"Jadi, bapak Annabelle ada di UGD ini?""Iyaa … ini saya masih di parkiran rumah sakit, Bos. KTP Annabelle udah ada, beneran langsung kasihin aja ke notaris nih KTP?"Samuel berdecak pelan. "Kan kamu tadi sendiri yang bilang syarat dari si penjual ruko udah lengkap semua. Tinggal KTP Annabelle doang kan buat balik nama? Pahamnya cuma bisnis selangkangan doang sih!"Terdengar tawa Anji dari seberang panggilan setelah mendengar ucapan Samuel. "Maksudku bukan gitu, Bos. Saya kan arah pulang nih, barangkali si bos mau—""Oh, kamu ke sini dulu aja, Ji," tukas Samuel cepat. "Anterin istriku pulang dulu, baru ke rumah notaris.""Istri yang mana bos? Si Teteh apa Annabelle?""Pos satu, bangke!" gerutu Samuel kesal. "Buruan!"Setelah mengatakan itu, Samuel langsung mengakhiri panggilan dan mengantongi ponsel ke saku celana. Kemudian berbalik dan berjalan memasuki koridor paviliun, lalu membuka salah satu dari empat pintu kamar kelas satu di kamar rawat inap khusus anak-anak.Dia mendapati Yuni
Samuel mungkin masih diselimuti kepanikan saat kemarin malam membawa Alfian ke UGD, tetapi setelah anak itu mendapatkan penanganan dan memutuskan untuk dirawat inap, dia cukup lega dan bisa memikirkan hal lain. Salah satunya tentang Annabelle, tentu saja.Walau bagaimana pun, Samuel sadar betul bahwa dia memiliki dua istri, dan menyakitkan rasanya saat dia tak berdaya untuk menangkis setiap kata-kata dan permintaan yang diucapkan Yunita.Memang terdengar gila, tetapi entah mengapa kondisi Alfian yang tiba-tiba sakit membuat Samuel semakin sadar, sepertinya semesta bahkan tak mengizinkan Samuel untuk menelentarkan Annabelle.Sekarang, setelah dia menitipkan Alfian pada Marni—yang sebenarnya memang ibu kandung Alfian, Samuel terburu-buru keluar dari paviliun dan mendatangi UGD. Ketika dia mencapai pelataran UGD, dia mencari-cari keberadaan Annabelle.Meski wanita itu mengenakan gamis menjuntai hingga menutupi flat shoesnya, dan mengenakan kerudung yang menutupi dada, tetapi bukan hal su
Ketika waktu menunjukkan hampir pukul satu dini hari, Samuel dan Annabelle tiba di kontrakan mereka setelah menghabiskan waktu selama lima belas menit di kediaman orang tua Annabelle—menginstruksikan pada keluarganya seperti apa mereka harus menjaga bapak mereka.Semburat kelelahan dari keduanya tak terelakkan lagi. Bahkan, jika saja Annabelle tak merasa pakaiannya bau aroma rumah sakit, mungkin dia ingin segera melemparkan tubuhnya ke tempat tidur.Dia pun melihat kelelahan luar biasa dari Samuel setelah sang suami memasukan motornya di ruang tamu yang tak jauh dari sofa. Beruntung ruangan itu tak terlalu sempit meski harus menyimpan motor dalam rumah, dan ini adalah pertama kalinya bagi Samuel tidur di kontrakan mereka.Annabelle menyiapkan air panas untuk Samuel mandi, sekaligus memanaskan kuah soto yang dibuatnya tadi siang. Lalu, kembali ke kursi setelah melepas kerudungnya. Dia mengamati punggung Samuel yang sedang mengunci pintu, lalu berbalik sambil menanggalkan jaket dan meny
