"Terus kamu bayar cicilan dengan cara jadi pelacur lagi, gitu?"Samuel tak tahu kenapa dia bersikap galak dan kasar pada Annabelle, bahkan berbicara dengan nada tinggi melebihi apa yang bisa dia lakukan pada Yunita.Sekali lagi Samuel berpikir tentang selisih usia mereka yang terlampau jauh. Walau bagaimanapun, Samuel tak bisa memaksa Annabelle agar berpikir lebih dewasa, atau terus mengikuti apa yang Samuel inginkan.Lagi pula, terlalu egois bagi Samuel jika dia mendesak lebih banyak dari Annabelle. Namun, dia berpikir bahwa wanita seusia Annabelle masih bisa dididik, terutama setelah menyadari wanita itu berasal dari keluarga baik-baik.Jadi, Samuel memilih merendahkan suaranya saat melihat Annabelle menyurut mundur dengan sorot mata yang begitu terluka. Sebenarnya, Samuel tak bermaksud untuk merendahkan Annabelle dengan menyebut profesi Annabelle sebelumnya, tetapi kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutnya.Rasa nyeri merayapi palung hati Samuel mengingat history Annabelle y
"Lu beneran mau nunggu di sini aja? Nggak mau ikut ke sana?"Yunita menoleh pada Icha ketika mereka baru tiba dan memarkirkan motornya di depan rumah bercat putih yang sudah usang. Rumah itu terletak di sebuah desa terpencil, bagian selatan di kota itu.Warga setempat menyebut sang pemilik rumah itu bernama Kang Danur, dan hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa Danur adalah seorang kuncen—juru kunci paranormal yang kerap Yunita datangi.Saat usianya sembilan tahun, Yunita pernah diajak mendiang bapak dan ibunya ke tempat ini. Mereka tentu tak memberitahu siapa Kang Danur itu, dan hanya mengatakan bahwa orang itu adalah kerabat bapaknya.Akan tetapi, di usia Yunita yang seperti itu, dia cukup mengerti bahwa orang tuanya butuh bantuan Kang Danur agar membantunya untuk bertemu sang paranormal. Yunita juga tak tahu apa yang orang tuanya lakukan, karena dia selalu menunggu di tempat ini di saat orang tuanya pergi ke gubuk di tengah hutan.Ketika Yunita berusia sembilan belas tahun da
"Kenapa jadi ngontrak tahunan sih, Om? Kenapa nggak bulanan aja?"Annabelle sedikit menekuk wajahnya ketika dia dan Samuel baru saja menyelesaikan transaksi pembayaran rumah kontrakan satu kamar, yang jelas-jelas lokasinya tidak jauh dari kediaman orang tua Annabelle."Tadi pagi itu aku sama bapak kamu ngontrol beberapa kontrakan yang ada di daerah sini," Samuel menjelaskan sambil berjalan berdampingan dengan Annabelle, menjajaki jalanan tanah bercampur batu kerikil."Dari lima kontrakan yang aku liat, cuma ini yang menurutku paling cocok," lanjut Samuel. "Selain karena rumah itu baru selesai dibangun, ruangan sama kamarnya juga cukup gede. Lagian, lebih enak ngontrak tahunan, Sayang. Selisihnya hampir dua ratus ribu lho perbulan.""Tapi kan ngeluarin uang cuma buat kontrakan setaun, yang isinya cuma satu kamar, ruangan, dapur, sama kamar mandi doang, serasa ngebuang duit gitu aja," gerutu Annabelle, tak senang. "Apa salahnya dicicil bulanan. Lagian Om kan baru kemarin ngeluarin uang p
