Sementara di tempat lain, terlihat Candra sedang fokus dengan pekerjaan kantornya. Dia terlihat merapikan dokumen perusahaan, dan bersiap untuk pergi rapat. Sebelum beranjak, tiba-tiba tangan Candra tak sengaja menjatuhkan foto pernikahan dia dan Vania. Hal itu membuat Candra terkejut dan langsung berjongkok untuk merapikan pecahan bingkai foto pernikahannya itu.
"Kenapa bisa jatuh? Aku benar-benar tidak hati-hati!" gumam Candra sambil mengutip satu demi satu pecahan bingkai foto itu.
Saat sedang mengutip pecahan kaca di bingkai foto yang pecah, tiba-tiba Irma masuk ke dalam ruangan Candra dengan wajah panik dan khawatirnya.
"Jangan dipegang! Nanti tanganmu terluka, Mas!" ucap Irma dengan wajah khawatirnya.
"Aku tidak hati-hati, dan menjatuhkan bingkai foto pernikahan ini. Tidak tahu kenapa, aku merasa sedikit kepikiran dengan tindakan Vania baru-baru ini. Dia buat aku pusing,
Candra terus bicara dengan penuh kemarahan. Dia bahkan tidak membiarkan Vania untuk menjelaskan, hanya sibuk menghina, dan menilai Vania dari sisi pemikirannya sendiri. Mendengar kata-kata hujatan, dan hinaan dari sang suami, tentu saja Vania diam, menyadari seburuk itu dirinya di mata Candra selama ini."Vania, selama ini aku baik padamu. Selama ini semua yang kumiliki, aku berikan untukmu. Tapi setelah semua hal baik kuberikan, apakah kamu masih berniat kembali pada kakakku? Vania, tahu malulah sedikit! Sekalipun kamu tidak tahu malu ingin mendekati kakakku, kakakku tidak akan terima wanita penggoda yang sudah menikah seperti kamu. Kamu sungguh benar-benar mengecewakan aku! Demi bisa merebut kembali hati kakakku, kamu bahkan rela jadi sekretaris di perusahaan miliknya. Vania, aku tidak tahu kalau kamu sungguh sudah kehilangan urat malu demi bisa kembali bersama kakakku," oceh Candra yang tak henti menghina Vania dengan mulut kasarnya.
Suara tangis terdengar menyayat hati, terdengar dari dua anak yang dikurung Irma di kamar mandi itu. Tapi tak ada rasa iba, dan rasa perduli sedikitpun di wajah Irma, mendengar tangisan dua anak malang itu."Kak, kapan mama pulang? Tante Irma jahat! Tania gak mau dikurung di kamar mandi lagi seperti ini. Tania lapar, Tania ingin makan, Tania kedinginan, kak!" oceh gadis kecil itu dengan bibir gemetar, menahan rasa dingin dan lapar yang menjadi satu."Kakak minta maaf. Kakak gak bisa jaga adik. Gara-gara kakak gak bisa jagain adik, kamu jadi dikurung di sini sama kakak. Maafin kak Kanaya ya, dik!" ucap Kanaya sambil memeluk tubuh adiknya yang gemetar.Keduanya terlihat berpelukan, dan menunjukan keperdulian satu sama lain. Terlihat wajah Kanaya gelisah, saat memegangi dahi adiknya yang panas dan pucat saat itu.Dengan cepat Kanaya menggedor-gedor pintu kamar mandi untuk meminta
Vania tak menjawab pertanyaan Irma. Dia langsung meminta dua pembantu rumah untuk mencari kunci kamar mandi di kamar itu. Setelah mendapatkan kuncinya, Vania menatap tajam ke arah Irma dengan penuh kemarahan."Jika terjadi sesuatu pada putriku, aku tidak akan memaafkanmu!" ucap Vania seraya berjalan pergi menuju dapur.Saat dua pembantu rumah itu membuka pintu kamar mandi, Vania teriris hatinya melihat kondisi kedua putrinya di dalam sana. Air mata Vania mengalir deras, tak tega melihat dua putrinya yang masih kecil, dikurung di kamar mandi."Mama... Ma, Kanaya takut! Mama, jangan tinggalkan kami lagi!" tangis Kanaya dengan tubuh gemetar, dan air mata yang mengalir membasahi pipinya."Iya, sayang. Maafkan mama. Mama tidak akan tinggalkan Kanaya, dan Tania lagi. Maafkan mama ya, nak!" balas Vania ikut sedih."Ma, cepat tolong Tania! Dia pingsan di dal
