Share

65. Keputusan Berat

Penulis: Merah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-16 23:13:09

Fajar belum sepenuhnya menyingsing ketika Keira membuka matanya. Sepanjang malam, ia hanya bisa memejamkan mata untuk beberapa saat sebelum kembali terjaga. Pikirannya berkecamuk dengan keputusan berat yang harus ia ambil.

Suara-suara ancaman Vera, kemarahan Tasya, obsesi Kevin, dan kecemburuan Bara terus bergema di telinganya, bercampur dengan tangisan Sabiru dan Aurora yang seolah memanggil namanya.

Dengan hati-hati, Keira bangkit dari tempat tidurnya. Kakinya terasa berat saat ia msabirukah menuju jendela, menyibakkan tirai untuk melihat langit yang perlahan berubah warna. Cahaya keemasan mulai menyusup di antara awan-awan, seolah menjadi pertanda bahwa hari baru telah tiba - hari yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Keira menghela napas panjang, matanya terpejam sejenak saat ia menyandarkan keningnya pada kaca jendela yang dingin.

Ia tahu bahwa keputusan yang akan ia ambil bukanlah keputusan yang mudah. Meninggalkan anak-anaknya, melepaskan kehidupan yang telah ia bangun, dan m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Kedua Om Bara   66. Memulai Hidup Baru

    Angin musim gugur bertiup lembut, menerbangkan daun-daun keemasan yang berguguran di sepanjang jalan setapak kampus. Keira berjalan perlahan, matanya terpaku pada buku di tangannya, sementara pikirannya melayang jauh ke tempat lain. Sudah hampir enam bulan sejak ia memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan melanjutkan studinya di Amerika. Enam bulan yang terasa seperti selamanya.Setiap malam, bayangan wajah Sabiru dan Aurora menghantui mimpinya. Ia bisa merasakan tangan mungil mereka, mendengar tangisan mereka yang memanggilnya. Dan setiap pagi, ia terbangun dengan rasa sakit yang menusuk di dadanya - bukan hanya karena rasa bersalah, tapi juga karena tubuhnya masih beradaptasi dengan tidak lagi menyusui.Akibat tak lagi menyusui, Keira memang harus menanggung sakit dan kesulitan karena asinya tak mau berhenti merembes. Keira juga merasakan kesakitan yang luar biasa pada dadanya yang membengkak dan nyeri akibat tak lagi menyusui anak-anaknya.Tak hanya secara fisik, tetapi secara m

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Istri Kedua Om Bara   67. Merindukan Anak-anak

    Bulan-bulan berlalu, membawa perubahan musim dan transformasi tak kasat mata dalam hubungan Keira dan Arka. Musim gugur yang keemasan berganti menjadi musim dingin yang membekukan, namun kehangatan mulai tumbuh di antara mereka berdua. Layaknya es yang perlahan mencair, kecanggungan awal mereka luruh, digantikan oleh keakraban yang semakin hari semakin dalam.Senja itu, salju tipis mulai turun ketika Keira dan Arka msabirukah keluar dari perpustakaan kampus. Butiran-butiran putih lembut itu menari-nari di uaurora, menciptakan pemandangan yang magis. Keira menengadahkan kepalanya, membiarkan serpihan salju menaurorat lembut di wajahnya. Untuk sesaat, ia merasa seperti kembali menjadi anak kecil yang tak memiliki beban."Indah ya?" suara Arka memecah keheningan. Keira menoleh, mendapati Arka sedang menatapnya dengan senyum lembut. Ada sesuatu dalam tatapan itu yang membuat jantung Keira berdesir."Iya, indah banget," jawab Keira, tak yakin apakah ia sedang membicarakan salju atau pemud

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Istri Kedua Om Bara   68. Pulang

