Beberapa hari kemudian, terlihat Galang membulatkan tekad untuk kembali ke negaranya. Terlebih saat mendengar kabar dari Ana, kalau sikap Candra pada Vania mulai berbeda. Keduanya sudah tidak tinggal dalam satu rumah, bahkan Vania beberapa hari ini tinggal di rumah orangtuanya bersama kedua anak perempuannya.
Galang jadi penasaran, sebenarnya secantik apa wanita yang bersaing memperebutkan cinta Candra dengan Vania hingga Candra yang dulu menggilai Vania mengabaikan istrinya itu. Galang juga ingin tahu, kabar mantan kekasih, yang sampai detik ini tidak bisa dia lupakan itu.
Akhirnya setelah persetujuan dari papanya, Galang pulang untuk membuat cabang perusahaan baru di negara itu. Tentu saja kedua orangtuanya senang, melihat putra sulungnya yang dulu betah menetap di luar negeri, akhirnya pulang ke rumah. Rasa bersalah pun terlihat di wajah mereka, setiap kali membayangkan putra bungsunya menikahi kekasih Galang. Hal itu juga yan
Galang terus memperhatikan Vania dari kaca mobilnya itu. Sesekali dia tersenyum dan terus memandangi wajah Vania dari kejauhan. Wajah cantik yang sudah dia rindukan selama delapan tahun ini, akhirnya bisa kembali dia lihat secara langsung dengan kedua matanya.Pria itu terus memperhatikan Vania dan setiap gerak gadis itu. Wajah cantik yang dulu selalu tersenyum manja, dan penuh dengan kebahagiaan, tiba-tiba menjadi wajah penuh kesedihan, berusaha tegar, tapi menyimpan berjuta kesedihan. Itulah siratan yang tersirat di wajah Vania saat ini."Vania, sudah lama. Sudah sangat lama. Aku benar-benar tidak bisa menghilangkan rasa rinduku padamu. Aku tidak bisa menekan rasa cintaku padamu. Vania, apakah kamu juga pernah sekali saja merindukan aku seperti aku merindukanmu?" gumam Galang pelan.Galang menghela nafas panjang, dan berusaha untuk mengendalikan dirinya yang ingin berlari keluar mobil lalu memeluk man
Candra bersikukuh mengajak Vania pulang ke rumah mereka. Saat itu Vania benar-benar menolak, tapi kedua orang tua Vania meminta putrinya untuk membicarakan permasalahan rumah tangganya baik-baik. Vania tidak ingin bertengkar dengan Candra di rumah orangtuanya, hingga Vania pun kembali ke rumah Candra dengan penuh keterpaksaan."Mulai sekarang, aku akan adil padamu dan Irma. Tiga hari aku menginap di sini, dan tiga hari menginap di sana. Aku harap kita tidak bertengkar lagi ya? Vania, percayalah padaku, aku sangat mencintaimu, dan tak ingin kehilanganmu," ucap Candra sambil menggenggam kedua tangan Vania penuh kasih sayang.Vania tak menjawab, dia langsung berjalan masuk ke dalam rumah itu menuju arah kamarnya. Dia sudah lama tidak lagi percaya dengan mulut manis suaminya. Terlalu sakit jika membayangkan suaminya dan sahabatnya bersama, bahkan sampai Irma hamil anaknya.Terlebih setelah dua bulan ini dia
Di sisi lain, terlihat Irma sedang berjalan mondar-mandir di depan rumahnya. Dia terlihat kesal menunggu Candra pulang, dan nampak terus menunggu dengan wajah penuh emosi."Kemana sih mas Candra ini? Bukankah dia bilang mau makan siang di rumah? Kenapa dia tidak juga pulang? Belum lagi, orang kantor bilang kalau mas Candra hanya ke kantor sebentar, lalu pergi lagi. Kemana mad Candra pergi? Jangan bilang kalau dia pergi menemui istri pertamanya dan dua bocah ingusan itu. Sialan! Tidak bisa dibiarkan! Satu-satunya orang yang harus diperhatikan mas Candra hanya aku dan anakku saja. Kedua anak Vania itu tidak boleh merebut cinta dan kasih sayang Candra terhadap putraku nanti. Hanya putraku yang boleh dapat perhatian dan kasih sayang dari ayahnya. Aku harus melakukan segala cara untuk membuat mas Candra tetap di sisiku, dan selalu ada di pihakku," gumam Irma penuh ambisi.Irma mengusap-usap lembut perutnya, dan berjalan ke arah ruang
