Di sebuah kamar hotel yang telah dipesan oleh Vina, dua jam yang lalu. Pria dan wanita yang telah selesai melakukan aktivitas panas di kamar itu hingga beberapa kali ronde dan membuat sang pria kelelahan setelah beberapa kali melepaskan hasratnya di atas tubuh Sang wanita.
Tubuhnya pun bergeser dari atas tubuh Sang wanita ke arah sampingnya. Ia mengambil nafas panjang lalu membuangnya secara kasar, mimpi apa dirinya keluar dari penjara mendapatkan service gratis dari seorang wanita yang sering memuaskan nafsunya di atas ranjang.Sang wanita pun berpikir setelah ini ia akan mendapatkan uang yang banyak dari Om Burhan, karena selama ini Om Burhan sudah sangat baik dan royal kepadanya. Setiap ia menyelesaikan tugasnya melakukan servis pada tubuh pria paruh baya itu ia selalu mendapatkan beberapa puluh juta masuk ke dalam rekeningnya berikut dengan uang tunai yang diberikan oleh Om Burhan. Membayangkanya mendapatkan uang yang banyak saja sudah membuatnya bahagia dan teTatapan penuh kerinduan terpancar dari netra keduanya yang begitu dalam. Keduanya bertahan dalam posisi tubuh Alina setengah melengkung ke bawah, dan posisi keduanya terlihat sangat intim.Hingga keduanya dikejutkan oleh suara seseorang yang begitu keras dan membuat Panji mengeraskan rahangnya."Ya elaaah Boos, masih jam berapa bos udah main mesra-mesraan aja," teriak Doni yang menggoda Panji.Panji dan Alina pun tersadar, seketika Alina mendorong dada bidang Panji untuk melepaskan pelukannya dan Alina merasa sangat malu hingga memalingkan wajahnya, sangat terlihat jelas rona merah di pipinya. Panji langsung berbalik menghadap dua larva yang sudah berdiri di belakangnya."Jangan sotoy jadi orang! Mana ada aku mesra-mesraan di taman, ini cuma salah paham Alina tadi mau terjatuh karena keserimpet selang!" kata Panji mencoba mengelak."Apa kau merasa cemburu?" tanya Panji yang sekarang ganti menggoda Dion."Rama tersedak salivanya s
Alina pun langsung berhambur masuk ke dalam pelukan Lisa dan memeluknya dengan sangat erat."Papa dan Mama jawab dulu pertanyaanku?" Kata Panji merasa kesal karena Mama dan Papa tidak kunjung menjawab pertanyaannya.Bukannya Lisa menjawab pertanyaan Pak haji iya malah melewati anak itu dengan menggandeng Alina untuk duduk di kursi berdampingan dengannya. Insya Allah tidak melihat Panji yang berada tepat di hadapannya.Lisa dan Aaron masih merasa kesal atas perbuatan Panji yang telah menekan Alina hingga sekarang menjadi istrinya. Bisa tidak pernah mengajarkan pada anaknya perbuatan buruk untuk menolong orang lain dengan tidak ikhlas atau ada timbal baliknya."Ma, Pa, kalian kenapa kemari sambil membawa koper lagi? Kata Panji yang melontarkan ketiga kalinya pertanyaan yang sama pada kedua orang tuanya.Alina pun merasa kasihan melihat Panji yang dicuekin oleh kedua orang tuanya sendiri, Ia pun berinisiatif untuk menanyakannya pada Lisa dan
Alina sedang menemani Lisa di ruang tengah dengan menonton acara televisi, sebuah acara berita yang sangat membuat Alina shock dan tiba-tiba membuatnya menangis tergugu.Lisa sangat terkejut melihat Alina menangis hingga seperti ini, ia pun berteriak memanggil Panji dan juga Aaron. Ia khawatir jika Alina menangis karena rasa sakit atas janin yang sedang ia kandung."Papa.... Panji....," teriak Lisa panik."Ada apa Ma?" tanya ayah dan anak itu setelah menghampiri Lisa dan Alina.Panji langsung duduk di samping dan menanyakan apa yang terjadi."Sayang kamu kenapa? Apakah ada yang sakit, ayo kita berangkat ke dokter saja," kata Panji dengan lembut dan terlihat dari raut wajahnya ia sangat mengkhawatirkan."Tidak perlu Tuan," kata Alina menahan Panji yang hendak menggendongnya ala bridge style.Panji kemudian mengurungkan niatnya, yang memperhatikan Alina yang menunjuk ke arah televisi. Gimana acara televisi itu menyiarkan b