Annabelle gelagapan, nyaris kehabisan kata-kata dan tak menduga Samuel melakukan hal itu. Mungkin, permintaan Annabelle memang sebagian protes karena posisinya yang hanya sebagai simpanan pria itu, tetapi entah mengapa mendengar setiap kalimat yang diucapkan Samuel dalam bisikan lembut, membuat Annabelle terasa melayang.Jadi, tak heran jika sekarang jantungnya menggedor-gedor tulang rusuk, berdentam terlalu kuat hingga dia sedikit kesulitan bernapas. Terutama ketika sensasi rasa panas seolah merayapi seluruh tubuhnya saat napas Samuel yang hangat berembus di kulit lehernya.Namun, ini belum waktunya. Jadi, Annabelle mendorong Samuel ke kamar mandi sambil menyodorkan pakaian pria itu. Sementara dia menggelar dua sejadah menghadap kiblat di dalam kamar.Samuel yang berada di kamar mandi sedikit tertegun ketika menyabuni seluruh tubuhnya, tepat ketika menyadari jejak-jejak percintaan panas yang ditinggalkan Yunita di dadanya.Dalam sepersekian detik, gagasan untuk bercinta dan menggauli
"Ay, atuh katanya kamu minta dibangunin subuh mau pulang pagi-pagi."Suara Annabelle terdengar mengantuk dan sedikit serak. Bahkan, dia masih berada di tempat tidur, meringkuk berhadapan dengan Samuel seraya menepuk-nepuk bahu suaminya.Namun, pria itu bergeming—tak bergerak sedikit pun. Jadi, Annabelle mengulurkan telapak tangannya dari bahu Samuel ke wajah pria itu.Awalnya, dia hanya ingin menepuk-nepuk pipi pria itu agar membuka mata. Akan tetapi, ketika jemarinya bersentuhan dengan kulit rahang Samuel yang terasa lebih halus karena sudah bercukur, mau tak mau Annabelle menyusuri setiap lekuk wajah sang suami dengan telunjuknya.Mata Annabelle memang masih sedikit lengket, tetapi dia mengerjap-ngerjapkan mata untuk memulihkan kesadarannya, menatap kagum wajah suaminya yang begitu pulas.Samuel masih tak bereaksi dengan gerak jemari Annabelle di alisnya yang tebal, menyusuri lekuk matanya yang memiliki tatapan tajam, kemudian berakhir di hidungnya yang mancung.Jadi, Annabelle menc
"Nggak, kok. Lagi pengen libur jualan aja. Kasian bapak takut keganggu istirahatnya, anak-anak kadang suka berisik. Kaya anak kecil waktu itu."Annabelle memutuskan untuk tetap duduk berjauhan dengan pria itu. Dia perlu meredakan suasana hatinya, sebelum bisa berbicara normal dengan pria itu. Jika tidak, dia sendiri yang akan sensitif seperti ketika Samuel mengatakan tak akan datang minggu depan.Samuel tahu, Annabelle sedang berupaya mengikis jarak antara mereka. Bahkan, sorot yang terpancar dari manik mata wanita itu terlihat sendu, dan Samuel sadar Annabelle mungkin memikirkan ucapannya tadi subuh."Anna, nanti siang kita pergi ke suatu tempat, ya?" kata Samuel, tak ingin membahas apa yang sebelumnya membuat Annabelle tampak murung. "Mumpung kamunya lagi libur. Mau?""Kemana?" tanya Annabelle dengan alis berkerut. "Oh, itu … ngomong-ngomong, aku lupa nanyain, semalem minta KTP aku buat apa?""Nah, kita sekalian bahas itu," Samuel menjelaskan dengan tenang. "Jadi gini, Ra … kemarin
Samuel terkejut menyadari wajah Annabelle sedikit merah dengan napas bergemuruh penuh amarah. Namun, sebelum Samuel bisa menyimak apa yang baru saja dikatakan Annabelle, wanita itu mengunci tatapan Samuel, menatapnya dengan pedih sambil memegangi dada yang membuat napasnya terlihat tak beraturan."Ini hati, Ay," keluh Annabelle pahit. "Bukan lapangan bola atau taman wisata yang bisa kamu kunjungi hanya dengan membeli tiket. Kamu nggak bisa seenaknya salto atau lari-larian sesuka hati kamu, ketawa ketiwi wanita sama wanita lain tanpa—""Anna, aku bicara bukan sama perempuan lain, kamu tahu dia istri—""Iyaa, aku tahu benar dia istrimu tercinta. Wanita yang di kontak kamu namai sebagai 'My Wife', dan aku hanya sebagai 'Room 2'. Aku tahu dan aku sadar, aku cuma pemain cadangan. Aku nggak pernah ngebantah kalau kamu hanya menjadikan aku sebagai simpanan kamu …"Intonasi suara Annabelle naik satu oktaf ketika kecemburuan yang tidak dia sadari mulai menjalari hatinya."Tapi kamu juga nggak