Wajah Irma masih menampakkan wajah ketakutan, dan gaya manja di depan Candra saat itu. Melihat tingkah lakunya, Candra luluh. Tak tega rasanya membiarkan hal buruk terjadi pada Irma, terlebih saat wanita itu tengah mengandung anaknya. "Vania, tunggu! Jangan pergi dulu!" ucap Candra sambil menarik tangan Vania untuk menghentikan langkah kaki gadis itu. "Apalagi? Apa kamu masih mau bela dia? Tidak cukupkah selama ini aku mengalah, membiarkan dia merebut suamiku, menikahi suamiku, mengambil kasih sayang suamiku? Bahkan sekarang, saat dia menyakiti anak-anakku, haruskah aku tetap diam? Kalau aku tetap diam, bukankah aku bodoh?" oceh Vania kesal. "Mas, aku tahu alasan kamu begitu memihaknya karena kamu ingin melindungi bayi laki-laki dalam kandungannya. Tapi, apakah hanya bayi itu yang pantas untuk kamu lindungi? Apakah nyawa Tania tidak berharga untukmu, hingga kamu membiarkan orang yang menyakitinya tetap bebas tanpa hukuman? Mas, tolong, jangan menghancurkan hatiku untuk terakhir kali
Setelah Candra melihat Irma pergi, dia pun berjalan menuju arah ruang rawat Tania. Terlihat wajah Vania yang masih panik, duduk di depan ruang rawat anak bungsunya itu. Candra merasa bersalah. Dia pun mendekat, dan duduk tepat di samping Vania saat itu. "Jangan terus menangis! Aku tidak tega melihatmu seperti ini!" ucap Candra sambil memberikan sapu tangan pada Vania. Vania menoleh, menatap ke arah Candra penuh kebencian. "Jangan berpura-pura perduli padaku! Kembali lah pada istri keduamu itu! Aku tidak butuh simpati palsumu!" ucap Vania kesal. "Simpati palsu? Vania, Tania itu putriku! Bagaimana bisa kamu bilang kalau aku sedang bersimpati palsu?" "Heh, siapa yang tahu! Bukankah kamu sendiri membiarkan orang yang menyakiti Tania bebas tanpa hukuman? Yang main drama ayah penyayang di saat kamu tidak bisa lagi memerankannya.""Vania, kamu...." Mendengar pertengkaran antara Vania, dan Candra, Kanaya yang saat itu sedang tidur di kursi ruang tunggu pun bangun. Dia menatap sedih melih
Malam harinya, Candra membangunkan Vania untuk mengabari jika putri bungsu mereka sudah sadar dari koma. Mendengar hal yang dikatakan Candra, Vania langsung bangun dengan semangat, dan berjalan menuju arah ruang rawat Tania "Nak, akhirnya kamu sadar! Maafkan mama, karena tidak menjaga kamu dengan baik," ucap Vania sambil menangis dan memeluk tubuh Tania yang terlihat lemah di ranjang pasien. "Ma... Mama... Jangan tinggalin Tania lagi! Tania takut! Tania gak mau ditemani oleh Tante Irma lagi. Tante Irma jahat! Huhuhu..." Tania menceritakan hal yang dilakukan Irma pada ibunya, terlihat wajah Candra marah, mendengar cerita yang diceritakan oleh putri bungsunya itu. "Ma, Tania cuma mau makan. Tania lapar. Tapi Tante Irma bilang kalau Tania merepotkan. Tania bikin susah. Saat kak Kanaya mau masak sendiri di dapur untuk aku, Tante Irma datang dan langsung marah-marah. Tante Irma tarik tangan aku dan kak Kanaya ke kamar mandi. Lalu kami dikunci di dalam kamar mandi. Ma, Tania gak nakal!