Di tempat lain Burhan sedang menikmati secangkir kopi di warung makan di pinggir jalan, iya dikagetkan dengan beberapa orang berpakaian serba hitam dan menodongkan pistol tepat di kepalanya. Burhan sudah tidak bisa berkutik lagi ia langsung dibekuk saat itu juga dan para warga yang sedang makan di rumah makan pun berhamburan keluar mencari tempat yang aman.Semua orang takut dengan orang-orang yang membawa beberapa pistol di tangannya, takut-takut nanti mereka berpikir akan kena tembakan salah sasaran."Siapa kalian?""Kau ikuti kami, atau peluru ini menembus otakmu!" Kata seseorang yang berpakaian serba hitam dan memakai masker sambil menodongkan pistol, tepat di kepala Burhan yang sedang asyik menikmati secangkir kopi. Dan iya reflek mengangkat kedua tangannya ke atas tanda ia menyerah"Jangan main-main dengan senjata itu!" kata Burhan dengan suara yang sedikit bergetar."Kau yang jangan main-main! Kau mau ikut, atau kutembak di sini se
Entah kenapa Alina merasakan nyeri di dadanya ada perasaan sesak di hatinya, dan air mata tak berhenti-berhenti mengalir dari ujung netranya. Tapi Alina apa yang terjadi hingga ia tiba-tiba sedih.Bayangan wajah ibunya saat terbaring lemah di rumah sakit menari-nari di pelupuk matanya.Mbak Sumi yang sedari tadi memperhatikan Alina nampak murung dan sedih menghampiri dan duduk di sebelah Alina."Kamu kenapa Al? Apa yang kamu rasakan?" tanya Mbak Sumi"Mbok aku tiba-tiba aku rindu sama ibu," kata Alina yang mulai terisak."Doakan saja semoga ibu kamu baik-baik saja!" Nasehat Mbok Sumi sambil mengelus punggung Alina."Mbok boleh aku meminjam handphon," kata Alina pelan dan hati-hati. Ia takut jika Bu Sumi tidak akan mengizinkan Alina meminjam handphonenya."Boleh dong, kamu mau nelpon Nina?"tanya Mbak Sumi yang langsung memberikan handphone miliknya yang berada di kantong celananya.Alina menerima handphone itu de
Nina sangat bahagia saat bisa bertemu dengan Alina, akan tetapi senyumnya pudar saat tatapan matanya beralih ke perut Alina yang membesar. Nina hanya bisa diam dengan netra yang berkaca-kaca, melihat keadaan putrinya yang sedang dalam keadaan mengandung."Ibuuu," seru Alina lirih dan langsung berhambur memeluk tubuh Nina yang terlihat kurus. Pundaknya terguncang akibat tangisannya yang pecah.Nina masih diam tanpa suara tanpa ekspresi dan tanpa membalas pelukan sang anak. Ada rasa kecewa yang begitu besar di hatinya. Dan ada rasa bersalah yang mendominasi sikapnya pada Alina.Sebagai seorang ibu Nina merasa sangat kecewa karena Alina selama ini telah membohonginya merahasiakan pernikahannya dengan sang majikan."Ibuu...., Kenapa Ibu diam saja? Apakah ibu tidak merindukanku? Apakah Ibu marah kecewa sama Alina Bu...,""Maafkan Alina jika Alina salah, tapi semua yang Alina lakukan ini hanya demi ibu, untuk kesembuhan ibu, Alina nggak mau ibu kenapa-kenapa Alina mau ibu sembuh, maafin Ali