"Bulan depan mungkin pas sepuluh tahun," kata Samuel sambil tersenyum, mengejek diri sendiri. "Aneh bukan kenapa aku masih bertahan, padahal dia bukan hanya sekali dua kali menyelingkuhi—""Nggak aneh jika ada alasan kuat di balik itu semua," komentar Annabelle skeptis. "Kamu bertahan demi Alfian 'kan?"Samuel tertawa miris. "Kalau saja Alfian anakku, mungkin itu terdengar masuk akal. Tapi, sayangnya Alfian itu ponakan aku. Aku punya kakak perempuan satu-satunya, dia memiliki tiga anak dari tiga suami yang berbeda, dan ketiga-tiganya meninggal. Kakakku tak beruntung dalam urusan jodoh, itulah kenapa almarhum ibuku minta aku dan Yunita adopsi Alfian bahkan sejak dia masih dalam kandungan.""Ay, kamu nggak lagi bercanda 'kan?" Annabelle menatap Samuel lekat-lekat, berharap bisa menemukan bahwa Samuel hanya merangkai cerita. Namun, ekspresi satu-satunya yang dia dapati adalah, mata Samuel tampak penuh luka."Annabelle, meski kamu baru
Samuel berhasil tiba di rumah ketika waktu menunjukkan pukul lima subuh, persis seperti yang Annabelle ingatkan.Selimut tebal berbulu lembut menggulung di atas betis Annabelle, dan Samuel memperkirakan wanita itu tampaknya berulang kali terbangun. Lalu, keadaan kembali menyeret Samuel pada realita tentang Annabelle. Menyadarkan dirinya tentang apa yang sudah dia lakukan pada wanita itu.Wanita yang sekali lagi Samuel paksa untuk masuk ke kehidupan dirinya dengan sisa-sisa kebahagiaan yang mungkin masih dia miliki. Jika Samuel berpikir masa lalunya begitu mengerikan, lalu bagaimana dengan Annabelle yang tadi siang histeris di rumah sakit?Samuel berjalan mengendap-endap ke arah tempat tidur, menarik selimut dan menutupi tubuh Annabelle. Meski gerakan Samuel begitu hati-hati, tetapi tetap saja hal itu membuat Annabelle terperanjat dengan mata terbelalak sekaligus. Untuk beberapa saat, keterkejutan jelas mewarnai Annabelle.Lalu, kemudian wanita itu mengembuskan napas lega— meskipun wa
"Banyak, Om, banyak ..." Annabelle menaikkan dagu dan menatap Samuel dengan angkuh."Misalnya?" Samuel menaikkan sebelah alis, mendesak penjelasan yang sama sekali tidak bisa dia pahami."Kan waktu itu kamu kasih aku sembilan juta, waktu kamu bilang mau pergi ke Bali sama istri dan anakmu selama sebelas hari, kamu janjinya mau luangin waktu seharian buat aku kalau udah pulang—""Anna, aku udah hampir dua minggu ini nemenin kamu seharian, masa kamu masih mau ungkit—""Dengerin dulu ih!" gerutu Annabelle kesal.Jadi, Samuel mengamati Annabelle sambil menahan sorot geli. Samuel menatap Annabelle lekat-lekat sementara dia menanti untaian kalimat yang akan bergulir di bibir ranum istrinya."Nih, yah, dengerin ... Kalau sebelas hari kepergian kamu sama dengan satu hari buat aku, aku perkirakan waktu kita berpisah itu selama dua ratus dua puluh hari, yang artinya utang waktu kamu buat aku itu ada dua puluh hari ..."Annabelle memelototi Samuel ketika pria itu hampir menertawainya, dan saat S