Vania sampai di kantor, tempat dia bekerja. Dia turun dari mobil, dan berjalan masuk ke dalam kantor itu dengan wajah kebingungan. Dia menatap para karyawan yang terlihat berlalu lalang di sekitar pintu kantor. Hingga tiba-tiba, seorang pria datang menghampiri Vania dan menyambutnya dengan ramah untuk masuk ke dalam kantor itu."Nona Vania, akhirnya anda datang. Silahkan masuk, dan ikut lah denganku untuk mulai bekerja!" ucap Hans, asisten pribadi Galang."Ya, baiklah."Vania mengikuti langkah kaki pria itu menuju lift di lantai 18. Dia pun sampai di lantai khusus direktur, dan berjalan menuju ruangan khusus sekretaris yang berada di sebelah ruangan direktur utama.Setelah mendapatkan meja kerja, dan beberapa pekerjaan sederhana dari Hans, Vania pun langsung mulai bekerja, dan fokus dengan pekerjaannya.Mata Vania sekilas melihat ke sekeliling tempat itu. Ada em
Meskipun Vania sedikit penasaran, tapi dia tidak bisa mengetahui tentang identitas direkturnya itu. Terlebih saat ini dia baru saja masuk kerja. Ingin rasanya Vania melihat secara langsung, pria yang ada di dalam ruangan direktur itu. Hanya ingin memastikan, apakah sungguh yang ada di dalam ruangan itu adalah Galang, mantan pacarnya yang kini menjadi kakak iparnya itu.Tapi saat Vania ingin bertemu dengan direkturnya, Hans punya seribu alasan untuk menolak Vania menemui atasannya itu. Semua pekerjaan sekretaris, tidak langsung diberikan pada direktur, melainkan harus melalui Hans dulu, sebelum dia memberikan dokumen perusahaan pada direkturnya.Seharian, Vania tak bisa fokus kerja. Dia beberapa kali melirik ke arah jendela kantor direkturnya itu. Hingga tanpa sadar jam sudah menunjukkan pukul empat sore, di mana saat itu adalah waktu pulang untuk para karyawan perusahaan."Kak Galang, apa sungguh itu ka
Setelah menutup panggilan telepon dari Irma, Candra kembali ke kamar. Sebenarnya apa yang Candra katakan di telepon mengenai dirinya yang tinggal dengan Vania karena kebutuhan biologis, itu tidak benar. Kenyataan yang sebenarnya karena Candra rindu istrinya, dan ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan sang istri. Tidak dapat dipungkiri oleh Candra, selama dua bulan tinggal bersama dengan Irma membuat dia sesak, dan tak bisa bernafas sama sekali. Semua hal harus sesuai keinginan Irma, semuanya hanya bisa diatur oleh Irma, hingga Candra merasa tidak nyaman berada di sisi wanita itu.Candra tahu sifat Irma yang licik. Selama ini Candra dibuat sibuk dengan urusannya hingga mengabaikan istri pertama dan dua anaknya. Semakin lama Candra tinggal dengan Irma, semakin tahu betapa banyaknya akal bulus Irma yang ingin memisahkan Vania darinya. Setiap kali Candra hendak pergi menemui Vania, Irma akan menggunakan bayinya untuk menggagalkan niat Candra bertemu kelu
