Sekarang waktu menunjukkan pukul 4 sore. Tian baru keluar dari kamar mandi, dengan handuk yang terlilit di pinggangnya dan bertelanjang dada.“Bajuku mana?” tanya Tian pada Rhea yang sibuk mengeluarkan beberapa pakaian dari dalam koper.“Ini,” ujarnya langsung beranjak dari posisi jongkoknya dan berbalik badan sambil menyodorkan pakaian yang akan dikenakan suainya. Yap, satu hal yang ia rasakan saat mendapati Tian ada dihadapannya. Apalagi kalau bukan kaget. Rhea malah langsung menyerang pinggang Tian dengan cubitannya, hingga suaminya itu langsung mengaduh.“Sayang, kamu apa apaan, sih? Salahku apacoba, sampai dicubit gitu.”“Bikin kaget tahu, nggak,” gerutu Rhea.“Apa mukaku tiba-tiba jadi jelek, hingga bisa bikin kamu kaget?”“Iya, muka kamu jelek,” balas Rhea berlalu menuju kasur dan menyambar ponselnya yang tergeletak di sana.Dibilang jelek, tentu saja Tian tak terima. Langsung menghampiri Rhea dengan muka ditekuk.“Aku jelek?”Rhea mengangguk.Tian meletakkan kedua tangannya d
Tian bergegas menuju hotel. Hatinya diliputi rasa khawatir yang berlipat ganda. Ada apa dengan istrinya? Kenapa dia? Dirinya meyakini sesuatu yang buruk tengah terjadi pada Rhea.Di perjalanan, ia menghubungi pihak hotel untuk memeriksa kamarnya. Jujur, dalam hidupnya ... keadaan Rhea saat ini adalah salah satu hal yang benar benar membuat otaknya tak bisa berpikiran sehat lagi.Jarak tempat nya melakukan pertemuan dengan hotel tak terlalu jauh, hingga hanya dalam beberapa menit bisa sampai. Yap, saat ia sampai di lobby hotel, manager hotel menyambutnya dengan wajah tak baik baik saja. Terlihat raut khawatir akan sesuatu.“Bagaimana istri saya!?”“Kami sudah berulang kali mengecek, tapi istri Anda tak membukakan pintu dari dalam, Pak,” jawabnya mengekori langkah Tian yang bergegas menuju lift.Dulu ia merasa apa yang dialami Justin saat mendapati Hana tak baik baik saja adalah sebuah rasa yang berlebihan karena terlalu mengkhawatirkan. Tapi saat kini dirinya mengalami sendiri, ternyat
Seperti yang dikatakan dokter, kini ia berada di depan sebuah ruangan ... dimana Rhea dirawat karena sudah melewati masa kritis. Masih menunggu, saat doketr memberikan dirinya ijin untuk masuk. Selang beberapa menit menunggu, akhirnya dirinya dihampiri oleh dokter. Sebuah senyuman bisa terlihat jelas dari raut wajah dokter paruh baya itu. Setiodaknya dari situ bisa ia lihta kalau kabar baiklah yang ia terima. “Gimana dokter?” Dia mengangguk. “Tenang saja, karena kondisi istri Anda sudah membaik. Hanya menunggu dia sadar.” “Apa saya sudah boleh masuk, Dok?” “Silahkan,” balas dokter ramah. Tanpa berkata kata lagi, Tian langsung saja berlalu dari hadapan dokter tersebut dan masuk ke sebuah ruangan di mana Rhea dirawat. Ya, hatinya tak sekhawatir tadi lagi, tapi saat melihat penampakan istrinya yang masih belum sadarkan diri di atas banker itu, jujur saja hatinya masih terasa sakit. Sakit jika mengingat siapa yang sudah tega melakukan ini semua. Berjalan perlahan, menghampiri dia ya
“Maaf, ya, Han ... gara gara gue sakit. lo harus jauh jauh datang ke sini. Dan lagi, Om Justin mesti gantiin Tian,” ujar Rhea tak enak.“Ish, kenapa juga harus minta maaf,” balas Hana.“Harusnya lo kan bisa istirahat, ini malah harus ...”“Udah deh, Rhea ku tersayang. Jangan banyak bicara. Ada kalanya seseorang harus istirahat dengan sebuah alasan. Elo sakit, itu adalah sebuah alasan.”Tangan Rhea mengusap perut Hana yang mulai tampak membesar. “Tapi kandungan lo aman, kan?”“Tenang, kandungan gue aman, kok,” jawab Hana dengan senyuman mengembang. Entahlah, semua orang di sekitarnya terus saja mengkhawatirkan dirinya dan kandungannya. Padahal dalam keadaan baik baik saja.Tepat saat malam menjelang, Justin dan Hana segera pergi dari sana. Bukan kembali pulang ke rumah, tapi justru akan menginap di hotel untuk beberapa hari ke depan. Ya, apalagi kalau bukan melanjutkan tugas Tian yang tertunda. Setidaknya untuk saat ini kondisi dirinya maupun Hana dalam keadaan yang baik baik saja. Be