Galang sampai di rumah sakit tempat anak Vania dirawat. Dia pun berjalan masuk ke rumah sakit itu untuk mencari keberadaan gadis yang dicintainya itu. Saat Galang berjalan masuk, terlihat beberapa perawat yang nampak terkesima menatapnya. Tentu saja hal itu karena pesona ketampanan Galang yang memikat para wanita di sekitarnya. Galang terus berjalan, tak perduli dengan tatapan mata para wanita yang melihatnya dengan tatapan kagum. Itu bukan hal yang aneh, dan biasa terjadi saat Galang keluar rumah. Hans yang merupakan asisten pribadinya, tentu sudah bosan melihat sang bos yang menjadi sorotan para gadis di sekitar mereka. Namun, sebanyak apapun wanita yang mendekati Galang, tak ada satu pun yang dapat menggantikan Vania di hatinya. Cintanya terlalu dalam, bahkan sampai saat setelah tahu Vania menikahi adiknya, dia tetap berharap ada kesempatan dia bisa bersama Vania lagi. Bahkan jika kesempatan itu tidak pernah ada, dia hanya berharap bisa melihat wanita yang dicintainya itu bah
Vania kembali ke ruang rawat putrinya, setelah selesai makan siang di kantin. Dia juga tak lupa membungkus makan siang untuk Galang yang membantu menunggu putri bungsunya di ruang rawat. Hingga saat Vania membuka pintu ruang rawat itu, Vania menatap pemandangan yang seketika membuat dia tersentuh melihatnya. "Om Galang, terima kasih bonekanya!" ucap Kanaya yang terlihat senang mendapatkan hadiah. "Terima kasih bonekanya, Om. Tania juga senang. Terima kasih sudah mau jenguk Tania. Om baik." sambung Tania sambil memeluk tubuh Galang saat itu. "Kalau begitu, Tania lekaslah sembuh! Nanti setelah sembuh, kita jalan-jalan sama-sama. Katanya Tania dan Kanaya mau lihat kebun binatang bawah laut kan? Bagaimana jika nanti pergi dengan Om dan mama kalian? Apakah kalian mau?" tanya Galang yang langsung disambut anggukan kepala dari kedua anak Vania itu. "Ya. Kami mau." ucap Kanaya dan Tania serempak. Kanaya menengadah, menatap lekat wajah Galang, dan menarik lembut ujung lengan baju kem
Sampai di rumah sakit, Galang segera diobati oleh dokter. Sementara Vania, terlihat duduk sendiri di depan ruang tunggu. Entah kenapa Vania tak henti mengingat percakapan antara Candra dan Galang tadi. Selama ini Vania berpikir kalau pernikahannya dengan Candra hanyalah kecelakaan. Dia menduga kalau Candra mencintai dia, dan akhirnya bertanggung jawab untuk menikahinya. Siapa yang mengira jika dari awal sampai akhir, dia hanyalah sebuah rencana yang dibuat Candra untuk mengalahkan kakaknya. Sakit, pernikahan indah yang pernah dia rasakan, ternyata hanya kebohongan yang dibuat suaminya. Air mata Vania mengalir. Ternyata keinginan dia berpisah dari Candra bukanlah hal yang salah. Pernikahan dia dengan Candra, dari awal memang hanya bagian dari rencananya. Tidak ada cinta, semua palsu, semua hal indah yang selama ini Vania rasakan, ternyata hanya kebohongan yang dibuat Candra untuk mengalahkan kakaknya. Galang selesai diobati. Luka lebam sudah dioles obat, sementara luka yang berdarah
Galang pun mengantar Vania ke rumah orangtuanya. Walaupun sedikit bingung, tapi Galang berusaha untuk tidak banyak bertanya hal pribadi gadis itu karna takut melukai hatinya. Sampai di rumah Vania keluar dari mobil Galang. Dia pun mendekatkan kepalanya ke jendela mobil Galang yang terbuka, untuk mengucapkan terima kasih pada sang bos. "Terima kasih untuk tumpangannya, bos. Jarang-jarang aku bisa jadikan bosku, supir pribadi gratis," ucap Vania yang disambut senyum simpul dari bibir Galang. "Kamu anggap aku supir pribadi gratis? Vania, apakah kamu tidak takut kalau potong sebagian gaji bulananmu sebagai kompensasi karena menghina bos sendiri sebagai supir? Nyalimu besar juga ya?" "Hahaha... Aku tahu bosku sedikit arogan dan mudah marah, tapi hatinya lembut, baik, dermawan, mana tega dia memotong gaji karyawan kecil sepertiku. Iya kan?" balas Vania yang hanya disambut anggukan kepala dari Galang. "Penjilat!" "Terima kasih pujiannya bos!" Galang tak henti tertawa saat berbinc