Vania memakan sarapan yang diberikan padanya dari bos misterius itu. Nasi goreng dengan telur dadar, daun selada, kacang polong rebus, potongan wortel rebus, dan buncis rebus. Semua itu adalah makanan yang selalu dimakan Galang untuk sarapan waktu mereka pacaran. Vania memakan makanan itu, dan memisahkan wortel rebus yang tidak dia sukai. Hal yang dilakukan Vania pun mengingatkan dia tentang Galang, dimana biasanya Galang akan marah kalau Vania mulai pilih-pilih makanan dan menyisakan wortel di piringnya."Bagaimana kabarmu sekarang, kak? Maafkan aku yang selama ini menghindarimu, dan tak pernah menjelaskan alasan aku menikahi adikmu. Tapi percayalah, kamu tetap menjadi pria terbaik yang pernah ada di dalam hatiku. Semua yang aku lakukan ini, karena merasa tidak pantas lagi untukmu, setelah aku ternoda oleh adikmu malam itu. Aku terlalu malu untuk bertemu denganmu. Apalagi menjelaskan kejadian aku diberi obat oleh pria asing, hingga akhirnya malah tidur de
Sementara di tempat lain, terlihat Candra sedang fokus dengan pekerjaan kantornya. Dia terlihat merapikan dokumen perusahaan, dan bersiap untuk pergi rapat. Sebelum beranjak, tiba-tiba tangan Candra tak sengaja menjatuhkan foto pernikahan dia dan Vania. Hal itu membuat Candra terkejut dan langsung berjongkok untuk merapikan pecahan bingkai foto pernikahannya itu."Kenapa bisa jatuh? Aku benar-benar tidak hati-hati!" gumam Candra sambil mengutip satu demi satu pecahan bingkai foto itu.Saat sedang mengutip pecahan kaca di bingkai foto yang pecah, tiba-tiba Irma masuk ke dalam ruangan Candra dengan wajah panik dan khawatirnya."Jangan dipegang! Nanti tanganmu terluka, Mas!" ucap Irma dengan wajah khawatirnya."Aku tidak hati-hati, dan menjatuhkan bingkai foto pernikahan ini. Tidak tahu kenapa, aku merasa sedikit kepikiran dengan tindakan Vania baru-baru ini. Dia buat aku pusing,
Sampai di rumah sakit, Galang segera diobati oleh dokter. Sementara Vania, terlihat duduk sendiri di depan ruang tunggu. Entah kenapa Vania tak henti mengingat percakapan antara Candra dan Galang tadi. Selama ini Vania berpikir kalau pernikahannya dengan Candra hanyalah kecelakaan. Dia menduga kalau Candra mencintai dia, dan akhirnya bertanggung jawab untuk menikahinya. Siapa yang mengira jika dari awal sampai akhir, dia hanyalah sebuah rencana yang dibuat Candra untuk mengalahkan kakaknya. Sakit, pernikahan indah yang pernah dia rasakan, ternyata hanya kebohongan yang dibuat suaminya. Air mata Vania mengalir. Ternyata keinginan dia berpisah dari Candra bukanlah hal yang salah. Pernikahan dia dengan Candra, dari awal memang hanya bagian dari rencananya. Tidak ada cinta, semua palsu, semua hal indah yang selama ini Vania rasakan, ternyata hanya kebohongan yang dibuat Candra untuk mengalahkan kakaknya. Galang selesai diobati. Luka lebam sudah dioles obat, sementara luka yang berdarah
Galang pun mengantar Vania ke rumah orangtuanya. Walaupun sedikit bingung, tapi Galang berusaha untuk tidak banyak bertanya hal pribadi gadis itu karna takut melukai hatinya. Sampai di rumah Vania keluar dari mobil Galang. Dia pun mendekatkan kepalanya ke jendela mobil Galang yang terbuka, untuk mengucapkan terima kasih pada sang bos. "Terima kasih untuk tumpangannya, bos. Jarang-jarang aku bisa jadikan bosku, supir pribadi gratis," ucap Vania yang disambut senyum simpul dari bibir Galang. "Kamu anggap aku supir pribadi gratis? Vania, apakah kamu tidak takut kalau potong sebagian gaji bulananmu sebagai kompensasi karena menghina bos sendiri sebagai supir? Nyalimu besar juga ya?" "Hahaha... Aku tahu bosku sedikit arogan dan mudah marah, tapi hatinya lembut, baik, dermawan, mana tega dia memotong gaji karyawan kecil sepertiku. Iya kan?" balas Vania yang hanya disambut anggukan kepala dari Galang. "Penjilat!" "Terima kasih pujiannya bos!" Galang tak henti tertawa saat berbinc