"Boos....," Sapa Dion sambil menganggukkan kepalanya."Ada apa?" tanya Panji dingin."Boos, sepertinya harus menemui Nyonya Maria di dalam sel, karena sepertinya Nyonya Maria sedang dalam keadaan sakit. Wajahnya terlihat sangat pucat dan dia tidak mau makan.""Bawa saja dia ke dokter! Tapi awas jangan sampai lolos karena dia sangat berbahaya buat Alina!" kata Panji dengan raut wajah yang sangar dan tanpa ekspresi senyum.Saat pembicaraan keduanya belum selesai Alina menghampiri keduanya dan ia menyapa Dion membuat Panji tidak suka. Terbersit terasa cemburu di hati Panji akan tetapi ia tidak mau menunjukkannya di depan Alina. Hanya saja Dion paham dan ia segera pamit undur diri karena akan mengurus Maria yang sedang sakit di tahanan."Ya sudah bos kalau gitu aku pamit dulu," kata dia pamit dan segera akan melangkahkan kakinya akan tetapi Alina mencegahnya."Kak Dion, kakak mau ke mana?" Tanya Alina menghampiri Dion yang sudah berj
Panji sudah menceritakan semuanya kepada kedua orang tuanya dan juga Ibu Alina serta Paman Asep. Keempat orang tua itu sesaat hening diam tanpa sepatah kata pun. Hingga terdengar kata-kata yang dilontarkan Nina membuat semua orang terkejut apalagi Lisa hanya sebagai sahabatnya tidak percaya dengan apa yang dikatakan Nina. "Sekarang Aku hanya bisa menyerahkan semua keputusan hanya kepada anakku yaitu Alina, dia yang akan menjalani hubungan rumah tangga bersama Panji." Kata Nina memecahkan keheningan. Membuat Lisa tersenyum bahagia Ia tidak menyangka jika Nina punya hati yang sangat luas dan berlapang dada menerima semuanya. Seperti mendapatkan angin segar, Panji bisa bernafas dengan lega karena mendapatkan lampu merah dari sang mertua. Panji berjalan mendekati Alina lalu merangkulnya dan berpamitan kepada kedua orang tuanya Bu Nina dan Paman Asep, untuk membawa Alina masuk dalam kamar alih-alih akan menyuruh A
Panji tidak menceritakan perjuangannya selama ini untuk mencari Alina. Ia lebih memilih menguburnya rapat-rapat. Ia pun berencana ingin menemui Nina, dan menyampaikan pesan dari mamanya. Panji berpamitan pada Alina dan Marcel dengan membawa Jacob yang dibekuk oleh Dion. Saat ia melangkah dan ingin meninggalkan ruangan itu terdengar teriakan dari salah seorang anak kembar yang memanggilnya uncle. "Uncle...," Kenzie berlari ke arah Panji dengan senyum yang mengembang lalu memeluk Panji dengan sangat erat. "Terima kasih uncle, karena uncle sudah mengembalikan mainan Kenzie," kata Kenzie dengan polosnya, dan menggunakan bahasa Inggris yang lancar. Kenzo hanya melihat tanpa ingin mendekat ada rasa kesal di hatinya saat melihat Kenzie begitu dekat dengan orang yang belum ia kenal, dan sempat membuat Mommy ketakutan. Entah karena ikatan batin antara Kenzie dan Panji hingga ia enggan untuk melepaskan Panji pergi. Hingga Kenzie harus menangis saat Kenzo melepaskannya dengan paksa pelukan
Teriakan Alina berhasil membuat Dion berhenti menghajar Jacob. Dengan tatapan mata yang tajam Dion menetap Jacob yang sudah bersimbah darah. Darah mengalir dari sudut bibirnya yang pecah dan beberapa giginya ada yang patah. Nafas Alina memburu jantungnya pun seakan berhenti berdetak. Beruntung Max langsung mengamankan si kembar dan membawanya masuk ke dalam kamar sehingga tidak melihat adegan kekerasan yang baru saja terpampang di hadapan Alina. "Jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Panji pada Dion dan menatapnya tajam. "Cukup!" Alina kembali berteriak, karena jika dia berkata pun mungkin tidak akan ada yang mendengarnya jadi terpaksa Alina berteriak. Panji menatap Alina, yang tengah mengatur nafas terlihat dari dadanya yang naik turun. "Apakah masalah ini tidak bisa dibicarakan baik-baik Tuan Panji Kusuma Wijaya?" tanya Alina lirih dan memanggil nama lengkap Panji. "Pasti Tuan bertanya-tanya, kenapa saya bisa berada di Amerika? Kenapa saya bisa menikah dengan Tuan Marce