    Enam tahun berlalu bagai hembusan angin musim semi yang lembut namun penuh transformasi. Keira, yang dulu datang ke Amerika dengan sejuta keraguan dan beban masa lalu, kini berdiri tegak di depan cermin kamarnya. Rambut hitamnya yang dulu panjang tergerai kini dipotong sebahu, membingkai wajahnya yang semakin matang. Ada kilau kepercayaan diri di matanya, hasil dari perjuangan dan pencapaian yang ia raih selama ini.Di usianya yang ke-26, Keira telah menyelesaikan program sarjana dan magister dengan prestasi gemilang. Dua gelar akademis disandangnya dengan bangga, menjadi bukti nyata bahwa keputusannya untuk meninggalkan Indonesia beberapa tahun lalu bukanlah sia-sia. Namun di balik kesuksesan itu, ada harga yang harus ia bayar - lima tahun jauh dari anak-anak yang ia cintai, dari pria yang pernah mengisi hatinya, dan dari tanah air yang selalu ia rindukan.Keira menghela napas panjang, tangannya menggenggam erat tiket pesawat yang akan membawanya kembali ke Jakarta. Setelah satu tahu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Istri Kedua Om Bara   69. Akan Bertemu Kembali

    Enam bulan telah berlalu sejak kepulangan Keira ke Indonesia, tanah air yang dulu ia tinggalkan dengan hati yang remuk redam. Dalam waktu yang relatif singkat itu, Keira telah berhasil mengubah wajah Xabiru Company, perusahaan warisan ayahnya, menjadi salah satu pemain utama di kancah bisnis nasional. Perjalanannya tidak mudah, penuh dengan tantangan dan hambatan, namun tekad baja Keira berhasil membawa perusahaan itu ke puncak kesuksesan yang bahkan tak pernah dibayangkan oleh almarhum ayahnya.Keira membuka matanya perlahan, kesaaurorannya mulai kembali seiring dengan cahaya pagi yang semakin terang. Tangannya meraba-raba mencari ponsel di nakas samping tempat tidur king size-nya yang dibalut seprai sutra putih. Layar ponsel menyala, menunjukkan pukul 05.30 pagi. Masih ada waktu satu jam sebelum ia harus bersiap-siap ke kantor. Namun, alih-alih bermalas-malasan di tempat tidur yang nyaman, Keira memilih untuk bangkit. Hari ini adalah hari yang penting, hari yang mungkin akan mengu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Istri Kedua Om Bara   70. Berhasil Melewati

    Dengan langkah mantap, Keira berjalan menuju ruang rapat. Jantungnya berdegup kencang, namun wajahnya tetap tenang dan profesional. Ia telah mempersiapkan diri untuk momen ini, meski tak dapat dipungkiri bahwa kegelisahan masih menggerogoti hatinya.Saat Keira membuka pintu ruang rapat, matanya langsung tertuju pada sosok pria yang berdiri membelakanginya, menatap ke luar jendela. Albara Mahendrata. Pria yang pernah mengisi relung hatinya, ayah dari anak-anaknya, orang yang selama beberapa tahun ini berusaha ia lupakan.Bara berbalik begitu mendengar suara pintu terbuka. Mata mereka bertemu, dan untuk sesaat, waktu seolah berhenti. Berbagai emosi berkecamuk di mata Bara - kekaguman, penyesalan, dan sesuatu yang tak bisa Keira definisikan. Keira merasakan dadanya sesak, namun ia berhasil menguasai diri."Selamat siang, Pak Bara," Keira memecah keheningan, suaranya mantap tanpa gemetar. "Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk datang ke sini."Bara seolah tersadar dari lamunannya. "

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Istri Kedua Om Bara   71. Mengambil Hak Asuh?

    Keira melangkah keluar dari gedung Mahendrata Group dengan pikiran berkecamuk. Pertemuannya dengan Bara telah membangkitkan emosi yang selama ini ia kubur dalam-dalam. Namun, sebagai wanita yang telah belajar untuk mengendalikan diri, Keira berusaha menenangkan pikirannya.Ia berjalan menuju mobil yang telah menunggunya di parkiran. Sopirnya, Pak Joko, membukakan pintu untuknya."Bagaimana rapatnya, Bu?" tanya Pak Joko ramah.Keira tersenyum tipis. "Lancar, Pak. Kita bisa pulang sekarang."Selama perjalanan pulang, Keira memandang ke luar jendela, mengamati hiruk pikuk kota Jakarta yang tak pernah tidur. Enam tahun berlalu, namun kota ini masih sama seperti yang ia ingat - penuh dengan energi dan ambisi.Setibanya di apartemen, Keira langsung menuju ruang kerjanya. Ia menghempaskan diri di kursi, menatap kosong ke arah laptop yang menyala di hadapannya. Pikirannya melayang ke pertemuannya dengan Bara tadi."Kalau kamu mau menemui anak-anak, datang saja ke rumah."Kata-kata Bara terngi

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Istri Kedua Om Bara   72. Tawaran Tinggal Bersama?