Vania menundukkan kepalanya saat ayahnya duduk bersama ibunya di ruang tamu. Nampak wajah ayahnya yang marah menatap putrinya itu. Dia pun meminta Vania duduk, dan mulai meluapkan kemarahannya pada putrinya itu. "Katakan, Nak! Sebenarnya suamimu sudah melakukan apa padamu hingga kamu mau cerai? Waktu dia menikahi wanita lain, aku minta kamu cerai dengannya, tapi kamu bilang masih ingin mempertahankan pernikahan demi anak-anak. Lantas kenapa saat ini kamu menyerah, dan malah bersikeras ingin bercerai dengan Candra? Katakan dengan jujur! Ayah ingin dengar!" ucap ayah Vania yang membuat wajah Vania semakin menundukkan kepalanya.Vania pun menceritakan hal yang terjadi padanya. Dimana sang suami berkali-kali mendukung kejahatan dan penindasan Irma terhadapnya dan anak-anaknya. Sebelumnya Vania masih bersabar ketika Candra berdiri membela Irma, padahal Irma membuat anak bungsunya sekarat di rumah sakit. Belum lagi setelah menikahi Irma, suaminya jarang pulang, dan mengabaikan anak-anakny
Vania membawa dua anaknya naik ke mobil taksi. Saat itu yang ada di dalam pikiran Vania, hanya ingin segera melarikan diri dari Candra. Pria itu tak pernah sekalipun memihak padanya, dan selalu membenarkan apapun yang dilakukan Irma, meskipun itu sesuatu yang merugikannya. Vania tak ingin lagi terus berada dalam pernikahan yang terus menyiksa batinnya. Dia juga tidak mau terus menerus terikat dengan Candra, dan berhubungan dengan istri kedua suaminya. Jalan terbaik yang saat ini bisa dia ambil, hanyalah pisah rumah dengan suaminya. Apapun yang terjadi, dia tidak ingin kembali bersama dengan suami yang sudah tak lagi menjaganya, dan tidak bisa menegakkan keadilan untuknya. Vania berhenti di sebuah rumah sederhana milik kedua orangtuanya. Dia keluar dari mobil taksi, dan menuntun dua putrinya menuju arah rumah itu. Tania, dan Kanaya nampak tak banyak bicara. Mereka tahu kalau papa mereka sudah lama tidak lagi perduli pada mereka. Ketimbang memperdulikan Candra, justru kedua anak itu l
Pulang kerja, Vania langsung kembali ke rumahnya. Dia mendapati Candra sedang duduk di ruang tamu bersama Irma saat itu. Candra terlihat bahagia mengendong bayi laki-laki Irma. Sementara Irma yang menyadari kedatangan Vania, segera memprovokasi dengan membuat adegan mesra bersama Candra juga bayi kecil di gendongan suaminya itu. "Mas Candra, Vino sudah bisa mengoceh. Lucu sekali ya!" ucap Irma sambil menyandarkan kepalanya di bahu Candra. "Ya, dia lucu sekali!" balas Candra sambil mengecup bayi kecil di gendongannya itu. "Ganteng seperti papanya," sambung Irma lagi. Hal itu pun membuat keduanya tertawa bahagia dan merasa bangga dengan bayi laki-laki kecil yang dilahirkan Irma. Vania yang melihat adegan mesra itu, merasa tidak nyaman. Padahal mereka berdua punya rumah sendiri, tapi kenapa malah datang ke rumahnya untuk menunjukkan bermesraan satu sama lain. Benar-benar membuat mood Vania yang buruk semakin menjadi buruk. "Vania, kamu sudah pulang?" ucap Irma dengan senyum palsu di
Vania tersenyum mendengar kata-kata yang diucapkan Candra. Walaupun dia sendiri tahu, kalau berharap terlalu banyak pada suaminya, dia mungkin akan kembali kecewa. Tapi bagaimanapun, Vania tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya tentang masa depan dua hatinya. Jika memang pernikahan dia dan Candra masih bisa diperbaiki, dia masih ingin mempertahankan pernikahan itu sekali lagi agar dia tidak menyesal dikemudian hari. Obrolan mereka itu pun didengar oleh Irma. Tentu saja Irma marah, merasa kesal dengan kedekatan kembali suaminya dengan istri pertamanya itu. Jelas-jelas sebelumnya sudah dibuat hampir cerai, tapi berujung malah semakin mesra dan romantis seperti saat ini. Irma yang tak terima suaminya kembali memiliki rasa cinta pada istri pertamanya. Dia pun mulai menyusun rencana untuk membuat kesalahpahaman dan pertikaian besar antara Vania dan Candra. Semakin tinggi Vania terbang mengejar cinta Candra, semakin besar rasa sakit dan kekecewaan yang akan dia dapatkan saat berpisah de