Vania menundukkan kepalanya saat ayahnya duduk bersama ibunya di ruang tamu. Nampak wajah ayahnya yang marah menatap putrinya itu. Dia pun meminta Vania duduk, dan mulai meluapkan kemarahannya pada putrinya itu. "Katakan, Nak! Sebenarnya suamimu sudah melakukan apa padamu hingga kamu mau cerai? Waktu dia menikahi wanita lain, aku minta kamu cerai dengannya, tapi kamu bilang masih ingin mempertahankan pernikahan demi anak-anak. Lantas kenapa saat ini kamu menyerah, dan malah bersikeras ingin bercerai dengan Candra? Katakan dengan jujur! Ayah ingin dengar!" ucap ayah Vania yang membuat wajah Vania semakin menundukkan kepalanya.Vania pun menceritakan hal yang terjadi padanya. Dimana sang suami berkali-kali mendukung kejahatan dan penindasan Irma terhadapnya dan anak-anaknya. Sebelumnya Vania masih bersabar ketika Candra berdiri membela Irma, padahal Irma membuat anak bungsunya sekarat di rumah sakit. Belum lagi setelah menikahi Irma, suaminya jarang pulang, dan mengabaikan anak-anakny
Vania membawa dua anaknya naik ke mobil taksi. Saat itu yang ada di dalam pikiran Vania, hanya ingin segera melarikan diri dari Candra. Pria itu tak pernah sekalipun memihak padanya, dan selalu membenarkan apapun yang dilakukan Irma, meskipun itu sesuatu yang merugikannya. Vania tak ingin lagi terus berada dalam pernikahan yang terus menyiksa batinnya. Dia juga tidak mau terus menerus terikat dengan Candra, dan berhubungan dengan istri kedua suaminya. Jalan terbaik yang saat ini bisa dia ambil, hanyalah pisah rumah dengan suaminya. Apapun yang terjadi, dia tidak ingin kembali bersama dengan suami yang sudah tak lagi menjaganya, dan tidak bisa menegakkan keadilan untuknya. Vania berhenti di sebuah rumah sederhana milik kedua orangtuanya. Dia keluar dari mobil taksi, dan menuntun dua putrinya menuju arah rumah itu. Tania, dan Kanaya nampak tak banyak bicara. Mereka tahu kalau papa mereka sudah lama tidak lagi perduli pada mereka. Ketimbang memperdulikan Candra, justru kedua anak itu l
Pulang kerja, Vania langsung kembali ke rumahnya. Dia mendapati Candra sedang duduk di ruang tamu bersama Irma saat itu. Candra terlihat bahagia mengendong bayi laki-laki Irma. Sementara Irma yang menyadari kedatangan Vania, segera memprovokasi dengan membuat adegan mesra bersama Candra juga bayi kecil di gendongan suaminya itu. "Mas Candra, Vino sudah bisa mengoceh. Lucu sekali ya!" ucap Irma sambil menyandarkan kepalanya di bahu Candra. "Ya, dia lucu sekali!" balas Candra sambil mengecup bayi kecil di gendongannya itu. "Ganteng seperti papanya," sambung Irma lagi. Hal itu pun membuat keduanya tertawa bahagia dan merasa bangga dengan bayi laki-laki kecil yang dilahirkan Irma. Vania yang melihat adegan mesra itu, merasa tidak nyaman. Padahal mereka berdua punya rumah sendiri, tapi kenapa malah datang ke rumahnya untuk menunjukkan bermesraan satu sama lain. Benar-benar membuat mood Vania yang buruk semakin menjadi buruk. "Vania, kamu sudah pulang?" ucap Irma dengan senyum palsu di
