"Kamu kenapa nyuruh aku pulang terus sih?" keluh Samuel pelan.Dia tak berani berbicara dengan suara tinggi seperti biasa, terutama ketika bayinya berada dalam gendongan Samuel, di antara lipatan tangan kirinya.Samuel sadar, ini bukan pertama kali dia menimang bayi, tentu saja. Sebelumnya, dia sudah merawat Alif— anak adopsinya sejak anak itu berusia satu hari.Namun, tentu saja bayi perempuan yang kini sedang ditimangnya berbeda. Bayi itu anak kandungnya, meski sebenarnya dia masih cukup terkejut ketika kemarin bapak Annabelle datang dan memberitahu bahwa Annabelle akan melahirkan anak mereka.Hingga detik ini, rasanya hal itu masih sedikit sulit untuk dipercaya.Bagaimana tidak?Setelah berbulan-bulan dia tak bertemu dengan wanita itu dan orang tuanya, tiba-tiba bapak Annabelle datang membawa kabar tersebut.Jadi, mungkin wajar jika mulanya Samuel sulit percaya dengan apa yang dikatakan oleh bapak Annabelle.Bukan tanpa alasan, tetapi dia bercermin pada rumah tangganya dengan Yuani
"Cerai?" Annabelle terperangah mendengar ucapan spontan yang dilontarkan Samuel. "Kok bisa? Kapan?"Annabelle ingat betul bagaimana terakhir kali dia mendengar cara Samuel berbicara dengan istri pertamanya, begitu lembut dan terkesan harmonis. Jadi, tak heran jika dia benar-benar terkejut mendengar kabar itu.Anna, aku ... sebenarnya aku—"Entah mengapa, Samuel merasakan sesuatu tiba-tiba mencekik lehernya. Lidahnya seolah kelu, nyaris tak bisa menemukan kata yang tepat untuk mulai menjelaskan pada Annabelle perihal perceraiannya dengan Yuanita."Assalamualaikum ... Annabelle."Suara seseorang dari luar berhasil mengalihkan situasi Samuel yang kini tergagap-gagap ketika berbicara dengan Annabelle. Samuel mengembuskan napas gusar, merasa terselamatkan dari keadaan yang membuatnya merasa sulit.Bukan, Samuel bukan mengada-ngada atau berniat untuk berbohong. Namun, untuk saat ini, Samuel juga belum bisa bersikap lugas seperti sebelumnya.Mungkin karena perpisahan mereka beberapa bulan ini
"Ih, kenapa harus repot-repot bawa ginian segala sih, Teh?" kata Annabelle saat menerima sebuah tote bag pemberian tamu wanitanya yang masuk ke kamar tak lama setelah Samuel keluar. "Mau jenguk mah jenguk aja atuh, Teh Eca, nggak perlu—""Hust, jangan nolak rezeki," pungkas wanita berkerudung putih berparas cantik yang berdiri di samping Annabelle. Dia kemudian mengulurkan kedua tangan pada bayi di pangkuan Annabelle. "Coba Teteh pengen gendong calon ponakanku."Dan setelah bayi itu berpindah tangan, wanita berperangai ramah itu kembali berseru, "Aduh, gemesnya ... Teteh jadi pengen bawa pulang. Ini idungnya mirip kamu, ya? Kecil, kaya cherry."Annabelle tersenyum merona atas pujian yang diucapkan wanita tersebut. Kemudian melirik sekilas pada Zuco yang sejak tadi hanya berdiri di depan pintu kamar, tetapi matanya jelas-jelas mengamati interaksi Annabelle dan kakak perempuannya."Kamu sehat 'kan, Anna?""Alhamdulillah." Annabelle mengangguk sambil tersenyum sopan. "Gimana sebaliknya?"