Annabelle meneguk setengah air yang tersisa dalam gelas, lalu menatap Samuel dengan alis berkerut. "Emang Om masih punya uang? Pengeluaran Om dari beberapa hari ini banyak benget buat aku. Nanti istri Om—""Annabelle, kamu juga istriku 'kan?" Samuel mencubit dagu Annabelle dan menatapnya dalam-dalam. "Jangan sebut dia istriku, kedengarannya kayak kamu itu asing buat aku. Namanya Yunita, usianya 30. Terserah kamu mau manggil dia apa. Keluarga dan temen-temenku manggil dia 'Mama Alfian'.""Jangan cemburu kalau aku kedengeran kayak belain dia," lanjut Samuel hati-hati. "Seperti yang kamu bilang tadi subuh, walau gimana pun, dia teman perjalanan hidupku. Dan jangan cemburu kalau malam ini aku nggak nemenin kamu. Besok siang, setelah beres kontrol villa, nanti aku langsung ke sini. Sekarang siap-siap, biar beres sebelum aku pulang."Annabelle tampak ragu sejenak. "Bisa nanti aja nggak beli perabotannya? Sekarang kan udah jam—""Annabelle, nurut, ya?" pinta Samuel lembut, lalu tersenyum ke
"Anna, eh ... udah dulu coba beres-beresnya. Udah merah kayak gitu juga muka kamu."Annabelle yang tengah menyusun piring dalam rak kaca menoleh pada Samuel ketika pria itu menghampirinya ke dapur.Sejak dua jam lalu setelah barang yang mereka beli tiba di kontrakan, mereka mulai menempatkan perabotan di kontrakan barunya. Rumah bercat abu muda dengan bangunan minimalis itu memang tak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu sempit.Semua perabotan yang dibeli Samuel tidak terkesan berlebihan, bahkan ruang tamu masih terlihat cukup lengang meski sudah diisi sofa set abu tua yang membentuk huruf L dengan meja kaca.Padu padan warna yang dipilih terasa cocok dan kontras dengan kombinasi meja kayu bercat putih untuk meletakkan televisi led 32' inci. Harus Annabelle akui, Samuel tampaknya tak begitu menyukai selera furniture yang berlebihan, semua pilihannya sederhana, sama sederhananya seperti perangai dan sikap pria itu."Tanggung tau, tinggal beresin perabotan pecah belah doang," kata
Waktu menunjukkan pukul lima lewat dua puluh menit saat Annabelle dan Samuel selesai bergulat di penghujung hari Kamis itu. Jadi, Annabelle bergegas mandi, meninggalkan Samuel yang masih berbaring di atas tempat tidur.Pria itu bahkan tak ingin repot-repot mengenakan pakaian, memilih menarik bedcover putih untuk menutupi setengah tubuh polosnya sementara Annabelle berderap keluar kamar, menuju kamar mandi yang terletak di dapur.Samuel membiarkan tubuhnya sedikit rileks, merekam pergulatan syahdu yang terasa lebih luar biasa dari yang pernah dia rasakan ketika berhubungan intim dengan Annabelle.Mungkin pengakuan Annabelle tentang perasaannya membuat pergulatan mereka terasa begitu indah dan menakjubkan. Dan sialnya, sekarang Samuel menginginkan Annabelle lagi—padahal napasnya bahkan masih tersengal-sengal.Mata Samuel samar-samar tertutup, mengingat bagaimana ekspresi Annabelle ketika mereka mencapai puncak bersama-sama. Ekspresi alami yang tak dibuat-buat, dan memikirkan hal itu mem
Hal pertama yang dilakukan Samuel ketika tiba di salah satu penginapannya adalah, dia langsung meminta salah satu pekerjanya untuk membeli sim card baru dan minuman.Kemudian dia bergegas masuk ke kamar bagian depan di penginapan itu, yang diubah menjadi ruang jaga bagi adik lelakinya yang masih lajang.Itulah alasan kenapa Samuel leluasa pergi berjam-jam, karena dia mempekerjakan sang adik menjadi bagian dari pengelola villa dan penginapan.Namanya Dika, yang masih enggan menikah meski usianya kini sudah menginjak 30 tahun. Dika tak kalah tampan dari Samuel, hanya lebih kurus dan sedikit pendek darinya.Saat Samuel masuk sambil melepas jaket dan meletakkan di atas tempat tidur, Dika tengah duduk sambil memangku gitar. Mengayunkan-ayunkan jemarinya pada senar dengan keahlian mantap, semantap suaranya yang melantunkan lagu Dear God, bahkan suara melengkingnya nyaris menyerupai Mr. Shadow, sang vokalis A7X Fold.Jika sudah seperti itu, Samuel tahu adiknya tak bisa ditanya, terutama kare