Irma yang mendapati panggilan teleponnya dimatikan Vania, segera bergegas bangun dari tidurnya. Dia tidak bisa membiarkan suaminya berada satu atap lagi dengan istri pertamanya. Sudah susah payah selama ini membuat jarak untuk merenggangkan hubungan keduanya, tak mungkin dia biarkan rencana untuk memecah belah hubungan Candra dan Vania gagal. Sementara Irma mengendarai mobilnya menuju arah rumah Vania, di tempat lain, terlihat Candra masih memeluk erat tubuh Vania dalam tidurnya. Pria itu kelelahan, setelah menyiksa Vania cukup lama di ranjang. Vania yang juga lelah, berlahan mulai menutup matanya dan ikut terlelap dalam dekapan hangat tubuh Candra. Irma yang sudah mengendarai mobil sekitar setengah jam dari rumahnya, akhirnya sampai di rumah Vania. Dia langsung menerobos masuk ke dalam rumah, dan mencari keberadaan Candra. Saat membuka pintu kamar Vania, Irma kaget, melihat Candra dan Vania tengah tertidur lelap. Dimana saat itu Candra lah yang memeluk erat tubuh Vania yang tid
Vania pun makan malam bersama Candra dan dua anaknya. Dia melihat Candra begitu memanjakan dua anaknya. Dimana saat itu Candra menyuapi kedua putrinya dengan penuh kasih sayang. Walaupun hati Vania sudah lama dikecewakan oleh Candra, tapi melihat anak-anaknya bisa tertawa bahagia bersama ayah mereka, itu sudah lebih dari cukup untuk Vania. "Tania, makan pelan-pelan! Kemari, biar papa suapi!" ucap Candra sambil mengusap bibir putri bungsunya dengan sapu tangan di tangannya. "Pa, aku juga mau disuapi!" pinta Kanaya, yang ikut manja pada papanya. "Baiklah. Hari ini papa akan suapi kalian sampai kalian kenyang!" balas Candra yang berakhir membuat mereka tertawa bersama-sama. Setelah selesai makan malam, Candra mendekati Vania. Walaupun sebelumnya sempat marah karena Vania mengusir Irma dan bayinya dari rumah itu, tapi Candra tidak bisa mengendalikan dirinya untuk mendatangi Vania setelah dia pulang dinas. Bahkan sebelum pulang menemui Irma, Candra sengaja datang ke rumah Vania leb
Galang yang melihat Vania melamun, menatap ke arah mobil Irma, segera menepuk pundak gadis itu. Vania pun menoleh ke arah Galang, lalu kembali menatap mobil Irma yang pergi meninggalkan tempat itu. "Kamu kenapa? Khawatir pada adik brengsekku itu? Kasihan karena dia diselingkuhi istri keduanya? Vania, ingatlah, dia juga selingkuh dan menyakiti kamu juga anak-anak! Ini hanya balasan yang cepat atau lambat pasti akan diterima oleh seorang pengkhianat," ucap Galang yang membuat Vania menundukkan kepalanya dalam-dalam."Kamu benar. Ini adalah balasan. Sama seperti hal yang terjadi padaku sekarang. Ini semua balasan karena aku pernah menyakiti hatimu, dan mengkhianati kamu," gumam Vania pelan. "Tidak, itu tidak sama.""Tapi kenyataannya, aku memang selingkuh, dan menikahi adik dari pacarku sendiri. Maafkan aku! Hal yang terjadi padaku saat ini, adalah balasan atas semua hal buruk yang pernah aku lakukan padamu. Aku benar-benar minta maaf!" "Bodoh! Aku tidak pernah membencimu. Kamu sama s