__Masih memandangi wajah bayinya dengan tatapan campur aduk, antara bahagia, tak menyangka dan suka cita— Annabelle nyaris tak mendengar ponselnya yang terus bergetar di atas meja rias.Malam Minggu ini dia memang tidak tidur sendiri, tetapi bersama dua adik perempuannya, juga putrinya yang baru berusia satu hari, tentu saja.Annabelle masih memikirkan ucapan Zuco tentang keinginan pria itu untuk mempersuntingnya, yang bersikeras mengatakan bahwa anak Annabelle tak akan menjadi penghalang bagi mereka untuk menikah.Tak peduli Annabelle sudah dua kali menikah, dan sekarang ditambah keadaannya yang memiliki bayi, Zuco tetap tak mengurungkan niatnya untuk menikahi dia. Mungkin karena sejarah asmara remaja yang pernah terjalin antara mereka, yang membuat Zuco tampaknya bertekad untuk tidak kehilangan Annabelle, sekali lagi."Teh, eh ... itu ada yang nelpon," kata salah satu adik Annabelle sambil menunjuk ke arah meja rias.Annabelle menoleh dan melihat lampu indikator berwarna hijau teru
Suara Samuel tentang ancaman untuk mengambil anaknya terus berdengung di telinga Annabelle. Bukan saja hanya setiap kalimat demi kalimat yang diucapkan pria itu dengan penuh penekanan, tetapi intonasi suara tinggi dan kata 'anj*ng' yang diucapkan pria itu juga membuat dia tertusuk.Mungkin, sekarang dia tahu bagaimana makian kasarnya sudah menusuk Samuel, sehingga pria itu pun balik memakinya. Namun, sebagai wanita yang memegang prinsip 'wanita selalu benar', tetap saja Annabelle tak bisa menerima begitu saja sikap kasar Samuel.Terutama jika dia kembali mengingat apa yang sudah pria itu lakukan padanya saat berkata, 'Kita bercerai saja .... Dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, hari ini aku menjatuhkan talak satu padamu.'Rasa nyeri kembali menjalar ke seluruh tubuh Annabelle. Cukup mengejutkan ketika kalimat itu kembali terngiang, dan berdampak memberikan rasa sakit yang sama seperti pertama kali dia mendengarnya.Sekarang, mendengar bagaimana cara Samuel mengancam dia, hal itu
'Aku nggak tau berapa banyak cerita tentang masa laluku yang kamu denger dari temenmu. Tapi nama dia Mutiara.'Ucapan Samuel rasanya masih berdengung di telinga Annabelle, dan hal itu berhasil menyeret benak Annabelle menyusuri labirin percakapan dia dengan Julie beberapa bulan lalu.'Om Samuel setia banget sama Tiara, begitu juga sebaliknya —lu pasti ngiri deh kalo liat mereka. Tiara ini pernah hamil, itu pas Om Samuel kerja di Hotel bintang lima di Jakarta.''Tapi orang tuanya sadis, kandungan Tiara digugurin, terus Tiara dijodohin sama orang Hongkong, dan sekarang tinggal di sana.'Padahal, saat itu karir Om Samuel udah mulai bersinar, dan kisah mereka cukup heboh loh saat itu di kampung ini. Soalnya pas nikahan Tiara, Samuel mabuk parah, pulangnya kecelakaan. Kalau nggak salah inget, kelingking kaki kirinya putus.'Kemudian, muncul segelintir pertanyaan dalam kepala Annabelle ketika melihat bagaimana sikap Samuel pada bayi mereka. Pria itu merawat bayinya seperti merawat sebuah be