Ketika Samuel tiba di rumah tepat pukul setengah sebelas malam, Yunita sudah menyambutnya di ruang duduk sambil menyaksikan pertandingan bola yang sedang berlangsung—sementara Alfian tampaknya sudah tertidur, terlihat dari lampu kamarnya yang sudah dipadamkan dan pintu yang sedikit terbuka.Berbeda dengan biasanya yang jarang menyambut Samuel pulang, kali ini Yunita tampaknya benar-benar mempersiapkan diri menanti kedatangan Samuel.Wanita itu sudah mengenakan gaun tidur tipis berwarna merah muda dengan tali kecil yang tersemat di kedua bahunya. Bahkan, tampaknya Yunita sengaja memilih gaun minim tersebut untuk menampilkan pahanya yang molek.Yang lebih mengejutkan, Yunita bahkan langsung bergelayut manja memeluk leher Samuel yang baru saja masuk rumah. Jadi, mau tak mau Samuel mencubit dagu istrinya dan mendaratkan kecupan di bibir Yunita yang berpoleskan lipstik merah menyala."Manis amat sambutannya?" kata Samuel sambil menatap Yunita dengan heran.Namun, wanita itu tak menjawab pe
Samuel berhasil tiba di rumah ketika waktu menunjukkan pukul lima subuh, persis seperti yang Annabelle ingatkan.Selimut tebal berbulu lembut menggulung di atas betis Annabelle, dan Samuel memperkirakan wanita itu tampaknya berulang kali terbangun. Lalu, keadaan kembali menyeret Samuel pada realita tentang Annabelle. Menyadarkan dirinya tentang apa yang sudah dia lakukan pada wanita itu.Wanita yang sekali lagi Samuel paksa untuk masuk ke kehidupan dirinya dengan sisa-sisa kebahagiaan yang mungkin masih dia miliki. Jika Samuel berpikir masa lalunya begitu mengerikan, lalu bagaimana dengan Annabelle yang tadi siang histeris di rumah sakit?Samuel berjalan mengendap-endap ke arah tempat tidur, menarik selimut dan menutupi tubuh Annabelle. Meski gerakan Samuel begitu hati-hati, tetapi tetap saja hal itu membuat Annabelle terperanjat dengan mata terbelalak sekaligus. Untuk beberapa saat, keterkejutan jelas mewarnai Annabelle.Lalu, kemudian wanita itu mengembuskan napas lega— meskipun wa
"Banyak, Om, banyak ..." Annabelle menaikkan dagu dan menatap Samuel dengan angkuh."Misalnya?" Samuel menaikkan sebelah alis, mendesak penjelasan yang sama sekali tidak bisa dia pahami."Kan waktu itu kamu kasih aku sembilan juta, waktu kamu bilang mau pergi ke Bali sama istri dan anakmu selama sebelas hari, kamu janjinya mau luangin waktu seharian buat aku kalau udah pulang—""Anna, aku udah hampir dua minggu ini nemenin kamu seharian, masa kamu masih mau ungkit—""Dengerin dulu ih!" gerutu Annabelle kesal.Jadi, Samuel mengamati Annabelle sambil menahan sorot geli. Samuel menatap Annabelle lekat-lekat sementara dia menanti untaian kalimat yang akan bergulir di bibir ranum istrinya."Nih, yah, dengerin ... Kalau sebelas hari kepergian kamu sama dengan satu hari buat aku, aku perkirakan waktu kita berpisah itu selama dua ratus dua puluh hari, yang artinya utang waktu kamu buat aku itu ada dua puluh hari ..."Annabelle memelototi Samuel ketika pria itu hampir menertawainya, dan saat S