Tepat pukul sepuluh malam, Annabelle dan Samuel bersama anak mereka tiba di villa. Annabelle sudah terlihat sangat lelah, seolah ingin segera melemparkan tubuhnya ke tempat tidur— tak berbeda dengan Samuel.Namun, sayangnya Samuel tak bisa langsung beristirahat, terutama karena dia sudah ditunggu Dika sejak tadi.Selama tinggal di villa, Annabelle sudah terbiasa melihat kehadiran adik lelaki Samuel yang datang setiap malam, dan dia tak pernah mempertanyakan apa yang dilakukan Samuel dan adiknya.Saat itu, dia memilih untuk sama sekali tak peduli dengan apa yang dilakukan Samuel, atau pun ke mana pria itu pergi.Akan tetapi, kali ini mungkin dia harus sedikit peduli dan mencari tahu lebih banyak tentang suaminya. Terutama setelah dia Annabelle menyadari bahwa rumah tangganya dengan Samuel kali ini benar-benar dimulai dari awal, dengan status yang jelas berbeda dari sebelumnya."Kamu istirahat duluan, nanti aku nyusul," kata Samuel setelah mengantar Annabelle ke kamar. "Kalau mau mandi
Untuk pertama kalinya Annabelle memindai wajah Yunita, seolah merekam wajah dan penampilan wanita tersebut dalam memorinya. Namun, semakin menyadari bahwa wajah Yunita begitu mulus dan pandai bersolek, Annabelle semakin membandingkan dirinya dengan wanita itu, dan tak salah jika dia berkecil hati untuk saat ini.Yunita mengenakan jeans hitam ketat, dipadu atasan merah muda yang juga ketat, sehingga membentuk setiap lekuk tubuh wanita itu. Bahkan, kerah bajunya yang berpotongan rendah sedikit memperlihatkan payudaranya yang penuh dan tampak sintal.Harus Annabelle akui, bahwa dirinya lebih pendek dari pada Yunita. Posisi mereka yang berdekatan membuatnya tersadar bahwa tinggi Annabelle hanya sebatas dagu Yunita. Dari awal melihat wanita itu, pandangan Annabelle memang hanya terfokus pada bibir dan mata Yunita, tetapi kini dia juga bisa melihat hidung Yunita sedikit lebih mancung dibanding dirinya.Hal tersebut membuat Annabelle berpikir, pantas saja dulu Samuel langsung menceraikan Ann
"Kamu aja yang ke sana, aku nunggu di sini. Ngambil Samantha doang, terus nanti kamu langsung—""Kamunya ikut turun, Anna," tukas Samuel yang berdiri sambil menahan pintu di dekat Annabelle. Terkadang, Samuel harus ekstra sabar saat mendapati Annabelle bersikap kekanak-kanakan seperti itu. "Aku khawatir bakalan sedikit lama, soalnya si Alfian udah seminggu nggak ketemu aku. Ikut turun, ya?""Ish, tapi kan aku malu sama kakak kamu, Om!" Annabelle memberingis masam. "Pas ketemu waktu itu aku bentak-bentak kakak kamu. Masa sekarang—""Sayang, nggak apa-apa, dia juga nggak ambil hati, kok," Samuel membujuk sambil mengulurkan tangan, tetapi Annabelle tetap tak bergerak dari kursinya. "Lagian, kamu bilang kan waktu itu kaget karena Samantha nggak ada. Turun, yuk? Kakakku nggak suka gigit orang, kok."Annabelle tampak ragu. Sekali lagi dia mengedarkan pandangan ke depan, pada sederet motor yang terparkir di pelataran rumah. Sesungguhnya, dia benar-benar malu saat berpikir akan berhadapan den
"Kamu mah bener-bener keterlaluan. Udah mah ngasih hadiah ke cowok lain, ngerepotin sampe harus nemenin kamu nyari kantor pos buat kirim barang. Terbuka sih terbuka sama suami, nggak mau nyembunyiin hal apa pun, tapi kalau sampe perhatiannya kayak gitu, aku juga bisa sakit hati, Anna."Annabelle memiringkan kepala melihat bagaimana wajah Samuel begitu kusut, sementara bibir Samuel terus menggerutu selagi pria itu melaju dengan kecepatan tinggi.Bahkan, manuver-manuver yang dilakukan Samuel sedikit kasar. Dan Annabelle hanya bisa kasihan sekaligus berbunga-bunga melihat kecemburuan Samuel yang begitu besar.Sebelumnya, Annabelle tak pernah merasa dicemburui sebegitu terang-terangan oleh pria. Jadi, ketika Samuel bersikap demikian, bukan salah Annabelle jika dia ingin berlama-lama melihat suaminya terbakar cemburu. Entah mengapa, ada kebanggaan tersendiri bagi Annabelle dicemburui oleh pria yang dia cintai, suaminya."Ya udah ntar mah nggak usah bilang-bilang kamu kalau aku mau kasih ha