"Waktu dia datang dan denger ibu kamu nyebutin nama Zuco, aku baru inget beberapa bulan lalu saat bawa hp kamu, aku sempet liat dia di sosial media kamu. Terus liat postingan foto pernikahan dia," Samuel mengakui dengan jujur. "Jangan nikah sama laki-laki yang udah punya istri lagi, Annabelle. Katanya—""Dia udah cerei, rumah tangganya hanya bertahan tiga bulan," tukas Annabelle, kemudian terdiam sejenak.Melihat satu-satunya reaksi dan tanggapan Samuel hanya ketenangan, Annabelle sedikit kesal kenapa pria itu tak terlihat cemburu. Entah mengapa, terbersit dalam benak Annabelle untuk memberitahu Samuel tentang siapakah Zuco baginya."Dia mantan pacarku sebelum aku nikah." Lalu Annabelle melihat mata Samuel tampak terkejut, hanya sekilas sebelum akhirnya pria itu kembali santai. "Aku putusin dia dan minta bapak cari calon suami. Waktu itu, kebetulan ada kolega jauh keluarga almarhum ibuku. Kaya jadi makelar perjodohan gitu, terus aku dikenalin sama mantan suamiku. Pertemuan berikutnya a
Ketika terdengar deru motor yang menjauh, Annabelle menduga bahwa Samuel memutuskan untuk pulang tak lama setelah pria itu keluar kamar.Namun, melihat ransel hitam Samuel masih berada di dalam kamar, Annabelle tak bisa menebak ke mana pria itu akan pergi. Dia tak ingin memikirkannya, itu bukan urusan Annabelle.Kendati demikian, tetap saja kalimat Samuel terasa masih berdengung di telinganya yang mengatakan, 'Semua terjadi tanpa bisa aku kendalikan.'Jadi, Annabelle bertanya-tanya dalam hati, apakah Samuel sudah mengetahui sosok yang mengikutinya adalah budak istrinya sendiri? Kapan pria itu mengetahuinya? Apakah harus sebegitu berbulan-bulan, bahkan hingga Samuel tak pernah menjenguk atau sekedar menghubunginya semenjak mereka bercerai?Hanya saja, rasa sakit dari luka yang tak pernah kering dalam hatinya seolah-olah menolak untuk memikirkan hal tersebut. Sepersekian detik berikutnya, dampak dari rasa sakit karena merindukan Samuel selama berbulan-bulan itu berhasil mengalahkan log
Samuel berhasil tiba di rumah ketika waktu menunjukkan pukul lima subuh, persis seperti yang Annabelle ingatkan.Selimut tebal berbulu lembut menggulung di atas betis Annabelle, dan Samuel memperkirakan wanita itu tampaknya berulang kali terbangun. Lalu, keadaan kembali menyeret Samuel pada realita tentang Annabelle. Menyadarkan dirinya tentang apa yang sudah dia lakukan pada wanita itu.Wanita yang sekali lagi Samuel paksa untuk masuk ke kehidupan dirinya dengan sisa-sisa kebahagiaan yang mungkin masih dia miliki. Jika Samuel berpikir masa lalunya begitu mengerikan, lalu bagaimana dengan Annabelle yang tadi siang histeris di rumah sakit?Samuel berjalan mengendap-endap ke arah tempat tidur, menarik selimut dan menutupi tubuh Annabelle. Meski gerakan Samuel begitu hati-hati, tetapi tetap saja hal itu membuat Annabelle terperanjat dengan mata terbelalak sekaligus. Untuk beberapa saat, keterkejutan jelas mewarnai Annabelle.Lalu, kemudian wanita itu mengembuskan napas lega— meskipun wa
"Banyak, Om, banyak ..." Annabelle menaikkan dagu dan menatap Samuel dengan angkuh."Misalnya?" Samuel menaikkan sebelah alis, mendesak penjelasan yang sama sekali tidak bisa dia pahami."Kan waktu itu kamu kasih aku sembilan juta, waktu kamu bilang mau pergi ke Bali sama istri dan anakmu selama sebelas hari, kamu janjinya mau luangin waktu seharian buat aku kalau udah pulang—""Anna, aku udah hampir dua minggu ini nemenin kamu seharian, masa kamu masih mau ungkit—""Dengerin dulu ih!" gerutu Annabelle kesal.Jadi, Samuel mengamati Annabelle sambil menahan sorot geli. Samuel menatap Annabelle lekat-lekat sementara dia menanti untaian kalimat yang akan bergulir di bibir ranum istrinya."Nih, yah, dengerin ... Kalau sebelas hari kepergian kamu sama dengan satu hari buat aku, aku perkirakan waktu kita berpisah itu selama dua ratus dua puluh hari, yang artinya utang waktu kamu buat aku itu ada dua puluh hari ..."Annabelle memelototi Samuel ketika pria itu hampir menertawainya, dan saat S