Tepat pukul sepuluh malam, Annabelle dan Samuel bersama anak mereka tiba di villa. Annabelle sudah terlihat sangat lelah, seolah ingin segera melemparkan tubuhnya ke tempat tidur— tak berbeda dengan Samuel.Namun, sayangnya Samuel tak bisa langsung beristirahat, terutama karena dia sudah ditunggu Dika sejak tadi.Selama tinggal di villa, Annabelle sudah terbiasa melihat kehadiran adik lelaki Samuel yang datang setiap malam, dan dia tak pernah mempertanyakan apa yang dilakukan Samuel dan adiknya.Saat itu, dia memilih untuk sama sekali tak peduli dengan apa yang dilakukan Samuel, atau pun ke mana pria itu pergi.Akan tetapi, kali ini mungkin dia harus sedikit peduli dan mencari tahu lebih banyak tentang suaminya. Terutama setelah dia Annabelle menyadari bahwa rumah tangganya dengan Samuel kali ini benar-benar dimulai dari awal, dengan status yang jelas berbeda dari sebelumnya."Kamu istirahat duluan, nanti aku nyusul," kata Samuel setelah mengantar Annabelle ke kamar. "Kalau mau mandi
Untuk pertama kalinya Annabelle memindai wajah Yunita, seolah merekam wajah dan penampilan wanita tersebut dalam memorinya. Namun, semakin menyadari bahwa wajah Yunita begitu mulus dan pandai bersolek, Annabelle semakin membandingkan dirinya dengan wanita itu, dan tak salah jika dia berkecil hati untuk saat ini.Yunita mengenakan jeans hitam ketat, dipadu atasan merah muda yang juga ketat, sehingga membentuk setiap lekuk tubuh wanita itu. Bahkan, kerah bajunya yang berpotongan rendah sedikit memperlihatkan payudaranya yang penuh dan tampak sintal.Harus Annabelle akui, bahwa dirinya lebih pendek dari pada Yunita. Posisi mereka yang berdekatan membuatnya tersadar bahwa tinggi Annabelle hanya sebatas dagu Yunita. Dari awal melihat wanita itu, pandangan Annabelle memang hanya terfokus pada bibir dan mata Yunita, tetapi kini dia juga bisa melihat hidung Yunita sedikit lebih mancung dibanding dirinya.Hal tersebut membuat Annabelle berpikir, pantas saja dulu Samuel langsung menceraikan Ann
"Kamu aja yang ke sana, aku nunggu di sini. Ngambil Samantha doang, terus nanti kamu langsung—""Kamunya ikut turun, Anna," tukas Samuel yang berdiri sambil menahan pintu di dekat Annabelle. Terkadang, Samuel harus ekstra sabar saat mendapati Annabelle bersikap kekanak-kanakan seperti itu. "Aku khawatir bakalan sedikit lama, soalnya si Alfian udah seminggu nggak ketemu aku. Ikut turun, ya?""Ish, tapi kan aku malu sama kakak kamu, Om!" Annabelle memberingis masam. "Pas ketemu waktu itu aku bentak-bentak kakak kamu. Masa sekarang—""Sayang, nggak apa-apa, dia juga nggak ambil hati, kok," Samuel membujuk sambil mengulurkan tangan, tetapi Annabelle tetap tak bergerak dari kursinya. "Lagian, kamu bilang kan waktu itu kaget karena Samantha nggak ada. Turun, yuk? Kakakku nggak suka gigit orang, kok."Annabelle tampak ragu. Sekali lagi dia mengedarkan pandangan ke depan, pada sederet motor yang terparkir di pelataran rumah. Sesungguhnya, dia benar-benar malu saat berpikir akan berhadapan den
"Kamu mah bener-bener keterlaluan. Udah mah ngasih hadiah ke cowok lain, ngerepotin sampe harus nemenin kamu nyari kantor pos buat kirim barang. Terbuka sih terbuka sama suami, nggak mau nyembunyiin hal apa pun, tapi kalau sampe perhatiannya kayak gitu, aku juga bisa sakit hati, Anna."Annabelle memiringkan kepala melihat bagaimana wajah Samuel begitu kusut, sementara bibir Samuel terus menggerutu selagi pria itu melaju dengan kecepatan tinggi.Bahkan, manuver-manuver yang dilakukan Samuel sedikit kasar. Dan Annabelle hanya bisa kasihan sekaligus berbunga-bunga melihat kecemburuan Samuel yang begitu besar.Sebelumnya, Annabelle tak pernah merasa dicemburui sebegitu terang-terangan oleh pria. Jadi, ketika Samuel bersikap demikian, bukan salah Annabelle jika dia ingin berlama-lama melihat suaminya terbakar cemburu. Entah mengapa, ada kebanggaan tersendiri bagi Annabelle dicemburui oleh pria yang dia cintai, suaminya."Ya udah ntar mah nggak usah bilang-bilang kamu kalau aku mau kasih ha