Perasaan yang Panji rasakan campur aduk, bahkan ia kehilangan kata-kata hanya untuk sekedar berkata maaf. "Tu-Tuan...," "Ka-kamu...," Ucap Panji dan Alina terbata dan bersamaan. "Kamu saja lebih dulu yang berbicara!" kata Panji. "Tuan saja silakan lebih dulu berbicara, saya akan mendengarkan!" sahut Alina dengan lembut. Marcel yang mengerti dengan keadaan saat ini ia memilih keluar dan memberikan waktu untuk Alina dan Panji berbicara berdua. "Sayang..., Lebih baik aku keluar dulu ya ajak anak-anak kamu dan dia ngobrol aja dulu," kata Marcel dan kemudian bangun dari duduknya lalu menghampiri si kembar untuk mengajaknya keluar ruangan. Akan tetapi Alina menggeleng kuat dan menahan Marcel untuk tidak meninggalkannya. Alina merasa takut bayang-bayang masa lalu yang dilakukan Panji terhadapnya saat Panji hampir saja menghilangkan nyawanya dengan mencekik nya, waktu itu menari-nari di pelupuk matanya. Apalagi saat membayangkan kemarahan Panji saat melempar hasil tes DNA ke waj
Panji tidak bisa mengenali pria yang bersama Alina karena sosok pria tersebut berdiri memunggunginya. Dadanya terasa sesak saat mendengar si kembar memanggil pria itu dengan sebutan Deddy. Terlihat begitu sangat bahagia Alina bersama pria itu bahkan si kembar menganggap pria itu adalah ayahnya.Panji meraba dadanya yang terasa sakit dan berdenyut, iya sedikit limbung beruntung Dion menopang tubuhnya."Boos..., kau tidak apa-apa?" tanya Dion khawatir.Airmata Panji mengalir tanpa permisi pandangannya menatap lurus pada punggung yang semakin menjauh. Di genggaman tangannya ia meremas salah satu mainan miniatur milik dua puncak kembar tadi yang terjatuh tidak sengaja saat berlari keluar lift."Tuan Panji, anda tidak apa-apa? tanya Mr lee yang datang menyusul karena Panji tidak kunjung datang memenuhi panggilannya dan ia terkejut saat melihat Panji sedang bersimpuh di lantai dengan keadaan yang sedikit kacau.Panji yang ia kenal adalah panji yang mempunyai sikap tegas kejam pada siapapun
Panji dan Dion telah tiba di bandara setelah melewati perjalanan yang cukup panjang 18 jam perjalanan dengan menggunakan jet pribadi milik Panji. Kali ini ia berjanji dalam hatinya akan membawa Alina dan anak-anaknya pulang bagaimanapun caranya.Akan tetapi Panji heran, "Kenapa Alina bisa berada dan tinggal di Amerika? Dia tinggal bersama siapa?" gumam Panji lirih. Ia harus mencari tau.Panji dan Dion langsung diantar oleh Alex menuju apartemen untuk beristirahat sejenak, karena nanti malam ketiganya akan menghadiri acara pesta anniversary rekan bisnis yang mengundang Panji beserta Dion. Sedangkan Alex tentu saja Ia mendapatkan undangan secara khusus karena iya adalah salah satu orang yang sudah memperkenalkan Panji dengan salah satu orang berpengaruh di Amerika."Sebaiknya kalian istirahat dulu," Alex menepuk pundak Panji dan tersenyum lalu berpamitan meninggalkan Panji dan Dion.Panji melangkah lebih dulu memasuki kamar yang terlihat mewah di ap