Tepat pukul sepuluh malam, Annabelle dan Samuel bersama anak mereka tiba di villa. Annabelle sudah terlihat sangat lelah, seolah ingin segera melemparkan tubuhnya ke tempat tidur— tak berbeda dengan Samuel.Namun, sayangnya Samuel tak bisa langsung beristirahat, terutama karena dia sudah ditunggu Dika sejak tadi.Selama tinggal di villa, Annabelle sudah terbiasa melihat kehadiran adik lelaki Samuel yang datang setiap malam, dan dia tak pernah mempertanyakan apa yang dilakukan Samuel dan adiknya.Saat itu, dia memilih untuk sama sekali tak peduli dengan apa yang dilakukan Samuel, atau pun ke mana pria itu pergi.Akan tetapi, kali ini mungkin dia harus sedikit peduli dan mencari tahu lebih banyak tentang suaminya. Terutama setelah dia Annabelle menyadari bahwa rumah tangganya dengan Samuel kali ini benar-benar dimulai dari awal, dengan status yang jelas berbeda dari sebelumnya."Kamu istirahat duluan, nanti aku nyusul," kata Samuel setelah mengantar Annabelle ke kamar. "Kalau mau mandi
Untuk pertama kalinya Annabelle memindai wajah Yunita, seolah merekam wajah dan penampilan wanita tersebut dalam memorinya. Namun, semakin menyadari bahwa wajah Yunita begitu mulus dan pandai bersolek, Annabelle semakin membandingkan dirinya dengan wanita itu, dan tak salah jika dia berkecil hati untuk saat ini.Yunita mengenakan jeans hitam ketat, dipadu atasan merah muda yang juga ketat, sehingga membentuk setiap lekuk tubuh wanita itu. Bahkan, kerah bajunya yang berpotongan rendah sedikit memperlihatkan payudaranya yang penuh dan tampak sintal.Harus Annabelle akui, bahwa dirinya lebih pendek dari pada Yunita. Posisi mereka yang berdekatan membuatnya tersadar bahwa tinggi Annabelle hanya sebatas dagu Yunita. Dari awal melihat wanita itu, pandangan Annabelle memang hanya terfokus pada bibir dan mata Yunita, tetapi kini dia juga bisa melihat hidung Yunita sedikit lebih mancung dibanding dirinya.Hal tersebut membuat Annabelle berpikir, pantas saja dulu Samuel langsung menceraikan Ann
"Kamu aja yang ke sana, aku nunggu di sini. Ngambil Samantha doang, terus nanti kamu langsung—""Kamunya ikut turun, Anna," tukas Samuel yang berdiri sambil menahan pintu di dekat Annabelle. Terkadang, Samuel harus ekstra sabar saat mendapati Annabelle bersikap kekanak-kanakan seperti itu. "Aku khawatir bakalan sedikit lama, soalnya si Alfian udah seminggu nggak ketemu aku. Ikut turun, ya?""Ish, tapi kan aku malu sama kakak kamu, Om!" Annabelle memberingis masam. "Pas ketemu waktu itu aku bentak-bentak kakak kamu. Masa sekarang—""Sayang, nggak apa-apa, dia juga nggak ambil hati, kok," Samuel membujuk sambil mengulurkan tangan, tetapi Annabelle tetap tak bergerak dari kursinya. "Lagian, kamu bilang kan waktu itu kaget karena Samantha nggak ada. Turun, yuk? Kakakku nggak suka gigit orang, kok."Annabelle tampak ragu. Sekali lagi dia mengedarkan pandangan ke depan, pada sederet motor yang terparkir di pelataran rumah. Sesungguhnya, dia benar-benar malu saat berpikir akan berhadapan den
"Kamu mah bener-bener keterlaluan. Udah mah ngasih hadiah ke cowok lain, ngerepotin sampe harus nemenin kamu nyari kantor pos buat kirim barang. Terbuka sih terbuka sama suami, nggak mau nyembunyiin hal apa pun, tapi kalau sampe perhatiannya kayak gitu, aku juga bisa sakit hati, Anna."Annabelle memiringkan kepala melihat bagaimana wajah Samuel begitu kusut, sementara bibir Samuel terus menggerutu selagi pria itu melaju dengan kecepatan tinggi.Bahkan, manuver-manuver yang dilakukan Samuel sedikit kasar. Dan Annabelle hanya bisa kasihan sekaligus berbunga-bunga melihat kecemburuan Samuel yang begitu besar.Sebelumnya, Annabelle tak pernah merasa dicemburui sebegitu terang-terangan oleh pria. Jadi, ketika Samuel bersikap demikian, bukan salah Annabelle jika dia ingin berlama-lama melihat suaminya terbakar cemburu. Entah mengapa, ada kebanggaan tersendiri bagi Annabelle dicemburui oleh pria yang dia cintai, suaminya."Ya udah ntar mah nggak usah bilang-bilang kamu kalau aku mau kasih ha