    “Apa? Ingin Mengambil hak asuh? Dari bayi mereka sudah tinggal di rumah bersama Om, Kei. Jadi, Om tidak bisa kalau tidak ada mereka di rumah saat berangkat dan pulang kerja. Bahkan saat hari libur, Om selalu merasa terhibur dengan menghabiskan waktu bersama mereka.”“Jadi Om mau menyalahkan saya karena saya meninggalkan mereka begitu?! Kalau bukan karena memikirkan masa depan dan juga karena kondisi mental saya yang digojlok habis-habisan waktu itu, saya juga tidak mau meninggalkan mereka yang masih bayi, Om!”“Om tidak ada maksud sedikitpun untuk menyalahkan kamu atau menyinggungmu yang pernah meninggalkan sabiru dan Aurora dulu. Om hanya tidak bisa membiarkan mereka tidak tinggal serumah lagi dengan Om karena dunia Om akan sepi tanpa mereka! Lagi pula belum tentu juga mereka nyaman tinggal di tempat baru yang asing untuk mereka.”“Egois! Om pikir karena siapa dulu saya terpaksa meninggalkan mereka?! Saya sampai nekat pergi karena sikap Om dan keluarga Om yang menyiksa mental saya wa

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Istri Kedua Om Bara   73. Kembali Ke Rumah Bara

    Matahari pagi baru saja mengintip dari balik awan ketika Keira berdiri di depan gerbang rumah mewah yang begitu familiar, tetapi juga terasa asing baginya. Dengan tangan gemetar, ia menekan bel interkom. Jantungnya berdegup kencang, seolah hendak melompat keluar dari dadanya.Keira menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Begitu pintu gerbang terbuka perlahan, ia melangkah masuk, menyeret koper besarnya di belakangnya. Halaman rumah itu masih sama seperti yang ia ingat - rapi dan terawat, dengan bunga-bunga bermekaran di sepanjang jalan setapak menuju pintu utama.Bara sudah menunggu di ambang pintu, senyum canggung tersungging di wajahnya. "Selamat datang kembali, Kei" ucapnya lembut. "Biar Om bantu dengan kopermu."Keira mengangguk kaku, membiarkan Bara mengambil alih kopernya. Mereka berjalan dalam diam memasuki rumah. Suasana rumah itu terasa berbeda - ada kehangatan yang tak ia rasakan dulu, mungkin karena kehadiran anak-anak yang kini mengisi rumah ini dengan tawa d

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16

Bab terbaru

  • Istri Kedua Om Bara   Ekstra Part The Last

    Dua bulan berlalu sejak Keira diperbolehkan keluar dari rumah sakit dan pulang ke rumah. Keira memutuskan untuk berhenti sejenak dari pekerjaannya di perusahaan peninggalan Papanya. Toh ternyata suaminya mampu memimpin dan menangani urusan kantor mengantikan dirinya dengan sangat baik. Keputusan ini juga dipengaruhi oleh keinginannya untuk benar-benar mencurahkan waktu pada Raka, anak bungsunya. Karena saat Aurora dan Sabiru masih bayi, Keira hanya punya waktu sebentar untuk merawat mereka."Wajahnya mirip sekali denganmu, Mas. Hanya bibirnya saja yang mirip dengan Keira," ujar Vera dengan nada lembut sambil menggendong bayi mungil itu.Bara menatap Vera sambil tersenyum hangat. "Penilaianmu memang benar, Ve."Vera mengangguk pelan, tersenyum pada suaminya, dan dengan hati-hati meletakkan Raka yang sudah tertidur kembali ke dalam boksnya. "Sepertinya sudah waktunya aku untuk minum obat dan vitamin, Mas. Aku mau kembali ke kamar."Bara meraih tangan Vera sejenak, menatapnya dengan p