"Bisa nggak sih beli susunya di minimarket pertigaan villa aja? Kanapa harus ke mall cuma mau beli susu doang?""Nggak ada salahnya mampir sekalian lewat 'kan?" Samuel menggandeng tangan Annabelle ketika berjalan memasuki gedung pusat perbelanjaan."Emang susunya Samantha beneran udah mau abis?" Annabelle berusaha mengingat-ingat sebelum akhirnya kembali berkata, "Perasaan aku liat masih ada dua kaleng yang belum dibuka. Minggu lalu kan kamu belinya tiga, masa seminggu udah abis semua sih?"Samuel tak menjawab, hanya mengulum senyum nakal sambil melirik Annabelle ketika mereka berjalan ke ekskalator.Annabelle mendongak dan menyadari bahwa susu Samantha yang katanya habis hanya alasan Samuel agar dia mau diajak mampir ke mall. Jadi, tak heran jika sekarang Annabelle mendengkus jengkel dan mengempas tangan Samuel yang menggandengnya."Dasar pria licik," gerutu Annabelle ketika mereka tiba di lantai dua. "Udah pulang aja sekarang. Ini udah sore, kasian Samantha.""Pulang sekarang atau
"Jadi itu alesannya kenapa kamu juga konsultasi ke dokter Cheppy?" Annabelle tak tahu sejak kapan air matanya bercucuran saat lagi-lagi mengetahui fakta yang dialami Samuel selama ini.Ketika Samuel hanya mengangguk dan mengembuskan napas berat, Annabelle kembali menambahkan dengan pedih, "Kenapa Om nggak datang sejak awal dan ngasih tau aku, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu butuh aku?"Air wajah Samuel masam dan serba salah ketika sejak tadi tak bisa menghentikan tangis Annabelle. "Akunya malu, Anna. Aku sadar udah nyakitin kamu, aku takut kamu nggak maafin aku," kata Samuel pahit. "Lagian, aku bener-bener takut, takut aku bawa penyakit yang ujung-ujungnya bakal nular ke kamu. Aku nggak mau kamu sampe kenapa-kenapa gara-gara aku.""Nyampe nahan diri nggak mau nemuin aku, padahal kamu kangen pengen ketemu aku? Gitu?" Annabelle terisak-isak menahan sesak. "Padahal, setelah aku tau kalau aku hamil, tiap hari aku nungguin kamu. Tiap hari aku berdoa supaya Tuhan buka hati kamu biar sek
Malam itu, seusai menjatuhkan talak tiga pada Yunita, Samuel langsung pergi tanpa membawa Alfian. Awalnya, Samuel berpikir dia bisa melepaskan Alfian begitu saja.Akan tetapi, kehilangan Alfian ternyata jauh lebih menyakitkan dari pada kehilangan Annabelle dan pengkhianatan yang dilakukan Yunita.Ketika malam semakin larut dan semakin banyak Samuel meneguk Marteel, dia mendapati dirinya semakin hancur dalam kesendirian dan rasa sakit.Dalam kondisinya yang berada di bawah pengaruh alkohol, benak Samuel dipenuhi oleh bayang-bayang Annabelle yang begitu terluka ketika dia menceraikannya tadi sore.Samuel tertawa getir saat berkelebat pemikiran bahwa karma tersadis yang dia lakukan pada Annabelle dibayar kontan sebelum dua puluh empat jam. Samuel tak bisa menebak seberapa terlukanya Annabelle, tetapi dia sadar, rasa sakit yang dia dapatkan saat ini mungkin tak sebanding dengan luka yang dirasakan Annabelle.Meski demikian, Samuel hanya berharap wanita itu belum benar-benar jatuh cinta p