"Bisa nggak sih beli susunya di minimarket pertigaan villa aja? Kanapa harus ke mall cuma mau beli susu doang?""Nggak ada salahnya mampir sekalian lewat 'kan?" Samuel menggandeng tangan Annabelle ketika berjalan memasuki gedung pusat perbelanjaan."Emang susunya Samantha beneran udah mau abis?" Annabelle berusaha mengingat-ingat sebelum akhirnya kembali berkata, "Perasaan aku liat masih ada dua kaleng yang belum dibuka. Minggu lalu kan kamu belinya tiga, masa seminggu udah abis semua sih?"Samuel tak menjawab, hanya mengulum senyum nakal sambil melirik Annabelle ketika mereka berjalan ke ekskalator.Annabelle mendongak dan menyadari bahwa susu Samantha yang katanya habis hanya alasan Samuel agar dia mau diajak mampir ke mall. Jadi, tak heran jika sekarang Annabelle mendengkus jengkel dan mengempas tangan Samuel yang menggandengnya."Dasar pria licik," gerutu Annabelle ketika mereka tiba di lantai dua. "Udah pulang aja sekarang. Ini udah sore, kasian Samantha.""Pulang sekarang atau
"Jadi itu alesannya kenapa kamu juga konsultasi ke dokter Cheppy?" Annabelle tak tahu sejak kapan air matanya bercucuran saat lagi-lagi mengetahui fakta yang dialami Samuel selama ini.Ketika Samuel hanya mengangguk dan mengembuskan napas berat, Annabelle kembali menambahkan dengan pedih, "Kenapa Om nggak datang sejak awal dan ngasih tau aku, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu butuh aku?"Air wajah Samuel masam dan serba salah ketika sejak tadi tak bisa menghentikan tangis Annabelle. "Akunya malu, Anna. Aku sadar udah nyakitin kamu, aku takut kamu nggak maafin aku," kata Samuel pahit. "Lagian, aku bener-bener takut, takut aku bawa penyakit yang ujung-ujungnya bakal nular ke kamu. Aku nggak mau kamu sampe kenapa-kenapa gara-gara aku.""Nyampe nahan diri nggak mau nemuin aku, padahal kamu kangen pengen ketemu aku? Gitu?" Annabelle terisak-isak menahan sesak. "Padahal, setelah aku tau kalau aku hamil, tiap hari aku nungguin kamu. Tiap hari aku berdoa supaya Tuhan buka hati kamu biar sek
Malam itu, seusai menjatuhkan talak tiga pada Yunita, Samuel langsung pergi tanpa membawa Alfian. Awalnya, Samuel berpikir dia bisa melepaskan Alfian begitu saja.Akan tetapi, kehilangan Alfian ternyata jauh lebih menyakitkan dari pada kehilangan Annabelle dan pengkhianatan yang dilakukan Yunita.Ketika malam semakin larut dan semakin banyak Samuel meneguk Marteel, dia mendapati dirinya semakin hancur dalam kesendirian dan rasa sakit.Dalam kondisinya yang berada di bawah pengaruh alkohol, benak Samuel dipenuhi oleh bayang-bayang Annabelle yang begitu terluka ketika dia menceraikannya tadi sore.Samuel tertawa getir saat berkelebat pemikiran bahwa karma tersadis yang dia lakukan pada Annabelle dibayar kontan sebelum dua puluh empat jam. Samuel tak bisa menebak seberapa terlukanya Annabelle, tetapi dia sadar, rasa sakit yang dia dapatkan saat ini mungkin tak sebanding dengan luka yang dirasakan Annabelle.Meski demikian, Samuel hanya berharap wanita itu belum benar-benar jatuh cinta p