Lima tahun kemudian di Boston Amerika. Seorang pria dewasa tengah bermain dengan dua bocah laki-laki kembar yang salah satunya mirip dengan Sang Mama mempunyai sifat yang lebih lembut, hangat, dan ceria. Sedangkan sang kakak mempunyai sikap yang lebih dingin cenderung cuek dan tidak peduli menjadi pribadi yang tertutup adalah cerminan dari sang Papa.Ya, si kembar Kenzo dan Kenzie sudah tumbuh besar dan usianya saat ini menginjak lima tahun lebih. Mereka sedang bermain di taman ditemani oleh Marcel. Satu-satunya pria yang dianggap oleh si kembar adalah papanya. Marcel sangat tulus menyayangi si kembar, yang menganggap mereka seperti anak kandungnya sendiri. Kasih sayangnya murni dari hati tidak ada sedikitpun unsur pemaksaan saat meminta Alina, lima tahun yang lalu untuk menikah dengannya.Marcel hanya berniat untuk menolong Alina dan kedua bayinya waktu itu. Dan pernikahan mereka dari dulu hingga sekarang belum pernah sekalipun untuk keduanya melakukan hubungan s
Setelah Marcel mengamankan Nina dan si kembar ia bergegas akan menyelamatkan Alina. Ia menyayangkan mengapa Alina yang harus menjadi korban penyekapan ini. Tujuannya hanya satu agar ia datang untuk menyelamatkan Alina.Marcel pun beruntung karena telah memasang alat pelacak yang ia pasang di jam tangan milik Alina. Sehingga membuat Marcel lebih gampang untuk menemukan di mana keberadaan Alina.Marcel terpaksa membawa Nina dan si kembar ke mansion, karena di sana akan lebih aman."Kita berada di mana ini Nak, Marcel?" tanya Nina saat berada di bangunan megah."Bu, Ibu tinggal di sini dulu ya sementara waktu, hingga semuanya aman dan aku bisa menyelamatkan Alina!" ucap Marcel pada Nina."Nak, Nak Marcel...," Nina menghentikan langkah Marcel yang hendak melangkah.Dengan menatap sendu Nina berkata pada Marcel dengan memohon. "Selamatkan Alina Nak Marcel!" pinta Nina sambil menggenggam erat tangan Marcel.Marcell pun tersen
Bayi kembar yang usianya baru tiga bulan kurang itu menangis dengan sangat kencang.Anehnya saat Marcel mendekati si kembar mereka langsung saja anteng saat digendong oleh Marcel, membuat Alina menatapnya dengan haru.Andai saja yang menggendong si kembar saat ini adalah ayahnya, mungkin Alina akan sangat bahagia saat sosok pria yang sedang menggendong si kembar adalah suaminya sendiri yaitu Panji. Tak terasa bulir bening mengalir di ujung netra Alina.Nina yang menyadari kesedihan Alina kemudian menghampiri dan memeluknya. Memberikan kekuatan dan menyalurkan energi positif."Apakah kamu tidak mau melihat anak-anakmu bahagia?" tanya Nina tiba-tiba, membuat Alina terkejut atas pertanyaan yang diberikan oleh ibunya."Al..., anak-anakmu butuh sosok seorang ayah. Menikahlah dengan Marcel!" pinta Nina pada Alina untuk mempertimbangkan kebahagiaan si kembar."Tapi Bu, aku dan Mas Panji belum resmi bercerai," kata Alina"Panji
Awalnya Marcel itu ragu untuk menolong kedua wanita yang berbeda usia itu, namun hati nuraninya mengatakan hal yang berbeda. Hatinya berkata untuk menolong kedua wanita itu dan melihat bayi kembar yang berada dalam gendongan masing-masing wanita itu. Lalu Marcel mencoba menghubungi ambulans di rumah sakit terdekat.Menunggu beberapa menit kemudian ambulans pun datang dan beberapa perawat mengeksekusi korban masuk ke dalam mobil ambulans dan bayi kembar digendong oleh dua orang perawat wanita yang saat Marcel memesan ambulans Ia juga memesan dua perawat untuk membawa bayi kembar yang menangis dipelukan ibu dan neneknya.Setelah tiba di rumah sakit Marcel berjalan mondar-mandir tidak tenang dan di dalam hatinya berdoa agar dua wanita yang ia tabrak itu selamat.Satu jam berlalu dokter yang menangani pasien keluar dari ruangan IGD dan menyampaikan jika keadaan pasien baik-baik saja hanya mengalami luka benturan di kepalanya.Marcell pun akhirnya bisa