  • Istri Kedua Om Bara   Ekstra Part 3

    "Tante buatkan susu untukmu, Kei," ujar Vera, meletakkan segelas susu hangat di hadapan Keira yang tengah duduk membaca buku. Tatapan Vera lembut, penuh perhatian, meski wajahnya masih tampak lelah karena baru pulih dari cedera kecelakaan yang membuatnya sulit berjalan selama hampir setahun ini.Keira mendongak, menatap Vera dengan khawatir. "Aduh, Tante kan baru bisa jalan lagi. Aku cuma enggak mau Tante sampai kelelahan dan kenapa-kenapa kalau terlalu banyak bergerak hanya untuk membuatkan aku susu atau melakukan hal lain."Vera tersenyum kecil, menepuk tangan Keira dengan lembut. "Sudahlah, Kei. Justru Tante harus banyak gerak supaya otot kaki Tante tidak lemas dan bisa berjalan lebih lancar lagi. Anggap saja Tante memperlakukanmu dengan baik untuk menebus semua sikap buruk Tante padamu dulu. Sekarang minumlah susunya, sebelum menjadi dingin."Keira mengangguk pelan, merasa tersentuh oleh kebaikan Vera. "Baiklah, Tante. Makasih," ujarnya denga

  • Istri Kedua Om Bara   Ekstra Part 2

    "Huek!" Keira tiba-tiba merasa mual sesaat setelah ia menaruh sendok makan siangnya. Wajahnya langsung pucat. Ia menutup mulut dan berlari ke arah toilet pribadi di ruangan kerja Bara. Melihat itu, Bara dengan sigap mengikuti langkah Keira, khawatir istrinya sakit. Sesampainya di toilet, Bara langsung meraih rambut Keira dengan tangan kirinya, memegangnya agar tidak mengganggu. Sementara tangan kanannya dengan lembut memijat tengkuknya. "Kamu sakit?" tanyanya dengan raut wajah yang menyiratkan perhatian sekaligus kecemasan. Keira mengambil napas sejenak setelah muntah. "Aku enggak merasa sakit, Mas. Sebelumnya juga baik-baik saja," ucapnya sambil mengatur napas. "Cuma, enggak tahu kenapa akhir-akhir ini setiap habis makan aku mual banget. Apa mungkin aku salah makan atau…jangan-jangan…" Matanya tiba-tiba membulat, seolah baru menyadari sesuatu. Keira baru menyadari sesuatu yang akhir-akhir ini sering ia rasakan di tubuhny

  • Istri Kedua Om Bara   Ekstra Part 1

    "Aku masih enggak percaya kita bisa sampai di titik ini, Mas" ujar Keira lembut. Mereka tengah menikmati malam terakhir dari bulan madu singkat mereka di pulau pribadi Bara.Bara menggenggam tangan Keira, menatap mata istrinya penuh kasih. "Aku juga masih tidak percaya bisa mendapatkan kesempatan kedua darimu, Kei. Terima kasih sudah mau kembali bersamaku lagi. Aku janji akan selalu menjaga kepercayaan yang kamu berikan."Keira tersenyum hangat, rona bahagia terlihat jelas di wajahnya. "Aku percaya dan kasih kesempatan buat Mas karena aku senang telah melihat perubahan Mas. Terutama cara Mas mengendalikan emosi dan kecemburuan. Itu membuat aku yakin kalau kita bisa memulai lembaran baru bersama kamu, Mas."Mereka duduk di sofa yang menghadap ke pemandangan malam pantai di pulau itu. Hamparan pasir putih berkilau diterpa sinar bulan, menyuguhkan pemandangan tenang yang hanya mereka nikmati berdua. Pantai itu ternyata masih seindah dulu saat terkahir kali m

  • Istri Kedua Om Bara   110. Malam Pengantin

    "Aurora, Sabiru, ayo main sama Bella di kamar sebelah?" bujuk Tasya dengan lembut setelah resepsi Bara dan Keira selesai. "Kita bisa pesan pizza dan nonton film kartun kesukaan kalian!""Tapi aku mau tidur sama Mama dan Papa..." rengek Aurora, menggenggam tangan Keira.Kevin mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Lihat nih, Kak Kevin punya voucher buat beli mainan besok. Kalian bisa pilih mainan apa aja yang kalian suka."Mata Sabiru langsung berbinar. "Beneran Kak? Aku mau robot transformer!""Aku mau rumah-rumahan yang besar," timpal Bella bersemangat."Kalau gitu aku juga mau boneka barbie yang baru!" Aurora ikut tertarik.Keira tersenyum melihat antusiasme anak-anak. "Mama janji