Justin dan Hana sampai di Hotel. Yap, hotel yang sama dengan tempat Tian dan Rhea tadinya menginap. Jangan kaget, karena ini adalah hotel miliknya. Jadi, apapun yang terjadi di area ini, otomatis akan jadi tanggung jawab dan harus ia yang menyelesaikan. Terlebih yang jadi korbannya sekarang adalah Rhea, istri dari sobatnya sendiri.Selesai makan malam, keduanya segera menuju kamar yang sudah dipersiapkan.“Je, apa semua kamar hotel penampakannya seperti ini?” tanya Hana celingak celinguk saat memasuki ruangan yang bernuasa warna putih. Membuat suasana yang terasa saat menapakkan kaki di sana, terkesan bersih, rapi dan ... seperti kata Justin biasanya, steril nya benar benar kentara.“Maksud kamu?”“Ya, fasilitas dan tata ruangnya mungkin.”Kebayang aja, ini berapa harga permalamnya. Ini bukan terlihat seperti sebuah kamar hotel, sih ... justru malah terlihat seperti sebuah apartment yang di dalamnya begitu lengkap dan luas.“Beda beda lah, Sayang. Tapi untuk yang satu ini, tentu saja
Selesai sarapan sendirian, dengan menu masakan yang ... sudahlah, jangan ditanya lagi bagaimana rasanya. Berpikir tadinya akan makan makanan enak buatan juru masak, tapi ternyata menu yang ia santap tetap saja menurut aturan Justin. Hanya saja variasinya yang berbeda beda, untuk bahan utama tentu saja fokus pada sayur sayuran dan makanan sehat lainnya. Lebih tepatnya, empat sehat lima sempurna ... dengan tambahan tingkat sterlilisasi yang tinggi.Duduk bersantai di balkon kamar, menatap jauh ke langit yang tampak benar benar cerah. Apalagi dengan udara yang terasa segar, jauh dari hiruk pikuk ibu kota yang sembrawut.“Justin pulang jam berapa, sih, ini ... gue mulai bosan,” gumamnya menyenderkan kepala di sandaran kursi yang ada di balkon.Memejamkan kedua matanya, berharap sajalah bisa tiduran lagi. Tapi jiwa bebasnya seakan meronta ronta untuk bisa keluar dari kamar ini.“Mending jalan keluar, ah,” gumamnya beranjak dari kursi, kembali masuk kamar.Menyambar sebuah cardigan berwarna
Rhea masih mendekam di rumah sakit dengan Tian yang setia menungguinya. Ayolah, sejujurnya ia tak enak hati jika dalam posisi seperti ini. Niat Tian ke sini adalah untuk bisnis, tapi malah berakhir menemaninya di rumah sakit. Dan lagi, sekarang Justin dan Hana juga terkena imbas. Padahal sobatnya itu dalam kondisi hamil besar.“Apa yang kamu pikirkan?”Sentuhan Tian di wajahnya, membuat lamunanya tersentak. Menatap fokus pada laki laki yang ada dihadapannya, memandangnya penuh tanda tanya.“Karena kondisiku, membuat semua kerjaan kamu malah terhenti,” ujar Rhea langsung.Tian hanya menghela napasnya panjang, ketika lagi lagi kalimat itulah yang dikatakan Rhea padanya. Bukan apa apa, hanya saja dari tadi pagi dia terus saj meminta maaf. Merasa kejadian ini adalah salahnya.“Apa kamu memintaku untuk marah padamu?”Rhea hanya tertunduk. Jangankan marah padanya, kadang sikap Tian yang sedikit mengabaikannya saja berasa dihadapkan pada sebuah masalah terbesar dalam kehidupannya. Berharap,
Tian tak menjawab pertanyaan wanita itu, tapi ia malah mengarahkan pandangan pada Justin yang masih duduk di kursi.“Je, lo kenal?” tanya Tian pada sobatnya itu.“Nggak kenal,” jawab Justin seakan tak memperdulikan wanita yang kini ada dihadapan Tian. Jangankan menoleh, bahkan ia malah fokus pada ponselnya saja.Mendapatkan jawaban dari Justin, wanita itu malah langsung saja masuk melewati Tian dan berjalan menghampiri Justin yang duduk di sofa. Tentu saja melihat kenekatan makhluk asing yang mendekati suaminya, membuat lahar panas seakan langsung meletup letup di dalam kepala Hana.Rhea sampai memasang wajah ngeri melihat raut muka Hana yang mulai menunjukkan rasa kesal.“Haii, Justin,” sapanya duduk di kursi yang ada di sebelah Justin, sambil menyodorkan tangannya. Yap, pertama tadi ia diabaikan ... sekarang semoga saja dirinya dapat sambutan hangat.Justin menghela napasnya berat. Bukan, kali ini justru emosinya lah yang seakan hendak berkobar menghadapi manusia jenis ini. Manusia