"Bisa nggak sih beli susunya di minimarket pertigaan villa aja? Kanapa harus ke mall cuma mau beli susu doang?""Nggak ada salahnya mampir sekalian lewat 'kan?" Samuel menggandeng tangan Annabelle ketika berjalan memasuki gedung pusat perbelanjaan."Emang susunya Samantha beneran udah mau abis?" Annabelle berusaha mengingat-ingat sebelum akhirnya kembali berkata, "Perasaan aku liat masih ada dua kaleng yang belum dibuka. Minggu lalu kan kamu belinya tiga, masa seminggu udah abis semua sih?"Samuel tak menjawab, hanya mengulum senyum nakal sambil melirik Annabelle ketika mereka berjalan ke ekskalator.Annabelle mendongak dan menyadari bahwa susu Samantha yang katanya habis hanya alasan Samuel agar dia mau diajak mampir ke mall. Jadi, tak heran jika sekarang Annabelle mendengkus jengkel dan mengempas tangan Samuel yang menggandengnya."Dasar pria licik," gerutu Annabelle ketika mereka tiba di lantai dua. "Udah pulang aja sekarang. Ini udah sore, kasian Samantha.""Pulang sekarang atau
"Jadi itu alesannya kenapa kamu juga konsultasi ke dokter Cheppy?" Annabelle tak tahu sejak kapan air matanya bercucuran saat lagi-lagi mengetahui fakta yang dialami Samuel selama ini.Ketika Samuel hanya mengangguk dan mengembuskan napas berat, Annabelle kembali menambahkan dengan pedih, "Kenapa Om nggak datang sejak awal dan ngasih tau aku, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu butuh aku?"Air wajah Samuel masam dan serba salah ketika sejak tadi tak bisa menghentikan tangis Annabelle. "Akunya malu, Anna. Aku sadar udah nyakitin kamu, aku takut kamu nggak maafin aku," kata Samuel pahit. "Lagian, aku bener-bener takut, takut aku bawa penyakit yang ujung-ujungnya bakal nular ke kamu. Aku nggak mau kamu sampe kenapa-kenapa gara-gara aku.""Nyampe nahan diri nggak mau nemuin aku, padahal kamu kangen pengen ketemu aku? Gitu?" Annabelle terisak-isak menahan sesak. "Padahal, setelah aku tau kalau aku hamil, tiap hari aku nungguin kamu. Tiap hari aku berdoa supaya Tuhan buka hati kamu biar sek
Malam itu, seusai menjatuhkan talak tiga pada Yunita, Samuel langsung pergi tanpa membawa Alfian. Awalnya, Samuel berpikir dia bisa melepaskan Alfian begitu saja.Akan tetapi, kehilangan Alfian ternyata jauh lebih menyakitkan dari pada kehilangan Annabelle dan pengkhianatan yang dilakukan Yunita.Ketika malam semakin larut dan semakin banyak Samuel meneguk Marteel, dia mendapati dirinya semakin hancur dalam kesendirian dan rasa sakit.Dalam kondisinya yang berada di bawah pengaruh alkohol, benak Samuel dipenuhi oleh bayang-bayang Annabelle yang begitu terluka ketika dia menceraikannya tadi sore.Samuel tertawa getir saat berkelebat pemikiran bahwa karma tersadis yang dia lakukan pada Annabelle dibayar kontan sebelum dua puluh empat jam. Samuel tak bisa menebak seberapa terlukanya Annabelle, tetapi dia sadar, rasa sakit yang dia dapatkan saat ini mungkin tak sebanding dengan luka yang dirasakan Annabelle.Meski demikian, Samuel hanya berharap wanita itu belum benar-benar jatuh cinta p