  • Istri Kedua Om Bara   109. Tanpa Dendam Kebencian

    Sebulan berlalu dengan cepatnya. Bara dan Keira pun akhirnya sepakat untuk kembali mengarungi biduk rumah tangga setelah Bara melamar Keira dengan begitu menyentuh hati Keira dan membuat Keira tak bisa menolaknya.Lagi pula selama sebulan ini, Keira melihat sendiri betapa Om Bara berusaha memenuhi janjinya. Lelaki itu tak lagi menunjukan cara cemburu yang berlebihan dan kasar seperti dulu, saat Keira terlibat interaksi dengan Arka atau lelaki lain yang kebanyakan merupakan kolega kerjanya. Oleh karena itu, tak ada lagi keraguan dalam hati Keira untuk menerima lamaran Bara.Hari ini, sebelum acara ijab kabul dilaksanakan, Keira berdiri di hadapan cermin, jemarinya gemetar merapikan setelan kebaya pengantinnya yang sederhana tetapi elegan.Berbeda dengan pernikahan pertamanya yang penuh keterpaksaan, kali ini ia

  • Istri Kedua Om Bara   108

    “Sebaiknya kita tidak usah kembali ke kantor lagi karena Om mau mengajakmu menjemput Aurora dan Sabiru di sekolah mereka sore ini. Apa kamu tidak keberatan?”Ia mengangguk lemah sambil menyeka hidungnya. Matanya yang sembab masih terlihat sedikit memerah. Suaranya terdengar serak ketika menjawab.“Aku enggak keberatan, tapi ini kan masih siang Om? Kalau enggak balik lagi ke kantor, kita mau melakukan apa untuk menunggu sampai jam kepulangan mereka?”Bara tersenyum tipis, mencoba mencairkan suasana. “Bagaimana kalau kita jalan-jalan sembari menunggu jam pulang sekolah anak-anak tiba?”Namun Keira tampak enggan. Tatapan matanya kosong dan pandangannya terasa hampa, seolah pikiran masih terjebak dalam lingkaran kesedihan yang baru saja dialaminya. “Entahlah, Om. Tapi aku lagi enggak ingin melakukan apa-apa, selain duduk di kursi kerjaku dan menyibukan diri dengan pekerjaan,” jawab Keira apa adanya.Perkataan positif Bara yang penuh dukungan untuknya, memang melegakan sebagai besar hati

  • Istri Kedua Om Bara   107. Menyingkap Tirai Masa Lalu

    Beberapa saat setelah Arka pergi, Keira pun keluar dari restoran tempat ia bertemu dengan Arka. Langkahnya tertatih, ekspresi wajahnya campur aduk antara sedih, lega, dan terluka. Hembusan angin seolah turut membawa beban emosi yang berat dari dalam dirinya. Di hapusnya sisa air mata di sudut matanya ketika memasuki mobil Om Bara.Udara di dalam mobil terasa berat, dipenuhi emosi yang beradu-padu menyiksa diri Keira. Keheningan yang mencekam perlahan mencair ketika suara Om Bara membelah kesunyian.“Jangan paksa dirimu untuk tidak menangis, Kei.” ujar Bara dengan lembut.” Om tahu pasti berat untuk kamu karena harus menyampaikan kalau kamu yang lebih memilih Om di bandingkan Arka. Jadi, menagis lah sampai kamu merasa lega.”Bara langsung menahan tangan Keira yang mengusap air mata yang jelas-jelas masih mengalir di wajah cantik wanita itu.“Tapi aku enggak ingin terlihat lemah di hadapan Om. Aku juga takut Om bisa salah paham karena melihatku menangis setelah bertemu dengan Arka. Nanti

  • Istri Kedua Om Bara   106. Lelaki Pilihan Keira

    Keesokan paginya, Keira bertemu dengan Om Bara di sebuah kafe kecil dekat kantornya, tempat yang cukup privat untuk pembicaraan sepenting ini."Om," Keira berkata pelan, jemarinya menggenggam cangkir kopi yang masih mengepul di hadapannya.Om Bara menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ada apa, Keira?"Keira menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat. Ia sudah memikirkan ini berulang kali, menghabiskan malam-malam tanpa tidur memikirkan keputusan yang akan ia sampaikan hari ini."Setelah berpikir panjang..." Keira menggigit bibirnya sejenak, "aku... aku memutuskan mau mencoba membuka hati lagi untuk Om."Mata Bara melebar, tampak tak percaya dengan apa yang baru saja di

DMCA.com Protection Status