Vania tersenyum mendengar kata-kata yang diucapkan Candra. Walaupun dia sendiri tahu, kalau berharap terlalu banyak pada suaminya, dia mungkin akan kembali kecewa. Tapi bagaimanapun, Vania tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya tentang masa depan dua hatinya. Jika memang pernikahan dia dan Candra masih bisa diperbaiki, dia masih ingin mempertahankan pernikahan itu sekali lagi agar dia tidak menyesal dikemudian hari. Obrolan mereka itu pun didengar oleh Irma. Tentu saja Irma marah, merasa kesal dengan kedekatan kembali suaminya dengan istri pertamanya itu. Jelas-jelas sebelumnya sudah dibuat hampir cerai, tapi berujung malah semakin mesra dan romantis seperti saat ini. Irma yang tak terima suaminya kembali memiliki rasa cinta pada istri pertamanya. Dia pun mulai menyusun rencana untuk membuat kesalahpahaman dan pertikaian besar antara Vania dan Candra. Semakin tinggi Vania terbang mengejar cinta Candra, semakin besar rasa sakit dan kekecewaan yang akan dia dapatkan saat berpisah de
Irma yang mendapati panggilan teleponnya dimatikan Vania, segera bergegas bangun dari tidurnya. Dia tidak bisa membiarkan suaminya berada satu atap lagi dengan istri pertamanya. Sudah susah payah selama ini membuat jarak untuk merenggangkan hubungan keduanya, tak mungkin dia biarkan rencana untuk memecah belah hubungan Candra dan Vania gagal. Sementara Irma mengendarai mobilnya menuju arah rumah Vania, di tempat lain, terlihat Candra masih memeluk erat tubuh Vania dalam tidurnya. Pria itu kelelahan, setelah menyiksa Vania cukup lama di ranjang. Vania yang juga lelah, berlahan mulai menutup matanya dan ikut terlelap dalam dekapan hangat tubuh Candra. Irma yang sudah mengendarai mobil sekitar setengah jam dari rumahnya, akhirnya sampai di rumah Vania. Dia langsung menerobos masuk ke dalam rumah, dan mencari keberadaan Candra. Saat membuka pintu kamar Vania, Irma kaget, melihat Candra dan Vania tengah tertidur lelap. Dimana saat itu Candra lah yang memeluk erat tubuh Vania yang tid
Vania pun makan malam bersama Candra dan dua anaknya. Dia melihat Candra begitu memanjakan dua anaknya. Dimana saat itu Candra menyuapi kedua putrinya dengan penuh kasih sayang. Walaupun hati Vania sudah lama dikecewakan oleh Candra, tapi melihat anak-anaknya bisa tertawa bahagia bersama ayah mereka, itu sudah lebih dari cukup untuk Vania. "Tania, makan pelan-pelan! Kemari, biar papa suapi!" ucap Candra sambil mengusap bibir putri bungsunya dengan sapu tangan di tangannya. "Pa, aku juga mau disuapi!" pinta Kanaya, yang ikut manja pada papanya. "Baiklah. Hari ini papa akan suapi kalian sampai kalian kenyang!" balas Candra yang berakhir membuat mereka tertawa bersama-sama. Setelah selesai makan malam, Candra mendekati Vania. Walaupun sebelumnya sempat marah karena Vania mengusir Irma dan bayinya dari rumah itu, tapi Candra tidak bisa mengendalikan dirinya untuk mendatangi Vania setelah dia pulang dinas. Bahkan sebelum pulang menemui Irma, Candra sengaja datang ke rumah Vania leb
Galang yang melihat Vania melamun, menatap ke arah mobil Irma, segera menepuk pundak gadis itu. Vania pun menoleh ke arah Galang, lalu kembali menatap mobil Irma yang pergi meninggalkan tempat itu. "Kamu kenapa? Khawatir pada adik brengsekku itu? Kasihan karena dia diselingkuhi istri keduanya? Vania, ingatlah, dia juga selingkuh dan menyakiti kamu juga anak-anak! Ini hanya balasan yang cepat atau lambat pasti akan diterima oleh seorang pengkhianat," ucap Galang yang membuat Vania menundukkan kepalanya dalam-dalam."Kamu benar. Ini adalah balasan. Sama seperti hal yang terjadi padaku sekarang. Ini semua balasan karena aku pernah menyakiti hatimu, dan mengkhianati kamu," gumam Vania pelan. "Tidak, itu tidak sama.""Tapi kenyataannya, aku memang selingkuh, dan menikahi adik dari pacarku sendiri. Maafkan aku! Hal yang terjadi padaku saat ini, adalah balasan atas semua hal buruk yang pernah aku lakukan padamu. Aku benar-benar minta maaf!" "Bodoh! Aku tidak pernah membencimu. Kamu sama s