "Oik, apa nih?!" Zana langsung menatap berang ke arah Dirga-menutup hidung kuat-kuat. Begitu juga dengan Ma
Ebrahim mengacak pucuk kepala istrinya dengan penuh kasih sayang, tersenyum lembut pada gadis itu. "Kali ini, Kakak tidak marah. Tetapi lain kali, jangan ulangi," ucap Ebrahim, mendapat anggukkan kepala dari Zana. Setelah itu Zana membersihkan diri kemudian langsung tidur, sesuai perkataan Ebrahim sebelumnya. Pria itu sendiri, menghilang entah kemana. Akan tetapi, Zana tiba-tiba terbangun saat tubuhnya merasa ketindihan. Dia kira dia sungguh ketindihan karena habis dari kuburan, akan tetapi …- memang benar ketindihan namun bukan ketindihan makhluk halus. Melainkan makhluk kasar, raksasa dan berbadan kekar. Zana mengeluh pelan, mendorong pundak pria yang berada di atas tubuhnya dengan sekuat tenaga. Sialnya, dia tak bertenaga. Mungkin efek tidur sebentar lalu bangun secara mendadak. 'Jadi gini cara kerjanya … dia membuat tanda itu di tubuh ku selama ini? Saat aku tidur?' batin Zana, masih berusaha mendorong Ebrahim dari atas tubuhnya. Sedangkan Ebrahim, dia tak peduli jika Za